PENDAHULUAN
Program ini sebenarnya telah dicanangkan sejak tahun 2000, 2005, dan terakhir
tahun 2010 yang hasilnya belum seperti yang diharapkan karena banyak faktor
daya manusia (SDM), sehingga wajar bila program swasembada daging sapi
hingga sampai saat ini belum dapat dicapai. Oleh karena itu program
pemberdayaan dan peningkatan kinerja para peternak sapi potong rakyat perlu
adanya upaya yang serius dari lembaga yang terkait agar PSDS-2014 dapat
terwujud.
Sejalan dengan program pemerintah pusat akan PSDS yang dimulai tahun
Kabupaten Fakfak sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1986, 1988, 1996 oleh
Dinas Peternakan, dan tahun 1999 oleh Departemen Transmigrasi dengan jenis
sapi Bali karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis sapi
potong lainnya. Berdasarkan data yang telah diolah dari Dinas Pertanian dan
1
Kabupaten Fakfak, jumlah ternak sapi yang telah disebar sejak tahun 1986 – 1999
lebih kurang 175 ekor, namun hasilnya belum menunjukan kinerja seperti yang
diharapkan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan daging dan sapi hidup di daerah.
Fakfak dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Permintaan sapi untuk
hewan kurban pada tahun 2011 mencapai 175 ekor belum termasuk yang
Sedangkan dari sisi kelemahan, bahwa sistem pengembangan ternak sapi potong
yang diterapkan pada waktu lampau, yaitu sejak tahun 1986 - 1999 adalah sistem
hingga sekarang ini belum dapat diidentifikasi secara baik, karena kondisi ternak
sapi telah menjadi liar dan hidup berkeliaran di hutan secara bebas, sehingga
status kepemilikannya juga menjadi tidak jelas. Hal serupa juga terjadi pada
kondisi ternak sapi potong yang dikelola oleh Departemen Transmigrasi waktu
petani peternak saat itu dalam hal manajemen pemeliharaan belum baik karena
dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Fakfak Provinsi Papua
peternakan sapi potong pola gaduhan dengan sistem revolving (sistem guliran)
2
wujud pola kemitraan antara pemerintah sebagai inti yang menyediakan sarana
input antara lain : bibit sapi, bibit rumput dan kandang kelompok serta sarana
penunjang lainnya. Para peternak sapi sebagai plasma yang akan mengelola atau
memproses sarana input dan sumberdaya lainnya menjadi produksi anak sapi.
meningkatkan produksi daging sapi yang saat ini kebutuhan daging dan sapi
hidup masih didatangkan dari luar daerah. Tujuan yang kedua adalah untuk
kerja yang lebih banyak di perdesaan. Dalam jangka menengah, diharapkan dapat
tersebut.
oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Fakfak sebagai Kawasan Sentra
tersebut sebagai KSP sapi potong karena mempunyai potensi sumberdaya alam
berupa padang penggembalaan yang cukup luas. Selain potensi sumberdaya alam
hal beternak sapi potong, karena petani peternak ekstransmigrasi 60% berasal
3
dari Jawa, Madura, Sunda, NTT, dan NTB. 40% ekstransmigrasi lokal yang
Melalui dana APBD tahun 2002 dan Otsus (Otonomi Khusus) tahun 2002,
2003, 2004 dan 2007 telah dilakukan program pengembangan usaha peternakan
sapi potong pola gaduhan dengan sistem revolving kepada petani peternak di
Distrik Bomberay. Data penyebaran bibit sapi potong pola gaduhan sistem
Program ini adalah pola kemitraan, berarti ada hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan calon penggaduh.
Melakukan identifikasi dan seleksi calon penggaduh dan calon lokasi (CPCL), ini
serta motivasi calon penggaduh; 3). Menyediakan sarana input produksi berupa
bibit sapi potong, lahan HMT sebagai sumber bibit rumput, kandang sapi
produksi, yaitu merawat dan memelihara sapi gaduhan dengan baik agar bibit
sapi potong yang diterima dapat berproduksi dan berkembang dengan baik.
sapi atau pedet minimal umur satu tahun setelah masa kontrak lima tahun jatuh
tempo untuk digulirkan kepada petani peternak yang belum pernah mendapatkan
sapi potong. Hak penggaduh adalah mendapatkan semua sisa sapi setelah setoran
anak sapi dilunasi, bagi yang menggaduh satu ekor induk berkewajiban setor dua
4
anak sapi, sedangkan bagi yang menggaduh satu induk dan satu pejantan
pengawasan lalu lintas ternak, pengobatan ternak bila ada yang sakit dan
penarikan setoran anak sapi bila masa kontrak telah jatuh tempo. Selain itu,
penyediaan lahan HMT yang intensif dan partisipasi anggota keluarga dalam
memasuki berakhirnya masa kontrak sejak akhir 2007, 2008 dan awal 2010.
dilakukan penelitian atau pengkajian terhadap kinerja kegiatan secara baik dan
mendalam, khususnya sapi gaduhan yang masa kontraknya telah jatuh tempo.
seperti yang diharapkan, masih banyak masalah yang harus diselesaikan. Target
setoran anak sapi secara keseluruhan sebanyak 458 ekor, tetapi realisasi sampai
dengan tahun 2010 baru mencapai 289 ekor, ini berarti baru mencapai 63,1%
secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 01. Kondisi ini dikawatirkan akan
5
pendamping atau pemerintah. Dampak selanjutnya, proses guliran yang kedua
Distrik Bomberay selama masa kontrak dapat dilihat dari prestasi kinerjanya,
yaitu kinerja output dan kinerja outcome. Tinggi rendahnya prestasi kinerja
output dan kinerja outcome sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor input
produksi dan faktor proses produksi seperti yang telah diuraikan di atas. Hal ini
sesuai pendapat Rianto dan Purbowati (2010) keberhasilan bisnis usaha sapi
potong dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetis dan lingkungan.
Faktor genetis yaitu kualitas dari bibit sapi yang akan dipelihara, sedangkan
karena usaha peternakan sapi potong pola gaduhan sistem revolving yang
sesuatu yang diperlukan untuk proses produksi sapi, sedangkan outputnya adalah
6
produksi anak sapi. Karena usaha ini adalah usaha kemitraan antara pemerintah
dengan peternak penggaduh, maka input produksinya berasal dari pemerintah dan
yang dimilkinya.
manusia, material (Mahsun, 2009). Dalam penelitian ini, identifikasi faktor input
penggaduh dan calon lokasi (CPCL), tingkat pemahaman hasil pelatihan calon
penggaduh (CP), kualitas bibit ternak sapi yang diterima oleh penggaduh.
dukung lahan HMT, dan partisipasi anggota keluarga dalam mengelola usaha
2. Apakah faktor input dan faktor proses serta faktor output mempunyai
peternakan sapi potong pola gaduhan sistem revolving yang diusahakan oleh
7
1.3. Tujuan Penelitian
potong pola gaduhan sistem revolving yang selama ini dikembangkan oleh
2. Untuk menguji dan menganalisis faktor input dan faktor proses serta faktor
1. Bahan informasi awal bagi semua pihak untuk penelitian lebih lanjut dan
8
1.5. Definisi / Batasan Istilah
penelitian ini, penulis membuat definisi atau batasan istilah sebagai berikut:
penggaduh untuk berusaha sapi, ketersediaan daya dukung lahan HMT dan
anak sapi selama kurun waktu masa kontrak yaitu lima tahun.
anak sapi yang hidup dibagi dengan masa waktu lima tahun (masa kontrak)
dikalikan 100%.
9
6. Indikator outcome ialah hasil revolving dari pelunasan atas kewajiban
penggaduh untuk menyetor anak sapi kepada petugas atau pemerintah sampai
8. Sistem revolving ialah perguliran ternak sapi berupa anak sapi atau pedet
setelah masa kontrak lima tahun jatuh tempo. Peternak yang menggaduh satu
ekor bibit sapi betina wajib setor anakan sapi sebanyak dua ekor. Peternak
menggaduh satu ekor bibit betina dan satu ekor sapi jantan wajib setor anakan
sapi sebanyak tiga ekor. Proses guliran ini akan berlangsung terus setelah
9. Faktor input ialah input produksi yang dapat mempengaruhi kinerja usaha
sapi potong, yaitu identifikasi dan seleksi calon penggaduh dan calon lokasi
11. Faktor output ialah produktivitas bibit sapi pokok dalam menghasilkan anak
10