Anda di halaman 1dari 111

PERBEDAAN HASIL TAJAM PENGLIHATAN ATAU VISUS

PASCA OPERASI KATARAK DIABETIK MELLITUS


DAN NON DIABETIK MELLITUS DI
RS MATA UNDAAN SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :
RAHMAN HAKIM
NIM : 20.12.1.050.3

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI
KEDIRI
2022

i
PERBEDAAN HASIL TAJAM PENGLIHATAN ATAU VISUS
PASCA OPERASI KATARAK DIABETIK MELLITUS
DAN NON DIABETIK MELLITUS DI
RS MATA UNDAAN SURABAYA

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan


Pada Progam Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Ganesha Husada Kediri

Oleh :
RAHMAN HAKIM
NIM : 20.12.1.050.3

PROGAM STUDI S1 KPERAWATAN


STIKES GANESHA HUSADA KEDIRI
KEDIRI
2022

ii
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Rahman Hakim


Tempat, tanggal lahir : Lamongan, 26 Desember 1988
NIM : 20.12.1.050.3
Prodi : S1 Keperawatan STIKES Ganesha Husada Kediri
Pembimbing 1 : Agus Priyanto, SKM, M.Pd
Pembimbing 2 : Anik Nuridayanti S.Kep.Ns.,M.Kep

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “ Perbedaan Hasil Tajam Penglihatan Atau

Visus Pasca Operasi Katarak Diabetik Mellitus dan Non Diabetik Mellitus di RS

Mata Undaan Surabaya” bukan skripsi orang lain baik sebagian atau keseluruhan,

kecuali dalam bentuk yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyatan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila surat

pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat saksi akademis.

Kediri, September 2022

Yang Menyatakan

Rahman Hakim

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Oleh : Rahman Hakim

Judul Usulan Penelitian : PERBEDAAN HASIL TAJAM PENGLIHATAN


ATAU VISUS PASCA OPERASI KATARAK
DIABETIK MELLITUS DAN NON DIABETIK
MELLITUS DI RS MATA UNDAAN SURABAYA

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Pada Ujian Sidang Skipsi Pada

Tanggal September 2022

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Agus Priyanto, SKM.,M.Pd Anik Nuridayanti S.Kep.Ns.,M.Kep


NIK: 2 720814 1 201405 01 NIK: 2 760507 2 201111 01

Mengetahui
Ketua Progam Studi S1 Keperawatan
STIKES Ganesha Husada Kediri

Anik Nuridayanti S.Kep.Ns.,M.Kep


NIK: 2 760507 2 201111 01

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pada Sidang Skripsi di STIKES Ganesha

Husada Kediri Prodi S1 Keperawatan

Tanggal September 2022

Tim Penguji

Ketua : Suhartini, S.Kep.,Ns.,M.M. Kes .................................

Anggota : 1. Diyan Wahyuningsih, SST., M.Tr.Keb.................................

2. Anik Nuridayanti S.Kep.Ns.,M.Kep .................................

Mengetahui
Ketua Progam Studi S1 Keperawatan
STIKES Ganesha Husada Kediri

Anik Nuridayanti S.Kep.Ns.,M.Kep


NIK: 2 760507 2 201111 01

v
ABSTRAK

PERBEDAAN HASIL TAJAM PENGLIHATAN ATAU VISUS PASCA


OPERASI KATARAK DM DAN NON DM DI RS MATA UNDAAN
SURABAYA

Rahman hakim

Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata.
Katarak penyebab utama berkurangnya penglihatan pada usia 40 tahun atau lebih.
Selain sebab usia (degeneratif) katarak juga disebabkan faktor kongenital (bawaan),
trauma dan komplikasi penyakit metabolik seperti Diabetikes Millitus. Pada keadaan
hyperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui adakah perbedaan visus pasca operasu katarak DM
dan non DM di RS Mata Undaan Surabaya.
Desain penelitian yang digunakan Observasional analitik dengan studi Cross
sectional. Populasi penelitian sebanyak 181 pasien. Sedangkan sampel yang diambil
menggunakan sampel random sampling sebanyak 64 pasien, masing-masing untuk
pasien diabet dan non diabet terdiri dari 32 pasien. Instrumen yang dipakai
menggunakan observasi visus pre operasi, pasca operasi hari ketujuh selanjutnya di
tabulasi data dengan prosentase kemudian memakai penghitungan statistik.
Hasil penelitian didapatkan bahwa setelah dilakukan operasi sebagian besar
reponden menglami peningkatan visus sebesar 60 % pada penderita DM dan 70 %
pada penderita non DM.
Kesimpulan tidak ada perbedaan yang bermakna pada visus pasca operasi
katarak pada penderita Diabetes Mellitus maupun non Diabetes Mellitus.

Kata kunci : Visus, Katarak, Diabetik Mellitus dan non Diabetik Mellitus

vi
ABSTRACT

DIFFERENCES IN VISUS RESULTS OR SHARP VISION AFTER DM AND


NON-DM CATARACT SURGERY AT UNDAAN EYE HOSPITAL
SURABAYA

Rahman Hakim

Cataract is a clouding of the lens of the eye inside the eyebal. Cataracts are the
main cause of reduced vision at the age of 40 years or older. In addition to age
(degenerative) cataracts are also caused by congenital (congenital) factors, trauma
and complications of metabolic diseases such as Diabetikes Millitus.On
hyperglycemic states there is a build-up of sorbitol and fructose inside the lens. The
purpose of this study was to determine whether there are differences in visus after dm
and non-DM cataract operasi at Undaan Eye Hospital Surabaya.
The research design used Observational analytics with cross sectional studies.
The study population was 181 patients. while the sample taken using a random
sampling sample of 64 patient, each for diabetic and non-diabetic patients consisted

of 32 patients. The instrument used was preoperative visual observation,


postoperative seventh day then tabulated data with percentage then using statistical
calculations.
The results of the study found that after surgery, most of the repondents
experienced an increase in visus by 60% in DM patients and 70% in non DM
patients.
The conclusion no significant difference in the postoperative visus of cataracts
in people with Diabetes Mellitus or non Diabetes Mellitus.

Keywords : visus, Cataract, Diabetik Mellitus and non Diabetik Mellitus

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karuniaNya yang berlimpah, sehingga penyusunan SKRIPSI yang

berjudul PERBEDAAN HASIL TAJAM PENGLIHATAN ATAU VISUS PASCA

OPERASI KATARAK DIABETIK MELLITUS DAN NON DIABETIK

MELLITUS DI RS MATA UNDAAN dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka

Skripsi ini tidak terwujud, untuk itu segala kerendahan hati perkenankan kami

menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Agus Priyanto, SKM, M.Pd selaku Ketua STIKES Ganesha Husada Kediri

sekaligus sebagai pembimbing 1 yang dengan kesabaran dan ketekunan

memberikan dorongan, perhatian, bimbingan, mengarahkan serta saran-saran

dalam pembuatan proposal ini mulai awal sampai akhir.

2. Anik Nuridayanti,S.Kep,Ns.,M.Kep selaku Ketua Progam Studi S1 Keperawatan

STIKES Ganesha Husada Kediri sekaligus sebagai pembmbing 2 yang dengan

kesabaran dan ketekunan memberikan dorongan, perhatian, bimbingan,

mengarahkan serta saran-saran dalam pembuatan proposal ini mulai awal sampai

akhir.

viii
3. dr Sahata PH Napitupulu Spm selaku direktur RS Mata Undaan Surabaya yang

telah memberikan persetujuan untuk melakukan penelitian proposal di RS Mata

Undaan Surabaya.

4. Semua keluargaku yang telah memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa

demi terselesainya proposal ini.

5. Semua teman sejawat yang telah memberikan dukungan moril demi terselesainya

proposal ini.

Surabaya, September 2022

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN................................................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR............................................................................. viii

DAFTAR ISI........................................................................................... x

DAFTAR TABEL................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................. 1

1.1 Latar Belakang………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………… 4

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………. 5

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 7

2.1 Katarak………………………………………………….. 7

2.2 Diabetis Mellitus.............................................................. 22

x
2.3 Tajam Penglihatan atau visus.......................................... 34

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ............... 42

3.1 Kerangka Konseptual....................................................... 42

3.2 Hipotesis ......................................................................... 43

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN..............................................43

4.1..Rancangan Bangun Penelitian.........................................43

4.2..Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................43

4.3..Kerangka Penelitian.........................................................44

4.4..Sampling Desain..............................................................45

4.5..Variabel Penelitian ..........................................................48

4.6..Definisi Operasional........................................................50

4.7..Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data..................51

BAB 5 ANALISA HASIL PENELITIAN...........................................54

5.1 Hasil Penelitian ............................................................... 54

5.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................54

BAB 6 PEMBAHASAN .......................................................................68

6.1 Pembahasan ......................................................................68

6.2 Keterbatasan .....................................................................72

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................73

7.1 Kesimpulan ......................................................................73

7.2 Saran ................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................75

LAMPIRAN ……………………………………………………… 77

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Tajam Penglihatan dalam prosentase sesuai kartu Snellen di RS. Mata

Undaan Surabaya …………………………………………….............. 39

Tabel 4.1 Jumlah sampel pasca operasi katarak DM dan non DM....................... 46

Tabel 4.2 Definisi Operasional Perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau Visus

Pasca Operasi Katarak Diabetik dan non Diabetik.............................. 48

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Berdasarkan Domisilinya ................................................................. 58

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non-Diabetes

Mellitus Berdasarkan Domisilinya .................................................... 59

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................................59

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non -Diabetes

Mellitus Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................................60

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Berdasarkan Kelompok Usia ............................................................. 60

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non - Diabetes

Mellitus Berdasarkan Kelompok Usia .............................................. 61

xii
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Visus Responden dengan Riwayat Diabetes

Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS. Mata

Undaan...............................................................................................62

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Prosentase Visus Responden dengan Riwayat

Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS. Mata

Undaan .............................................................................................. 63

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Visus Responden dengan Riwayat Non Diabetes

Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS. Mata Undaan

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Persentase Visus Responden dengan Riwayat

Non-Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS.

Mata Undaan ..................................................................................... 65

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kartu snellen.................................................................…………... 34

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perbedaan Hasil Tajam penglihatan


atau Visus Pasca Operasi Katarak Diabetik dan Non Diabetik ..... 40

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau Visus Pasca
Operasi Katarak Diabetik dan Non Diabetik.................................... 42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin

Lampiran 3 Surat Persetujuan

Lampiran 4 Format Isian Data Karateristik Responden

Lampiran 5 Snellen Chart

Lampiran 6 Surat ijin penelitian

Lampiran 7 Data responden operasi katarak DM dan non DM

Lampiran 8 Hasil SPSS uji T

Lampiran 9 Kartu Bimbingan

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan merupakan investasi utama bagi pembangunan

sumber daya manusia di Indonesia. Tujuan diselenggarakannya pembangunan

kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi tingginya

(Depkes, 2017). Salah satu upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi

tingginya adalah indera penglihatan yang sehat karena sangat penting bagi kehidupan

manusia. Dengan mata kita dapat melihat indahnya alam, peristiwa di sekitar serta

dapat menyerap informasi visual yang di gunakan untuk melakukan kegiatan. Namun

gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga

berat yang dapat mengakibatkan kebutaan ( Infodatin, 2014).

Katarak adalah kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata . Katarak

terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan tergantungnya cahaya

masuk ke dalam bola mata, sehingga penglihatan menjadi kabur dan lama kelamaan

dapat menyebabkan kebutaan ( Ilyas S, 2014 ). Kebutaan oleh karena katarak

merupakan penyebab utama kebutaan di dunia, terutama negara – negara berkembang

termasuk Indonesia. Di negara – negara berkembang, kebutaan oleh karena katarak

merupakan masalah kesehatan masyarakat dan masalah sosial. Hilangnya penglihatan

1
2

oleh sebab apapun akan menghambat kemampuan manusia untuk bekerja dan

berkarya serta menikmati keindahan alam anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Katarak

merupakan penyebab paling sedikit 50 % kasus kebutaan diseluruh dunia. Seiring

dengan peningkatan usia harapan hidup, jumlah orang yang terkena semakin

meningkat. Diberbagai bagian dunia yang sedang berkembang, fasilitas yang tersedia

untuk mengobati katarak jauh dari mencukupi. Kendati berbagai upaya telah

dilakukan untuk menurunkan tingkat kebutaan, khususnya buta katarak tetapi jumlah

mereka yang dioperasi masih terlalu kecil dibandingkan jumlah penderita

sesungguhnya. Pembedahan katarak dilakukan bila kekeruhan lensa telah

mengganggu pekerjaan sehari-hari atau mengakibatkan kebutaan pada penderitanya

( Menurut WHO : tajam penglihatan kedua mata < 3/60 setelah dikoreksi ).

Perkembangan bedah katarak akan terus menerus mengalami perubahan untuk

mencapai tujuan yang ideal. Tujuan yang dimaksud antara lain terpenuhi kriteria,

yaitu : Prosedur operasi yang aman, mempunyai efektifitas dan prediktabilitas yang
1
tinggi, hasilnya stabil untuk jangka panjang, serta memberikan kepuasan bagi pasien.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2020 mencatat angka kebutaan

di dunia mencapai 36 juta orang dan 180 juta lainnya mengalami gangguan

penglihatan. Penyebab kebutaan yang utama adalah katarak 47,8 %, galaukoma 12,3

%, Age macula degeneratin (AMD) 8,7 %, Trakhoma 3,6 % dan corneal opacicy 5,1

%. Ironisnya, sepertiga dari kasus tersebut ada di Asia Tenggara. Berdasarkan survei

Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada 2014-2016, Indonesia

menempati posisi pertama. Bahkan, kasus kebutaan disebabkan oleh katarak di


2

Indonesia mencapai 78 persen dari jumlah kasus di Asia Tenggara. Saat ini jumlah

katarak di Indonesia mencapai sekitar 4 juta orang dengan pertumbuhan penderita

katarak 300 ribuan orang per tahun, dan angka bedah katarak 250.000 orang pertahun

sehingga terjadi backlog atau penumpukan jumlah penderita katarak yang ditangani.

Bila jumlah penderita kebutaan tersebut dibandingkan dengan negara – negara lain di

Asean, kondisi Indonesia adalah yang paling memprihatinkan. Kita meraih peringkat

nomor satu di Asean dan nomor tiga di dunia. Menurut data pelayanan kamar operasi

Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya di dapatkan data jumlah operasi katarak dari

total operasi yang telah dilakukan pada tahun 2021 (RSMU 2021 ). Dari data di atas

didapatkan bahwa jumlah pasien yang dilakukan pembedahan katarak sebanyak 3026

pasien, 1053 pasien di antaranya menderita diabetik dan 1973 katarak non diabetik.

Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan pada usia 40

tahun atau lebih. Selain sebab usia (degeneratif) katarak juga disebabkan faktor

kongenital (bawaan), trauma dan komplikasi penyakit metabolik seperti Diabetikes

Millitus. Katarak Diabetikes merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit

Diabetikes Mellitus. Menurut CDC ( Centers For Deseas Control ) terdapat 32,2 %

diabetikes berusia di atas 45 tahun yang mengalami katarak diabetik. Pada keadaan

hyperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa, semakin

tinggi konsentrasi gula darah semakin banyak sorbitol yang diproduksi sehingga

memicu peningkatan insiden maturasi katarak diabetik. Saat glukosa darah tidak

terkontrol maka dapat menyebabkan lensa mata menjadi bengkak, makula edema,

timbulnya perdarahan pada saraf mata yang menyebabkan penurunan visus ( Riordan
4

dan Whitcher, 2012 ). Pada bulan Februari 2022 di RS Mata Undaan dilakukan

operasi katarak sebanyak 225 pasien, dimana 85 pasien menderita diabetik dan 140

pasien non diabetik. Hasil studi penelitian dari 20 pasien katarak diabetik yanng telah

dilakukan operasi sebanyak 17 pasien penglihatan menjadi lebih jelas dengan catatan

kadar gula normal dan terjaga ( RSMU 2022 ).

Salah satu penyebab kebutaan tertinggi di Indonesia adalah katarak, akan

tetapi kebutaan akibat kekeruhan lensa ini bisa disembuhkan dengan jalan dilakukan

suatu tindakan pembedahan atau operasi. Untuk tindakan pembedahan maka perlu

dilakukan penilaian berdasarkan gambaran klinis, uji ketajaman penglihatan dan

faktor resiko lain sesuai penyebab dari katarak dan untuk pasien diabetik harus

teregulasi terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan optimasi fungsi

penglihatan yang optimal dan bercirikan pemulihan yang cepat, terukur, dengan efek

samping yang seminimal mungkin serta memberikan kepuasan pada penderita atas

pelayanan yang diberikan. Salah satu tehnik pembedahan yang sedikit menimbulkan

luka setelah operasi yaitu Phacoemulsifikasi yaitu dengan menggunakan gelombang


2
ultrason untuk menghancurkan katarak.

1
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

peneltian ini adalah “Apakah ada perbedaan hasil tajam penglihatan atau visus

pasca operasi katarak pada pasien diabetik mellitus dan non diabetik mellitus

di RS Mata Undaan Surabaya?”


5

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

hasil tajam penglihatan atau visus pasca operasi katarak pada pasien diabetik

mellitus dan non diabetik mellitus di RS Mata Undaan Surabaya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi hasil visus pasca operasi katarak pada pasien diabetik di

RS Mata Undaan Surabaya.

2. Mengidentifikasi hasil visus pasca operasi katarak pada pasien non diabetik

di RS Mata Undaan Surabaya.

3. Menganalisis perbedaan hasil visus pasca operasi katarak pada pasien

diabetik dan non diabetik di RS Mata Undaan Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitan

1.4.1. Secara Teoritis :

1. Umumnya Katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak

dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui

adanya katarak dan menjaga pola makan yang sehat dapat mencegah

terjangkitnya penyakit Diabetik Mellitus yang dapat berisiko timbulnya katarak

dan dapat menyebabkan kebutaan.


3

2. Untuk katarak diabetik, persiapan operasi harus sesuai prosedur dan harus lebih

diperhatikan untuk mecegah komplikasi pasca operasi. Selain itu untuk inform

consent harus di jelaskan kemungkinan hasil operasinya.

1.4.2. Secara Praktis :

1. Manfaat bagi responden adalah betapa pentingnya menjaga kesehatan mata,

khususnya katarak yang disebabkan oleh penyakit Diabetik Mellitus yang

dapat menyebabkan kebutaan.

2. Manfaat bagi institusi adalah dapat mengetahui sejauh mana perbandingan

hasil visus pasca operasi katarak pada pasien diabetik dan non diabetik.

3. Manfaat bagi profesi keperawatan adalah menambah wawasan tentang

perawatan pada pasien katarak yang menderita diabetik mellitus dan

mengetahui perkembangan IPTEK pada pembedahan katarak.

4. Manfaat bagi peneliti adalah dapat mengetahui perbandingan hasil visus pasca

operasi katarak pada pasien diabetik dan non diabetik.

5. Manfaat bagi peneliti selanjutnya adalah hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai data awal dalam melakukan penelitian yang akan datang dan bisa

dikembangkan menjadi lebih sempurna.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka ini, kami akan memberikan penjelasan mengenai masalah

Katarak, Diabetes Mellitus, dan Tajam Penglihatan ( Visus ).

2. 1. Katarak

2. 1.1. Pengertian katarak

Katarak adalah kelainan pada lensa mata yang keruh di dalam bola

mata. Katarak terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan

tergantungnya cahaya masuk ke dalam bola mata, sehingga penglihatan mata

menjadi kabur dan lama kelamaan dapat menyebabkan kebutaan ( Ilyas S,

2014).

Katarak merupakan keburaman lensa yang dapat menggangu

penglihatan dan merupakan penyebab tertinggi gangguan penglihatan

diseluruh dunia, biasanya terjadi ada usia lanjut karena peningkatan kejadia

katarak di iringi dengan pertambahan usia seseorang ( Patel, 2012).

2. 1.2 Faktor Penyebab

Katarak yang biasanya terjadi ada usia lanjut akibt kelainan

kongenital.

7
8

Adapun beberapa penyakit mata yang menyebabkan katarak antara lain

glaukoma, ablatio retina, retinis pigmentosa dan penyakit intraocular.

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menyebabkan katarak seperti

diabetes melitus, galaktosemi dan distrofi motorik. Katarak juga dapat

ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik misalnya

katarak senilis, juvenil, herediter atau kelainan kongenital mata ( Ilyas, 2015 ).

1. Usia

Semakin bertambah usia seseorang dapat mempengaruhi lensa. Lensa

akan tumbuh terus menerus dan membentuk serat lensa dengan arah

pertumbuhan yang konsentris. Oleh karena itu semakin bertambah usia

seseorang lensa mata akan menjadi lebih tebal, berat dan keras. Sehinga lensa

tidak dapat meneruskan cahaya serta lensa tidak dapat menembus cahaya.

2. Radikal bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih

elektron yang tidak saling berpasangan. Radikal bebas dapat menyebabkan

kerusakan protein, lipid, karbohidrat hingga asam nukleat pada sel lensa.

3. Radiasi Ultraviolet

Radiasi ultra violet merupakan radiasi yang di akibatkan sinar matahari,

radiasi ini mampu memberikan efek peningkatan jumlah radikal bebas pada

lensa, hal ini di akibatkan karena adanya penetrasi jumlah cahaya ultraviolet

yang menuju lensa sangat tinggi. Enegi foton yang di miliki sinar ultaviolet
9

mampu mengakibatkan terjadinya molekul oksigen dari triplet menjadi

oksigen tunggal sehinggga menjadi salah satu oksigen yang reaktif.

4. Merokok

Kebiasaan merokok juga salah satu penyebab terjadinya katarak.

Merokok merupakan media untuk terakumulasinya kadmium pada lensa

sehingga mampu menghasilkan homeostasis kuprum menjadi terganggu.

Sementara itu kuprum berguna sebagai anti oksidan yang sangatlah penting

untuk aktifits fisiologis superoksida dismutase pada lensa, akan tetapi jika

mengalami gangguan maka dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan

oksidatif pada lensa.

5. Dehidrasi

Kerusakan pada lensa di akibatkan adanya perubahan keseimbangan

elektrolit. Oleh karena itu kekeruhan lensa dapat terjadi dan disebabkan oleh

perubahan komposisi elektrolit pada lensa.

6. Trauma

Kerusakan protein secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya

trauma sehingga dapat menyebakan katarak

7. Infeksi

Uveitis adalah peradangan pada uvea dan sering di jumpai adanya

sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.


10

8. Obat kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko

terjadinya katarak.

9. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus

Penyakit diabetes melitus merupakan salah satu penyakit sistemik yang

dapat menyebakan perubahan metabolisme pada lensa. Peningkatan kadar

gula darah mengakibatkan tingginya kadar sorbitol pada lensa. Sorbitol

merupakan penyebab terjadinya peningkatan tekanan osmotik lensa menjadi

sangat terhidrasi dan terjadi katarak.

2. 1.3 Gejala Katarak

5
Secara umum dapat digambarkan gejala katarak adalah

1. Berkabut, seperti adanya tabir asap

2. Mata silau jika melihat terang

3. Sulit melihat jelas pada malam hari

4. Warna menjadi pudar dan tidak cerah

5. Melihat lingkaran di sekitar cahaya

6. Pandangan ganda

7. Sering menganti ukuran kaca mata


11

2. 1.4. Klasifikasi Katarak

Klsifikasi katarak berdasar penyebab menurut ( Ilyas, 2015) :

1. Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera

setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital

adalah penyebab kebutaan pada bayi terutama jika penanganannya kurang

tepat.

2. Katarak Juvenil

Katarak Juvenil yaitu katarak yang terjadi sesudah usia satu tahun.

Katarak tersebut lembek dan terdapat pada orang muda dan biasanya

merupakan kelanjutan katarak kongenital.

3. Katarak Sinil

Katarak Sinil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia

lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebab katarak sinil sampai saat ini

belum diketahui secara pasti.

4. Katarak komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak yang terjadi akibat adanya

penyakit lain seperti radang dan proses degenerasi seperti ablatio retina,

glaukoma dan akibat trauma bedah mata.


12

5. Katarak diabet

Katarak yang disebabkan adanya penyakit diabetis melitus

6. Katarak sekunder

Katarak yang disebabkan karena terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa

lensa yang tertinggal.

2. 1. 5. Katarak Diabetes

Katarak Diabetes merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit

diabetes millitus. Katarak pada pasien diabetes Millitus dapat terjadi dalam 3

bentuk, antara lain :

1. pasien dengan dehidrasi berat,asidosis dan hiperglikemia nyata, pada

lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.

Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang

bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.

2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak

serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau

piring subkapsular.

3. Katarak pada diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan

biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.


13

2. 1.6. Stadium Katarak

Pada katarak senil secara klinik dibagi menjadi 4 stadium :

1. Stadiun Insipien, akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk

jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Kekeruhan lensa sektoral

dibatasi bagian lensa yang masih jernih. Disini biasanya belum ada

gangguan visus.

2. Stadium Imatur, sebagian lensa keruh atau katarak, dan belum mengenai

seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.

3. Stadium Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa, 7

sehingga semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali

kepermukaan anterior lensa.

4. Stadium Hypermatur

Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras

atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari

kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan

kering.

2. 1.7 Diagnosis Katarak


14

Diagnosis Katarak ditegakkan atas dasar tanda – tanda klinik subyektif dan

obyektif.

1. Tanda Subyektif

(1) Positive Scotoma : keluhan gangguan penglihatan seperti melihat

bercak hitam di lapangan pandang yang tidak bergerak tetapi

selalu mengikuti kearah mana mata bergerak, merupakan keluhan

yang klasik pada penderita katarak yang dini.

(2) Monocular Polyopia : Keluhan seperti melihat sebuah benda

menjadi lebih dari satu pada satu mata, dapat terjadi pada katarak

yang tidak merata.

(3) Kemunduran tajam penglihatan : Hal ini tergantung tebal tipisnya

kekeruhan serta lokalisasi kekeruhan, makin tebal kekeruhan

kemunduran visus semakin nyata. Walaupun kekeruhan sedikit

tetapi terletak pada bagian sentral mungkin lebih menggangu

visus dibandingkan kekeruhan di perifer.

2. Pemeriksaan Obyektif

(1) Visus : Tajam penglihatan ini akan menurun sesuai dengan tebal

tipisnya lensa. Pada stadium insipiens mungkin visus masih

dapat 6/6 ,stadium imatur visus bisa turun sampai 6/20, dan pada

stadium matur visus mencapai 1/300.

(2) Pemeriksaan lokal dengan lampu senter : Mata tampak bersih,

konjunctiva jernih tak ada tanda- tanda hyperemi. Reflek pupil


15

terhadap cahaya normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama

pada saat pupil dilebarkan, berwarna putih keabu- abuan.

(3) Pemeriksaan dengan alat Oftalmoskop : Pada pemeriksaan dengan


2
alat ini pupil harus dilebarkan.

(4) Pemeriksaan dengan alat Slith Lamp : Alat ini dipergunakan untuk

melihat lapisan lapisan mata mulai dari segmen anterior yaitu

konjungtiva hingga sebagian badan kaca dibelakang lensa.

Dengan alat ini dapat dilihat luas, tebal, dan lokalisasi kekeruhan

lensa apakah katarak tersebut sentral, perifer, imatur, matur, dll.

(5) Pemeriksaan Ultrasonografi

2. 1.8. Anatomi Lensa Mata

Lensa mata adalah suatu jaringan atau organ yang berbentuk

bikonveks, transparan, avaskuler, dan tidak berwarna, yang terletak pada bilik

belakang mata diantara iris dan badan kaca. Lensa mempunyai dua

permukaan, yaitu permukaan anterior dan permukaan posterior, dimana

permukaan posterior lebih cembung. Batas pertemuan antara kedua

permukaan anterior dan posterior disebut equator. Pada bagian depan

permukaan anterior berhubungan dengan bilik depan mata, melalui pupil dan

permukaan belakang iris. Di bagian posterior lensa berhubungan dengan

badan kaca. Pusat permukaan anterior disebut anterior pole, yang terletak

sekitar 3 mm dibelakang kornea. Pusat permukaan posterior disebut posterior


16

pole. Posisi lensa tetap stabil, oleh karena adanya sabut zonuler yang

menghubungkan equator lensa denga epitel badan silier, yang disebut Zonula

Zini.

2. 1. 9. Proses Terjadinya Katarak

Lensa mata tidak mengandung pembuluh darah bukan berarti bukan

berarti bahwa lensa merupakan jaringan yang mati. Untuk mempertahankan

sifat- sifat khas dan fungsi dari lensa mata sebagai media penglihatan yang

harus dipertahankan kejernihannya diperlukan proses metabolisme didalam

lensa sendiri.

Kedudukan lensa yang terletak didalam cairan aquos, memberikan

petunjuk bahwa cairan aquos menggantikan fungsi pembuluh darah dalam

hal pengiriman nutrisi ke dalam lensa mata. Kebutuhan kapsul dan epitel

lensa sebagai selaput yang dapat di lalui oleh bahan metabolisme , penting

sekali peranannya sebagai alat transport nutrisi. Bahan-bahan metabolime

penting sekali peranannya sebagai alat transport nutrisi.

Bahan-bahan tersebut adalah Oksigen, Glukosa, Protein, Glutation, Vitamin

C dan B12, Air dan elektrolit.

1. Proses pada nukleus : Serabut-serabut yang terbentuk lebih dulu akan

terdorong ke arah tengah, mengakibatkan selaput ditengah menjadi leih


17

padat (nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan

sklerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen.

2. Proses pada korteks : Timbulnya celah-celah diantara serabut lensa yang

berisi air dan penimbunan kalsium, mengakibatkan lensa menjadi lebih

tebal, lebih cembung dan membengkak menjadi lebih miop.

3. Secara kimia pembentukan katarak oleh karena penurunan pengambilan

oksigen dan peningkatan air, Na, Cl, Ca sedangkan potasium, vitamin C

dan protein menurun. Glutation tidak ditemukan pada lensa yang keruh

ini.

4. Sejak beberapa tahun yang lalu diduga sinar ultra violet merupakan salah

satu penyebab katarak sinilis ini.

2.1.10 Penatalaksanaan katarak

Penatalaksanaan katarak dilakukan dengan prosedur pembedahan

1. Operasi katarak ekstrakapsuler

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran

isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga

massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan

melalui incisi 9-10 mm, lens intraokular diletakan pada kapsul posterior.

2. Operasi katarak intrakapsuler


18

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh kapsul, dilakukan

pada zonula zini yng telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus.

3. Phacoemulsifikasi

Tindakan pembedhan dengan menggunakan gelombang ultrasonic untuk

menghancurkan nukleus kemudian di aspirasi melalui incisi 2,5-3 mm dan

dimasukan lensa okular yag dilipat

2.1.11 Persiapan Operasi Katarak

1. Pasien di terima di ruang rawat inap

2. Pengkajian :

(1) Anamnesa : Nama pasien, usia, pendidikan dan pekerjaan, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat kesehatan dahulu, konsumsi

obat yang diminum sekarang, dan riwayat allergi.

(2) Pemeriksaan fisik : Tensi Badan, nadi, BB, TB, Gula Darah, visus.

1) Persiapan operasi :

a. Inform consent :

(1)Tanda tangan persetujuan operasi dari pasien, saksi keluarga, saksi

perawat, dan tanda tangan dokter operator.

(2) Operasi katarak mata sebelah kanan atau kiri.

(3) Pembedahan dilakukan dengan bius total atau lokal.


19

b. Identitas pasien ( ID cart ) : nama pasien, nama dr. Operator, operasi

mata kanan/ kiri, tehnik operasi, dan nama kamar pasien.

c. Baju operasi

d. Potong bulu mata yang akan di operasi ( kanan/ kiri )

e. Tetes antibiotika mata yang akan operasi

f. Tetes efrisel dan mydriatil pada mata yang akan di operasi

g. Obat Oral : ( sesuai pesanan dokter )

h. Bila operasi dengan bius lokal persiapan tanpa puasa, bila dengan bius

total pasien dipuasakan.

i. Penderita tidak diperbolehkan memakai bedak atau make up, dan

rambut dirapikan.

j. Bila pupil mata sudah lebar, mata yang akan di operasi di beri betadin

swab ( pasien menutup mata ) dan di bebat. Kemudian pasien siap di

antar dengan kursi roda ke kamar operasi sesuai jadwal operasinya.

2.1.12 Penatalaksanaan Pasca Operasi

1. Pasien kembali ke ruang rawat inap, kemudian istirahat.

2. Bila pasien dilakukan pembedahan dengan bius lokal, pasien bisa

diperbolehkan pulang minimal 2 jam sesudah operasi atau sesuai dengan

pesanan dokter. Bila pasien dilakukan pembedahan dengan bius total

pasien baru diperbolehkan pulang minimal satu hari sesudah operasi

atau sesuai pesanan dokter.


20

3. Terapi obat – obatan sesuai pesanan dokter : antibiotika per oral / injeksi

dan obat anti rasa sakit ( bila perlu ).

4. Bila pasien akan pulang dipersiapkan dischart planning, dengan

memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya, meliputi :

a. Diit : bagi penderita dengan diabetes diharapkan makan makanan

rendah kalori dan bagi penderita tanpa diabetes makana bebas.

b. Penderita setelah pulang istirahat, mengurangi akifitas.

c. Tidak boleh membungkuk.

d. Tidak boleh mengangkat berat lebih dari 10 kg.

e. Dilarang mengejan keras sewaktu buang air besar.

f. Sementara posisi sujud, rukuk jangan dulu,bila sholat sambil duduk.

g. Jangan terkena air, mata yang di operasi.

h. Posisi tidur bila miring, sebaiknya miring kesebelah mata yang tidak

operasi, tidak boleh tidur tengkurap.

i. Jangan sampai terbentur atau menggosok mata.

j. Cara memberikan obat mata dan obat – obatan yang harus diberikan

baik obat tetes maupun obat per oral.

k. Jadwal kontrol , tempat dan waktu kontrol.

2.1.13 Komplikasi Pasca Operasi

Ada beberapa komplikasi pasca operasi yang harus diperhatikan, mulai

dari yang ringan seperti luka yang kurang baik penyembuhannya, sampai

pada komplikasi berat seperti endophtalmitis.


21

Beberapa komplikasi pasca operasi yang harus diwaspadai antara lain :

1. Luka yang tidak sempurna menutup

Luka operasi yang tidak menutup dengan baik merupakan komplikasi yang

ringan karena bisa langsung diatasi, tetapi dapat menjadi sumber resiko

untuk komplikasi yang lebih berat yaitu endoptalmitis.

2. Edema kornea

Edema kornea merupakan komplikasi pasca operasi yang sering terjadi

dari ringan sampai berat.

3. Inflamasi dan Uveitis

Komplikasi ini terjadi karena sisa korteks yang tertingal masih cukup

banyak, atau penderita dengan riwayat uveitis sebelumnya.

4. Atonic Pupil

Pupil tidak dapat mengecil dengan diameter diatas 5 mm dengan

pemberian cahaya biasanya akibat trauma mekanik akibat trauma mekanik

intraoperasi maupun akibat obat-obatan intraokuler.

5. Pupillary capture

Adalah keadaan dimana haptic iol berada dibilik mata belakang tetapi

sebagian optic IOL tersebut terjepit oleh iris sehingga terjepit pada bilik

mata depan.

6. Endoptalmitis
22

Komplikasi ini merupakan kejadian yang sangat berat dan jarang sekali

visus penderita dapat pulih seperti sebelum terkena endoptalmitis,Salah

satu resiko terjadinya endoptalmitis adalah lamanya operasi. Endoptamitis

adalah peradangan pada seluruh jaringan intra okuler, dimana meskipun

angka kejadiannya cukup kecil tetapi bisa menyebabkan kerusakan

intraokuler yang cukup parah sehingga visus sulit untuk dipulihkan.

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Pengertian Diabet Melitus

Dibetes Diabetus didefinisikan sebagai penyakit gangguaan metabolik

yang dikuti dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) dikarenakan

adanya kerusakan terhadap sekresi insulin atau kerja insulin (Smeltzer, 2016).

Diabetes Melitus adalah Penyakit kronis yang terjadi ketika pangkreas

tidak mampu menghasilkan insulin atau ketika tubuh tidak mampu

memanfaatkan insulin dengan baik biasanya ditandai dengan kondisi

hiperglikemi ( WHO, 2018 ).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa diabetes

melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit dengan gangguan metabolik yang

disertai dengan meningkatnya kadar glukosa darah akibat menurunnya produksi

insulin dan kerja insulin atau keduanya.

2.2.2. Faktor Penyebab


23

Diabetes mellitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel – sel

beta pulau langerhans yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya insulin

tidak diproduksi secara optimal dan insulin berkurang. Selain itu Diabetes

melitus juga terjadi karena adanya gangguan pada sistem insulin yang berperan

dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan tersebut terjadi karena

kegemukan atau obesitas atau yang disebabkan yang lainya ( Hasdianah,

2012).

Beberapa faktor yang menjadi pemicu ntara lain :

1. Pola makan

Makan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin membuat

kadar glukosa dalam darah menjadi meningkat dan memicu terjadinya

diabetes

2. Obesitas

Diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas. Lebih dari 8 dari 10

penderita diabetes adalah mereka yang mengalami obasitas. Resistensi

kerja insulin juga ditentukan dengan banyaknya jaringan tubuh, otot dan

jaringan lemak. Lemak tersebut akan memblokir kerja insulin terhadap

glukosa sehingga glukosa tertimbun dalam darah (Tandra, 2018). Seseorang

dikatakan obesitas jika terjadi kelebihan berat badan minimal 20% dari berat

badan ideal atau memiliki BMI minimal 27 kg/m2 (LeMone, 2012).

3. Faktor usia
24

Degeneraasi akibat proses penuaan dapat menyebabkan perubahan

fisiologis dan biokimia dimulai dari tingkat sel, jaringan maupun organ yaitu

sel beta pada pankreas yang memproduksi insulin (Lestari, 2013).

4. Faktor genetik

Diabetes dapat di turunkan dari keluarga yang memiliki riwayat DM. Anak-

anak dari pasien diabetes memiliki peluang sebesar 15% untuk terkenan

diabetes dan seberas 30% resiko terjadi intoleransi glukosa (LeMone, 2012).

5. Pemakaian obat obatan dan bahan kimia

Menurunnya fungsi pankreas dalam memproduksi insulin dapat dipicu

dengan penggunaan bahan kimia yang mampu mengiritasi pankreas

sehingga terjadi pangkreatitis.

6. Pola hidup

Orang yang kurang melakukan aktivitas fisik memiliki resiko terkena

diabetes, karena olahraga mampu membakar kalori yang berlebih dalam

tubuh. Salah satu pemicu diabetes yaitu adanya penumpukan kalori dalam

tubuh (Tandra, 2018).

2.2.3 Klasifikasi diabet melitus

Klasifikasi diabet melitus menurut Tandra 2018 sebagai berikut :

1. Diabet tipe 1
25

Diabet melitus tipe 1 disebut juga Insulin Dependent Diabetes Melitus

merupakan diabet yang bergantung terhadap insulin yang disuntikkan untuk

mengontrol gula darah. Diabetes tipe 1 terjadi karena adanya kerusakan sel

beta pada pankreas dalam memproduksi insulin. Ketidakmampuan sel beta

dalam memproduksi insulin menyebabkan glukosa yang berasal dari luar

tubuh tidak tersimpan dihati sehingga menimbulkan hiperglikemi.

2. Diabet tipe 2

Diabetes tipe 2 atau biasa disebut Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) merupakan DM yang tidak memiliki ketergantungan

terhadap insulin (Tarwoto dkk, 2016). Sekitar 90%-95% penderita DM adalah

Pasien diabetes tipe 2, masih bisa memproduksi insulin, namun dengan

kualitas yang buruk, dan tidak dapat bekerja secara maksimal untuk

memasukkan gula ke dalam sel tubuh. Menurut Tandra (2018) menyebutkan

bahwa DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin terhadap sel-sel jaringan

dan otot menyebabkan glukosa tidak dapat berdifusi dengan sel dan

menyebabkan penimbunan dalam darah. Biasanya hal tersebut terjadi pada

pasien DM tipe 2 dengan obesitas.

3. Diabet pada kehamilan

Diabetes kehamilan atau disebut diabetes tipe gestational diabetes.

Diabetes ini baru diketahui pada usia kehamilan trimester kedua, namun

sering dijumpai pada trimester ketiga (tiga bulan terakhir kehamilan) akibat

pembentukan hormon. Kadar glukosa darah akan kembali normal paska

persalinan. Hal yang harus diwaspadai yaitu ibu hamil dengan diabetes dapat
26

berubah menjadi tipe 2. Pengontrolan dan pemeriksaan secara rutin sangat

penting dilakukan Ibu hamil dengan diabetes untuk mencegah komplikasi,

baik pada ibu maupun janin di kandungannya (Tandra, 2018).

2.2.4 Patofisiologi

Sebagian beser patologi diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan efek

utama kekurangan insulin yaitu :

1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel sel tubuh, yang mengakibatkan

peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200

mg per 100 ml.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga

menyebabkan kelainan metabolisma lemak maupun pengendapan lipid pada

dinding vaskuler.

3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

2.2.5 Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik menurut Tarwoto dkk ( 2016 ) Tandra ( 2018 ) tanda dan

gejala yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus yaitu :

1. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urine )


27

Hiperglikemia mengakibatkan sebagian dari glukosa disekresi oleh ginjal

bersamaan dengan urin karena tubulus ginjal mengalami keterbatasan

dalam proses filtrasi dan reabsorpsi. Frekuensi miksi dipengaruhi oleh

konsumsi air yang bnyak sehingga meningkatkan pengeluaran glukosa.

2. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat besar

dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.

3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien

diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian

besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

4. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )

Adanya peningkatan katabolisme, cadangan energi berkurang akibat

terjadinya pemecahan glikogen untuk energi, hal tersebut yang

merangsang pusat lapar.

5. Berat badan menurun

Berat badan mengalami penurunan akibat hilangannya cairan tubuh,

glikogen, cadangan trigliserida dan massa otot. Otot tidak mendapatkan

gula dan energi yang cukup, sehingga pemecahan jaringan lemak dan otot

diperlukan untuk mencukupi kebutuhan energi dan mengakibatkan berat

badan pasien menurun.

6. Gangguan mata penglihatan kabur


28

Pada keadaan kronis, melambatnya aliran darah akibat hiperglikemi, tidak

lancarnya sirkulasi ke vaskuer, dan memicu terjadinya kerusakan retina

serta keruhnya lensa mata.

7. Masalah pada kulit

Peningkatan glukosa menyebabkan terjadinya penimbunan pada kulit

sehingga timbul sensasi gatal, jamur dan bakteri pun mudah menyerang

area kulit.

8. Kesemutan akibat terjadinya neuropati

Kadar glukosa yang tinggi mengakibatkan terjadinya kerusakan pada

saraf. Rusaknya saraf sensoris menimbulkan keluhan yang sering muncul

yaitu rasa kesemutan atau mati rasa. Selain itu juga sering munculnya rasa

nyeri pada bagian tubuh tertentu seperti lengan, betis, dan kaki bahkan

timbul sensasi seperti terbakar.

9. Luka sulit sembuh.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan luka sulit sembuh yaitu: (1)

infeksi, bakteri akan mudah berkembang ketika kadar gula darah tinggi,

(2) dinding pembuluh darah mengalami kerusakan, sehingga aliran

darah menuju ke kapiler menjadi lambat dan menghambat proses

pemyembuhan luka, (3) gangguan saraf atau mati rasa membuat pasien

tidak peduli pada lukanya dan memperparah luka tersebut.

10. Gusi menjadi merah dang bengkak


29

Melemahnya kemampuan rongga mulut dalam melawan infeksi, sehingga

gusi menjadi merah dan bengkak, timbulnya infeksi, serta gigi mudah

tanggal.

2.2.6. Komplikasi

1. Komplikasi yang bersifat akut

a. Koma hipoglikemia

Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat – obat diabet yang

melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam

darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam

sel.

b. Ketoasidosis

Minimnya glukosa didalam sel akan mengakibatkan sel akan mencari

sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada

glukosa maka benda – benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan

mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda – benda keton

yang berlebihan yang dapat mengakibatkan asidosis.


30

c. Koma hiperosmolar nonketotik

Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan

ekstrasel karena banyak diekresi lewat urine.

2. Komplikasi yang bersifat kronik

a. Makrongiopati, yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh

darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami

atherosklerosis. Komplikasi makroaniopati adalah penyakit vaskuler

otak, penyakit arteria koronaria dan penyakit vaskuler perifer.

b. Mikroangiopati, yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati

diabetika, nefropatidiabetic. Perubahan–perubahan mikrovaskuler


2
yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara

jaringan dan pembuluh darah sekitar. Retinopati mempunyai dua

type yaitu :

1) Retinopati back graund dimulai dari mikroneunisma di dalam

pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.

2) Retinopati proliferatif yang merupakan perkembangan lanjut dari

retinopati back graunt, terdapat pembentukan pembuluh darah

baru pada retina dan perdarahan pada rongga vitreum dan juga

mengalami pembentukan katarak yang disebabkan oleh


31

hyperglykemia yang berkepanjangan menyebabkan pembeng-

kakan lensa dan kerusakan lensa.

c. Neuropati diabetika, Akumulasi orbital di dalam jaringan dan

perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorikdan motorik saraf

menurun kehilangan sensori mengakibatkan persepsi nyeri.

d. Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi saluran

kemih.

e. Kaki Diabetik, Perubahan mikroangiopati dan neuropati

menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya

dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, ganggren.

2.2.7. Penatalaksanaan

1. Obat

Obat- obat Hyperglikemik Oral ( OHO )


2
a. Golongan sulfoniluria

Cara kerja : Merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin

b. Golongan Biguanid

Cara kerja : golongan obat ini tidak merangsang sekresi insulin dan dapat

menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak

pernah menyebabkan hypoglikemi.

c. Alfa Glukosida Inhibitor


32

Cara kerja : obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa

glukosidasidase di dalam saluran cernasehingga dapat

menurunkanpenyerapan glukosa dan menurunkan hyperglikemipost

prandial.

d. Insulin Sensitizing Agent

Obat ini mempunyai efekfarmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai

masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

2. Insulin

Dari sekian banyak jenis insulin, mada 3 jenis yang penting :

a. Yang kerjanya cepat : RI ( Regular Insulin ) dengan masa kerja 2 – 4

jam.

b. Yang kerjanya sedang : NPN, dengan masa kerja 6 – 12 jam.

c. Yang kerjanya lambat : PZI ( Protamme Zinc Insulin ), dengan masa

kerja 18 – 24 jam.

3. Diit

Tujuan umum penatalaksanaan diit pada diabetes mellitus adalah :

a. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar

normal. 2
b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.

d. Meningkatkan kualitas hidup


33

Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut :

a. Untuk menentukan diit harus mengetahui kebutuhan energi dari

penderita diabetes mellitus.

b. Mementukan BB ideal pasien dengan rumus :

( Tinggi Badan – 100 )- 10 % Kg.

c. Menentuka kebutuhan kalori penderita , kalau wanita : BB ideal x 25

Sedangkan Laki- laki : BB ideal x 30.

d. Menerapkan makanan yang dapat di konsumsi penderita diabetes

mellitus dengan berpatokan pada jumlah bahan makanan harian dari

tiap makanan.

4. Olah Raga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 – 4 kali tiap minggu selama kurang

lebih ½ jam yang sifatnya sesuai CRIPE ( Continous Rythmiccal Intensity

Progressive Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti,

otot- otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur yang akan merangsang

peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel.

Yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olah raga

sebelum makan dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan

hypoglikemi.

2.2.8. Kelainan Lensa pada diabet mellitus


34

a. Katarak Diabetes Sejati (jarang terjadi)

Pada diabetes juvenilis yang parah, kadang – kadang timbul katarak bilateral

secara akut dan lensa mungkin akan menjadi opak dalam beberapa minggu.

b. Katarak Sinilis pada Diabet (sering terjadi)

Pada pengidap diabetes, sklerosis- nuklear inilis, kelainan subkapsular

posterior, dan kekeruhan korteks terjadi lebih sering, dan lebih dini.

2.3. Tajam Penglihatan ( visus )

2.3.1 Pengertian Tajam Penglihatan

Pengertian tajam penglihatan atau visus secara umum adalah

kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk melihat suatu objek. Visus

normal adalah kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk membedakan 2

dua titik secara terpisah dengan membentuk sudut 1 menit pada jarak 5 meter

atau 6 meter.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan

dengan kartu snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan di

ukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari ( hitung jari ),

maupun proyeksi sinar. Pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan

melihat kemampuan mata untuk membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada

jarak baku kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20
35

untuk penglihtan normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada

jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut ( Widyawati &

Bani, 2017 ).

Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6

( 20/15 atau 20/20 ). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea,

sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji

warna, waktu papar dan klainan refraksi mata dapat merubah tajam

penglihatan ( Ilyas & Yulianti, 2018 ).

2.3.2 Mengukur Tajam Penglihatan

Untuk mengukur tajam penglihatan sebaiknya dilakukan di ruangan yang

tidak terlalu terang, karena akibat dari rasa silau maka akan terjadi akomodasi.

Pengukuran untuk uji penglihatan menggunakan kartu snellen dan jarak pengukuran

dilakukan 5 sampai 6 meter dari kartu snellen. Ditentukan baris huruf terkecil yang

masih dapat dibaca dan dilihat baris huruf yang terbaca maka tajam penglihatan

dinyatakan 6 dibagi jarak huruf baris yang masih terbaca.Untuk penglihatan normal

mempunyai tajam penglihatan 6/6.

Kartu snellen merupakan kartu untuk uji penglihatan jauh, dimana pada

tajam penglihatan 6/6 berarti dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang

normal huruf tersebut juga dapat dilihat pada jarak 6 meter. Beberapa contoh

pemeriksaan menggunakan kartu snellen:


36

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti pasien dapat melihat huruf pada

jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada

jarak 6 meter.

2. Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka

30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka

50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti pasien hanya dapat melihat pada

jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat

Gambar 2.1 Kartu Snellen


37

Pemeriksaan tajam penglihatan tidak menggunakan kartu snellen :

1. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu snellen maka

dilakukan uji hitung jari. Jari dapat diihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter.

2. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya

3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai

1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

3. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan

pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan

atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat

lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah

1/300.

4. Biala pasien hanya dapat melihat sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian

tangan maka tajam penglihatannya adalah 1/ tak terhingga, dan bagi orang

normal melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga.

5. Bila pasien sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan

penglihatannya adalah nol atau buta total.

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi visus atau tajam penglihatan

1. Kelelahan Mata
38

Kelelahan mata merupakan akibat dari stress pada alat penglihatan.

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang intensif pada fungsi tunggal

(single function) dari mata. Stress yang persisten pada otot akomodasi dapat

terjadi pada saat seseorang menyalakan inspeksi pada obyek yang berukuran

kecil dan pada jarak dekat serta dalam waktu lama. Stress pada retina terjadi

bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan dan waktu

pengamatan yang cukup lama. Kelelahan mata ditandai oleh :

a. Iritasi pada mata atau konjungtivitas (konjungtiva berwarna merah dan

mengeluarkan air mata)

b. Penglihatan ganda

c. Sakit kepala

d. Daya akomodasi dan konvergensi menurun

e. Ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dan kecepatan persepsi

menurun

2. Usia dan akomodasi

Usia mempunyai pengaruh yang penting terhadap akomodasi, dengan

meningkatnya usia, elastisitas lensa akan semakin berkurang. Keadaan ini

akan menyebabkan menurunnya kemampuan lensa untuk memfokuskan

obyek pada retina sehingga titik dekat akan bergerak menjauhi mata. Titik

jauh umumnya tidak mengalami perubahan. Dengan meningkatnya usia,

kecepatan akomodasi akan menurun pula.

3. Masa kerja
39

Mata yang berakomodasi terus menerus dalam waktu yang lama akan

menurunkan kemampuan penglihatan dekatnya dan menyebabkan nyeri

kepala dan nyeri pada mata. Stress pada retina dapat terjadi bila terdapat

kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan dan waktu pengamatan

yang cukup lama.

4. Jarak Pandang Kerja

Posisi mata terhadap obyek yang kecil dan dekat penting sekali diperhatikan.

Mata yang terakomodasi dalam waktu yang lama akan cepat menurunkan

kemampuan melihat dekat.

5. Perawatan Mata

Mata sebaiknya dibiarkan basah dengan berkedip, karena saat berkedip air

mata akan diratakan keseluruh permukaan dan dialirkan keseluruh mata.

Cara merawat mata adalah sebagai berikut :

a. Perbanyak mengkonsumsi sayuran hijau, tomat, wortel dan segelas susu

setiap harinya

b. Lindungi mata dari sinar UV, debu angina dan cahaya yang terlalu

terang dengan menggunakan kacamata.

c. Istirahatkan mata tiap beberapa jam sekali saat kerja

d. Membawa obat tetes mata untuk pertolongan pertama. Tetes mata yang

baik harus steril, bebas dari berbagai mikroorganisme


40

e. Hindari menggosok mata bila kemasukan debu, karena mata akan

semakin teriritasi.

f. Hindari pencahayaan buruk saat membaca.

g. Lakukanpemeriksaan mata rutin, terutama jika merah, berair, gatal dan

sering sakit kepala.

6. Riwayat Pekerjaan

Riwayat pekerjaan memerlukan ketajaman penglihatan yang cukup

menyebabkan kerja otot terlalu berat sehingga mata mudah lelah dan pedih

sehingga dapat mempercepat timbulnya myopia terutama pada seorang yang

punya bakat. Penyebabnya karena sudah terbiasa melihat benda atau tulisan

dengan sangat dekat sehingga lensa mata terbiasa tebal.

7. Riwayat Penyakit

Pengidap kencing manis dan tekanan darah tinggi akan mengalami diplopia,

pada banyak kasus diabetes adalah penyebab paling dominan pada gangguan

mata. Diabetes yang menyebabkan gangguan pada retina, diabetes

menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang memeberikan makanan pada

retina. Pembuluh darah yang lemah ini dapat bocor dan menyebabkan

keluarnya cairan atau darah yang dengan sendirinya membuat bagian

tertentu padaretina membesar. Retina adalah tempat cahaya difokuskan,

maka cahaya yang masuk melalui lensa mata tersebut akan mmbentuk

bayangan kabur.gambar bayangan kabur itu yang disampaikan keotak

sehingga tidak dapat diterjemahkan dengan sempurna. Pada pasien diabetes

penting diperhatikan pola makan agar gula darah tidak semakin tinggi.
41

Selain diabetes, katarak mengakibatkan penurunan penglihatan dikarenakan

kekeruhan pada lensa, sedangkan glaucoma dikarenakan gangguan lapang

pandang penglihatan dan atrofi saraf optic, konjungtivitis pun juga bias

mengakibatkan penurunan penglihatan karena peradangan pada selaput yang

melapisi mata. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, AMD, macular hole,

optic atrophy dan trauma juga menyebabkan penurunan penglihatan.

2.3.4. Klasifikasi Gangguan Visus atau Tajam Penglihatan

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mendefinisikan gangguan

penglihatan sebagai berikut :

1. Kategori 1 :

Rabun atau penglihatan < 6/18

2. Kategori 2 :

Rabun, tajam penglihatan < 6/60

3. Kategori 3 :

Buta, tajam penglihatan < 3/60, lapang pandangan < 10 derajat

4. Kategori 4 :

Buta, tajam penglihatan < 1/60, lapang pandangan < 5 derajat

5. Kategori 5 :

Buta dan tidak ada persepsi sinar

Tabel 2.2 Tajam Penglihatan dalam prosentase sesuai kartu Snellen di RS. Mata
Undaan Surabaya
42

No Tajam Penglihatan (Visus) pada Tajam Penglihatan Kategori


kartu Snellen (Visus) dalam penglihatan
Prosentase
1. 6/6 10/10 100 % Normal
2. 6/7 9/10 90 %
3. 6/9 8/10 80 %
4. 6/12 7/10 70 % Hampir
5. 6/20 6/10 60 % normal
6. 6/25 5/10 50 %
7. 6/30 4/10 40 %
8. 6/40 3/10 30 % rendah
9. 6/50 2/10 20 %
10. 6/60 1/10 10 %
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Kerangka konsep adalah abstraksi dari variabel yang diamati dalam bentuk

bagan agar mudah diinformasikan (Sopiyudin, 2014), kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1 Kerangka konsep

Faktor penyebab
Penatalaksanaan post op
 Usia
Pasien Post Op
 Radikal bebas  Diit
 Radiasi ultraviolet  Banyak istirahat
 Merokok  Tidak boleh
 Dehidrasi membungkuk
 Trauma Visus  Tidak boleh
 Infeksi Pasca Op mengangkat berat
katarak  Tidak boleh mengejan
 Obat
H+7  Sholat sambil duduk
kortikosteroid
 Penyakit sistemik  Jangan terkena air
 Tidur miring ke arah
mata yang tidak
operasi
 Jangan menggosok
area mata
DM Non DM  Berikan obat mata
 Jadwal kontrol
Baik Baik
Kurang Kurang
Cukup Cukup

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau

Visus Pasca Operasi Katarak Diabetik dan Non Diabetik

Keterangan :

: diteliti : tidak diteliti

43
44

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu asumsi dari pernyataan tentang hubungan antara dua

variabel atau lebih, variabel yang diharapkan dapat menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian (Sopiyudin, 2014).

Ha : Tidak terdapat perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau Visus Pasca Operasi

Katarak Diabetik dan Non Diabetik, dengan catatan bahwa kadar gula darah pada

pasien Diabet harus terkontrol pada persiapan pra dan pasca operasi katarak.
BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah Suatu prosedur atau cara untuk mengetahui

sesuatu langkah-langkah sistematis untuk mendapatkan fakta atau prinsip baru

yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian atau hal baru dan menaikan

tingkat ilmu serta teknologi.

4.1. Rancang BangunPenelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Observasional analitik

dengan studi Cross sectional yaitu suatu penelitian yang mencoba mencari

hubungan antar variabel. Penelitian ini perlu dilakukan analisis terhadap data

yang dikumpulkan ( Notoatmodjo, 2012 ).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2022

2. Tempat penelitian berada di Rawat Inap dan Rawat Jalan Rumah Sakit Mata

Undaan Surabaya, jalan Undaan Kulon no. 17 – 19 Kecamatan Genteng

Surabaya. Peneliti memilih Rumah Sakit Mata Undaan sebagai tempat

penelitian karena rumah sakit khusus mata ini memiliki jumlah operasional

pasien yang menjalani pembedahan yang tinggi dan memiliki teknologi terkini

pada bidang pembedahan mata di wilayah Surabaya.

43
44

4.3. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yaitu langkah – langkah kerja dalam

melakukan penelitan secara umum.

Populasi
Semua pasien pasca operasi katarak DM dan non DM di RSMU Surabaya
dengan jumlah 181 pasien
Sampling
random sampling

Sampel
Pasien pasca operasi katarak DM dan non DM di RSMU Surabaya dengan
jumlah 64 pasien

Pasien DM 32 pasien dengan Pasien non DM 32 pasien dengan


observasi observasi

Pengumpulan data
Dilakukan dengan koding, scoring, tabulating

SPSS uji T

H
a
si
l

Kesimpulan
45

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau Visus Pasca

Operasi Katarak Diabetik dan Non Diabetik di Rs Mata Undaan

Surabaya

4.4. Sampling Desain

4.4.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah Wilayah generalisasi yang berupa obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karateristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk

di amati dan di ambil kesimpulanya ( Sugiyono, 2016 ). Sedangkan menrut


2
Arikunto ( 2016 ) populasi adalah seluruh subyek dalam lingkup penelitian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek

penelitian yang mempunyai kualitas dan karateristik yang di amati oleh

peneliti untuk di ambil kesimpulannya. Populasi dalam penelitian adalah

penderita katarak DM dan non DM pasca operasi katarak di Rawat Inap dan

Rawat Jalan Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya dengan jumlah 181 pasien.

4.4.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah objek atau subyek yang mempunyai

kualitas dan karateristik yang dimiliki oleh populasi ( Sugiyono, 2016 ).

Sedangkan menurut Arikunto ( 2016 ) sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang di ambil untuk di teliti. Dapat disimpulkan dari kedua pendapat

di atas sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek atau subyek sebagai
46

wakil yang memiliki kualitas dan karateristik yang dimiliki oleh populasi

untuk diteliti.

Sampel dalam Penelitian ini adalah pada pasien dengan DM dan tanpa

DM pasca operasi katarak di Rawat Inap dan Rawat Jalan di Rumah Sakit

Mata Undaan Surabaya dengan jumlah 64 pasien.

4.4.3 Kriteria inklusi

Kriteria Inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan

atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

1. Pasien berusia 40 tahun ke atas

2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

3. Domisili pasien

4. Pasien yang menjalani pembedahan katarak

5. Pasien DM dan Non DM

6. Pasien kontrol H +7 Pasca operasi

4.4.4 Besar Sampel

Didalam menentukan besarnya sampel, menggunakan rumus Slovin :

n= N

1 + N (d2)

n= 181
47

1 + 181 (0,12)

n= 181

2,81

n = 64,4 responden

n = 64 responden

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

e = Tingkat kekeliruan dalam pengambilan sampel ( 0,1 )

Dari perhitungan besar sampel diatas ditemukan sampel dalam

penelitian ini berjumlah 64 responden.

Tabel 4.1 Jumlah sampel pasca operasi katarak DM dan non DM

Jenis Katarak Jumlah Responden

Katarak DM 32 Pasien

Katarak non DM 32 Pasien


48

4.4.5 Teknik Sampling

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan

Probability sampling, yaitu bahwa setiap subyek dalam populasi mempunyai

kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Dalam pemilihan

menggunakan sampel dengan cara simple random sampling yaitu untuk

mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak setelah semuanya

terkumpul. Pada penelitian ini jumlah populasi pasien pasca operasi katarak

sebanyak 181 pasien, maka secara acak kami mengambil masing – masing 32

pasien DM dan 32 Non DM melalui pengambilan nomor yang telah ditulis.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota - anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok yang lain ( Sugiyono, 2016 ).

4.5.1 Variabel independent

Variabel independent adalah variabel yang menjadi pengaruh terhadap

dampak yang ditimbulkan oleh variabel tergantung ( Sopiyudin, 2014 ).

Variabel independent dalam penelitian ini adalah pasien katarak DM dan

katarak non DM.


49

4.5.2 Variabel dependen

Variabel dependent adalah variabel yang bergantung pada variabel

bebas ( Sopiyudin, 2014). Variabel dependent pada penelitian ini adalah Tajam

penglihatan pasca operasi katarak DM dan non DM.


50

4.6 Definisi Operasional

Definisi opersional adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari objek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh

peneliti untuk dipeljari dan kemudian ditark kesimpulan.

Definisi Operasional dalam penelitian ini, adalah pada tabel di bawah ini

Tabel 4.2 Definisi Operasional Perbedaan Hasil Tajam penglihatan atau Visus

Pasca Operasi Katarak Diabetik dan Non Diabetik

Prosentase
Definisi Instrumen
No Variabel Indikator Skala Skor dalam
Operasional / alat ukur
penglihatan
51

1. Hasil Visus Pengukuran Pasien Kartu Rasio 6/6 100%


Pasca opersi tajam non DM Snellen 6/7 90%
katarak non penglihatan 6/9 80%
DM Pasca 6/12 70%
operasi 6/20 60%
katarak 6/25 50%
6/30 40%
6/40 30%
6/50 20%
6/60 10%

2 Hasil Visus Pengukuran Pasien Kartu Rasio 6/6 100%


Pasca opersi tajam DM Snellen 6/7 90%
katarak DM penglihatan 6/9 80%
Pasca 6/12 70%
operasi 6/20 60%
katarak 6/25 50%
6/30 40%
6/40 30%
6/50 20%
6/60 10%

4.7. Pengumpulan Data dan Analisa Data

4.7.1 Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat atau cara yang diperlukan untuk

pengumpulan data yang baik sehingga data yang dikumpulkan merupakan

data yang valid, andal (reliable), dan aktual. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hasil visus dalam hal ini alat yang digunakan snellen

chart dengan cara observasi ( mengunakan lembar observasi rekam medik ).

4.7.2 Pengumpulan Data


52

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan surat izin dan

persetujuan dari bagian akademik program studi S1 Keperawatan Stikes

Ganesha Husada Kediri yang telah disetujui oleh Ketua Stikes Ganesha

Husada Kediri, kemudian surat izin disampaikan ke Direktorat RS Mata

Undaan Surabaya untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah mendapatkan

ijin dari Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya, peneliti mengadakan observasi

tajam penglihatan (visus) terhadap pasien DM dan non DM pasca operasi

katarak. Hasil dari pengumpulan data dicatat dalam lembar observasi dalam

bentuk prosentase dan narasi, tanpa di beri nama melainkan hanya kode

khusus.

4.7.3 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari

Stikes Ganesha Husada Kediri dan izin dari RS Mata Undaan Surabaya.

Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang berhubungan

dengan etika penelitian meliputi :

1. Lembar persetujuan ( Informed Consent )

Lembar persetujuan diberikan dan dijelaskan pada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi.


53

2. Tanpa nama ( Anonimity )

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subyek, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.

3. Kerahasiaan ( Confidentiality )

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.7.4 Analisa Data

Tehnik analisa data yang dilakukan adalah dengan cara melakukan

analisa data secara observasi. Variabel data yang terkumpul dengan metode

pengumpulan data secara observasi dan pengamatan yang telah dikumpulkan

kemudian di olah dengan tahap sebagai berikut:

1. Memberi tanda kode (coding)

Hasil data yang diperoleh diklasifkasikan ke dalam kategori yang telah

ditentukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada

masing – masing variabel

2. Scoring

Menentukan skor atau nilai untuk tiap kali item data dan tentukan nilai

terendah dan tertinggi.

3. Tabulating

Mentabulasi data yang diperoleh sesuai dengan item data.


54

Setelah data terkumpul selanjutnya diproses untuk menganalisa dengan

uji statistik t. Uji t digunakan untuk membandingkan rata – rata visus pada

hasil pasca operasi katarak dengan pasien diabet dan non diabet.
BAB 5

ANALISA HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang hasil analisa penelitian . Penelitian ini telah

dilaksanakan pada bulan 7 Maret – 1 April 2022 di RS Mata Undaan Surabaya. Hasil

penelitian ini meliputi data umum berisi tentang data demografi dan karakteristik

responden (jenis kelamin dan usia), sedangkan data khusus adalah data yang diteliti

sesuai dengan tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yaitu meliputi hasil visus

pasca operasi katarak dengan DM dan non DM serta perbedaan hasil visus keduanya.

Analisa data dilakukan secara Observasional Analitik dengan pendekatan cross

sectional. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan T – test atau Uji t

Independent pada program SPSS.

5.1. Hasil Penelitian

Pada hasil penelitian akan diuraikan tentang data umum dan data khusus. Pada

data umum akan disajikan profil Rumah Sakit Mata Undaan, yang saat ini digunakan

sebagai tempat penelitian dan karakteristik sampel penelitian sebagai data khususnya.

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Mata Undaan merupakan rumah sakit khusus mata yang

diresmikan pada 29 April 1944 dan berada di bawah yayasan P4M yang terletak di Jl.

Undaan Kulon 17 – 19 Kelurahan Peneleh Kecamatan Genteng Kotamadya Surabaya

dengan batas – batas wilayah adalah sebagai berikut :

55
56

- Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Simokerto

- Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Tambaksari

- Sebelah Selatan : Jalan Genteng Kali

- Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Bubutan

RS Mata Undaan adalah rumah sakit swasta yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga

menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten.

Rumah sakit ini memiliki jumlah 45 tempat tidur inap dan 20 tempat tidur

untuk perawatan satu hari. Rumah Sakit Mata Undaan memiliki jumlah dokter

sebanyak 18 dokter spesialis mata, 1 spesialis penyakit dalam, 1 spesialis kardiologi,

dan 2 spesialis anastesi dan reanimasi.

Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan yang bermutu dan profesional Rumah

Sakit Mata Undaan Surabaya telah melakukan peremajaan secara fasilitas gedung,

peralatan medis, dan non-medis serta peningkatan mutu SDM, Klinik Subspesialis

dan penunjang diagnostik canggih berada di lantai 1 dengan lobby dan ruang tunggu

yang luas dan nyaman, dilengkapi apotik, optik, dan mini cafetaria. Dilantai 2

terdapat ruang rawat inap VVIP, VIP, kelas I, Kelas II, kelas III, bangsal, dan ruang

perawatan satu hari. Delapan kamar operasi, masing- masing dengan mikroskop

operasi, mesin fakoemulsifikasi dan dilengkapi serta ruang pemulihan, melayani tidak

kurang dari 50 operasi besar dan kecil setiap hari. Ruang administrasi, perpustakaan,

dan ruang pertemuan yang dilengkapi dengan CCTV dari kamar operasi untuk demo

live surgery dan teaching. Pelayanan poliklinik spesialis mata dan pelayanan 24 jam
57

dibuka untuk melayani keadaan darurat mata (UGD Mata) setiap hari, sekalipun hari

libur.

Jenis Layanan yang dapat diberikan oleh RS Mata Undaan yaitu :

1. Opthalmologi Umum

2. Bedah Refraktif

3. Subspesialis Vitreoretina

4. Subspesialis Glaukoma

5. Opthalmologi Pediatrik dan Strabismus

6. Onkologi dan Rekonstruksi Opthalmologi

7. Lasic

8. Subspesialis Kornea dan External Disease

9. Anastesi

Rumah Sakit Mata Undaan memiliki 4 unit utama dalam pelayanan rumah

sakit yaitu :

1. Unit rawat inap yang terdiri dari 3 subunit yaitu zaal, ruang one day care,

dan rawat inap kelas 3 hingga VVIP.

2. Unit Poliklinik yang terdiri dari sub unit rekam medis, rawat jalan, ruang

konsultasi penyakit dalam dan ruang konsultasi subspesialis mata.

3. Unit Penunjang medis yang terdiri dari sub unit laboratorium, dan

penunjang medis.

4. Unit Kamar Operasi

5. Unit Lasic
58

Adapun visi, misi, tujuan, dan motto Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya adalah :

1. Visi:"Menjadi Pilihan Utama Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Mata."

2. Misi:

a. Memberikan Pelayanan Kesehatan Mata Melebihi Harapan Orang dengan

Harga Terjangkau.

b. Membentuk SDM Rumah Sakit yang Profesional, Menguasai Teknologi yang

Memadai, Produktif, Pembelajar, Berintegritas, Berkomitmen Tinggi, dan

Penuh Gagasan Baru.

c. Senantiasa Melakukan Penelitian Guna Meningkatkan dan Mengembangkan

Pelayanan dan Sumber Daya Organisasi.

d. Turut Berpartisipasi dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kesehatan Mata.

e. Membentuk Rumah Sakit yang Ramah Lingkungan.

f. Peduli pada Kesehatan Mata Masyarakat Kurang Mampu.

3. Tujuan:

a. Menjadi Rumah Sakit Mata Rujukan bagi Kawasan Indonesia Timur.

b. Turut Serta Mengurangi Angka Kebutaan.

c. Meningkatkan Kekayaan Organisasi untuk Melestarikan Amal Usaha Para

Pendiri dan Mensejahterakan Karyawan Melalui Efisiensi dan Efektivitas

Kerja.

d. Meraih Kepercayaan Masyarakat Melalui Upaya yang Profesional, Integritas

Tinggi, dan Kepuasan Pelanggan


59

5.1.2 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan terhadap pasien yang telah melakukan operasi katarak

64 orang dengan pembagian responden dengan Diabetes Mellitus dan Non-Diabetes

Mellitus, masing-masing 32 responden.

Berikut ini karakteristik dari responden tersebut :

1. Domisili Responden

a. Responden dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Domisili Jumlah

Surabaya 19 Responden

Luar Surabaya 13 Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes

Mellitus Berdasarkan Domisilinya

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa berdasarkan domisili

responden, jumlah responden dengan riwayat Diabetes Mellitus

sebagian besar dari kota Surabaya sebanyak 19 responden ( 59 % )

sedangkan sebagian kecil dari luar kota Surabaya sebanyak 13

responden ( 41 % ).
60

b. Responden dengan Riwayat Non - Diabetes Mellitus

Domisili Jumlah

Surabaya 20 Responden

Luar Surabaya 12 Responden

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non-

Diabetes Mellitus Berdasarkan Domisilinya

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa berdasarkan domisili

responden, jumlah responden dengan riwayat Non Diabetes Mellitus

sebagian besar dari kota Surabaya sebanyak 20 responden ( 63 % )

sedangkan sebagian kecil dari luar kota Surabaya sebanyak 12

responden ( 37 % ).

2. Jenis Kelamin

a. Jenis Kelamin Responden Dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Jenis Kelamin Jumlah

Laki Laki 21 Responden

Perempuan 11 Responden

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes

Mellitus Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui sebagian besar responden dengan

riwayat Diabetes Mellitus berjenis kelamin laki laki, yaitu 21


61

respoden ( 66% ), sedangkan sebagian kecil berjenis kelamin

perempuan sebanyak 11 responden ( 34 % ).

b. Jenis Kelamin Responden Dengan Riwayat Non - Diabetes Mellitus

Jenis Kelamin Jumlah

Laki laki 17 Responden

Perempuan 15 Responden

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non -

Diabetes Mellitus Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui sebagian besar responden dengan

riwayat Non - Diabetes Mellitus berjenis kelamin laki-laki, yaitu 17

orang ( 53 % ), Sedangkan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan

yaitu 15 responden ( 47 % ).

3. Usia

a. Usia Responden Dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Usia Jumlah

40 – 50 Tahun 7 Responden

51 – 60 Tahun 9 Responden

61 – 70 Tahun 13 Responden

71 – 80 Tahun 3 Responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Diabetes

Mellitus Berdasarkan Kelompok Usia


62

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui kelompok usia sebagian besar

responden dengan riwayat Diabetes Mellitus adalah 61 - 70 tahun,

sebanyak 13 responden ( 41 % ) sedangkan sebagian kecil responden

berusia 71 – 80 tahun sebanyak 3 responden ( 9 % ).

b. Usia Responden Dengan Riwayat Non - Diabetes Mellitus

Usia Jumlah

40 – 50 Tahun 4 Responden

51 – 60 Tahun 15 Responden

61 – 70 Tahun 11 Responden

71 – 80 Tahun 2 Responden

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden dengan Riwayat Non -

Diabetes Mellitus Berdasarkan Kelompok Usia

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui kelompok usia sebagian besar

responden dengan riwayat non Diabetes Mellitus adalah 51 - 60 tahun,

sebanyak 15 responden ( 46 % ) sedangkan sebagian kecil responden

berusia 71 – 80 tahun sebanyak 2 responden ( 6 % ).

5.1.2. Data Khusus

5.1.2.1. Diskripsi Visus

Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi atau gambaran visus (ketajaman

penglihatan) responden dengan riwayat diabetes mellitus dan non – diabetes mellitus
63

setelah operasi katarak pada hari ketujuh, di mana sebagian besar pada hari ini

penderita katarak mengalami masa stabil.

1. Visus Responden Dengan Riwayat Diabetes Pasca Operasi Katarak Pada Hari ke 7

Dari segi kuantitas, visus atau ketajaman penglihatan responden dengan

riwayat diabetes mellitus pasca operasi katarak pada hari ketujuh mengalami

perubahan cukup signifikan. Visus mereka berkisar antara 6


/60 sampai 6
/6

sebagaimana yang terdapat pada Tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Visus Responden dengan Riwayat


Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS.
Mata Undaan
Tajam penglihatan Responden Dengan Riwayat Diabetes
(visus) pada kartu Mellitus
snellen Frekuensi Prosentase
6/60 2 6%
6/50 0 0%
6/40 0 0%
6/30 2 6%
6/25 2 6%
6/20 13 41%
6/12 6 19%
6/9 6 19%
6/7 0 0%
6/6 1 3%
Jumlah 32 100%

Berdasarkan Tabel 5.7, sebagian besar responden mengalami peningkatan

visus hingga mencapai pada ukuran 6/20, yaitu 13 orang (41%) dan ada seorang

responden (3%) yang mengalami peningkatan sampai mencapai ukuran 6/6.


64

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Prosentase Visus Responden dengan


Riwayat Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi
Katarak di RS. Mata Undaan
Prosentase
Frekuensi Persentase
Kenaikan Visus
10% 2 6%
20% 0 0%
30% 0 0%
40% 2 6%
50% 2 6%
60% 13 41%
70% 6 19%
80% 6 19%
90% 0 0%
100% 1 3%
Jumlah 32 100%

Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa dalam kondisi stabil, responden

dengan riwayat Diabetes Mellitus sebagian besar mengalami kenaikan visus

sebesar 60%, yaitu sebanyak 13 orang (41%). Dan terdapat seorang responden

(3%) yang mengalami kenaikan hingga 100%.

2. Visus Responden Dengan Riwayat Non - Diabetes Mellitus Pasca Operasi

Katarak Pada Hari Ke 7

Visus responden dengan riwayat non-diabetes mellitus pasca operasi

katarak pada hari ketujuh mengalami perubahan yang juga cukup signifikan,

berkisar antara 6/60 sampai 6/9, sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan

responden diabetes mellitus.


65

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Visus Responden dengan Riwayat Non


Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca Operasi Katarak di RS.
Mata Undaan
Tajam penglihatan Responden Dengan Riwayat
(visus) pada kartu Non Diabetes Mellitus
snellen Frekuensi Persentase
6/60 2 6%
6/50 0 0%
6/40 1 3%
6/30 1 3%
6/25 1 3%
6/20 6 19%
6/12 12 38%
6/9 9 28%
6/7 0 0%
6/6 0 0%
Jumlah 32 100%

Berdasarkan Tabel 5.9, sebagian besar responden mengalami peningkatan

visus hingga mencapai pada ukuran 6/12, yaitu 12 orang ( 38 % ) dan ada 1

responden (3%) yang mengalami peningkatan ukuran visus 6/40, 6/30, 6/25 .
66

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Persentase Visus Responden dengan


Riwayat Non-Diabetes Mellitus pada Hari Ke 7 Pasca
Operasi Katarak di RS. Mata Undaan
Persentase
Frekuensi Persentase
Kenaikan Visus
10% 2 6%
20% 0 0%
30% 1 3%
40% 1 3%
50% 1 3%
60% 6 19%
70% 12 38%
80% 9 28%
90% 0 0%
100% 0 0%
Jumlah 32 100%

Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa dalam kondisi stabil, reponden

dengan riwayat Non – Diabetes Mellitus sebagian besar mengalami kenaikan

visus sebesar 70%, yaitu sebanyak 12 orang (41%), tetapi tak seorangpun yang

mencapai pada peningkatan 100% sebagaimana yang terjadi pada responden

dengan riwayat Diabetes Mellitus.

3. Perbedaan Visus Responden Dengan Riwayat Diabetes Mellitus dan Non -

Diabetes Mellitus Pasca Operasi Katarak Pada Hari ke 7

Sebagaimana yang telah diuraikan pada 2 sub bagian sebelumnya, bahwa:

a. Dari segi kuantitas ukuran visus pada kartu Snellen, responden dengan

riwayat Diabetes Mellitus sebagian besar pada ukuran 6


/20, sedangkan

responden Non-Diabetes Mellitus pada ukuran 6/12.


67

b. Dari segi prosentase visus responden dengan riwayat Diabetes Mellitus

sebagian besar meningkat hingga 60%, sedangkan responden Non-Diabetes

Mellitus meningkat hingga 70%.

5.1.2.2. Pengujian Hasil Visus

Berikut ini pengujian hasil visus melalui perhitungan statistik dengan

menggunakan Uji t pada Program SPSS:

Tabel 5.11 Penghitungan Group Statistics dengan menggunakan SPSS

Group Statistics

Riwayat Penyakit N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase Visus Diabetes Mellitus 32 61,88 18,393 3,251

Non Diabetes Mellitus 32 64,38 18,481 3,267

Dengan memperhatikan Tabel 5.11, dapat diketahui bahwa rata-rata visus dari

kedua kelompok responden tidak jauh berbeda, hanya selisih 2,50.

Tabel 5.12 Penghitungan Uji T independent dengan menggunakan SPSS


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Persentase Equal variances


,056 ,814 -,542 62 ,589 -2,500 4,609 -11,714 6,714
Visus assumed

Equal variances 61,99


-,542 ,589 -2,500 4,609 -11,714 6,714
not assumed 9

Keterangan:
Pada penghitungan tersebut, diketahui hasil uji t baik dengan menggunakan

varian sama maupun berbeda sebesar -0,542 dengan F pada angka 0,056. Dengan
68

demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini Ha diterima, artinya tidak

ada perbedaan visus antara pasien dengan riwayat Diabetik Mellitus dan Non –

Diabetik Mellitus setelah dilakukan operasi katarak.


69

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1. Pembahasan

Sebagian besar pasien katarak dioperasi ketika mereka merasa penglihatannya sudah

terganggu (97%), dengan visus atau ketajaman penglihatan pada ukuran Lp (+) (Light

perceptions) atau hanya merespon adanya cahaya saja hingga ukuran 6/60 atau

penglihatan mereka berfungsi kurang dari 10%. Menurut kriteria WHO , visus atau

ketajaman penglihatan dengan ukuran tersebut dapat dikelompokkan sebagai rabun

(kurang dari 6/60).

6.1.1. Visus Pasien Dengan Riwayat Diabetes Mellitus Pasca Operasi Katarak Pada

Hari ke 7

Berdasarkan Tabel 5.7 di atas, dapat digambarkan bahwa sebagian besar

responden mengalami peningkatan visus hingga mencapai pada ukuran 6/20, yaitu 13

orang (41%) dan ada seorang responden (3%) yang mengalami peningkatan sampai

mencapai ukuran 6/6. Jenis kelamin didominasi oleh laki – laki sebanyak 21 responden

dan karakteristik usia sebagian besar memiliki usia diatas 40 tahun yang merupakan

dewasa akhir dan usia lanjut. Faktor utama dari terjadinya katarak adalah karena

bertambahnya usia. Degeneraasi akibat proses penuaan dapat menyebabkan

perubahan fisiologis dan biokimia dimulai dari tingkat sel, jaringan maupun organ

yaitu sel beta pada pankreas yang memproduksi insulin (Lestari, 2013).
70

Menurut WHO 2018 Diabetes Melitus merupakan suatu Penyakit kronis yang

terjadi ketika pangkreas tidak mampu menghasilkan insulin atau ketika tubuh tidak

mampu memanfaatkan insulin dengan baik biasanya ditandai dengan kondisi

hiperglikemi. Diabetes mellitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel

– sel beta pulau langerhans yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya insulin

tidak diproduksi secara optimal dan insulin berkurang. Selain itu Diabetes melitus

juga terjadi karena adanya gangguan pada sistem insulin yang berperan dalam

memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan tersebut terjadi karena kegemukan atau

obesitas atau yang disebabkan yang lainya ( Hasdianah, 2012). Pada keadaan

hyperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa, semakin

tinggi konsentrasi gula darah semakin banyak sorbitol yang diproduksi sehingga

memicu peningkatan insiden maturasi katarak diabetik. Saat glukosa darah tidak

terkontrol maka dapat menyebabkan lensa mata menjadi bengkak, makula edema,

timbulnya perdarahan pada saraf mata yang menyebabkan penurunan visus ( Riordan

dan Whitcher, 2012 ).

Secara umum tingkat keberhasilan pasien katarak dengan riwayat Diabetes

Mellitus setelah dilakukan operasi berpeluang sama besar dengan pasien Non-

Diabetes Mellitus, bahkan ada seorang pasien yang mencapai tingkat kemajuan

tertinggi yaitu mendapatkan kembali penglihatannya sebesar 100%. Dengan kata lain

dapat diasumsikan bahwa visus pada penderita katarak dengan riwayat Diabetes

Mellitus tidak sebaik penderita katarak Non – Diabetes Mellitus jika Diabetes

Mellitus pasien tidak teregulasi. dan kurangnya perawatan mata pasca operasi
71

sehingga dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi lainnya, termasuk infeksi pada

mata atau endhoftalmitis. Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa Kualitas dokter

dan perawat instrument dan sarana penunjang operasi juga sangat mempengaruhi

hasil operasi dan tidak semua dokter dan perawat instrument mampu untuk

melakukan pembedahan hingga tingkat pencapaian hasil maksimum.

Tingkat keberhasilan ini juga dipengaruhi oleh teknik operasi yang akan

digunakan. Dengan demikian pemulihan luka relatif lebih cepat, dan hal ini sesuai

bagi pasien yang memiliki riwayat Diabetes Mellitus.

6.1.2. Visus Responden Dengan Riwayat Non - Diabetes Mellitus Pasca Operasi

Katarak Pada Hari ke 7

Berdasarkan Tabel 5.9 di atas dapat digambarkan bahwa sebagian besar

responden mengalami peningkatan visus hingga mencapai pada ukuran 6/12, yaitu 12

orang ( 38 % ) dan ada 1 responden (3%) yang mengalami peningkatan ukuran visus
6
/40, 6/30, 6/25. Sebagian besar responden dengan riwayat Non - Diabetes Mellitus berjenis

kelamin laki-laki, yaitu 17 orang ( 53 % ), Sedangkan sebagian kecil berjenis kelamin

perempuan yaitu 15 responden ( 47 % ). karakteristik usia sebagian besar memiliki

usia diatas 40 tahun yang merupakan dewasa akhir dan usia lanjut.

Menurut Ilyas 2014 Katarak merupakan kelainan pada lensa mata yang keruh

di dalam bola mata. Katarak terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang

mengakibatkan tergantungnya cahaya masuk ke dalam bola mata, sehingga

penglihatan mata menjadi kabur dan lama kelamaan dapat menyebabkan kebutaan.
72

Semakin bertambah usia seseorang dapat mempengaruhi lensa. Lensa akan tumbuh

terus menerus dan membentuk serat lensa dengan arah pertumbuhan yang konsentris.

Oleh karena itu semakin bertambah usia seseorang lensa mata akan menjadi lebih

tebal, berat dan keras. Sehinga lensa tidak dapat meneruskan cahaya serta lensa tidak

dapat menembus cahaya.

Tingkat kemajuan visus yang dicapai pasien dengan riwayat Non – Diabetes Mellitus

berkisar antara 10% sampai dengan 80%, sebagian besar mencapai peningkatan 70%.

Menurut Ilyas salah satu faktor penyebab dari katarak adalah usia. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian, di mana hampir semua pasien berusia 40 tahun ke atas

yang mengalami katarak. faktor usia pada hal ini disebabkan tidak adanya faktor yang

menjadikan kondisi pasien lebih parah, seperti Diabetes Mellitus.

Menurut peneliti tidak adanya penyakit penyerta dapat membantu

memperbaiki fungsi penglihatan pasca operasi serta pentingnya perawatan pasca

operasi katarak juga pentng dalam mengembalikan tajam penglihatan, sebab

komplikasi pasca operasi eperti endofthalmitis ataupun edema kornea akan

menyebabkan fungsi penglihatan dapat menurun.

6.1.3. Perbedaan Visus Responden Dengan Riwayat Diabetes Mellitus dan Non -

Diabetes Mellitus Pasca Operasi Katarak Pada Hari ke 7

Berdasarkan hasil penelitian, secara kuantitatif ada sedikit perbedaan visus antara

pasien dengan riwayat Diabetes Mellitus dengan Non-Diabetes Mellitus, akan tetapi

secara statistik, perbedaan itu tidak bermakna. Dengan dimikian hasil penelitian ini
73

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada visus pasca operasi katarak

bagi penderita dengan riwayat Diabetes Mellitus maupun Non-Diabetes Mellitus pada

hari ketujuh

6.2 Keterbatasan

Berdasarkan pada pengalaman langsung peneliti dalam proses penelitian ini

ada beberapa keterbatasan yang di alami dan dapat menjadi faktor yang dapat

menjadi perhatian bagi peneliti yang akan datang dalam lebih menyempurnakan

penelitiannya karena penelitian ini sendiri tentu memiliki kekurangan yang perlu di

perbaiki dalam penelitian kedepannya. Beberap keterbatasan dalam pnelitian ini

antara lain :

1. Waktu penelitian yang sangat singkat

2. Jumlah responden yang hanya 64, tentunya masih kurang untuk

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.


74

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian yang

dilakukan, dan saran – saran sesuai dengan kesimpulan yang diambil.

7.1. Simpulan

Berdasarkan data analisis dari verifikasi hipotesis, dapat diambil kesimpulan,

sebagai berikut :

1. Sebagian besar Visual outcome atau visus setelah operasi katarak pada hari

ketujuh pada penderita katarak dengan DM mengalami peningkatan dari

kategori buruk ke kategori sedang dan baik yang mencapai ukuran 6/20 yaitu

13 orang ( 41 % ).

2. Sebagian besar Visual outcome atau visus setelah operasi katarak pada hari

ketujuh pada penderita katarak tanpa DM mengalami peningkatan dengan

kategori baik sebesar 6/12 yaitu 12 orang ( 38 % ).

3. Tidak ada perbedaan yang bermakna mengenai visual outcome pada pasien

diabet dan non diabet setelah dilakukan operasi katarak.


75

7.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang dapat peneliti berikan

adalah sebagai berikut :

1. Responden

Bagi penderita katarak dengan diabet mellitus tidak usah merasa khawatir

atau takut terhadap bedah katarak dengan penanaman lensa intra okuler,

kerena setelah operasi dapat memperoleh visus yang optimal asalkan dapat

menjaga gula darah agar tetap stabil.

2. Institusi

Bedah katarak pada diabet mellitus cukup aman dan efek samping relative

sama dengan non diabet mellitus. Dengan memperhatikan persiapan operasi

lebih intensif, tetap melakukan pengontrolan kadar gula darah pre operasi,

maupun pasca operasi serta manipulasi yang seminimal mungkin selama

pembedahan sehingga komplikasi dapat dihindari.

3. Peneliti selanjutnya

Dalam hal ini peneliti menyadari adanya keterbatasan waktu dan pemikiran,

sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan

factor factor lain yang dapat menghasilkan visus yang lebih baik pasca

operasi katarak.
76

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka


Cipta.

Depkes. (2017). Rakernas 2017 : Integrasi Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan


Indonesia Sehat.
http://www.depkes.go.id/article/view/17022700006/rakernas-2017.

Hutauruk J.A. 2018. Katarak dan Fakoemulsifikasi. Edisi kedua. Jakarta

Hasdianah, HR. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus pada Orang Dewasa dan Anak-
anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuh Medika.

Infodatin. (2014). Situasi gangguan Penglihatan dan Kebutaan.


https://www.google.com.

Ilyas S. (2014). Ikthisar Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Cetaka kedua. Jakarta.

Ilyas S dan Yuliati S. R. 2015. Ilmu penyakit mata, Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.

Le Mone, Priscilla, K.M Burke & Bauldoff. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Vol 2. Jakarta : EGC

Notoatmojo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Patel et al. 2012. Cataract: A major secondary diabetic complication International


Current Pharmaceutical Journal.

Riordan-eva, P., Whitcher, J.P. 2012. Ofthalmologi Umum Vaughan dan Asbury,
Ed17. Jakarta: EGC

Smeltzer , S. C. 2016. Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi 12.
Jakarta : EGC

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung : PT


ALFABETA.
77

Sopiyudin, Dahlan. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan ( 6 ed ).


Jakarta : Salemba Medika

Tandra, H. 2018. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes
Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan
Mudah. Edisi Kedua. Jakarta : Gramedia

Tarwoto, dkk. 2016. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta : Trans Info Media.

Word Health Organization. 2018. Diabetes.

Yud ( 2019 ). Penderita Katarak. https//www.berita satu.com


Nomor : 015/AJ/SGH/II/2022 Kediri, 28 Februari 2022

Lampiran :-

Perihal : Permohonan ijin penelitian

Kepada Yth. :
Direktur RS Mata Undaan
Surabaya
di
Tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyusunan penelitian Skripsi mahasiswa Program Studi S1


Keperawatan STIKES Ganesha Husada Kediri tahun akademik 2021/2022, maka kami mohon
ijin untuk pelaksanaan penelitian Skripsi mahasiswa kami :

Nama : Rahman hakim

NIM : 20.12.1.050.3
Judul : Perbedaan Hasil Visus Atau Tajam Penglihatan Pasca Operasi Katarak DM Dan
No DM di RS Mata Undaan

Tanggal : 07 Maret – 01 April 2022

Demikian surat permohonan dari kami, atas perhatian dan kerjasama Bapak / Ibu
kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,
STIKes Ganesha Husada Kediri
Ketua

AgusPriyanto, SKM., M.Pd


NIK. 2 720814 1 201402 01
Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan d bawah ini :

Kode Respoden :

Alamat :

Menyatakan bahwa bersedia menjadi responden dalam penelitian dari :

Nama : Rahman Hakim

Nim : 20.12.1.050.3

Judul : Perbedaan Tajam Penglihatan atau Visus Pasca Operasi Katarak DM dan

non DM

Saya sudah mendapatkan penjelasan terkait prosedur penelitian ini dan saya

diberi kesempatan untuk bertanya terkait hal-hal yang belum saya pahami dan

mendapat jawaban yang sesuai. Penelitian ini tidak memberikan dampak dan

resiko yang merugikan bagi saya. Peneliti akan menjaga kerahasiaan terkait informasi

yang sudah saya berikan. Saya menyatakan sadar dan sukarela menjadi responden

dalam penelitian ini serta bersedia memberikan pernyataan dengan sebenar

benarnya.

Surabaya, Maret 2022


Lampiran 2

SURAT PERMOHONAN IZIN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rahman Hakim

Nim : 20.12.1.050.3

Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “ Perbedaan Tajam

Penglihatan atau Visus Pasca Operasi Katarak DM dan non DM. Kerahasian semua

informasi akan di jaga dan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh karena

itu penelitian ini tidak perlu saya tuliskan nama lengkap, hanya inisial saja. Saya

mohon kesediannya pihak rekam medis untuk mendatangani lembar persetujuan yang

saya lampirkan tanpa ada paksaan.

Demikian permohonan dari saya, atas bantuan nya saya mengucapkan terima

kasih.

Hormat saya

Rahman Hakim
Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN

Setelah saya membaca dan memahami isi dari penjelasan permohonan izin,

maka saya petugas rekam medis bersedia untuk turut serta dalam proses penelitian

yang dilakukan oleh :

Nama : Rahman Hakim

Nim : 20.12.1.050.3

Judul : Perbedaan Tajam Penglihatan atau Visus Pasca Operasi Katarak DM

dan non DM

Saya memahami bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat dan tidak

membahayakan Rumah Sakit sehingga saya atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan

bersedia turut serta dalam proses penelitian ini.

Surabaya, Maret 2022

Pihak Rekam Medik


Lampiran 4

Data Karateristik Responden

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan jawablah pertanyaan sesuai keadaan

Bapak/Ibu yang sesungguhnya. Jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti mohon

ditanyakan kepada kami.

2. Isilah titik-titik yang tersedia dengan jawaban yang benar.

3. Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh

Bapak/Ibu dengan cara memberikan tanda (√).

Karakteristik Responden

1. Kode Responden :
2. Usia :

40 thn – 50 thn 60 thn – 70 thn


50 thn – 60 thn 70 thn – 80 thn
3. Jenis Kelamin

Laki – laki Perempuan


4. Alamat

Surabaya Luar Surabaya


5. Apakah anda mempunyai penyakit Diabetes mellitus atau tidak..............

/ Ya

Tidak
Lampiran 5

SNELLEN CHART
Lampiran 6

Lembar observasi visus pasien katarak DM dan non DM

No Rekam Medis Kota Sex Usia Visus


DATA PASIEN OPERASI KATARAK DENGAN DM
No RM Kota Sex Age Visus
Hari ke
         
7
1 1210592 Surabaya 2 44 6/20

2 668333 Surabaya 2 61 6/20

3 808848 Surabaya 1 41 6/12

4 811255 Surabaya 1 57 6/20

5 810188 Lamongan 1 59 6/12

6 778826 Surabaya 1 46 6/12

7 801991 Surabaya 1 53 6/12

8 816643 Surabaya 1 50 6/6

9 652834 Surabaya 1 69 6/25

10 1388364 Situbondo 2 58 6/20

11 788707 Surabaya 2 65 6/12

12 807153 Surabaya 2 64 6/30

13 6709629 Sidoarjo 1 49 6/25

14 854624 Surabaya 1 67 6/60

15 796119 Surabaya 1 72 6/20

16 1335524 Surabaya 2 75 6/9

17 816473 Surabaya 2 64 6/9

18 1289134 Mimika 1 65 6/20

19 816888 Pasuruan 1 63 6/20

20 567324 Pasuruan 1 60 6/20

21 1202122 Surabaya 1 54 6/20


22 816935 Surabaya 1 63 6/9

23 817005 Pamekasan 1 55 6/20

24 1220572 Lamongan 2 73 6/20

25 804057 Mojokerto 2 68 6/9

26 812358 Surabaya 1 46 6/9

27 780579 Pasuruan 2 62 6/9

28 815723 Sidoarjo 1 67 6/12

29 816397 Surabaya 2 56 6/20

30 1263834 Magetan 1 51 6/20

31 1089682 Surabaya 1 65 6/30

32 816137 Lumajang 1 50 6/60

DATA PASIEN OPERASI KATARAK DENGAN NON-DM


No RM Kota Sex Age Visus
Hari ke
         
7
1 1291454 Tuban 2 50 6/20

2 1340844 Surabaya 2 50 6/12

3 815215 Lamongan 1 60 6/20

4 1340684 Sampit 2 65 6/20

5 1311044 Surabaya 2 41 6/12

6 1332744 Surabaya 1 40 6/9

7 791259 Surabaya 2 40 6/9


8 750183 Surabaya 1 43 6/12

9 981382 Surabaya 1 86 6/9

10 809971 Surabaya 2 56 6/12

11 816971 Surabaya 2 50 6/9

12 417386 Surabaya 2 42 6/25

13 791663 Surabaya 1 50 6/12

14 1340714 Surabaya 2 70 6/12

15 919352 Surabaya 1 59 6/60

16 1340394 Gresik 1 46 6/40

17 808677 Surabaya 2 84 6/20

18 806415 Lamongan 1 40 6/60

19 816347 Sidoarjo 2 50 6/12

20 816689 Surabaya 1 50 6/9

21 638103 Surabaya 1 63 6/30

22 816991 Surabaya 1 48 6/12

23 761763 Surabaya 2 80 6/9

24 395312 Surabaya 2 65 6/9

25 1291472 Mataram 1 60 6/12

26 1340215 Banyuwangi 1 70 6/20

27 800047 Surabaya 1 44 6/12

28 7221172 Malang 1 70 6/20

29 1221172 Ternate 1 56 6/12

30 790833 Mojokerto 2 54 6/9

31 809191 Mojokerto 1 73 6/9


32 816697 Surabaya 2 60 6/12

Lampiran 7

Data hasil rekapitulasi visus responden operasi katarak DM dan non DM

DATA PASIEN OPERASI KATARAK DENGAN DM


No RM Kota Sex Age Visus
Hari ke
          Persen
7
1 1210592 Surabaya 2 1 6/20 60,0%
2 668333 Surabaya 2 3 6/20 60,0%
3 808848 Surabaya 1 1 6/12 70,0%
4 811255 Surabaya 1 2 6/20 60,0%
5 810188 Lamongan 1 2 6/12 70,0%
6 778826 Surabaya 1 1 6/12 70,0%
7 801991 Surabaya 1 2 6/12 70,0%
8 816643 Surabaya 1 1 6/6 100,0%
9 652834 Surabaya 1 3 6/25 50,0%
10 1388364 Situbondo 2 2 6/20 60,0%
11 788707 Surabaya 2 3 6/12 70,0%
12 807153 Surabaya 2 3 6/30 40,0%
13 6709629 Sidoarjo 1 1 6/25 50,0%
14 854624 Surabaya 1 3 6/60 10,0%
15 796119 Surabaya 1 4 6/20 60,0%
16 1335524 Surabaya 2 4 6/9 80,0%
17 816473 Surabaya 2 3 6/9 80,0%
18 1289134 Mimika 1 3 6/20 60,0%
19 816888 Pasuruan 1 3 6/20 60,0%
20 567324 Pasuruan 1 2 6/20 60,0%
21 1202122 Surabaya 1 2 6/20 60,0%
22 816935 Surabaya 1 3 6/9 80,0%
23 817005 Pamekasan 1 2 6/20 60,0%
24 1220572 Lamongan 2 4 6/20 60,0%
25 804057 Mojokerto 2 3 6/9 80,0%
26 812358 Surabaya 1 1 6/9 80,0%
27 780579 Pasuruan 2 3 6/9 80,0%
28 815723 Sidoarjo 1 3 6/12 70,0%
29 816397 Surabaya 2 2 6/20 60,0%
30 1263834 Magetan 1 2 6/20 60,0%
31 1089682 Surabaya 1 3 6/30 40,0%
32 816137 Lumajang 1 1 6/60 10,0%

DATA PASIEN OPERASI KATARAK DENGAN NON-DM


No RM Kota Sex Age Visus
Hari ke
          Persen
7
1 1291454 Tuban 2 2 6/20 60,0%
2 1340844 Surabaya 2 2 6/12 70,0%
3 815215 Lamongan 1 3 6/20 60,0%
4 1340684 Sampit 2 4 6/20 60,0%
5 1311044 Surabaya 2 2 6/12 70,0%
6 1332744 Surabaya 1 3 6/9 80,0%
7 791259 Surabaya 2 2 6/9 80,0%
8 750183 Surabaya 1 3 6/12 70,0%
9 981382 Surabaya 1 4 6/9 80,0%
10 809971 Surabaya 2 2 6/12 70,0%
11 816971 Surabaya 2 3 6/9 80,0%
12 417386 Surabaya 2 2 6/25 50,0%
13 791663 Surabaya 1 3 6/12 70,0%
14 1340714 Surabaya 2 2 6/12 70,0%
15 919352 Surabaya 1 3 6/60 10,0%
16 1340394 Gresik 1 2 6/40 30,0%
17 808677 Surabaya 2 3 6/20 60,0%
18 806415 Lamongan 1 1 6/60 10,0%
19 816347 Sidoarjo 2 3 6/12 70,0%
20 816689 Surabaya 1 2 6/9 80,0%
21 638103 Surabaya 1 1 6/30 40,0%
22 816991 Surabaya 1 2 6/12 70,0%
23 761763 Surabaya 2 2 6/9 80,0%
24 395312 Surabaya 2 3 6/9 80,0%
25 1291472 Mataram 1 2 6/12 70,0%
26 1340215 Banyuwangi 1 2 6/20 60,0%
27 800047 Surabaya 1 1 6/12 70,0%
28 7221172 Malang 1 3 6/20 60,0%
29 1221172 Ternate 1 2 6/12 70,0%
30 790833 Mojokerto 2 3 6/9 80,0%
31 809191 Mojokerto 1 1 6/9 80,0%
32 816697 Surabaya 2 2 6/12 70,0%

Lampiran 8

HASIL SPSS UJI T

Perbedaan Visus Pasca Operasi Katarak DM dan Non DM

Variabel Bebas: Pasca operasi Katarak dengan DM dan Non DM

Variabel Terikat: Visus pasien

T-Test
Group Statistics

Riwayat Penyakit N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase Visus Diabetes Mellitus 32 61,88 18,393 3,251

Non Diabetes Mellitus 32 64,38 18,481 3,267

Keterangan:
a. Jumlah data valid 64; 32 untuk pasien dengan riwayat DM dan 32 untuk
pasien dengan riwayat non-DM.
b. Nilai rata-rata 61,88 untuk pasien dengan riwayat DM dan 64,38 untuk pasien
dengan riwayat non-DM
c. Standar deviasi 18,393 untuk pasien dengan riwayat DM dan 18,481 untuk
pasien dengan riwayat non-DM
d. Standar error rata-rata 3,251 untuk pasien dengan riwayat DM dan 3,267
untuk pasien dengan riwayat non-DM

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the

Sig. (2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper


Persentase Equal variances
,056 ,814 -,542 62 ,589 -2,500 4,609 -11,714 6,714
Visus assumed

Equal variances 61,99


-,542 ,589 -2,500 4,609 -11,714 6,714
not assumed 9

Keterangan:
F test akan menguji asumsi dasar dari t test bahwa varian kedua kelompok adalah
sama.
Hipotesis:

H0 = kedua kelompok memiliki varian yang sama

H1 = kedua kelompok memiliki varian yang tidak sama

Jika Sig > α , maka H0 diterima atau Sig < α, maka H0 ditolak

Nilai Sig (0,814) > α (0,05), maka H0 diterima, jadi kedua kelompok memiliki
varian yang sama.

Uji T-Test

a. Jika t Hitung < t tabel, maka H0 diterima atau t Hitung > t tabel, maka maka
H0 ditolak
b. Jika Sig (2 tailed) > α , maka H0 diterima atau Sig < α, maka H0 ditolak

Hipotesis:

H0 = Tidak ada perbedaan visus atau tajam penglihatan antara pasien pasca operasi
katarak dengan riwayat DM dan Non-DM

H1 = Terdapat perbedaan visus atau tajam penglihatan antara pasien pasca operasi
katarak dengan riwayat DM dan Non-DM

t hitung (-0,542) < t tabel (95%;64) 1,669, maka H0 diterima

Sig (2 tailed) (0,589) > α (0,025), maka H0 diterima.


Jadi Tidak ada perbedaan visus atau tajam penglihatan antara pasien pasca operasi
katarak dengan riwayat DM dan Non-DM

Persiapan operasi katarak

Nomor Revisi : 001 Halaman : 1/1

Ditetapkan Direktur,
Standar Prosedur Tanggal Terbit :
Operasional

Pengertian Persiapan operasi katarak salah satu tahapan operasi dimulai ketika
keputusan untuk melakukan pembedahan di buat dan berakir ketika
pasien di rujuk ke kamar operasi

Tujuan Tidak ada kemungkinan terjadi infeksi

Kebijakan Sesuai Peraturan Direktur Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya Nomor:
185/PER/DIR/RSMU/II/2019 tentang Panduan operasi katarak

Prosedur Sebelum melakukan rujukan kepada pasien katarak yang akan


melakukan operasi di lakukan pemeriksaan fisik yaitu :
1. Pengkajian terkait keadaan pasien, riwayat penyakit, riwayat alergi
dan riwayat pengobatan
2. Melakukan pemeriksaan kesadaran,tensi darah, Gula darah, visus
dan biometri
3. Hasil pemeriksaan dikonsultasikan dengan dokter penyakit dalam

Instalasi Terkait 1. Instalasi Kamar Operasi


2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Rawat Jalan

Anda mungkin juga menyukai