Anda di halaman 1dari 2

kisah nenek pakande

Pada zaman dahulu kala di daerah Sulawesi Selatan tepatnya di daerah Soppeng terdapat sebuah perkampungan. Di
perkampungan tersebut semua orang hidup berdampingan secara damai namun kedamaian mulai terusik ketika
seorang nenek tua datang ke kampung mereka.

Nenek itu berbadan bungkuk dan berpakaian compang-camping, dia di kenal sebagai nenek pakande. Hingga sebuah
kabar mengejutkan terjadi bahwa ia merupakan sosok siluman yang memiliki kemampuan ilmu hitam yang cukup tinggi.

Nenek pakande tidak suka bertemu dengan orang kecuali anak kecil. Ia sangat suka anak kecil. Ketika anak kecil bermain
sendirian dan sudah melewati waktu malam , maka nenek pakande akan datang dan menculiknya.

Inilah mengapa ia sering di sebut pakande yang artinya makan. Cerita ini sudah terjadi lama sekali, namun semua orang
tua di Soppeng selalu menggunakan cerita ini untuk menakuti anak-anak mereka.

“Rasakan ini dek hahaha huhuhu yeyeyeye ,Hai kakak menang lagi”.

“Uh kakak tadi Curang sih ya wajar kalau menang”.

“Amat sudah malam ayo masuk kedalam rumah bermainnya Besok lagi”.

“Ah Ibu ini mah masih sore bu, belum malam masih ada waktu untuk bermain”. “Iya Bu lagi seru bentar lagi aku
menang”.

“Ah kalian ini, apakah kalian tidak takut di culik oleh nenek pakande?”

“Nenek pakande itu enggak ada Bu itu hanya dongeng”, “mana ada nenek yang suka menculik anak kecil.

“Eh… di mana aku siapa kau”?.

“Kalian anak-anak nakal pantas untuk di hukum”

“Ha…apa-apa yang terjadi pada anakku”?, “ tolong tolong anakku di culik nenek pakande”.

“Ha..nenek Pakande, ayo kita kesana!!!”

“Tolong-tolong….anakku…. anakku diculik oleh nenek Pakande”.

“Tenanglah..kemana dia pergi”?.

Malam itu para warga berbondong-bondong masuk ke hutan tempat nenek pakande bersembunyi. Para warga mencari
keseluruh pelosok hutan namun, hingga pagi menjelang mereka tidak berhasil menemukan tanda-tanda nenek pakande.

Paginya para warga berkumpul di alun-alun desa:

“Bagaimana ini, jika di biarkan saja bisa-bisa kedua anak itu akan celaka”?

“Benar kita harus terus mencari apakah kamu punya petunjuk lain?

Tiba-tiba seorang pemuda menghampiri kerumunan tersebut.

“Selamat pagi bapak-bapak, perkenalkan namaku labeddu, aku dengar bapak-bapak ingin menangkap nenek pakande?”

“Hai kebetulan sekali anak muda, kami sedang mencari cara untuk menangkapnya, namun kami masih bingung
bagaimana caranya”.

“Aku mempunyai sebuah ide, tapi aku juga butuh bantuan bapak-bapak untuk menyiapkan peralatannya”.

“Tentu kami akan membantumu”.

Sore itu para warga berkumpul kembali di depan rumah labeddu mereka telah membawa beberapa barang yang di
minta oleh labeddu.

“Aku sudah menangkap seember penuh belut”

“Aku membawa garu dan kulit rebung sesuai permintaanmu”.

“Baiklah batu-batu juga sudah terkumpul semuanya sempurna”.


“Begini aku akan membuat jebakan untuk nenek pakande”.

“Seseorang harus menyamar menjadi monster dan yang lainnya harus berjaga-jaga”.

“Ketika nenek itu terjebak kalian semua harus segera menangkapnya!!! apakah semua sudah paham?” “Paham”.

Pada malam harinya rencana pun mulai di laksanakan, seluruh desa gelap gulita semua lampu rumah di matikan kecuali
rumah milik labeddu. Hanya rumahnya yang bercahaya sehingga terlihat mencolok.

“Di rumah yang masih menyala itu pasti ada anak kecil yang nakal tidak mau tidur”

“Aku datang anak nakal, anak kecil di mana kamu”.

“Hei…..Pakande…Pakande”.

“Siapa Kau, mau apa Kau”.

“Pakande…sama sepertimu yang suka menculik anak kecil akupun suka menculik nenek tua jahat”.

“Mustahil, kau tidak akan bisa menangkapku”.

“kau mau menantangku, apakah kau berani?”.

“Tidak..menjauhlah kau monster mengerikan”.

“Apa ini, mengapa anda belut di sini, Aduh..duh.duh mengapa di sini juga ada batu besar kepalaku sakit”. “Aduh,
mengapa para warga tahu kalau aku ada di sini”.

Kemudian para warga berusaha menangkap nenek pakande, namun nenek pakande terlalu Sakti untuk di kalahkan.

“Aduh….sial sekali nasibku malam ini bagaimana semuanya bisa tejadi. Mereka semuanya bersekongkol. Monster seram
itu pasti salah satu dari mereka”.

“Ayo kejar, Jangan biarkan dia lolos”.

“Biarkan ia pergi”. ia sudah tidak bisa apa-apa ia sudah terluka parah tinggal menunggu waktu saja”.

“ibu-ibu, Eh…eh anak-anakku syukurlah kalian selamat”.

Tak terasa esok pun menjelang Soppeng kembali tenang, para warga hidup damai. Nenek pakande tak lagi kembali ke
desa itu.

Cerita tentang nenek pakande pun terus di ceritakan secara turun temurun agar anak-anak mereka selalu waspada.

Pesan dari cerita ini adalah turutilah kata-kata orang tua, bermain ada waktunya jangan berlebihan apalagi kalau sudah
malam sebaiknya masuk rumah, berkumpul bersama keluarga.

Anda mungkin juga menyukai