Anda di halaman 1dari 5

1.

Mikania micrantha (Sembung Rambut)


Sembung rambat (Mikania micrantha) termasuk dalam famili asterace.
Tanamaman ini merupakan gulma invasif yang sulit dikendalikan. Mikania micrantha
tumbuh merambat menutupi inangnya dan berkompetensi untuk mendapatkan nutrisi
tanah, cahaya matahari dan air (Sankaran, 2012).
Mikania micrantha merupakan tanaman asli Amerika Selatan dan Amerika
Tengah. Tanaman ini memiliki potensi penyebaran di negara dengan iklim tropis dan
subtropis serta daerah timur laut india. Mikania micrantha banyak tumbuh di daerah
lembab dan sering dijumpai di daerah Asia Tenggara biasanya tumbuh pada lahan-lahan
perkebunan dan pertanian seperti kelapa sawit, teh, kopi, jeruk dan karet (Tripathi et al.,
2011).
Mikania micrantha sangat mudah didapatkan di alam, menurut Sellers et al.,
(2010) habitat Mikania micrantha yaitu daerah basah, hutan, lahan terbuka, kanal, sungai,
pinggir jalan, padang rumput dan wilayah pertanian. Mikania micrantha dapat tumbuh
dengan baik pada keadaan lingkungan yang terpapar sinar matahari tinggi, suhu >21ᴼC,
pH tanah 4,15- 8,35 serta kelembapan tanah >15% (Tripathi et al., 2011).
Mikania micrantha telah digunakan Di Amerika Selatan dan Asia Tenggara
sebagai obat tradisonal untuk mengobati beberapa penyakit. Daun Mikania micrantha
dikonsumsi sebagai jus dan sebagai tapal untuk mengobati gigitan serangga atau sengatan
kalajengking. Tumbuhan ini juga digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti ruam
dan gatal-gatal (Ishak et al., 2016).
Mikania micrantha telah dikonsumsi di Malaysia sebagai jus (dibuat dengan
metode rebusan) untuk mengobati diabetes, stroke, hiperkolestrolemia dan hipertensi.
Selain itu daunnya digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit kuning dan ditempatkan
di bak air hangat untuk wanita setelah persalinan. Mikania micrantha juga telah
digunakan untuk mengobati demam, rematik, dan penyakit pernapasan (Chetia et al.,
2014). Mikania micrantha di Fiji digunakan untuk penyembuhan luka dan menghentikan
pendarahan eksternal minor, sedangkan di Bangladesh Mikania micrantha telah
digunakan sebagai antiseptik (Dev et al., 2015). Menurut Facey et al.,(2010) masyarakat
Jamaika menggunakan Mikania micrantha untuk penyembuhan luka.
2. Terminalia catappa (Ketapang)
Tumbuhan Terminalia catappa L. memiliki batang bertajuk rindang dengan
cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat. Daun tersebar, sebagian
besar berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek atau hampir duduk. Helaian daun
bulat telur terbalik, dengan panjang 8-38 cm dan lebar 5-19 cm, dengan ujung lebar dan
pangkal yang menyempit, helaian di pangkal bentuk jantung, dibagian sisi bawah pangkal
daun terdapat kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun, permukaan atas licin dan bagian
bawah berambut halus, berwarna kemerahan jika akan rontok. Bunga berukuran kecil,
terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 4-8. Buah berbentuk bulat telur
gepeng, bersegi atau bersayap sempit (Syamsuhidayat et al., 1991).
Pohon Terminalia catappa L. memiliki tinggi mencapai 40 m dengan batangnya
berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan. Batangnya memiliki lima lobed dan
memiliki bau tidak sedap. Daun memiliki ujung yang berbentuk bulat tumpul, mengkilap,
kasar, dan berwarna hijau tua yang kemudian akan berubah menjadi kuning dan merah
ketika akan gugur, daun ketapang yang gugur mempunyai aktivasi anti bakteri (Alfaida,
2013).
Terminalia catappa L. tersebar dari Sumatera sampai Papua. Terminalia catappa
L. dapat tumbuh pada dataram rendah sampai dataran tinggi, di hutan primer maupun
sekunder, hutan campuran Dipterocarpaceae, hutan rawa, hutan pantai, hutan jati atau
sepanjang sungai (Faizal et al., 2009). Selain tumbuh secara liar di pantai, tumbuhan
ketapang merupakan tumbuhan yang sering dijumpai tumbuh liar di daratan, pohon ini
sering ditanam sebagai pohon peneduh di dataran rendah. Oleh karena itu, pohon
ketapang juga ditanam sebagai pohon hias di kota-kota. Pohon ketapang ini juga
merupakan salah satu jenis pohon peneduh dan (Istarina, 2015).
Terminalia catappa L. merupakan tumbuhan pantai dengan daerah penyebaran
yang cukup luas. Tanaman ini berasal dari daerah tropis di India, kemudian menyebar ke
Asia Tenggara. Di Indonesia tumbuhan ketapang sering kali dijumpai ada di pinggir-
pinggir jalan sebagai pohon hias dan peneduh (Nopitasari, 2004). Terminalia catappa L.
biasa disebut sebagai “katapiang” oleh bahasa Minang. Ketapang adalah tanaman
serbaguna dari akar, batang, daun dan buah telah digunakan (Hevira et al., 2015).
Secara umum kandungan pada tumbuhan Terminalia catappa L. adalah tannin
(punnicalgin, punicalin, terflavin A dan B, tergallin, tercatin, asam chebulagic, geranin,
granatin B, corilagin), flavonoid (isovitexin, vitexin, isoorintin, rintin) dan truterpenoid
(Ahmed et al., 2005). Pada daun ketapang mengandung flavonoid, saponin, triterpen,
diterpen, senyawa fenolik dan tanin (Pauly, 2005). Purwani (2015) menyatakan
Terminalia catappa L. adalah salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai antibakteri
karena mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu tanin, flavonoid dan saponin
3. Pinus merkusi (Pinus)
Pinus merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2000 meter di
permukaan laut dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi, tetapi untuk
memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan ketinggian diatas 400-1500 meter di atas
permukaan laut. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, pinus membutuhkan
antara lain:
1. Tanah yang cukup kesuburannya, walaupun unsur hara yang diperlukan pinus relatif
rendah dibandingkan dengan jenis pohon berdaun lebar.
2. Tanah yang tidak terlalu asam (PH 4,5-5,5).
3. Temperatur udara berkisar antara 18º-30ºC.
4. Bulan basah yang panjang (5-6 bulan) dan diselingi dengan bulan kering yang pendek
(3-4 bulan). Menurut Samingan (1980) sifat-sifat kayu pinus adalah kayunya ringan
sedang berat jenis antara 0,46-0,70 bagian yang mendukung resin 0,95 kelas kuat SII-
III dan kelas awet kayu gubal 6-8 cm berwarna putih kekuning-kuningan, kayu teras
berwarna lebih tua, coklat atau kemerahan, kekerasan daya kembang susut dan retak
sedang, sifat pengerjaan lebih mudah patah tetapi agak sulit digergaji. Batang
umumnya berbentuk bulat dan lurus kulit berwarna coklat tua, kasar, berakar dalam
menyerpih dalam kepingan panjang.
4. Coleus scutellarioides (miana)
Tumbuhan Miana yang memiliki nama ilmiah Coleus scutellarioides (L) Benth.
menurut klasifikasi sistem APG IV (2016) dikelompokan dalam famili Lamiaceae yang
tergolong dalam bangsa Lamiales, kelas Eudicots. Berdasarkan sejarah penamaan
tumbuhan Miana, penetapan nama tumbuhan tersebut sempat bias. Hal itu terjadi karena
penggunaan nama ilmiah yang berbeda pada jenis yang sama, yakni jenis hibrid alaminya
(Bajaj 1994).
Coleus atropurpureus adalah tanaman semak dengan tinggi dapat mencapai 1,5 m
serta tumbuh pada lingkungan yang agak lembab atau sedikit berair. Daunnya berwarna
merah keunguan dan berukuran 5-15 cm. Tanaman miana tumbuh liar di ladang atau di
kebun-kebun sebagai tanaman hias. Biasa dibudidayakan secara stek dalam waktu kurang
lebih dua sampai tiga minggu. Tanaman ini memiliki nama lain, yaitu Sigresing (Batak),
Adong-adong (Palembang), Jawek Kotok (Sunda), Iler (Jawa Tengah), Ati-ati (Bugis)
dan Serewung (Minahasa) (Badrunasar dan Budi, 2017).
5. Physalis angulata (ciplukan)
Physalis angulata L. adalah spesies dari Solanaceae, memiliki buah yang dapat
dimakan di beberapa negara wilayah tropis dan subtropis di dunia sebagai pohon obat dan
buah (Hermin, U., Nawangsih. et al., 2016). Banyak tumbuh bercabang di semak yang
secara tahunan dan bisa tumbuh mencapai 1,0 m. Bunganya berbentuk lonceng, namun
bentuk yang paling khas adalah kelopak yang berbuah membesar untuk menutupi buah
dan menggantung ke bawah seperti lentera. Setiap buah memiliki bentuk seperti mutiara
berwarna. Daunnya tunggal, bertangkai, bagian bawah tersebar, kondisi daun yang atas
berpasangan, helaian berbentuk bulat telur-bulat memanjang-lanset dengan ujung
runcing, ujung tidak sama (runcing-tumpul-membulat-meruncing), bertepi rata atau
bergelombang-bergigi, 5-15 x 2,5-10,5 cm. Bunga tunggal, di ujung daun, simetris dan
banyak, tangkai bunga tegak dengan ujung yang menunduk, ramping, lembayung, 8-23
mm, kemudian tumbuh sampai 3 cm. Kelopak berbentuk genta, 5 cuping runcing, hijau
dengan rusuk yang lembayung. Mahkota berbentuk lonceng lebar, tinggi 6-10 mm,
kuning terang dengan nodanoda coklat atau kuning coklat, tiap noda terdapat kelompokan
rambut-rambut pendek yang berbentuk V. Tangkai benang sarinya kuning pucat, kepala
sari seluruhnya berwarna biru muda. Putik gundul, kepala putik berbentuk tombol, bakal
buah 2 daun buah, banyak bakal biji. Buah Physalis angulata L. berbentuk telur,
panjangnya sampai 14 mm, hijau sampai kuning jika masak, berurat lembayung,
memiliki kelopak buah (Agrawal, R.P. et al., 2006).
Physalis angulata L., dikenal di Indonesia sebagai "ciplukan" atau "Ceplukan".
Tanaman ini tersebar luas di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia. Ciplukan
(Physalis angulata L.) memiliki manfaat sebagai antidiabetik. Pada batang, daun, dan
akar dari Physalis angulata L. telah secara tradisional di Indonesia digunakan sebagai
obat antidiabetes. Di Indonesia sendiri penggunaan ramuan akar sebagai obat untuk
postpartum, nyeri otot dan hepatitis (Rosita, S.M.D., Rostiana, O., Pribadi, dan Hernani.,
2007). Menurut Sediarso, Sunaryo H dan Amalia N tahun 2013 Physalis angulata L.
dapat memperbaiki pencernaan, antiinflamasi, desinfektan, asma, batuk rejan, bronkitis,
orkitis, bisul, borok, kanker, tumor, leukemia dan kencing manis. Famili Solaneceae yang
memiliki banyak efek farmakologi seperti hepatoprotective, immunomodulatory,
antibacterial, antifungal, antiinflammatory, antitumor, cytotoxic activity, insect-
antifeedant dan insectrepellent activities, kandungan tersebut terdapat pada Physalis yang
diisolasi dari akar, batang dan daun (Kusumaningtyas, R., Laily, N. dan Limandha, P.,
2015).
6. Scaevola taddaca (selada laut)

Anda mungkin juga menyukai