Anda di halaman 1dari 35

DISIPLIN DALAM GEREJA

Pada masa kini, praktek disiplin gereja tampaknya sudah memasuki tahap tumpul
tidak lagi tajam di dalam mengawasi, menegur dan membimbing anggota gereja yang
berdosa untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan.  Gereja yang berusaha keras di dalam
mempertahankan penyampaian Firman Tuhan dengan setia, sering kali lemah di dalam
penegakan akan disiplin gereja.  Gereja yang demikian umumnya memberikan alasan
bahwa disiplin gereja dapat berakibat buruk bagi orang yang melakukan kesalahan,
mereka dapat tersinggung dan dapat meninggalkan gereja. 
Selain itu, disiplin gereja dianggap sebagai sikap “menghakimi” yang dianggap juga
sebagai sikap yang tidak dapat dibenarkan (Mat. 7:1).  Ada juga sebagian kalangan yang
menyatakan bahwa tidak ada alasan yang kuat atau mendasar untuk menghukum atau
mendisiplin seseorang hanya karena melakukan dosa yang sepele, terlebih lagi orang yang
melakukan kesalahan adalah orang yang terpandang, kaya dan berkuasa.  Tidak rela untuk
menghukum mereka karena takut mereka “lari” ke gereja lain.
Dalam masalah disiplin gereja inilah, seorang pemimpin gereja berperan sangat
penting.  Dia haruslah seorang yang memiliki integritas dan karakter yang baik.  Di sisi
yang lain, pemimpin haruslah yang memiliki keberanian untuk bersikap di dalam
menghadapi dosa-dosa yang ada di tengah-tengah umat Allah.  Pemimpin gereja harus
menjadi imam di dalam kehidupan umat-Nya yaitu menjadi perantara untuk menegur
dosa-dosa umat-Nya dan menaikkan doa-doa pengakuan dosa di hadapan Tuhan bagi
jemaat-Nya. 

I. PEMBAHASAN
A. Apa Itu Disiplin Gereja
Disiplin merupakan hal-hal yang dilakukan untuk membentuk seseorang dalam
pertumbuhannya secara emosi, fisik, mental, dan rohani. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata disiplin yaitu: tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dan sebagainya),
ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). 1 Dengan kata lain
disiplin merupakan latihan batin atau otak untuk menaati tata tertib. Disiplin gereja
merupakan suatu bentuk pelayanan yang sesungguhnya yang sama pentingnya dengan
pelayanan yang diperlukan dalam satu ibadah.
Menurut Abineno dalam bukunya, Disiplin Gereja bukanlah untuk mengukur
anggota yang bersalah. Yang perlu diperhatikan oleh gereja adalah bagaimana cara
anggota jemaat yang berbuat dosa itu dibimbing supaya ia mengakui dosanya dan
bertobat kepada Tuhan. Disiplin gereja yang berdasarkan kasih. Gereja tidak boleh
membenci orang yang berdosa atau menganggapnya sebagai musuh (Gal 6:13). 2 Oleh
karena itu dalam Disiplin Gereja adalah menuntun kepada pengakuan dosa dan
pertobatan sehingga orang yang telah melakukan pelanggaran tersebut kembali kepada
jalan yang benar.
Disiplin gereja bukan sekedar pilihan untuk dilakukan, namun merupakan mandat
Tuhan bagi gereja-Nya. Tuhan Yesus sendiri memberikan otoritas kepada gereja-Nya
dalam Matius 18:15-18, untuk mengambil tindakan disiplin sesuai dengan kebutuhan yang
ada. Yohanes 20:23 “jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan
jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” ayat ini memperkuat
otoritas gereja dalam pelaksanaan disiplin gereja.

B. Landasan dan Pandangan Alkitab Mengenai Disiplin Gereja


Mengapa harus ada disiplin? Pada prinsipnya Allah tidak menyenangi dosa. Tetapi
dosa memisahkan manusia dengan Allah (Yes. 59:1-2) dan perpisahan itu harus ada
karena Allah tidak dapat bersekutu dengan dosa. Itu adalah sifat Allah yang suci dan
kudus. Maka kesannya Allah selalu memberikan hukuman terhadap manusia yang
berdosa, maka perpisahan dengan Allah menjadi disiplin bagi manusia yang berdosa itu,
karena terpisah dengan Allah itu sebenarnya merupakan suatu hukuman, dan hukuman

1 http://kbbi.web.id/disiplin.
2 Abineno, J.L. Ch, penggembalaan,(  Jakarta: bpkgm, 1967).
apapun yang diberikan selalu bergantung pada kebijaksanaan Allah, bukan kehendak
manusia. Dan harus ingat prinsip ini bahwa Allah mendisiplinkan kita untuk kebaikan kita
(Ibrani 12:10).
            Firman Tuhan berbunyi dalam Ibrani 12:6, “karena Tuhan menghajar orang yang
dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak”. Terkadang kita
sebagai manusia tidak mengerti lebih jauh apa kehendak Tuhan di dalam kehidupan kita.
Tuhan pasti punya maksud mengapa Ia harus mendisiplinkan anak-anak-Nya. Allah
memperlakukan kita sebagai anak-Nya dan tidak ada anak yang tidak dihajar oleh ayahnya
(Ibr. 12:7). Tetapi justru jika kita sebagai anak lepas dari ganjaran/disiplin maka kita bukan
disebut anak Allah tetapi anak gampangan (Ibrani 12:8). Jikalau ayah kita secara jasmani
yang mendisiplinkan kita dan memberikan hormat, apalagi kepada Bapa kita secara rohani
yaitu Allah, kita justru harus lebih taat supaya kita bisa hidup (Ibrani 12:9).
Allah menghendaki disiplin di dalam gereja (kis. 5:1-14)
Berdasarkan cerita yang tertulis dalam kitab Kis. 5:1-14, Siapakah yang didisiplinkan Allah
dalam PB? Ananias dan Safira. Mengapa mereka didisiplin? Mereka berdosa kepada
Allah. Dosa apa yang mereka lakukan? Mereka mendustai Roh Kudus. Apa dusta mereka?
Mereka berdua berjanji untuk menyerahkan hasil penjualan tanah mereka kepada rasul-
rasul, tetapi mereka menahan sebagian hasil dari penjualan tanah itu, tetapi Allah
mengetahui kebohongan mereka. Apa hukuman yang mereka terima sebagai bentuk
disiplin yang Allah berikan? Mereka mati.
Apakah Allah begitu kejamnya dalam mendisiplinkan? Kita tidak tahu, tetapi Allah
yang Maha Tahu menyelidiki hati orang. Kita tidak dapat menilai dengan adil, tetapi Allah
itu adil. Sesuatu dapat kita pelajari dari kehendak Allah. Apa yang terjadi kepada seluruh
jemaat dan orang-orang yang mendengar kabar disiplin Allah itu? (Kis. 5:11) mereka
takut kepada Tuhan. Apa arti dari takut mereka? Mereka takut untuk melawan Allah,
mereka takut untuk berbuat dosa dihadapan Allah. Apakah dengan demikian jemaat
semakin dikuatkan? Ya. Apakah orang-orang yang berada diluar jemaat pun menjadi
takut (hormat) kepada Allah? Ya. Apa yang terjadi di dalam jemaat setelah peristiwa itu?
"Dan makin lama makin bertambah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-
laki maupun perempuan." Jadi, itulah maksud atau kehendak Allah, kita harus yakin
bahwa yang terbaik adalah pemikiran Allah bukan apa yang kita pikirkan.
Jemaat itu harus berdisiplin/tertib, supaya tidak terjadi kekacauan di dalam gereja,
bahkan menjauhi kesesatan/hal-hal yang dapat melencengkan kebenaran. Contohnya
jemaat di Korintus yang hidupnya tidak tertib, terjadi perpihak-pihakkan dalam gereja (1
Korintus 1), kekacauan dalam ibadah karena penggunaan bahasa Roh yang salah (1
Korintus 14), kekacauan dalam perjamuan Tuhan (1 Korintus 11), perkawinan dan
perceraian (1 Korintus 7) dan masih banyak lagi kekacauannya. Oleh karena itu rasul
Paulus menertibkan mereka.
Sekarang juga banyak gereja-gereja yang kacau dan melenceng dari kebenaran
sebab disiplin/peraturan mereka tidak sesuai dengan ajaran firman Tuhan, sebab banyak
sekali gereja yang terpecah-pecah karena pertengkaran dan perselisihan, itu adalah
pertanda kekacauan dalam gereja. Penyebabnya adalah karena tidak mengikuti standar
yang benar, yaitu firman Tuhan. Bagaimana gereja dapat memberitakan tentang pelbagai
kebajikan, kebaikan dan kedamaian jika di dalam gereja itu sendiri tercipta kekacauan
karena tidak berada di atas standar yang benar.

C. Siapakah Yang Membuat Dan Yang Menerapkan Disiplin Gereja?


Dari awal kita sudah mengenal bagaimana landasan dan pandangan Alkitab
mengenai disiplin gereja. Dengan alasan itulah seorang gembala jemaat atau penatua dan
berbagai jenis kepengurusan gereja menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab
terhadap warga jemaat atau dengan istilah lain adalah pemerintahan gereja. Dapat
dimulai dari GKM, ataupun kepemimpinan yang disahkan oleh Gerejadan sampai
Gembala.
Di sinilah fungsi pemerintahan gereja dalam membuat dan menerapkan disiplin
gereja kepada jemaat yang melakukan pelanggaran. Contoh di 1 Korintus 5:1-13; perikop
ini berbicara tentang dosa di dalam jemaat yang terjadi di jemaat Korintus pada kala itu.
Rasul Paulus sangat tegas menentang dosa-dosa yang terjadi di dalam jemaat (1 Kor.
5:5). Jadi sebagai pemerintahan gereja harus bersikap tegas dalam mendisiplinkan jemaat
yang melakukan pelanggaran dan hal ini harus perlu pengucilan dalam gereja setempat
supaya dosa itu tidak menjalar kepada mereka yang beraada disekitarnya (1 Kor. 5:6-7).
Namun harus tetap diperhatikan bahwa kadang disiplin gereja berhasil
menimbulkan kesedihan rohani dan pertobatan sejati. Oleh karena itu, pemerintahan
gereja juga harus memulihkan mereka yang melakukan pelanggaran, kembali kepada
persekutuan (2 Kor. 2:5-8). Contoh di atas sudah sangat jelas bahwa pemerintahan
gerejalah yang membuat dan menerapkan disiplin gereja. 

D. Bentuk Disiplin.
Tujuan Kristus bagi gereja adalah menguduskan dan menempatkannya di hadapan
diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut (Ef. 5:26,27). Semua kegiatan gereja
harus terarah pada tujuan ini, termasuk disiplin karena disiplin juga dimaksudkan untuk
menghasilkan sifat kudus dalam diri orang yang harus mengalami tindakan disiplin.
a) Tujuan Dalam Disiplin
Beberapa alasan pentingnya disiplin:
 Untuk menghilangkan pengaruh noda dan ragi yang dibawa oleh dosa (1 Kor. 5:6-8).
 Untuk menjaga orang percaya lainnya agar tidak berbuat dosa dan menantang
mereka untuk hidup kudus (Gal. 6:1; 1 Tim. 5:20).
 Untuk menghasilkan iman yang sehat (Tit. 1:13).
 Untuk menegur dan memulihkan saudara seiman yang berbuat dosa (2 Kor. 2:5-11).
b) Sikap Dalam Disiplin
Mereka yang terlibat dalam pelayanan disiplin harus menunjukkan sikap seperti ini:
 lemah lembut (Gal. 6:1);
 Tidak berkompromi terhadap dosa (Tit. 1:13);
 Menerima dengan kasih (2 Tes. 3:9-15) dan mengambil sikap bertobat (2 Kor.
2:5-11). Namun dipihak yang memberikan Disiplin harus dapat menerima dan
mengampuni orang yang didisiplin. Sikap menentang dan menolak disiplin
sebenarnya hanya menimbulkan penyesalan dan berhentinya pertumbuhan
yang benar.
c). Prinsip-Prinsip Untuk Disiplin
Ketiga prinsip utama untuk melakukan disiplin adalah:
 Tidak bersikap memihak (1 Tim. 5:21);
 Tidak tergesa-gesa, tetapi dengan langkah yang tenang dan berhati-hati (Mat.
18:15-20);
 Harus dengan tujuan untuk melakukan perbaikan dan pemulihan pada
akhirnya (2 Kor. 2:6-8).
d). Orang Yang Harus Didisiplinkan
Alkitab menyebutkan tujuh macam orang yang memerlukan disiplin:
1) Seorang penatua yang didakwa (1 Tim. 5:19, 20). Dalam kasus dosa yang menetap
dalam diri seorang penatua, dua atau tiga orang saksi dilibatkan, dan teguran yang
keras harus diberikan di depan umum supaya yang lain takut untuk berbuat dosa.
2) Seorang saudara yang berdosa (Mat. 18:15-20). Langkah-langkah yang dilakukan
meliputi teguran keras secara pribadi (berapa kali tidak disebutkan), keterlibatan
orang lain, lalu pembeberan kepada seluruh jemaat jika orang yang bersangkutan
masih belum mau bertobat. Gereja lalu harus memutuskan persekutuan secara
rohani maupun sosial dengan orang itu.
3) Seorang saudara yang melakukan pelanggaran (Gal. 6:1). Hal ini ditunjukkan kepada
seseorang yang terperangkap oleh dosa ketika dia dalam keadaan lengah, bukan
karena dosa yang menetap. Dia memerlukan bantuan seorang yang lebih dewasa
untuk memulihkan kembali kehidupan rohaninya dan menjadikannya berguna
kembali (kata “memulihkan” juga digunakan dalam Mat. 4:21, “membereskan”; Ef.
4:12 “membangun”; dan 1 Tes. 3:10, “menambahkan”.
4) Seorang saudara yang tidak menurut ajaran (2 Tes. 3:16). Hal ini berkenaan dengan
seseorang yang telah meninggalkan pengajaran Kitab Suci, khususnya dalam bagian
ini tentang seseorang yang tidak mau bekerja, sebab berpikir bahwa kedatangan
Tuhan segera tiba. Disiplin Paulus ini adalah untuk mengatakan kepada mereka
supaya terus bekerja, karena orang-orang percaya lainnya tidak perlu merasa wajib
untuk membantu mereka.
5) Guru-guru palsu (Tit. 1:10-16). Apabila guru-guru palsu mulai masuk ke dalam gereja,
mereka harus ditegur dengan keras. Himeneus dan Filetus, yang rupanya
mengajarkan bahwa kebangkitan harus dipahami secara rohani atau alegoris, harus
dijauhi; Paulus menyerahkan Himeneus dan Aleksander  kepada Setan untuk
dihukum (1 Tim. 1:20; 2 Tim. 2:17,18). Kepada guru-guru palsu, Paulus bertindak
dengan sangat keras. Tetapi kepada orang-orang yang terpengaruh pengajaran sesat,
Paulus menunjukan kesabaran yang luar biasa. Dia tidak menguncilkan orang-orang
di Korintus yang tidak mempercayai kebangkitan; sebaliknya dia dengan sabar
mengajar mereka tentang kebenaran. Barangkali jika mereka ternyata menolak
pengajarannya dan mengembangkan bidat, Paulus tentu akan mendisiplinkan
mereka denga cara tertentu.
6) Seorang saudara yang tidak bermoral (1 Kor. 5). Karena dosa inses (hubungan
seksual di antara saudara sekandung)), dalam kasus ini bersifat menetap maupun
umum, maka pihak yang bersalah harus diserahkan kepada Setan; yaitu dikeluarkan
dari persekutuan gereja dan dikembalikan kepada kekuasaan setan yang menguasai
dunia ini agar tubuhnya dibinasakan, melalui penyakit atau kematian. Untuk dosa
lainnya yang dilakukan orang-orang percaya seperti yang disebutkan dalam ayat 11,
hukumannya adalah diputuskan persekutuannya (termasuk hubungan sosial-jangan
makan bersama mereka).
7) Seorang Bidat (Tit. 3:8-11). Termasuk di dalamnya mereka yang menimbulkan
perpecahan dalam gereja dan melakukan hal-hal yang sia-sia. Orang semacam itu
harus diperingatkan dua kali, kemudian diusir atau dihindari. Roma 16:17
memerintahkan tindakan yang sama, “hindarilah” yang menyangkut hubungan
pribadi, sosial, maupun rohani.
Salah satu aspek dari gereja yang paling sering dihindari oleh banyak orang adalah disiplin
gereja. Hal ini mulai dikesampingkan, bahkan diabaikan sama sekali. Gereja-gereja mulai
memberi ruang yang lebih luas bagi dosa dan sekularisasi. Teguran-teguran yang sensitif
mulai dihindari. Ketegasan mulai dihilangkan.

Hal ini diperparah dengan adanya lembaran-lembaran suram tentang disiplin gereja dalam
sejarah gereja. Pemaksaan terhadap doktrin dan gaya baptisan tertentu membuat banyak
gereja berani melakukan hal-hal yang tak terkatakan di masa lalu (membakar orang hidup-
hidup, memenggal kepala seseorang, dan lain-lain). Stereotip yang melekat dengan
disiplin gereja beralih dari kasih kepada kebencian.

Praktik yang pada awalnya baik ini semakin sulit untuk diterapkan. Tuntutan gereja
terhadap integritas hidup anggotanya semakin merosot. Sebagian gereja mungkin
khawatir kehilangan jemaat. Lagipula, sekarang ini perpindahan gereja bisa dilakukan
kapan saja, sehingga kekuatan sebuah disiplin gereja tidak sebesar pada zaman dahulu.
Beberapa orang yang sedang dikenai disiplin oleh gereja asal bahkan langsung direkrut
dalam pelayanan oleh gereja lain. Di tengah semua kesulitan ini, apakah kita hanya
mengikuti arus ataukah tetap berdiri di atas kebenaran firman Tuhan?

ADVERTISING
inRead invented by Teads
Bagaimanapun, pada dirinya sendiri disiplin gereja bukanlah sesuatu yang negatif. Praktik
ini bersumber dari Alkitab sendiri. Dalam tradisi Reformed, disiplin gereja merupakan
salah satu tanda sejati dari gereja yang benar. Persoalan muncul tatkala orang Kristen
tidak memahami prosedur disiplin gereja.

Sejarah kekristenan menunjukkan bahwa praktik disiplin gereja bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan secara tepat. Sebagian gereja kurang berani melakukannya padahal
situasi menuntut demikian. Sebaliknya, sebagian yang lain justru terlalu gegabah padahal
nasihat dan teguran keras saja seharusnya masih cukup. Bagaimana menentukan batasan
yang benar? Saat bagaimana disiplin gereja dapat diterapkan?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bersumber dari konsep yang benar tentang
prosedur disiplin gereja. Artikel ini akan membahas salah satu teks dalam Alkitab yang
berkaitan dengan hal tersebut, yakni Matius 18:15-17. Teks ini sebenarnya tidak
membicarakan tentang disiplin gereja secara formal. Kata "kamu" yang muncul di ayat ini
berbentuk tunggal (Yun., sou), yang menunjukkan bahwa ayat 15-17 lebih membicarakan
tentang tanggung-jawab pribadi seorang anak Tuhan terhadap saudara seimannya. Ini
bukan tentang tindakan pemimpin gereja kepada anggotanya.

Walaupun demikian, bentuk jamak "kalian" (Yun., umin) di ayat 18-20 dan rujukan
eksplisit tentang otoritas gereja di sana mengarahkan kita untuk melihat unsur disiplin
gereja di ayat 15-17. Disiplin gereja harus dimulai dari sesuatu yang bersifat individual:
tanggung jawab masing-masing jemaat. Apa yang dimulai pada tingkat personal (pribadi)
bisa menjadi persoalan komunal (bersama) apabila langkah-langkah pelayanan yang
personal tidak dihiraukan. Disiplin gereja adalah sikap komunal. Sikap komunal harus
dimulai dari sikap individual. Jika persoalan tidak dapat terselesaikan di tingkat individual,
disiplin gereja bisa diberlakukan terhadap sesuatu yang sudah menjadi persoalan bagi
seluruh gereja. Berdasarkan pertimbangan inilah kita akan mencoba menarik beberapa
prinsip penting tentang disiplin gereja dari Matius 18:15-17.
Sebelum prosedur: kasih

Tatkala kita mendengar istilah "disiplin gereja", kata apa yang pertama kali terbersit di
pikiran kita? Bagi banyak orang, disiplin gereja diidentikkan dengan hukuman dan
ketegasan. Hal ini tentu saja tidak salah. Ada aspek hukuman dan ketegasan dalam disiplin
gereja.

Walaupun demikian, disiplin gereja sebenarnya lebih berhubungan, bahkan sangat


berkaitan dengan kasih daripada dengan hukuman atau ketegasan. Hukuman dan
ketegasan hanyalah wujud dari sebuah kasih yang besar. Poin inilah yang hendak
disampaikan dalam Matius 18:15-20.

Orang yang berbuat dosa di sini tetap disebut sebagai "saudara" (18:15). Panggilan
"saudara" bukan sapaan biasa. Ini adalah sapaan rohani antar orang percaya. Tidak peduli
berapa usia kita atau apa etnis kita, semua orang percaya adalah saudara di dalam Kristus.
Tidak peduli betapa besar kesalahan yang dia perbuat, status orang itu tidak berubah
menjadi musuh kita. Dia tetap menjadi saudara seiman dalam Kristus, sekalipun disiplin
gereja tetap harus dilakukan.

Analisa konteks juga mengarahkan kita untuk melihat disiplin gereja dalam kaitan dengan
kasih, yaitu kerinduan kita untuk melihat orang lain memperoleh keselamatan rohani.
Dalam perikop sebelumnya, Tuhan Yesus membicarakan tentang domba yang terhilang
(18:12-14). Tidak peduli apakah domba itu hanyalah domba-domba kecil yang seringkali
diabaikan oleh banyak orang, Tuhan tetap mengasihi domba-domba kecil itu (18:10, 14).
Sama seperti domba yang tersesat, demikianlah orang yang sedang melakukan sebuah
dosa yang serius. Ia perlu dicari dan diselamatkan. Salah satu caranya adalah melalui
disiplin gereja.
Dengan kata lain, alasan yang tepat bagi sebuah disiplin gereja seharusnya adalah
keinginan untuk mengembalikan orang percaya dari dosa yang membahayakan dirinya.
Disiplin gereja bukan dilakukan untuk mengusir satu orang tertentu dari sebuah gereja,
melainkan supaya yang tersesat itu bisa kembali hidup dalam kebenaran.

Perikop selanjutnya juga membicarakan tentang kasih, yaitu pengampunan kepada


mereka yang bersalah (18:21-35). Hukuman tidak bisa dipisahkan dari pengampunan.
Walaupun sebuah hukuman tetap perlu dilakukan, tetapi pada saat yang sama
pengampunan juga harus dilepaskan untuk orang tersebut. Hal ini meneladani Allah
sendiri. Dia adalah adil dan setia. Keadilan-Nya mendorong Dia untuk menghukum setiap
dosa. Kesetiaan-Nya membuat Dia selalu mengampuni dan menerima kita kembali.

Disiplin gereja tidak hanya menunjukkan kasih dalam bentuk hukuman, melainkan juga
dalam bentuk pengampunan. Jadi, berbeda dengan gambaran umum tentang disiplin
gereja yang terkesan kejam, disiplin Alkitabiah dibalut oleh kasih. Disiplin gereja tidak
dimaksudkan untuk mengenyahkan seorang pembuat masalah (troublemaker), melainkan
untuk membebaskan dia dari masalah (trouble-free action). Kasih, bukan kebencian.
Keselamatan, bukan pelampiasan amarah. Balutan kasih harus menyertai disiplin gereja.
Ketegasan harus dilandasi dengan kasih. Hati yang mengasihi harus mengalahkan setiap
kemarahan dan kebencian. Disiplin gereja adalah sebuah bentuk kasih.

Hukuman yang diberikan atas dasar kebencian dan rasa terganggu adalah sebuah
kekeliruan. Tanpa kasih, disiplin gereja tidak berarti apa-apa; justru akan berubah menjadi
monster yang menakutkan bagi semua jemaat. Jangan bicara tentang disiplin gereja tanpa
bicara tentang kasih. Jangan melakukan disiplin gereja kalau hati kita tidak mengasihi
orang yang didisiplin.

Konsep ini sejalan dengan apa yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 7:10. Salah satu hal
positif yang diberikan melalui disiplin gereja adalah dukacita sementara yang
menghasilkan sukacita yang luar biasa karena membawa pada perubahan hidup. Hal
senada diungkapkan penulis PB lain yang mengatakan bahwa teguran dan disiplin yang
mendatangkan ketidaknyamanan akan menghasilkan buah kebenaran (Ibr. 12:11).

Prosedur (ayat 15-17)

Bagaimana sebuah disiplin gereja seharusnya diterapkan? Apakah semua dosa patut
dikenakan disiplin gereja? Tidak! Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah penentuan
jenis dosa yang layak untuk didisiplin. Dalam Matius 18:15 tidak ada keterangan eksplisit
tentang jenis dosa yang dilakukan. Sebagian versi Inggris menambahkan
"terhadap/melawan engkau", karena mereka mengikuti beberapa salinan Alkitab yang
memang memiliki bacaan tersebut. Dalam salinan-salinan yang lebih tua dan lebih bisa
dipercaya, tambahan itu tidak ada (LAI:TB "saudaramu berbuat dosa"; NASB "if your
brother sins"; bdk. RSV/NIS/ESV "if your brother sins against you"). Penambahan
"terhadap/melawan engkau" mungkin didorong oleh pertanyaan Petrus di ayat 21. Jadi,
bacaan yang lebih sesuai dengan teks asli adalah yang tanpa tambahan.

Mengapa demikian? Penalaran kita akan membawa pada kesimpulan bahwa para
penyalin cenderung memperjelas sebuah teks, bukan mengaburkannya. Dari sisi kritik
tekstual, kemungkinan yang paling masuk akal adalah ketiadaan frasa "against you" di
dalam naskah asli Alkitab.

Jika demikian, dosa yang sedang dibahas di 18:15-20 tidak boleh dibatasi pada masalah
perselisihan pribadi. Lalu dosa seperti apa yang sedang dibicarakan di sini? Teks
memberikan secuil petunjuk yang bermanfaat. Dosa yang perlu dikenai disiplin adalah
yang berpotensi merusak keselamatan seseorang. Ungkapan "engkau telah
mendapatkannya kembali" (lit. "engkau telah memenangkannya kembali") menyiratkan
bahwa orang yang ditegur melakukan sebuah dosa yang serius dan membuat dia
"terhilang", bukan sekadar masalah pribadi yang remeh-temeh. Keseriusan ini lebih
terlihat jelas apabila kita kaitkan dengan perumpamaan tentang domba yang tersesat di
18:12.

Berikutnya, dosa yang didisiplin adalah dosa yang sangat serius (ay. 15). Frasa "engkau
telah mendapatnya kembali" menunjukkan bahwa sebelumnya orang ini dalam keadaan
tersesat. Sama seperti perikop di atasnya. Orang-orang yang terkena disiplin gereja adalah
orang-orang yang tersesat. Sebagai contoh dari tindakan yang dimaksud adalah menjelek-
jelekkan kekristenan, memegang doktrin dasar yang keliru, melampaui batas moralitas,
dan membawa pengaruh buruk atau menyebabkan kerugian besar pada sebagian besar
jemaat di gereja setempat.

Percabulan yang terjadi di jemaat Korintus tampaknya sudah memberikan pengaruh


buruk dalam jemaat. Paulus mengumpamakan itu seperti pengaruh ragi pada adonan roti
(1Kor. 5:6b). Banyak orang memberikan penerimaan terhadap orang ini, sehingga
menimbulkan kesan bahwa kesalahan tersebut tidak seberapa serius. Penerimaan ini
ditunjukkan melalui pergaulan (5:9, 11) dan makan bersama (5:11). Kata 'bergaul'
(synanamignymi) dalam konteks ini mengarah pada kedekatan yang khusus. Ini juga
didukung oleh kesediaan untuk makan bersama. Sesuai konteks pada zaman dahulu,
makan bersama membutuhkan kedekatan dalam tahap tertentu.

Tidak semua dosa layak mendapatkan disiplin gereja. Untuk dosa-dosa tertentu, nasihat
dan teguran saja sudah cukup. Dalam kasus 1 Korintus 5:1-13, dosa yang dilakukan tidak
dapat dikompromikan. Hidup dengan ibu tiri adalah kesalahan yang menjijikkan, bahkan
bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah sekalipun (5:1). Tidak heran, Paulus bukan
hanya sekali saja mendengar kabar buruk ini, tetapi berkali-kali (bdk. present tense
'diberitakan', akouetai).

Dosa di atas bukan hanya serius, namun juga dipegang terus-menerus. Disiplin gereja
hanya diberlakukan jika semua cara penggembalaan yang lain sudah tidak berhasil. Begitu
pula dengan Matius 18:15-20. Orang tersebut tidak hanya melakukan suatu dosa yang
serius, tetapi ia terus-menerus melakukan dan tidak menghiraukan nasihat dari banyak
orang. Dosa yang serius ini dilakukan dengan keras kepala dan tanpa perasaan bersalah.

Dalam 1 Korintus 5:1-13, ada banyak petunjuk yang membuktikan bahwa dosa percabulan
ini sudah lama berlangsung tanpa ada tanda-tanda perbaikan sedikit pun. Paulus sudah
pernah mengirimkan surat lain sebelumnya untuk membahas persoalan yang sama (5:9-
10). Keterangan waktu present tense dalam frasa "hidup dengan istri ayahnya" (lit. terus-
menerus memiliki istri ayahnya") menyiratkan kontinuitas dosa. Kontinuitas ini akan
menjadi lebih serius apabila pelaku kesalahan terus-menerus menolak bimbingan rohani
yang diberikan oleh gereja (Mat. 18:15-17).

Prosedur kedua adalah pemberian nasihat secara pribadi (ayat 15). Perintah ini terlihat
aneh di zaman postmodern. Sikap individualistik dipupuk. Kecuekan dianggap bukti
kedewasaan. Dalam konteks persekutuan sesama anak-anak Allah (12:49-50; 25:40;
28:10), Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk memberikan teguran kepada saudara
seiman yang melakukan dosa (18:15).

Dalam teks Yunani, sebelum perintah "tegurlah" ada kata "pergilah" (hypage, demikian
juga RSV/NRSV). Kata ini menyiratkan sebuah inisiatif. Kita tidak boleh hanya menunggu
dan berpangku tangan tatkala kita melihat saudara seiman kita melakukan dosa. Sesuatu
harus dilakukan secara proaktif. Kita tidak boleh seperti Kain yang berkata: "Apakah aku
penjaga adikku?" (Kej. 4:9b).  

Kata "elencho" yang digunakan di sini memiliki makna yang cukup kuat. Kata ini dipakai
untuk teguran Yohanes Pembaptis kepada Herodes (Luk. 3:19). Karya Roh Kudus yang
menuduh orang berdosa juga menggunakan kata "elencho" (Yoh. 16:8). Paulus menasihati
jemaat Efesus untuk menelanjangi (elencho) perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:11,
13). Untuk beberapa kesalahan, nasihat saja sudah cukup. Untuk kesalahan-kesalahan lain
yang serius, teguran perlu diberikan (Tit. 1:13-14) dengan segala kewibawaan (Tit. 2:15).
Gereja seharusnya tidak mengenal konsep bergosip dan saling memfitnah.

Walaupun ada ketegasan dalam sebuah teguran, hal itu tidak berarti bahwa teguran bisa
dilakukan secara sembarangan. Tuhan Yesus melarang sikap menghakimi orang lain tanpa
melihat diri kita sendiri yang juga berdosa (Mat. 7:1-5). Teguran harus dibarengi dengan
segala hikmat, pengajaran, dan kesabaran (Kol. 3:16; 2Tim. 4:2). Teguran bukan
pelampiasan kemarahan, melainkan wujud kasih yang besar demi kebaikan orang yang
kita tegur (Tit. 1:13; Why. 3:19). Teguran adalah upaya pengembalian kepada hal yang
benar.

Pembiaran dosa bukan hanya sebuah dosa. Sikap ini bisa menyebabkan dosa yang lain.
Imamat 19:16-18 mengaitkan teguran kepada orang lain dengan fitnah, kepahitan hati,
dan pembalasan dendam. Orang yang tidak berani menegur sesamamnya biasanya
terjebak pada salah satu dosa tersebut. Jadi, teguran bukan hanya menyelamatkan orang
lain dari dosa, tetapi juga menyelamatkan diri kita dari dosa. Gereja harus berani
mewartakan kebenaran!

Prosedur ketiga adalah pelibatan saksi-saksi (ayat 16), tentunya yang dapat dipercaya.
Berbeda dengan penyelidikan kasus modern yang sudah mengalami banyak kemajuan
teknologi, keterlibatan dua atau tiga saksi dalam sebuah perkara yang bersumber dari
ajaran Perjanjian Lama (Im. 19:15) sangat diperlukan dalam konteks kuno. Selanjutnya
orang-orang Yahudi dan gereja mula-mula tetap mengadopsi prinsip ini (Yoh. 8:17; 2Kor.
13:1; 1Tim. 5:19; Ibr. 10:28). Inti dari pemanggilan saksi-saksi adalah konfirmasi agar tidak
terjadi kesalahan penilaian atau subjektivitas dalam taraf tertentu.

Tentu saja saksi di sini bukan sembarang saksi. TUHAN melarang orang mengucapkan
saksi dusta (Kel. 20:16; Ul. 5:20). Saksi dusta akan dikenai hukuman yang sama dengan
yang ia rencanakan pada orang lain (Ul. 19:18-19). Saksi dusta tidak akan luput dari
hukuman (Ams. 19:5, 9). Pada waktu menjelaskan tentang prosedur pengusutan tuduhan
terhadap seorang penatua, Paulus mengajarkan pemanggilan saksi dan memberi
peringatan agar orang-orang yang terlibat tidak berprasangka dan tidak memihak (1Tim.
5:19-21). Keterangan yang konsisten dari para saksi yang netral dan kredibel akan
meneguhkan kebenaran suatu peristiwa.

Sikap negatif terhadap dosa seringkali sama seriusnya dengan dosa yang dilakukan. Kita
mengenal kasus Saul dan Daud dengan baik. Keduanya bukan pemimpin yang sempurna.
Mereka berdosa. Kualitas kepemimpinan mereka justru dibedakan dari sikap terhadap
dosa. Penyakit serius dalam jemaat Korintus bukan hanya jenis dosa yang menjijikkan,
tetapi respon yang keliru terhadap keseriusan dosa tersebut. Baik pelaku maupun jemaat
lain malah sombong dan tidak mau berduka (1Kor. 5:2).

Penolakan terhadap keterangan saksi-saksi dari orang yang akan diberikan disiplin gereja
akan menghantar kita pada tahap selanjutnya. Prosedur keempat adalah pemberitahuan
kepada seluruh jemaat (ayat 17a). Pemberitahuan ini dilakukan dalam perkumpulan
bersama dalam konteks ibadah (bdk. ayat 18-20; 1Kor. 5:3-5). Tidak ada gosip sebagai
media penyebaran informasi. Semua dilakukan secara terbuka dan bersama-sama. Apa
yang mulanya harus dilakukan secara pribadi (ayat 15), sekarang harus diungkap secara
publik karena kekerasan hati orang yang melakukan dosa tersebut (ayat 17).

Pemberian disiplin harus mempertimbangkan kebersamaan semua elemen gereja yang


lain. Paulus merasa perlu memberikan persetujuannya terhadap hukuman yang layak
diambil (1Kor. 5:3). Ia tidak lupa mengingatkan jemaat Korintus tentang kesatuan rohani
antara mereka, walaupun terpisah oleh jarak (5:4). Poin yang ingin disampaikan adalah
persetujuan dan kesatuan hati. Dalam konteks gereja modern, kebersamaan ini dapat
ditunjukkan melalui keputusan bersama majelis (tipe presbyterian) atau rapat bersama
jemaat (tipe congregational). Pendeknya, disiplin gereja tidak boleh hanya ditentukan oleh
orang tertentu. Kebersamaan ini menjamin objektivitas keputusan.
Maksud dari langkah publik ini adalah penguatan persuasi pastoral, bukan
mempermalukan seseorang di depan publik atau pembunuhan karakter. Efek yang
diharapkan adalah jera, bukan malu. Tindakan ini mengantisipasi pembenaran diri dari
orang yang ditegur karena ketiadaan penyataan kebenaran secara komunal. Langkah ini
sekaligus sebagai sarana edukasi bagi jemaat-jemaat yang lain, terutama untuk melihat
respons gereja yang tegas dan jelas terhadap dosa. Mereka belajar bahwa walaupun
gereja tidak pernah bisa sempurna, tetapi gereja juga tidak pernah berkompromi dengan
dosa, terutama yang membahayakan keselamatan seseorang. Implikasi yang diharapkan
dari hal ini adalah pertobatan yang secepatnya dari jemaat lain yang masih berkanjang
dalam dosa-dosa.

Prosedur terakhir adalah pemberian disiplin (ayat 17b). Jika semua langkah pastoral sudah
dilakukan dan tidak berhasil, maka langkah terakhir yang harus diambil adalah
pendisiplinan. Maksudnya, gereja perlu membuat batasan pergaulan dan persekutuan
yang jelas dengan orang yang dikenai disiplin. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah
ungkapan "biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang kafir atau pemungut cukai" (kontra
LAI:TB "pandanglah dia"). Pembatasan pergaulan terjadi karena ulah orang yang berbuat
dosa. Penolakannya terhadap pandangan seluruh jemaat menunjukkan bahwa ia
menganggap dirinya berbeda dengan jemaat lain. Jadi, gereja hanya meneguhkan apa
yang orang itu ingin dan layak dapatkan: pembedaan dari yang lain!

Bahasa yang digunakan dalam teks ini bersifat sangat Yahudi. Bukan berarti Tuhan
menyetujui pandangan umum tersebut. Ia hanya menggunakannya sebagai sarana
komunikasi yang relevan.

Di mata orang-orang Yahudi pada waktu itu, kelompok masyarakat yang paling rendah
secara spiritual dan moral adalah orang-orang non-Yahudi. Kelompok berikutnya adalah
para pemungut cukai dan orang-orang berdosa (pelacur, dsb.). Kita tidak bisa
mengharapkan sesuatu yang baik dari mereka (Mat. 5:46-47; 6:7).
Penggunaan ungkapan kultural semacam ini dalam konteks disiplin gereja berarti
pembatasan pergaulan. Bentuk konkret dari pembatasan ini tidak dijelaskan dalam
Alkitab. Dalam hal ini gereja perlu menggunakan akal budi Kristiani untuk menentukan
bentuk disiplin yang konkret. Yang penting adalah sikap gereja yang tegas terhadap dosa
tetapi penuh kasih terhadap orang berdosa. Disiplin bisa diterapkan secara progresif
sambil melihat perubahan hidup; mulai dari penonaktifan pelayanan, pelarangan
mengikuti perjamuan kudus, sampai pelarangan untuk mengikuti ibadah bersama-sama
(dilayani secara pribadi di rumah).

Walaupun akhirnya kita kehilangan orang yang bersangkutan, tetapi kita sudah melalui
semua prosesnya dengan cara yang benar. Apabila dia adalah orang pilihan, suatu hari
nanti Tuhan pasti akan sanggup menyelamatkan dia dan mengembalikannya ke dalam
komunitas orang percaya.

Aplikasi

Disiplin gereja bukan untuk dilalaikan. Disiplin gereja tidak seharusnya dilakukan tanpa
kasih dan prosedur yang benar. Kiranya semua pembaca artikel ini diberi ketundukan dan
kerendahan hati untuk menerima bahwa disiplin adalah sesuatu yang penting dalam
pertumbuahn rohani kita. Teguran dari saudara seiman adalah anugerah dari Tuhan.
Ketika dosa ditegur dan firman Tuhan mengungkapkan kesalahan kita, apakah kita
bersedia taat dan bertobat?

Lebih jauh, kiranya kita diberikan kasih yang cukup untuk menegur dengan kasih.
Motivasi, cara, dan tujuan kita, semuanya harus bersumber dari kasih Kristus yang kita
terima di kayu salib. Bantulah orang-orang yang melakukan kesalahan. Doakan mereka
supaya kembali kepada Allah.
Untuk kita yang saat ini mungkin sedang mengalami disiplin gereja, Tuhan selalu bersedia
memulihkan dan mengampuni dosa-dosa kita. Injil merupakan penyataan tentang kasih
Allah yang mahakasih. Itulah yang ditawarkan oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Kita
semua adalah manusia berdosa: layak untuk dibuang dan dihukum dalam kekekalan.
Begitu mudahnya kita mengakui bahwa kita adalah anak Allah yang sudah ditebus melalui
pengorbanan Kristus, tetapi dengan sama mudahnya juga kita jatuh ke dalam dosa yang
karenanya Kristus mati.

Namun, "Jesus sees our sin more clearly than anyone, yet he loves us more than anyone."
Yesus mengasihi dan mau mengampuni segala pelanggaran kita. Tiap kali kita malu
menghadap takhta Tuhan yang kudus karena kegagalan yang berulang, Bapa di surga tidak
pernah menghitung dan mengingat-ingat kesalahan kita yang lalu. Setiap kali adalah kali
pertama. Pengampunan-Nya selalu tersedia. Tuhan tak pernah gagal mengasihi orang
yang gagal. Kegagalan kita tidak akan pernah membuat Allah memalingkan wajah-Nya
terhadap kita. "We have given God countless reasons not to love us. None of them have
been strong enough to change Him," kata seorang teolog yang bernama Paul Washer.

Ketika hukum karma mengatakan bahwa kita mendapatkan apa yang layak kita dapatkan,
kekristenan menyatakan bahwa Yesuslah yang mendapatkan apa yang seharusnya kita
dapatkan. Inilah pengampunan yang manusia butuhkan. Hanya Injil yang bisa
menjawabnya melalui karya penebusan Kristus di atas kayu salib.

Dosa kita memang besar, tetapi lebih besar lagi kasih-Nya kepada kita. Tuhan sudah
mengampuni semua kesalahan, penyesalan, kekecewaan, kekeliruan, pelanggaran, dan
dosa orang-orang yang memercayai Injil Yesus Kristus. Jangan biarkan kita hidup dengan
perspektif masa lalu yang salah. Jangan biarkan diri kita dikuasai oleh perasaan bersalah
yang berlebihan sehingga meremehkan anugerah dan kasih Allah.
Bagi kita yang masih terus jatuh bangun di dalam dosa, datanglah kepada salib Kristus: di
sana selalu tersedia pengampunan untuk kita, tanpa perlu ada disiplin gereja terlebih
dahulu. Tuhan mengasihi orang berdosa. Kita memang tidak pantas dikasihi oleh Tuhan,
namun Kristus mengasihi kita dengan cara menyelesaikan semua dosa kita di atas kayu
salib; baik dosa masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Tuhan tahu kita akan
melakukan banyak dosa, tetapi Tuhan yang sama toh tetap mati bagi kita. Itulah kasih
karunia Tuhan yang besar bagi orang yang percaya kepada-Nya.

Akhirnya, kita semua didorong untuk berdoa bagi gereja-gereja di dunia, supaya kita
semua menjadi gereja yang serius terhadap kesucian, dan di sisi lain juga menjadi gereja
yang menjunjung tinggi kasih Kristus di tengah-tengah kita. Biarlah kita menggabungkan
teguran dengan kasih oleh pertolongan Tuhan

Analisa konteks juga mengarahkan kita untuk melihat disiplin gereja dalam kaitan dengan
kasih, yaitu kerinduan kita untuk melihat orang lain memperoleh keselamatan rohani.
Dalam perikop sebelumnya, Tuhan Yesus membicarakan tentang domba yang terhilang
(18:12-14). Tidak peduli apakah domba itu hanyalah domba-domba kecil yang seringkali
diabaikan oleh banyak orang, Tuhan tetap mengasihi domba-domba kecil itu (18:10, 14).
Sama seperti domba yang tersesat, demikianlah orang yang sedang melakukan sebuah
dosa yang serius. Ia perlu dicari dan diselamatkan. Salah satu caranya adalah melalui
disiplin gereja.

Dengan kata lain, alasan yang tepat bagi sebuah disiplin gereja seharusnya adalah
keinginan untuk mengembalikan orang percaya dari dosa yang membahayakan dirinya.
Disiplin gereja bukan dilakukan untuk mengusir satu orang tertentu dari sebuah gereja,
melainkan supaya yang tersesat itu bisa kembali hidup dalam kebenaran.

Perikop selanjutnya juga membicarakan tentang kasih, yaitu pengampunan kepada


mereka yang bersalah (18:21-35). Hukuman tidak bisa dipisahkan dari pengampunan.
Walaupun sebuah hukuman tetap perlu dilakukan, tetapi pada saat yang sama
pengampunan juga harus dilepaskan untuk orang tersebut. Hal ini meneladani Allah
sendiri. Dia adalah adil dan setia. Keadilan-Nya mendorong Dia untuk menghukum setiap
dosa. Kesetiaan-Nya membuat Dia selalu mengampuni dan menerima kita kembali.

Disiplin gereja tidak hanya menunjukkan kasih dalam bentuk hukuman, melainkan juga
dalam bentuk pengampunan. Jadi, berbeda dengan gambaran umum tentang disiplin
gereja yang terkesan kejam, disiplin Alkitabiah dibalut oleh kasih. Disiplin gereja tidak
dimaksudkan untuk mengenyahkan seorang pembuat masalah (troublemaker), melainkan
untuk membebaskan dia dari masalah (trouble-free action). Kasih, bukan kebencian.
Keselamatan, bukan pelampiasan amarah. Balutan kasih harus menyertai disiplin gereja.
Ketegasan harus dilandasi dengan kasih. Hati yang mengasihi harus mengalahkan setiap
kemarahan dan kebencian. Disiplin gereja adalah sebuah bentuk kasih.

Hukuman yang diberikan atas dasar kebencian dan rasa terganggu adalah sebuah
kekeliruan. Tanpa kasih, disiplin gereja tidak berarti apa-apa; justru akan berubah menjadi
monster yang menakutkan bagi semua jemaat. Jangan bicara tentang disiplin gereja tanpa
bicara tentang kasih. Jangan melakukan disiplin gereja kalau hati kita tidak mengasihi
orang yang didisiplin.

Konsep ini sejalan dengan apa yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 7:10. Salah satu hal
positif yang diberikan melalui disiplin gereja adalah dukacita sementara yang
menghasilkan sukacita yang luar biasa karena membawa pada perubahan hidup. Hal
senada diungkapkan penulis PB lain yang mengatakan bahwa teguran dan disiplin yang
mendatangkan ketidaknyamanan akan menghasilkan buah kebenaran (Ibr. 12:11).

Prosedur (ayat 15-17)


Bagaimana sebuah disiplin gereja seharusnya diterapkan? Apakah semua dosa patut
dikenakan disiplin gereja? Tidak! Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah penentuan
jenis dosa yang layak untuk didisiplin. Dalam Matius 18:15 tidak ada keterangan eksplisit
tentang jenis dosa yang dilakukan. Sebagian versi Inggris menambahkan
"terhadap/melawan engkau", karena mereka mengikuti beberapa salinan Alkitab yang
memang memiliki bacaan tersebut. Dalam salinan-salinan yang lebih tua dan lebih bisa
dipercaya, tambahan itu tidak ada (LAI:TB "saudaramu berbuat dosa"; NASB "if your
brother sins"; bdk. RSV/NIS/ESV "if your brother sins against you"). Penambahan
"terhadap/melawan engkau" mungkin didorong oleh pertanyaan Petrus di ayat 21. Jadi,
bacaan yang lebih sesuai dengan teks asli adalah yang tanpa tambahan.

Mengapa demikian? Penalaran kita akan membawa pada kesimpulan bahwa para
penyalin cenderung memperjelas sebuah teks, bukan mengaburkannya. Dari sisi kritik
tekstual, kemungkinan yang paling masuk akal adalah ketiadaan frasa "against you" di
dalam naskah asli Alkitab.

Jika demikian, dosa yang sedang dibahas di 18:15-20 tidak boleh dibatasi pada masalah
perselisihan pribadi. Lalu dosa seperti apa yang sedang dibicarakan di sini? Teks
memberikan secuil petunjuk yang bermanfaat. Dosa yang perlu dikenai disiplin adalah
yang berpotensi merusak keselamatan seseorang. Ungkapan "engkau telah
mendapatkannya kembali" (lit. "engkau telah memenangkannya kembali") menyiratkan
bahwa orang yang ditegur melakukan sebuah dosa yang serius dan membuat dia
"terhilang", bukan sekadar masalah pribadi yang remeh-temeh. Keseriusan ini lebih
terlihat jelas apabila kita kaitkan dengan perumpamaan tentang domba yang tersesat di
18:12.

Berikutnya, dosa yang didisiplin adalah dosa yang sangat serius (ay. 15). Frasa "engkau
telah mendapatnya kembali" menunjukkan bahwa sebelumnya orang ini dalam keadaan
tersesat. Sama seperti perikop di atasnya. Orang-orang yang terkena disiplin gereja adalah
orang-orang yang tersesat. Sebagai contoh dari tindakan yang dimaksud adalah menjelek-
jelekkan kekristenan, memegang doktrin dasar yang keliru, melampaui batas moralitas,
dan membawa pengaruh buruk atau menyebabkan kerugian besar pada sebagian besar
jemaat di gereja setempat.

Percabulan yang terjadi di jemaat Korintus tampaknya sudah memberikan pengaruh


buruk dalam jemaat. Paulus mengumpamakan itu seperti pengaruh ragi pada adonan roti
(1Kor. 5:6b). Banyak orang memberikan penerimaan terhadap orang ini, sehingga
menimbulkan kesan bahwa kesalahan tersebut tidak seberapa serius. Penerimaan ini
ditunjukkan melalui pergaulan (5:9, 11) dan makan bersama (5:11). Kata 'bergaul'
(synanamignymi) dalam konteks ini mengarah pada kedekatan yang khusus. Ini juga
didukung oleh kesediaan untuk makan bersama. Sesuai konteks pada zaman dahulu,
makan bersama membutuhkan kedekatan dalam tahap tertentu.

Tidak semua dosa layak mendapatkan disiplin gereja. Untuk dosa-dosa tertentu, nasihat
dan teguran saja sudah cukup. Dalam kasus 1 Korintus 5:1-13, dosa yang dilakukan tidak
dapat dikompromikan. Hidup dengan ibu tiri adalah kesalahan yang menjijikkan, bahkan
bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah sekalipun (5:1). Tidak heran, Paulus bukan
hanya sekali saja mendengar kabar buruk ini, tetapi berkali-kali (bdk. present tense
'diberitakan', akouetai).

Dosa di atas bukan hanya serius, namun juga dipegang terus-menerus. Disiplin gereja
hanya diberlakukan jika semua cara penggembalaan yang lain sudah tidak berhasil. Begitu
pula dengan Matius 18:15-20. Orang tersebut tidak hanya melakukan suatu dosa yang
serius, tetapi ia terus-menerus melakukan dan tidak menghiraukan nasihat dari banyak
orang. Dosa yang serius ini dilakukan dengan keras kepala dan tanpa perasaan bersalah.

Dalam 1 Korintus 5:1-13, ada banyak petunjuk yang membuktikan bahwa dosa percabulan
ini sudah lama berlangsung tanpa ada tanda-tanda perbaikan sedikit pun. Paulus sudah
pernah mengirimkan surat lain sebelumnya untuk membahas persoalan yang sama (5:9-
10). Keterangan waktu present tense dalam frasa "hidup dengan istri ayahnya" (lit. terus-
menerus memiliki istri ayahnya") menyiratkan kontinuitas dosa. Kontinuitas ini akan
menjadi lebih serius apabila pelaku kesalahan terus-menerus menolak bimbingan rohani
yang diberikan oleh gereja (Mat. 18:15-17).

Prosedur kedua adalah pemberian nasihat secara pribadi (ayat 15). Perintah ini terlihat
aneh di zaman postmodern. Sikap individualistik dipupuk. Kecuekan dianggap bukti
kedewasaan. Dalam konteks persekutuan sesama anak-anak Allah (12:49-50; 25:40;
28:10), Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk memberikan teguran kepada saudara
seiman yang melakukan dosa (18:15).

Dalam teks Yunani, sebelum perintah "tegurlah" ada kata "pergilah" (hypage, demikian
juga RSV/NRSV). Kata ini menyiratkan sebuah inisiatif. Kita tidak boleh hanya menunggu
dan berpangku tangan tatkala kita melihat saudara seiman kita melakukan dosa. Sesuatu
harus dilakukan secara proaktif. Kita tidak boleh seperti Kain yang berkata: "Apakah aku
penjaga adikku?" (Kej. 4:9b).  

Kata "elencho" yang digunakan di sini memiliki makna yang cukup kuat. Kata ini dipakai
untuk teguran Yohanes Pembaptis kepada Herodes (Luk. 3:19). Karya Roh Kudus yang
menuduh orang berdosa juga menggunakan kata "elencho" (Yoh. 16:8). Paulus menasihati
jemaat Efesus untuk menelanjangi (elencho) perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:11,
13). Untuk beberapa kesalahan, nasihat saja sudah cukup. Untuk kesalahan-kesalahan lain
yang serius, teguran perlu diberikan (Tit. 1:13-14) dengan segala kewibawaan (Tit. 2:15).
Gereja seharusnya tidak mengenal konsep bergosip dan saling memfitnah.

Walaupun ada ketegasan dalam sebuah teguran, hal itu tidak berarti bahwa teguran bisa
dilakukan secara sembarangan. Tuhan Yesus melarang sikap menghakimi orang lain tanpa
melihat diri kita sendiri yang juga berdosa (Mat. 7:1-5). Teguran harus dibarengi dengan
segala hikmat, pengajaran, dan kesabaran (Kol. 3:16; 2Tim. 4:2). Teguran bukan
pelampiasan kemarahan, melainkan wujud kasih yang besar demi kebaikan orang yang
kita tegur (Tit. 1:13; Why. 3:19). Teguran adalah upaya pengembalian kepada hal yang
benar.

Pembiaran dosa bukan hanya sebuah dosa. Sikap ini bisa menyebabkan dosa yang lain.
Imamat 19:16-18 mengaitkan teguran kepada orang lain dengan fitnah, kepahitan hati,
dan pembalasan dendam. Orang yang tidak berani menegur sesamamnya biasanya
terjebak pada salah satu dosa tersebut. Jadi, teguran bukan hanya menyelamatkan orang
lain dari dosa, tetapi juga menyelamatkan diri kita dari dosa. Gereja harus berani
mewartakan kebenaran!

Prosedur ketiga adalah pelibatan saksi-saksi (ayat 16), tentunya yang dapat dipercaya.
Berbeda dengan penyelidikan kasus modern yang sudah mengalami banyak kemajuan
teknologi, keterlibatan dua atau tiga saksi dalam sebuah perkara yang bersumber dari
ajaran Perjanjian Lama (Im. 19:15) sangat diperlukan dalam konteks kuno. Selanjutnya
orang-orang Yahudi dan gereja mula-mula tetap mengadopsi prinsip ini (Yoh. 8:17; 2Kor.
13:1; 1Tim. 5:19; Ibr. 10:28). Inti dari pemanggilan saksi-saksi adalah konfirmasi agar tidak
terjadi kesalahan penilaian atau subjektivitas dalam taraf tertentu.

Tentu saja saksi di sini bukan sembarang saksi. TUHAN melarang orang mengucapkan
saksi dusta (Kel. 20:16; Ul. 5:20). Saksi dusta akan dikenai hukuman yang sama dengan
yang ia rencanakan pada orang lain (Ul. 19:18-19). Saksi dusta tidak akan luput dari
hukuman (Ams. 19:5, 9). Pada waktu menjelaskan tentang prosedur pengusutan tuduhan
terhadap seorang penatua, Paulus mengajarkan pemanggilan saksi dan memberi
peringatan agar orang-orang yang terlibat tidak berprasangka dan tidak memihak (1Tim.
5:19-21). Keterangan yang konsisten dari para saksi yang netral dan kredibel akan
meneguhkan kebenaran suatu peristiwa.
Sikap negatif terhadap dosa seringkali sama seriusnya dengan dosa yang dilakukan. Kita
mengenal kasus Saul dan Daud dengan baik. Keduanya bukan pemimpin yang sempurna.
Mereka berdosa. Kualitas kepemimpinan mereka justru dibedakan dari sikap terhadap
dosa. Penyakit serius dalam jemaat Korintus bukan hanya jenis dosa yang menjijikkan,
tetapi respon yang keliru terhadap keseriusan dosa tersebut. Baik pelaku maupun jemaat
lain malah sombong dan tidak mau berduka (1Kor. 5:2).

Penolakan terhadap keterangan saksi-saksi dari orang yang akan diberikan disiplin gereja
akan menghantar kita pada tahap selanjutnya. Prosedur keempat adalah pemberitahuan
kepada seluruh jemaat (ayat 17a). Pemberitahuan ini dilakukan dalam perkumpulan
bersama dalam konteks ibadah (bdk. ayat 18-20; 1Kor. 5:3-5). Tidak ada gosip sebagai
media penyebaran informasi. Semua dilakukan secara terbuka dan bersama-sama. Apa
yang mulanya harus dilakukan secara pribadi (ayat 15), sekarang harus diungkap secara
publik karena kekerasan hati orang yang melakukan dosa tersebut (ayat 17).

Pemberian disiplin harus mempertimbangkan kebersamaan semua elemen gereja yang


lain. Paulus merasa perlu memberikan persetujuannya terhadap hukuman yang layak
diambil (1Kor. 5:3). Ia tidak lupa mengingatkan jemaat Korintus tentang kesatuan rohani
antara mereka, walaupun terpisah oleh jarak (5:4). Poin yang ingin disampaikan adalah
persetujuan dan kesatuan hati. Dalam konteks gereja modern, kebersamaan ini dapat
ditunjukkan melalui keputusan bersama majelis (tipe presbyterian) atau rapat bersama
jemaat (tipe congregational). Pendeknya, disiplin gereja tidak boleh hanya ditentukan oleh
orang tertentu. Kebersamaan ini menjamin objektivitas keputusan.

Maksud dari langkah publik ini adalah penguatan persuasi pastoral, bukan
mempermalukan seseorang di depan publik atau pembunuhan karakter. Efek yang
diharapkan adalah jera, bukan malu. Tindakan ini mengantisipasi pembenaran diri dari
orang yang ditegur karena ketiadaan penyataan kebenaran secara komunal. Langkah ini
sekaligus sebagai sarana edukasi bagi jemaat-jemaat yang lain, terutama untuk melihat
respons gereja yang tegas dan jelas terhadap dosa. Mereka belajar bahwa walaupun
gereja tidak pernah bisa sempurna, tetapi gereja juga tidak pernah berkompromi dengan
dosa, terutama yang membahayakan keselamatan seseorang. Implikasi yang diharapkan
dari hal ini adalah pertobatan yang secepatnya dari jemaat lain yang masih berkanjang
dalam dosa-dosa.

Prosedur terakhir adalah pemberian disiplin (ayat 17b). Jika semua langkah pastoral sudah
dilakukan dan tidak berhasil, maka langkah terakhir yang harus diambil adalah
pendisiplinan. Maksudnya, gereja perlu membuat batasan pergaulan dan persekutuan
yang jelas dengan orang yang dikenai disiplin. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah
ungkapan "biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang kafir atau pemungut cukai" (kontra
LAI:TB "pandanglah dia"). Pembatasan pergaulan terjadi karena ulah orang yang berbuat
dosa. Penolakannya terhadap pandangan seluruh jemaat menunjukkan bahwa ia
menganggap dirinya berbeda dengan jemaat lain. Jadi, gereja hanya meneguhkan apa
yang orang itu ingin dan layak dapatkan: pembedaan dari yang lain!

Bahasa yang digunakan dalam teks ini bersifat sangat Yahudi. Bukan berarti Tuhan
menyetujui pandangan umum tersebut. Ia hanya menggunakannya sebagai sarana
komunikasi yang relevan.

Di mata orang-orang Yahudi pada waktu itu, kelompok masyarakat yang paling rendah
secara spiritual dan moral adalah orang-orang non-Yahudi. Kelompok berikutnya adalah
para pemungut cukai dan orang-orang berdosa (pelacur, dsb.). Kita tidak bisa
mengharapkan sesuatu yang baik dari mereka (Mat. 5:46-47; 6:7).

Penggunaan ungkapan kultural semacam ini dalam konteks disiplin gereja berarti
pembatasan pergaulan. Bentuk konkret dari pembatasan ini tidak dijelaskan dalam
Alkitab. Dalam hal ini gereja perlu menggunakan akal budi Kristiani untuk menentukan
bentuk disiplin yang konkret. Yang penting adalah sikap gereja yang tegas terhadap dosa
tetapi penuh kasih terhadap orang berdosa. Disiplin bisa diterapkan secara progresif
sambil melihat perubahan hidup; mulai dari penonaktifan pelayanan, pelarangan
mengikuti perjamuan kudus, sampai pelarangan untuk mengikuti ibadah bersama-sama
(dilayani secara pribadi di rumah).

Walaupun akhirnya kita kehilangan orang yang bersangkutan, tetapi kita sudah melalui
semua prosesnya dengan cara yang benar. Apabila dia adalah orang pilihan, suatu hari
nanti Tuhan pasti akan sanggup menyelamatkan dia dan mengembalikannya ke dalam
komunitas orang percaya.

Aplikasi

Disiplin gereja bukan untuk dilalaikan. Disiplin gereja tidak seharusnya dilakukan tanpa
kasih dan prosedur yang benar. Kiranya semua pembaca artikel ini diberi ketundukan dan
kerendahan hati untuk menerima bahwa disiplin adalah sesuatu yang penting dalam
pertumbuahn rohani kita. Teguran dari saudara seiman adalah anugerah dari Tuhan.
Ketika dosa ditegur dan firman Tuhan mengungkapkan kesalahan kita, apakah kita
bersedia taat dan bertobat?

Lebih jauh, kiranya kita diberikan kasih yang cukup untuk menegur dengan kasih.
Motivasi, cara, dan tujuan kita, semuanya harus bersumber dari kasih Kristus yang kita
terima di kayu salib. Bantulah orang-orang yang melakukan kesalahan. Doakan mereka
supaya kembali kepada Allah.

Untuk kita yang saat ini mungkin sedang mengalami disiplin gereja, Tuhan selalu bersedia
memulihkan dan mengampuni dosa-dosa kita. Injil merupakan penyataan tentang kasih
Allah yang mahakasih. Itulah yang ditawarkan oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Kita
semua adalah manusia berdosa: layak untuk dibuang dan dihukum dalam kekekalan.
Begitu mudahnya kita mengakui bahwa kita adalah anak Allah yang sudah ditebus melalui
pengorbanan Kristus, tetapi dengan sama mudahnya juga kita jatuh ke dalam dosa yang
karenanya Kristus mati.

Namun, "Jesus sees our sin more clearly than anyone, yet he loves us more than anyone."
Yesus mengasihi dan mau mengampuni segala pelanggaran kita. Tiap kali kita malu
menghadap takhta Tuhan yang kudus karena kegagalan yang berulang, Bapa di surga tidak
pernah menghitung dan mengingat-ingat kesalahan kita yang lalu. Setiap kali adalah kali
pertama. Pengampunan-Nya selalu tersedia. Tuhan tak pernah gagal mengasihi orang
yang gagal. Kegagalan kita tidak akan pernah membuat Allah memalingkan wajah-Nya
terhadap kita. "We have given God countless reasons not to love us. None of them have
been strong enough to change Him," kata seorang teolog yang bernama Paul Washer.

Ketika hukum karma mengatakan bahwa kita mendapatkan apa yang layak kita dapatkan,
kekristenan menyatakan bahwa Yesuslah yang mendapatkan apa yang seharusnya kita
dapatkan. Inilah pengampunan yang manusia butuhkan. Hanya Injil yang bisa
menjawabnya melalui karya penebusan Kristus di atas kayu salib.

Dosa kita memang besar, tetapi lebih besar lagi kasih-Nya kepada kita. Tuhan sudah
mengampuni semua kesalahan, penyesalan, kekecewaan, kekeliruan, pelanggaran, dan
dosa orang-orang yang memercayai Injil Yesus Kristus. Jangan biarkan kita hidup dengan
perspektif masa lalu yang salah. Jangan biarkan diri kita dikuasai oleh perasaan bersalah
yang berlebihan sehingga meremehkan anugerah dan kasih Allah.

Bagi kita yang masih terus jatuh bangun di dalam dosa, datanglah kepada salib Kristus: di
sana selalu tersedia pengampunan untuk kita, tanpa perlu ada disiplin gereja terlebih
dahulu. Tuhan mengasihi orang berdosa. Kita memang tidak pantas dikasihi oleh Tuhan,
namun Kristus mengasihi kita dengan cara menyelesaikan semua dosa kita di atas kayu
salib; baik dosa masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Tuhan tahu kita akan
melakukan banyak dosa, tetapi Tuhan yang sama toh tetap mati bagi kita. Itulah kasih
karunia Tuhan yang besar bagi orang yang percaya kepada-Nya.

Akhirnya, kita semua didorong untuk berdoa bagi gereja-gereja di dunia, supaya kita
semua menjadi gereja yang serius terhadap kesucian, dan di sisi lain juga menjadi gereja
yang menjunjung tinggi kasih Kristus di tengah-tengah kita. Biarlah kita menggabungkan
teguran dengan kasih oleh pertolongan Tuhan.

Disiplin Gereja
Posted on Mei 5, 2013by Alki Tombuku
By Dr. David Cloud
Disiplin gereja adalah perintah Tuhan yang harus ada dalam sebuah gereja jika gereja
tersebut ingin hidup dalam kekudusan dan kemurnian. Gereja yang menerapkan disiplin
pada anggota-anggotanya adalah gereja yang hidup, sehat dan kudus. Sebuah gereja
dapat dikatakan sehat ketika gereja mengecam keras perbuatan-perbuatan dosa,
menegur anggota yang sengaja melakukan, dan mengeluarkan mereka dari keanggotaan
apabila mereka tidak mau bertobat dari pelanggaran mereka (Mat.18:15-17; 1Tim.1:19-
20; 2Kor.13:2) .
Alkitab bukan hanya memberikan perintah dari Tuhan bahwa kita harus menjalankan
disiplin gereja, tetapi juga menyatakan bahwa akan ada trend bagi gereja-gereja untuk
mengabaikan disiplin itu.

Kasih sejati dalam bentuk disiplin tidak dikenal dan dipraktekkan hari ini (Amsal 25:12;
27:5). Lebih banyak adalah perasaan sentimental, kepentingan diri sendiri yang selalu
disebut dengan nama kasih. Para pemimpin gereja yang mengambil jalan pintas dan
berkompromi ketika seharusnya mengkotbahkan kebenaran dan termasuk di dalamnya
disiplin gereja.

 Mereka mengatakan bahwa mereka mencintai saudara mereka dan tidak mau menyakiti
perasaan mereka. Tetapi kenyataannya adalah mereka sangat mencintai diri mereka
sendiri, mereka takut kritikan yang akan iblis luncurkan untuk melawan mereka. Jika
mereka setia mengajarkan pengajaran Allah, jika mereka benar-benar mencintai jemaat
mereka,  mereka akan mengajarkan dan memimpin mereka untuk melakukan apa yang
Tuhan ajarkan, termasuk disiplin gereja. Kasih yang sejati selalu menuntun orang untuk
melakukan yang benar (Ibrani 12:5-6).

Apa Yang Terjadi Jika Gereja Gagal Menerapkan Disiplin Dalam Kehidupan Berjemaat?
1. Mengabaikan Disiplin Gereja Adalah Pembrontakan Terhadap Otoritas Allah
Fakta bahwa manusia rusak karena dosa membuatnya memberontak melawan otoritas.
Dan pemberontakan ini akan semakin lama semakin jelas menjelang kedatangan Kristus
yang kedua kali. Hari ini kita lihat pemberontakan yang tak pernah terjadi sebelumnya
melawan otoritas baik yang ada di rumah, disekolah, pemerintah maupun gereja. Mereka
ingin melepaskan diri mereka sendiri dari penyataan firman Allah.

Ya, zaman kompromi sudah tiba. Ada banyak kata-kata yang mengilustrasikan: “suara
mayoritaslah yang benar”, “semua orang tidak suka hal ini”, “suara rakyat adalah suara
Tuhan”, “kamu tidak boleh berkhotbah seperti itu, “orang-orang tidak suka itu, “saya ingin
mengikuti konsep anak-anak muda”, semua orang melakukannya, maka pastilah itu
benar.” Itu adalah dusta!

2. Mengabaikan Disiplin Gereja Memimpin Kita Ke Dalam Kesombongan


Jemaat Laodikia secara terang-terangan sombong bahwa mereka tidak memerlukan apa-
apa. Mereka merasa bahwa mereka telah sukses besar. Gereja dengan gedung besar,
uang persembahan banyak, dan keanggotaan yang besar sering melakukan hal yang sama
dan menuduh sebagai “fanatik” mereka yang tidak mau berkompromi dengan dunia dan
yang mau hidup kudus (Wahyu 3:14-19).

3. Mengabaikan Disiplin Gereja Artinya Menyuburkan Immoralitas


Saat rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Korintus, dia mengingatkan mereka
bahwa lalai menindak immoralitas akan mempengaruhi seluruh jemaat. Kemegahanmu
tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan?
Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu
memang tidak beragi. Sebab anak domba paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.
Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama,  bukan pula dengan ragi
keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan
kebenaran.

Sungguh sebagai anggota jemaat lokal yang sama dari Tuhan Yesus Kristus, kita adalah
penjaga saudara seiman kita. Dan tidak melakukan sesuatu untuk membantu saudara kita,
yang sedang menuju kedalam dosa besar sehingga harus diurus oleh jemaat, membuat
kita bersalah dihadapan Tuhan. (1Kor.5:6-8)

      Membiarkan dosa yang seharusnya diurus di depan jemaat sama halnya dengan
mengijinkan dan menyuburkannya. Hari ini banyak orang tetap dalam posisi terpandang
dalam jemaat walaupun mereka adalah pemabuk, pezinah, pembunuh, penzinah, penjudi,
perokok, pecandu narkoba, dll. Kita tahu bahwa ada saja orang yang belum percaya yang
akan mencari-cari kesalahan gereja dan anggota-anggota gereja, dan mereka punya hak
untuk itu, jika gereja tersebut membiarkan dan menyuburkan immoralitas.

4. Mengabaikan Disiplin Gereja Akhirnya Mengabaikan Injil


Semua gereja yang mengabaikan disiplin gereja dikarenakan ingin menyenangkan semua
jemaat. Sangat keliru jika jemaat Kristus bersifat demokratis dan bukan teokratis. Itu 
membuat  jemaat melakukan apa yang disukai sifat menusia dan bukan apa yang Tuhan
perintahkan. Banyak gereja yang berkata bahwa mereka menentang kemabukan,
perzinahan, perjudian, dll, tetapi gereja tersebut tidak mengambil tindakan apa-apa pada
anggota mereka yang terlibat dalam hal itu.

      Ini seperti orang yang berkata bahwa ia menentang adanya ular berbisa dirumahnya,
tapi tidak berbuat apa-apa ketika ada yang menaruh seekor ular berbisa dikamarnya.
Sikap kompromi ini bertumbuh seperti kelumpuhan yang menjalar. Dan sebelum ada yang
sadar, gereja itu sudah begitu lemah menentang dosa. Mereka hanya duduk dan mencoba
menyenangkan semua pihak sambil memberikan beberapa khotbah-khotbah yang umum
(kasih, berkat, uang, memberi, sukses, dll).

      Tentunya, ketika gereja sudah pada tahap ini, mereka tidak dapat lagi memberitakan
injil, apalagi menjadi terang dan garam bagi dunia. Gereja demikian sudah dipenuhi oleh
anggota-anggota yang tidak bertobat, sehingga suara mayoritas jemaat, yang mereka kira
adalah suara Tuhan, tidak akan membiarkan khotbah-khotbah yang sedemikian “keras”
terdengar di mimbar gereja. Mereka tidak memerlukan apa-apa dalam benak mereka,
bahkan injil pun tidak.

5. Mengabaikan Disiplin Gereja Membuat Gereja Tidak Lebih Dari Perkumpulan Sosial
      Karena pemberontakan terhadap kebenaran, kebanyakan gereja tidak lebih dari suatu
perkumpulan sosial. Dengan maraknya program makan-minum, aksi sosial, program
olahraga, dan segala jenis program entertainment di dalam jemaat-jemaat hari ini,
sebagian besar dari mereka memang adalah anggota perkumpulan sosial. Jika Elia, Musa,
Amos, Paulus, Yohanes pembabtis, atau bahkan Tuhan Yesus sendiri berdiri dan
berkotbah di rata-rata jemaat hari ini, mereka akan dianggap ekstrim, bodoh dan fanatik
karena begitu kasar dan mereka tidak akan diundang untuk berkhotbah lagi.

      Seseorang bisa bergabung dengan gereja hari ini tanpa komitmen untuk hidup kudus,
bahkan melakukan banyak pelanggaran moral selama bertahun-tahun, dan tidak ada yang
mendisiplinkan dia. Perkumpulan sosial pun tidak mau dipermainkan sesuka hati. Suatu
tragedi dan hal yang memalukan bahwa jemaat dari Tuhan Yesus Kristus kurang dihormati
dibandingkan perkumpulan sosial, dan semua ini karena usaha untuk menyenangkan
kedagingan manusia.

6. Mengabaikan Disiplin Gereja Menyebabkan Kehilangan Kerohanian


      Banyak gereja sekarang tidak ubahnya seperti gereja Sardis dan Laodikia yang merasa
hidup, padahal mati, yang merasa kaya, padahal miskin, buta dan melarat (Wahyu 3:1;
17). Mereka tidak punya tempat bagi injil keselamatan. Banyak yang lebih peduli akan
laporan tahunan gereja dari pada mencari orang terhilang, mendewasakan iman mereka
yang telah diselamatkan, dan berjalan dalam hidup bersama Tuhan dalam kekudusan. Ada
yang lebih peduli akan bangunan megah daripada mengutus penginjil, lebih banyak
berkumpul daripada meninginjil.

      Oh,betapa duniawi dan materialistis  jemaat-jemaat  zaman sekarang. Betapa mudah
nilai-nilai rohani terhilang ditelan nafsu kedagingan. Betapa sering akhirnya mereka
mencoba menyenangkan manusia jasmani yang tidak mengenal Kristus. Namun pada
akhirnya, jemaat demikian adalah kegagalan total.

7. Mengabaikan Disiplin Gereja Membuat Keanggotaan Gereja Tidak Berarti


      Berapa banyak anggota jemaat gereja zaman sekarang  yang  kalau mati, tidak
berdampak apa-apa pada gereja tersebut, tidak ada dampak pada pekerjaan Tuhan?
Dapatkan seseorang dengan jujur berkata bahwa keanggotaan di suatu gereja sungguh
membawa dampak jika semua anggota lain sama seperti dirinya? Angka keanggotaan
gereja di Amerika Serikat sedang dalam  jumlah tertinggi, tapi toh tingkat kejahatan juga
meninggi. Apakah hari ini menjadi anggota suatu jemaat masih ada maknanya, ataukah
hanya sebagai suatu title saja?
      Jika gereja mau menghargai otoritas Kristus dan Firmannya dan bukannya
memberontak, maka hasilnya akan berbeda. Keanggotaaan gereja akan menjadi
bermakna. Saya lebih baik menjadi anggota suatu jemaat lokal tubuh Kristus daripada
organisasi manapun di bumi ini. Namun hari ini banyak yang lebih menghargai
keanggotaan mereka di berbagai klub, partai politik, dan organisasi lain daripada di gereja.
Mereka membuktikan hal tersebut karena betapa kecil porsi hidup mereka yang disisihkan
untuk urusan gereja. Ini semua kembali kepada kegagalan gereja-gereja untuk melakukan
apa yang Yesus ajarkan, yaitu bahwa anggota yang bersalah  harus ditegur, dan bila tidak
bertobat harus dikeluarkan dari gereja. Betapa mahal harga yang harus dibayar karena
kelalaian ini.

By Dr. David Cloud (www.wayoflife.org

Anda mungkin juga menyukai