Disusun Oleh:
KUDUS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Penyusunan skripsi penelitian ini tidak lepas dari do’a dan dukungan berbagai
pihak. Maka pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa
berterimakasih yang tulus kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat, karunia dan hidayah-Nya.
Sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian ini.
2. Bapak Ilham Setya Budi S.Kp., M.Kes., ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Cendekia Utama Kudus.
3. Ibu Dr.apt. Dian Arsanti Palupi, S.Si., M. Farm., ketua Program Studi S-1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus.
4. Ibu dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberi semangat serta
motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini.
1
Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak sekali kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikan agar skripsi ini
dapat memberikan manfaat dan dapat dikembangkan lebih lanjut lagi. Amiin.
Kudus,02 November
2021
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................5
2.1.1 Klasifikasi.......................................................................................................8
2.1.2 Deskripsi.........................................................................................................9
2.1.5 Simplisia........................................................................................................10
2.1.6 Ekstraksi........................................................................................................12
2.1.7 Pelarut...........................................................................................................14
2.1.8 Analgetik.......................................................................................................15
3
2.1.9 Metode Uji analgetik....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20
4
BAB I
PENDAHULUAN
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika
umum). Asetosal merupakan salah satu analgetika perifer yang mampu meringankan
atau menghilangkan rasa nyeri dengan cara merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer (Tjay dan Rahardja, 2007). Mekanismenya yaitu melalui
penghambatan biosintesis prostaglandin dengan memblok enzim siklooksigenase
(Wibowo dan Gofir, 2001)
Berbagai macam tumbuhan sudah digunakan sejak dulu sebagai tanaman obat
(Tinesya, Andhita & Vidmar, 2019). Pengobatan alamiah dengan tanaman obat
tradisional dipandang sebagai alternatif yang memiliki efek samping lebih kecil
(Narande, Wulur & Yudistira 2013). Uji fitokimia dari daun Kasturi menunjukkan
adanya kelompok senyawa tanin dan triterpenoid (Putri, Retnowati & Suratmo,
2015). Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Bakti, Triyasmono & Rizki (2017),
5
menunjukkan hasil kadar flavonoid total yang terkandung dalam ekstrak etanol daun
mangga kasturi (Mangifera casturi Kosterm.) sebesar 9,31 ± 0,08 % b/b. Flavonoid
memiliki berbagai macam bioaktivitas. Bioaktivitas yang ditunjukkan antara lain
sebagai antipiretik, analgetik dan antiinflamasi (Samudra, 2017).
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mhd. Riza Marjoni , Ainun
Naim, Ressa Kurnia Sari.,(2017), menunjukkan hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai uji efek analgesik ekstrak methanol daun mangga arumanis dapat
disimpulkan bahwa ekstrak methanol daun mangga arumanis pada dosis 25mg,50 mg
dan 100 mg memiliki efek analgesik terhadap mencit putih betina. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji aktivitas analgetik ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi
(Mangifera casturi Kosterm.) dengan metode geliat.
a. Apakah ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi (Mangifera casturi kosterm)
mempunyai aktivitas analgetik pada tikus jantan yang diinduksi geliat?
b. Berapakah dosis optimal ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi (Mangifera
Casturi Kosterm) pada tikus putih jantan yang diinduksi geliat?
c. Berapakah persentase daya analgetik tertinggi ekstrak etanol 96% daun
mangga kasturi (Mangifera Casturi Kosterm.) pada tikus putih jantan yang
diinduksi geliat?
6
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Apakah ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi (Mangifera casturi kosterm)
mempunyai aktivitas analgetik pada tikus jantan yang diinduksi geliat?
b. Berapakah dosis optimal ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi (Mangifera
Casturi Kosterm) pada tikus putih jantan yang diinduksi geliat?
c. Berapakah persentase daya analgetik tertinggi ekstrak etanol 96% daun
mangga kasturi (Mangifera Casturi Kosterm.) pada tikus putih jantan yang
diinduksi geliat?
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah tanaman mangga kasturi adalah (Rhodes & Maxted, 2006) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Keluarga : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera casturi Kosterm
Sumber : floraarea.blogspot.com
8
2.1.2 Deskripsi
a) Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang terdiri dari gugus hidroksi
dan karboksil yang memiliki berat molekul besar. Senyawa tanin itu sendiri terdiri
dari 2 jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis (Sari,Rita,&
Puspawati,2015). Tanin memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein dan
alkaloid serta sebagai antioksidan (Mohammed & Manan,2015).
b) Flavonoid
Flavonoid merupakan komponen alami berupa variabel fenolik yang dapat
ditemukan pada tanaman. Flavonoid bermanfaat bagi kesehatan serta dianggap
sebagai komponen yang sangat diperlukan dalam berbagai aplikasi nutraceutical,
farmasi, obat dan kosmetik. Flavonoid bermanfaat sebagai antioksidan,
9
antiinflamasi, analgetik, antimutagenik dan antikarsiogenik, serta kemampuan
untuk memodulasi fungsi enzim seluler utama (Panche et al., 2016).
c) Trieroenoid
2.1.5 Simplisia
1) Pengertian Simplisia
10
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai Obat tersebut tidak
mengalami proses apapun, kecuali Selesai. Simplisia dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
simplisia nabati, simplisia hewan dan simplisia mineral. Hewan yang disederhanakan
adalah Hal-hal sederhana berupa hewan atau zat bermanfaat Diproduksi oleh hewan,
bukan dalam bentuk bahan kimia murni. Simplisia nabati, simplisia berupa tumbuhan
utuh, Bagian tanaman atau sekresi tanaman. Meskipun sederhana Mineral, simplisia
berupa bahan pelican Rawat dengan cara yang sederhana, bukan dalam bentuk zat
kimia (Depkes RI, 2000).
2) Sortasi Basah
Dilakukan penyortiran basah untuk memisahkan kotoran Atau benda asing
lainnya dari tanaman sebelum dicuci dengan menghapus bagian yang tidak perlu,
sebelumnya Keringkan untuk mendapatkan herbal yang tepat Gunakan (Wahyuni,
Guswandi dan Rivai 2014).
3) Pencucian
Dilakukan pencucian untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat dan menempel pada tumbuhan. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya dengan air dari mata air, air sumur atau air PAM. Pencucian dilakukan
sesingkat mungkin agar tidak menghilangkan zat berkhasiat dari tumbuhan
tersebut (Wahyuni, Guswandi & Rivai 2014).
4) Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Sebelum dirajang tumbuhan dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki (Wahyuni, Guswandi & Rivai 2014).
5) Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Diangin-anginkan
11
b. Terpapar cahaya matahari langsung
c. Dengan menggunakan Oven pada suhu tertentu, pengeringan ini berlangsung
hingga diperoleh kadar air ≤ 10% (Wahyuni,Guswandi & Rivai 2014).
6) Sortasi Kering
Dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering (Wahyuni, Guswandi & Rivai 2014).
7) Pengepakan dan Penyimpanan
Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia.
Untuk itu dipilih wadah yang bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi dengan
isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan warna,
bau, rasa dan sebagainya pada simplisia. Untuk simplisia yang tidak tahan panas
diperlukan wadah yang melindungi simplisia terhadap cahaya,
seperti aluminium foil, plastik atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan
sebagainya. Penyimpanan simplisia kering biasanya dilakukan pada suhu kamar
(15ºC-30ºC) (Wahyuni, Guswandi & Rivai 2014).
2.1.6 Ekstraksi
1) Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana dan paling banyak
digunakan. Metode ekstraksi ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala
industri. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut
yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses
ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa
dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi,
pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode
maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup
banyak, dan beberapa senyawa besar kemungkina dapat hilang. Beberapa
12
senyawa ada yang kemungkinan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun disisi
lain dari kerugian diatas, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-
senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).
2) Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).
Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel
senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan
banyak waktu (Mukhriani, 2014).
3) Infusi
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih,
temperatur terukur 96ºC-98ºC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada
umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam
air dari bahan–bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak
yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (DepKes RI,
2000).
4) Sokhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas
labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan
suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah
proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan
banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
13
terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih
(Mukhriani, 2014).
5) Ekstak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia yang menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
2.1.7 Pelarut
Cairan pelarut adalah pelarut yang baik untuk senyawa kandungan aktif,
sehingga senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa lainnya,
serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang
diinginkan. Pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta
campurannya. Pelarut lain seperti metanol, heksana, toluen, kloroform, aseton dan
lain-lain umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan pemurnian.
Khusus metanol dihindari karena sifatnya yang toksik akut dan kronik (Depkes RI,
2000).
Pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut (Depkes RI,
2000):
a. Selektivitas
b. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut
c. Ekonomis
d. Ramah lingkungan
e. Keamanan
14
Air merupakan suatu pelarut yang mudah didapatkan dan murah. Air juga
dapat digunakan untuk bermacam-macam zat warna misalnya garam-garam alkaloida,
glikosida dan asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan mineral. Tetapi pelarut ini
mudah ditumbuhi oleh bakteri maupun mikroba (Ladina, 2020).
Eter mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 98,0%
C4H10O. Selebihnya terdiri dari etanol dan air. Eter larutan yang mudah larut dalam
air, mudah tercampur dengan etanol, benzene, kloroform, pelarut hekasana, dengan
minyak lemak dan minyak menguap. Selain itu eter juga termasuk larutan yang
mudah menguap dan terbakar (DepKes RI, 1995).
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH (Wiratmaja, Kusuma & Winaya,
2011). Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh pada etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik,
dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan pemekatannya lebih muda
(Pine, Alam & Attamimi, 2015). Etanol memiliki kelebihan dibandingkan dengan air
dan methanol yaitu senyawa kimia yang mampu disari dengan etanol lebih banyak
daripada penyari metanol dan air (Azizah & Salamah, 2013).
2.1.8 Analgetik
1) Pengertian Analgetik
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak salam
sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara signifikan
mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit tanpa mempengaruhi
penyebabnya (Tripathi, 2003).
2) Obat Analgetik
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu:
15
1. Obat Analgetik Narkotik
Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat opium
atau morfin. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri
hebat,seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain, golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat
iniumumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai.
Metode geliat
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada
hewan percobaan mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Manifestasi nyeri
akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonium akan menimbulkan
refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan
kembali abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan
16
kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal
Constriction Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu
menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
Metode ini tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan
evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer (Gupta et al., 2003).
Sumber : TikusPutihPenelitian.com
Gambar Tikus Putih
17
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium
(Syam,2016). Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagaihewan
percobaan pada berbagai penelitian. Penggunanaan hewan percobaan pada penelitian
kesehatan banyak dilakukan untuk uji kelayakan atau keamanan suatu bahan obat dan
juga untuk penelitian yang berkaitan dengan suatu penyakit (Tolistiawaty etal., 2014).
Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji
penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat, memiliki ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus
putih memiliki ciri-ciri seperti berkepala kecil, albino, ekor yang lebih panjang
dibanding badannya, pertumbuhannya cepat, kemampuan laktasi tinggi,
tempramennya baik dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Nugroho & Nurtyas, 2019).
Pemeliharaan tikus putih ditemptakan pada kandang yang dibuat menyerupai habitat
aslinya untuk memudahkan aktivitas tikus ekor putih seperti makan, minum, kawin,
berpindah, istirahat, eksplorasi, dan aktivitas sosial. Kandang dibuat menggunakan
bahan berupa kayu dan ram kawat sehingga tikus tidak mudah keluar. Tikus
ditempatkan dalam ruangan berventilasi dengan udara yang alami (Upa, Saroyo &
Katili,2017). Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan tikus putih adalah pellet
ayam petelur. Pakan diberikan sebanyak 10% dari bobot tikus. Pakan diberikan pada
pagi dan sore hari. air minum diberikan secara Ad libitum (semaunya) dan air minum
perlu diganti setiap hari (Upa, Saroyo & Katili, 2017).
18
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dari variabel terikat.
Variabel bebas dari penelitian ini yaitu dosis ekstrak etanol 96% daun mangga kasturi
(Mangifera casturi Kosterm.).
Kelompok
2.3 Kerangka Teori Pemanding uji
Tramadol
Induksi Nyeri
Larutan
Pengamatan
frekuensi
geliantan
Analisis Data
19
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. dan Newman. (2010). Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Alih
bahasa dr. Huriawati Hartanto, et al. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.pdf
“International Association for the Study of Pain 2011 Annual Report.” 2011.
Ladina, E. (2020). Studi Pemanfaatan Ekstrak Air Dari Biji Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lam.) Sebagai Media Pertumbuhan Jamur. Skripsi
diterbitkan. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Nugroho, S. M. & Nurtyas, M. (2019). Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Dalam
Kehamilan Terhadap Perkembangan Janin Pada Tikus Putih Betina
(Rattus Norvegicus). Seminar Nasional UNRIYO:451-457.
O’Neill, P. P. 1976. Pump Handbook, I.I.J. Karassik, W. C. Krutzsch, W. H.H.
Fraser, and J. P. Messina. McGrawHill, New York, 1,102 Pages, 1,00illustrations,
$34.50.AIChE Journal.Vol. 22. doi:10.1002/aic.690220632
Rhodes, L. & Maxted, N. (2016). Mangifera casturi. IUCN. Diakses dari:
http://iucnredlist.org/species/32059/61526819. Diakses pada 7 februari 2021
Syam, A. K. (2016). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kayu Hitam
(Diospyros celebica B.) Terhadap Mencit (Mus musculus). Skripsi
diterbitkan. Makassar: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Samata-Gowa.
Tjay, H.T.,dan Rahardja K., 2007 , Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek- Efek Sampingnya, edisi IV . Dit. Jen. POM, Dep. Kes. RI, Jakarta,Hal 312
Tolistiawaty, I., Widjaja, J., Sumolang, P., Octaviani. (2014). Gambaran kesehatan
pada mencit (Mus musculus) di instalasi hewan coba. Jurnal Vektor
Penyakit. 8(1):27-32
Upa, F. T., Saroyo, Katili, D. Y. (2017). Komposisi Pakan Tikus Ekor Putih
(Maxomys hellwandii) Di Kandang. Jurnal Ilmiah Sains, 17(1): 1-6.
20
21