Anda di halaman 1dari 93

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/353995816

BEBAN KERJA DAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA

Book · July 2021

CITATION READS

1 10,000

1 author:

Ni Kadek Suryani
Institut Desain dan Bisnis Bali
41 PUBLICATIONS   88 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ni Kadek Suryani on 19 August 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BEBAN KERJA DAN KINERJA
SUMBER DAYA MANUSIA

I KOMANG BUDIASA

PENERBIT CV. PENA PERSADA

i
BEBAN KERJA DAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA

Penulis:
I Komang Budiasa

ISBN: 978-623-315-485-7

Editor:
Dr. Ni Kadek Suryani, SE, SIKom, MM

Design Cover:
Retnani Nur Briliant

Layout:
Eka Safitry

Penerbit CV. Pena Persada


Redaksi:
Jl. Gerilya No. 292 Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas
Jawa Tengah
Email: penerbit.penapersada@gmail.com
Website: penapersada.com Phone: (0281) 7771388
Anggota IKAPI

All right reserved


Cetakan pertama: 2021

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang


memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa
izin penerbit

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa kita panjatkan Kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku yang berjudul
―Beban Kerja Dan Kinerja Sumber Daya Manusia―. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Sehingga buku ini bisa hadir di hadapan pembaca.
Buku ini membahas tentang peranan stres kerja dalam
memediasi beban kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja
awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine. Saat ini fenomena
stres kerja dan beban kerja menjadi perhatian dan sorotan global
karena dianggap sebagai akibat dari berbagai permasalahan
sumber daya manusia di dalam organisasi sehingga layak untuk
mendapatkan perhatian khusus agar kinerja semua karyawan
dapat optimal. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja
karyawan adalah dengan meminimalisir kadar stres yang
kemungkinan dialami masing-masing individu. Dalam artian,
kinerja karyawan dalam suatu perusahaan akan bagus apabila
stres kerja yang dirasakan karyawan rendah. Salah satu cara yang
dapat dilakukan yakni dengan mengurangi beban kerja karyawan
dan memperbaiki lingkungan kerja dimana karyawan tersebut
berada.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan guna penyempurnaan buku ini. Akhir kata
saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Pentingnya Kinerja Sumber Daya Manusia Dalam
Pencapaian Tujuan Organisasi 1
B. Fenomena stres kerja dan beban kerja di kalangan
pekerja 3
BAB II KONSEP KINERJA 14
A. Definisi Kinerja 14
B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja 15
C. Indikator Kinerja 16
D. Penilaian Kinerja 18
E. Tujuan dan Sasaran Penilaian Kinerja 19
BAB III STRES KERJA 21
A. Definisi Stres kerja 21
B. Konseptualisasi Stres Kerja 22
C. Faktor Penyebab Stres Kerja 23
D. Dampak Stres Kerja 24
E. Indikator Stres Kerja 26
F. Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja 28
BAB IV BEBAN KERJA 30
A. Pengertian Beban Kerja 30
B. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja 32
C. Indikator Beban Kerja 34
D. Hubungan Beban Kerja terhadap Stres Kerja dan
Kinerja 36

iv
BAB V LINGKUNGAN KERJA 39
A. Definisi Lingkungan Kerja 39
B. Jenis Lingkungan Kerja 40
C. Indikator Lingkungan Kerja 41
D. Hubungan Lingkungan Kerja terhadap Stres Kerja
dan Kinerja 44
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPEGARUHI KINERJA
AWAK KAPAL 46
A. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Awak Kapal 46
B. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Awak
Kapal 51
C. Pengaruh Beban Kerja terhadap Stres Kerja 56
D. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Stres Kerja 60
E. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Awak Kapal 64
BAB VII IMPLIKASI STRES KERJA DALAM
MENINGKATKAN KINERJA AWAK KAPAL 69
A. Peranan Stres Kerja dalam Memediasi Beban Kerja
terhadap Kinerja Awak Kapal 69
B. Peranan Stres Kerja dalam Memediasi Lingkungan
terhadap Kinerja Awak Kapal 72
BAB VIII PENUTUP 76
DAFTAR PUSTAKA 79

v
BEBAN KERJA DAN KINERJA
SUMBER DAYA MANUSIA

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pentingnya Kinerja Sumber Daya Manusia Dalam


Pencapaian Tujuan Organisasi
Sumber daya manusia sangat berperan dalam
mewujudkan visi, misi dan tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan, serta dapat menentukan pencapaian perusahaan
secara nyata dengan sumber daya yang tersedia (Putri dan
Rahyuda, 2019). Kesuksesan dan keberlangsungan sebuah
organisasi tidak terlepas dari peran serta kinerja sumber daya
manusia melalui kualitas kerja yang diberikannya (Suryani et
al., 2020: 1). Disamping itu kuantitas kerja yang dilakukan
serta ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan dapat
menunjang kinerja dan keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi. Sumber daya manusia dengan kinerja yang baik
dan berkualitas diharapkan dapat mendorong pencapaian
keunggulan kompetitif dari organisasi. Sejalan dengan itu
diperlukannya tuntutan kinerja dan peningkatan kinerja dari
tiap individu guna mencapai tujuan tersebut.
Peningkatan kinerja karyawan menjadi perhatian serius
di segala bidang industri, baik organisasi besar maupun kecil,
organisasi barang maupun jasa, organisasi yang beroperasi di
darat maupun di laut. Kapal dan awak kapal merupakan
ujung tombak dalam kegiatan operasional sebuah perusahaan
pelayaran. Awak kapal merupakan satu kesatuan sistem yang
menunjang kelancaran dan keselamatan operasional kapal
mulai dari kapal berangkat sampai dengan tiba kembali di
Pelabuhan. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau
dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal
untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan jabatan
yang tercantum dalam buku sijil (Undang-Undang Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran). Sumber

1
daya manusia yang dijadikan sebagai awak kapal harus
sesuai dengan ketentuan standar nasional dan internasional.
Kualitas dan kinerja pelaut yang bekerja di atas kapal harus
diperhatikan demi keselamatan pelayaran. Oleh karenanya
kinerja sumber daya manusia tersebut harus menjadi
perhatian manajemen demi pencapaian tujuan organisasi.
Mangkunegara (2015: 67) mendefinisikan kinerja
karyawan (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja karyawan lebih ditekankan
kepada kualitas maksimal dan kuantitas dalam mencapai
target. Kinerja merupakan hasil kerja karyawan dilihat dari
aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerjasama untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan organisasi (Sutrisno,
2019: 172). Kinerja karyawan merupakan perilaku nyata dari
setiap individu atas hasil kerjanya kepada perusahaan
sehingga setiap karyawan mempunyai hasil kerja berbeda
dengan yang lainnya. Baik tidaknya kinerja suatu individu
akan sangat berpengaruh kepada keberlangsungan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Kinerja yang tinggi
akan membuat karyawan semakin loyal kepada organisasi,
termotivasi dan akan menikmati pekerjaan yang
dilaksanakan, akan tetapi terkadang dapat menyebabkan
individu tidak dapat melepaskan diri dari tekanan pekerjaan
yang dihadapi.
Seiring dengan perkembangan dunia transportasi
maritim dalam menghadapi tantangan akibat globalisasi,
persaingan dan tuntutan pasar sehingga terjadi peningkatan
pekerjaan, kebutuhan sumber daya yang semakin besar serta
membutuhkan dukungan kerja maksimal dari sumber daya
manusia yang ada. Kondisi ini menyebabkan semakin tinggi
tuntutan pekerjaan maka semakin tinggi pula tekanan yang
menyertai sumber daya manusia dalam melaksanakan
pekerjaannya (Suryani dan Yoga, 2018). Tuntutan pekerjaan
harus mampu bekerja dengan cepat, fokus, maksimal dalam

2
hal pelayanan atau kuantitas. Terkadang kemampuan yang
dimiliki, standarisasi, serta tuntutan tugas yang diberikan
perusahaan membuat individu tidak mampu melepaskan diri
dari tekanan kerja dan bekerja tidak optimal (Hastutiningsih,
2019). Tekanan tersebut bila berlangsung secara terus
menerus dapat menimbulkan berbagai hal termasuk stres
kerja. Kondisi dan tuntutan pekerjaan dapat mengakibatkan
awak kapal mengalami beban kerja dan beban pikiran yang
mempengaruhi kondisi kesehatan pada akhirnya bisa
mengalami stres.

B. Fenomena stres kerja dan beban kerja di kalangan


pekerja
Stres menjadi perhatian dan sorotan global saat ini
karena dianggap sebagai akibat dari berbagai permasalahan
sumber daya manusia di dalam organisasi. Stres dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dan menjadi masalah
terbesar dalam dunia global saat ini (An et al., 2020). Stres
merupakan bagian dari kehidupan manusia, semua orang
dipastikan pernah mengalami stres dan semua pekerjaan
dapat menyebabkan stres walau tentunya dengan volume,
intensitas dan tingkat yang berbeda-beda. Stres kerja adalah
stres yang berkaitan dengan pekerjaan, WHO mendefinisikan
stres kerja sebagai tanggapan orang-orang pada saat tuntutan
dan tekanan kerja tidak sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan mereka dalam mengatasinya (Ekawarna, 2018:
142). Rivai dan Sagala (2010: 1008) menyatakan stres kerja
adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan antara fisik dan psikis yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang
karyawan. Stres pada umumnya terjadi karena adanya
ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran
kondisi fisik seseorang (Siagian, 2018: 300) dan dipicu
ketidaknyamanan diri terhadap yang ada disekitarnya.

3
Penelitian terkait stres kerja telah banyak dilakukan,
Alkubaisi (2015) menyatakan stres kerja menuntut usaha
ekstra pada kinerja individu yang kadang tidak sebanding
dengan kemampuan mereka sehingga hal ini menyebabkan
stres kerja dan tingkat tekanan dengan intensitas tergantung
pada kemampuan tiap individu. Robbins dan Judge
(2019:429) menyatakan stres merupakan suatu peluang bila
stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Stres berlebih
jika dikelola dengan baik tentunya akan dapat memberikan
dampak baik dan dapat diadaptasikan dengan lingkungan
kerja (Khuong dan Yen, 2016). Stres kerja terjadi sebagai
akibat dari adanya tekanan dan tuntutan kerja yang berlebih,
stres dapat memiliki pengaruh positif jika mampu ditangani
karyawan dan sebaliknya akan berdampak negatif jika
melebihi ambang batas toleransi (An et al., 2020). Kondisi ini
terjadi karena karyawan akan lebih banyak menggunakan
waktunya untuk melawan stres daripada melakukan tugas
atau pekerjaannya. Dengan reaksi stres paling umum dapat
dilihat dari fisiologis, psikologis dan perilaku individu (Beehr
dalam Angwen, 2017). Seorang individu dapat dikategorikan
mengalami stres kerja jika stres yang dialaminya melibatkan
lingkungan sekitar atau bahkan organisasi dimana individu
tersebut berada atau tidak mampunya seseorang menghadapi
tuntutan pekerjaan (Luthans dalam Yoga et al., 2018).
Fenomena stres kerja di kalangan pekerja layak untuk
mendapatkan perhatian khusus. Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja karyawan adalah dengan
meminimalisir kadar stres yang kemungkinan dialami
masing-masing individu. Dalam artian, kinerja karyawan
dalam suatu perusahaan akan bagus apabila stres kerja yang
dirasakan karyawan rendah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan yakni dengan mengurangi beban kerja karyawan
dan memperbaiki lingkungan kerja dimana karyawan
tersebut berada (Hastutiningsih, 2019). Hal yang sama
dikatakan Greenberg (Angwen, 2017) bahwa salah satu
sumber stres kerja adalah beban kerja berlebih dan kondisi
lingkungan fisik yang buruk.

4
Beban kerja muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas, lingkungan kerja dimana karyawan ditempatkan,
keterampilan yang dimiliki, perilaku dan persepsi dari
karyawan (Susiarty et al., 2019). Penelitian Munandar
(Harini et al., 2018) menyatakan bahwa beban kerja adalah
tugas-tugas yang dibebankan kepada karyawan untuk
diselesaikan pada waktu tertentu dengan memanfaatkan
keterampilan dan potensi kerja yang ada. Sehingga beban
kerja merupakan frekuensi rata-rata aktivitas pekerjaan dalam
kurun waktu tertentu. Bila tugas tidak sebanding dengan
kemampuan baik fisik maupun non fisik, waktu yang
tersedia, pekerjaan yang dikerjakan berbeda dengan
pengalaman dan kompetensi, pekerjaan yang beresiko, maka
salah satu masalah yang kerap dihadapi dalam kaitannya
dengan situasi dan kondisi dalam lingkungan kerja adalah
timbulnya stres kerja (Zulmaidarleni et al., 2019). Beban kerja
sendiri merupakan kontributor penting untuk stres,
tergantung dari tiap individu menghadapinya. Beban kerja
juga sangat berpengaruh kepada motivasi dan kinerja dari
pegawai (Siswanto et al., 2019). French dan Caplan
(Hastutiningsih, 2019) membedakan beban kerja menjadi dua,
kuantitatif yang mengacu pada banyaknya pekerjaan yang
harus dilakukan dan kualitatif yang mengacu pada tingkat
kesulitan suatu pekerjaan.
Beban kerja merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stres kerja dan kinerja karyawan
diantaranya pembagian tugas yang berlebihan, tekanan
dan sikap pimpinan terhadap target kerja yang kurang adil
dan tidak wajar (Hatmawan, 2015). Beban kerja dan stres kerja
telah lama menjadi bahan penelitian para ahli. Hasil
penelitian Shabbir dan Naqvi (2017) menjelaskan bahwa
beban kerja dan kompleksitas kerja memiliki dampak positif
dan signifikan terhadap stres kerja, sementara stres kerja
memiliki dampak negatif pada kinerja. Sementara Alkubaisi
(2015) menyatakan bahwa beban kerja berdampak positif dan
signifikan terhadap stres kerja karyawan sektor perbankan di

5
Qatar. Hasil senada juga ditemukan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Hatmawan (2015), Angwen (2017) dan
Zulmaidarleni et al. (2019) menyatakan bahwa beban kerja
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja.
Namun penelitian dengan hasil yang berbeda ditemukan oleh
Putri dan Rahyuda (2019) di UKM Kota Denpasar yang
mendapati beban kerja memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap stres kerja. Hasil penelitian tidak
signifikan antara beban kerja dan stres kerja ditemukan dalam
penelitian Lestari dan Ratnasari (2018) dan Susiarty et al.
(2019).
Dampak lain yang ditimbulkan beban kerja selain stres
kerja adalah berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Penelitian Priyanto (2018) menyatakan bahwa beban kerja
berpengaruh terhadap kinerja Pendamping Program
Keluarga Harapan Kota Manado. Penelitian lain dengan
hasil serupa juga dilakukan Harini et al. (2018),
Tjahjaningsih et al. (2019), Siswanto et al. (2019) dan Susiarty
et al. (2019) hasil penelitian menyatakan antara beban kerja
memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap
kinerja. Hasil berbeda diperoleh Gozali (2016) dan Akob
(2016) yang menyatakan beban kerja berlebih memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja.
Penelitian Putri dan Rahyuda (2019) dan Hastutiningsih
(2019) juga menyatakan bahwa beban kerja memiliki
pengaruh negatif terhadap kinerja. Hasil kontradiktif
diperoleh dalam penelitian Chandra dan Adriansyah (2017)
dan Johari et al. (2018) menyatakan bahwa beban kerja tidak
berpengaruh terhadap kinerja. Hasil – hasil penelitian
tersebut menunjukkan adanya hasil yang tidak konsisten
antara pengaruh beban kerja terhadap kinerja.
Beban kerja dan stres kerja merupakan faktor yang
berasal dari dalam individu yang mampu membentuk dan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Selain dari faktor
internal, faktor dari eksternal individu juga merupakan faktor
penentu dari kinerja karyawan, seperti fasilitas kerja atau

6
iklim organisasi. Sedarmayanti (2011: 21) mendefinisikan
lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana
seseorang bekerja, metode kerjanya serta pengaturan kerjanya
baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para
pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan (Nitisemito dalam Erawati et al.,
2019). Lingkungan kerja merupakan salah satu pertimbangan
karyawan dalam bekerja, karyawan akan mampu
melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila ditunjang
oleh kondisi lingkungan baik.
Mengulas keterkaitan antara lingkungan kerja dengan
stres kerja, terdapat beberapa perbedaan kajian empiris yang
dilakukan oleh para ahli sebelumnya, bahwa lingkungan kerja
memiliki pengaruh yang kontradiktif dengan stres kerja
seperti dikemukakan Kristanti (2017). Dapat diartikan bahwa
lingkungan yang baik akan dapat menurunkan stres kerja
dari karyawan. Sejalan dengan itu penelitian lain dari Putra
dan Rahyuda (2015), Angwen (2017), Bahri et al. (2018),
Zulmaidarleni et al. (2019), Susiarty et al. (2019), Putri dan
Rahyuda (2019) menyatakan bahwa lingkungan kerja
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres
kerja. Hasil berbeda diperoleh dari penelitian Hatmawan
(2015) dengan hasil lingkungan kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap stres kerja pegawai PT. PLN (Persero)
Area Madiun Rayon Magetan, faktor lingkungan kerja bukan
merupakan dasar pertimbangan bagi karyawan dalam
melaksanakan tugas tapi karyawan lebih mempertimbangkan
konflik dan beban kerja dalam menjalankan tugasnya.
Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan,
mengaitkan antara lingkungan kerja dan kinerja adalah
Dharmanegara et al. (2016), menyatakan bahwa lingkungan
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hasil
penelitian lainya juga menyebutkan bahwa lingkungan kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Yugusna et
al. (2016); Harini et al. (2018) dan Susiarty et al. (2019)). Hasil

7
penelitian tersebut dikuatkan kembali dalam penelitian
Tjibrata et al. (2017) dan Tjahjaningsih et al. (2019) yang
menyatakan lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan. Lingkungan kerja juga memiliki
pengaruh negatif terhadap kinerja seperti hasil penelitian Al-
Omari dan Okasheh (2017). Hasil berbeda diperoleh dari
penelitian Erawati et al. (2019) menyatakan bahwa
lingkungan kerja memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan restoran di daerah
Badung Bali. Dari penelitian yang telah dilaksanakan
sebelumnya ditemukan adanya perbedaan penelitian tentang
lingkungan kerja yang dikaitkan dengan stres kerja dan
kinerja.
Pada beberapa penelitian sebelumnya, secara umum
stres kerja hanya difokuskan pada profesi pelayanan publik
seperti tenaga medis, guru, polisi, pekerja sosial dan pekerja
pemberi layanan umum lainnya. Hingga pada tahun 1982,
Maslach, seorang psikolog sosial, mulai mempelajari emosi di
tempat kerja dan menyatakan bahwa stres kerja merupakan
sindrom yang dapat menimpa semua kalangan pekerja dan
banyak menyerang orang-orang produktif karena orientasi
yang selalu tertuju pada sasaran (Hastutiningsih, 2019).
Seluruh pekerja diberbagai bidang usaha diindikasi dapat
mengalami stres kerja, An et al. (2020) menyatakan pelaut
merupakan sebuah profesi dengan pekerjaan yang beresiko
tinggi dan dihadapkan kepada kondisi kerja dan situasi
tertentu. Berdasarkan pada data tersebut, peneliti
menemukan dugaan bahwa stres kerja juga dialami awak
kapal atau pelaut.
Berdasarkan uraian di atas dan kajian empiris yang
dilaksanakan sebelumnya, diambil kesimpulan bahwa kinerja
karyawan ditentukan oleh faktor dari dalam individu dan
luar individu. Salah satu faktor dari dalam individu adalah
beban kerja dan stres kerja, sedangkan faktor lingkungan
kerja merupakan faktor yang berasal dari luar individu.
Faktor dari dalam maupun dari luar individu sangat penting
untuk diperhatikan karena akan berdampak terhadap hasil

8
kerja yang dicapai oleh karyawan yang ditunjukkan dengan
kinerja, pada akhirnya akan bermuara kepada keberhasilan
dari suatu organisasi atau perusahaan.
PT. Indonusa Tenggara Marine adalah sebuah
perusahaan pelayaran yang memiliki Izin Usaha Angkutan
Laut (SIUPAL) sejak tahun 2002 dengan kantor pusat ada di
Kota Mataram Nusa Tenggara Barat dengan beberapa Kantor
Cabang di wilayah Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan
pelayaran di Indonesia, PT. Indonusa Tenggara Marine
berkomitmen untuk dapat memberikan pelayanan maksimal
dengan tetap mengedepankan keselamatan pelayaran dan
pencegahan pencemaran lingkungan laut. Kegiatan dan
tujuan perusahaan saat ini juga mendukung usaha dari
Pemerintah guna mengembangkan sektor maritim dan
pariwisata maritim. Selain memiliki kapal milik sendiri yang
bergerak dibidang kegiatan survey laut, perusahaan juga
mengoperasikan kapal keagenan yang bergerak dibidang
wisata penumpang.
Bekerja di kapal jenis survey tentunya sangat berbeda
dengan bekerja di atas kapal niaga lain apalagi kapal
penumpang. Disamping mengutamakan pelayanan,
keselamatan adalah tetap menjadi prioritas. Dalam setiap
kegiatan dan pekerjaan di atas kapal tetap harus berdasarkan
kepada sistem manajemen keselamatan yang berlaku di kapal
dan perusahaan dengan menggunakan alat pelindung diri
yang sesuai. Semua awak kapal terutama perwira kapal,
harus membuat laporan kegiatan, daftar periksa dan laporan
standar lainya berupa laporan harian, mingguan, bulanan
atau laporan yang sifatnya disesuaikan kondisi. Aktivitas dan
kegiatan fisik di atas kapal tetap sangat dominan di saat kapal
ada kegiatan survei atau kegiatan perawatan kapal lainya.
Adanya beban pekerjaan baik pekerjaan fisik dan
administratif ini dapat memberikan suatu tekanan kepada
awak kapal.

9
Pekerjaan di kapal tentunya terpapar kondisi yang
tidak menguntungkan seperti suhu kerja panas, kebisingan,
getaran, jam kerja tidak menyenangkan sehingga berdampak
negatif kepada kondisi kesehatan dan kinerja awak kapal.
Awak kapal berada di atas kapal selama 24 jam pada saat ada
kegiatan atau pada saat pelayaran. Selama di atas kapal sudah
ditentukan adanya jam kerja, jam jaga kapal, jam istirahat dan
pengaturan aktivitas lainnya. Aktivitas awak kapal
sepenuhnya berada di atas kapal mulai dari bekerja,
beristirahat, makan dan aktivitas lainnya tetap berada di atas
kapal di tengah laut. Interaksi mereka hanya berada di satu
kapal dengan rekan awak kapal. Ditambah dengan adanya
keterbatasan fasilitas di atas kapal, keterbatasan sarana
komunikasi selama dalam pelayaran di atas kapal, tentunya
berbeda dengan fasilitas di darat. Rutinitas dan aktivitas
yang dilaksanakan di atas kapal akan sangat bersifat monoton
dan dapat membuat rasa jenuh jika awak kapal tidak bisa
mengelola waktu dan aktivitas dengan baik.
Selama kegiatan survei atau aktivitas pelayaran
berlangsung, ada suatu kondisi dimana kapal harus
melakukan kegiatan anchor atau lego jangkar di tengah laut,
awak kapal tidak dapat pergi kemana-mana dan harus tetap
berada di atas kapal. Bahkan saat kapal sandar atau merapat
di dermaga pun, awak kapal masih terikat dengan pekerjaan
mereka, padatnya aktivitas saat sandar dan minimnya waktu
kapal selama sandar membuat awak kapal tidak memiliki
waktu untuk kegiatan pribadi ataupun bersantai. Belum lagi
ketika berlayar dalam kondisi cuaca yang tidak mendukung,
sehingga sering kali membuat para awak kapal merasa cemas
dan takut. Saat terjadi keadaan darurat misalnya mesin kapal
rusak atau peralatan kritis lainya dan kondisinya jauh dari
tempat keluarga, hal tersebut membuat awak kapal menjadi
tidak semangat dalam bekerja dan terkadang bingung apa
yang harus dikerjakan.

10
Pandemi wabah Covid-19 yang mulai merebak di
Indonesia sejak Maret 2020, berdampak terhadap kondisi dan
kegiatan awak kapal. Hal ini diakibatkan oleh pelaksanaan
sistem dan prosedur protokoler kesehatan pencegahan dan
penanganan Covid-19 di lingkungan kapal dan lingkungan
kerja tempat kapal berada. Adanya pembatasan akses ke
wilayah kerja dan lingkungan kapal, sehingga mengakibatkan
aktivitas keluar masuk wilayah bagi awak kapal tertutup.
Adanya kewajiban untuk melaksanakan pemeriksaan
kesehatan, Rapid Test dan Swab PCR Test secara rutin bagi
awak kapal serta mengikuti semua protokoler kesehatan
yang ditentukan oleh pihak pengguna kapal. Jadwal libur
awak kapal menjadi tertunda dan terganggu akibat
disesuaikan dengan perkembangan kondisi di wilayah kerja.
Kewajiban untuk melaksanakan karantina mandiri selama 14
hari bagi awak kapal yang akan kembali bekerja setelah usai
masa liburnya . Kondisi seperti ini dapat menambah beban
baik mental dan fisik dari awak kapal yang bekerja di atas
kapal.
Fenomena di atas merupakan beberapa hal yang dapat
menimbulkan stres kerja pada awak kapal. Tingkah laku
awak kapal yang mengalami masalah dengan ciri-ciri seperti
sering melamun, sulit untuk berkonsentrasi dalam bekerja,
tidak fokus kepada pekerjaan, tidak bersemangat dalam
bekerja, kadang mereka merasa cemas, khawatir dan kadang
melanggar ketentuan dan aturan diatas kapal. Gejala dan
kondisi stres kerja jika dibiarkan terus berlangsung dan tanpa
ditanggulangi tentunya dapat berpengaruh kesehatan awak
kapal dan kinerja awak kapal sendiri. Kondisi demikian dapat
mengganggu kegiatan operasional kapal dalam pelayaran dan
mengganggu keselamatan pelayaran.
Berdasarkan hasil pengamatan pada PT. Indonusa
Tenggara Marine terkait dengan kinerja awak kapal,
menunjukkan adanya indikasi kinerja awak kapal belum
optimal. Hal ini dapat diukur dari tingkat hari kerja awak
kapal yang disajikan dalam Tabel 1.1.

11
Tabel 1. 1 Tingkat Absensi Awak Kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine Tahun 2019
Jumlah Persentase
Jumlah Hari Jumlah Hari
Seluruh Hari Tingkat Hari
No Bulan Awak Kapal Kerja Kerja yang
Kerja Kerja
(Orang) (Hari) Hilang (Hari)
(Hari) (%)

a B C d e=cxd f g = (f:e)x 100% 1

1 Januari 31 23 713 19 2,66

2 Pebruari 31 21 651 20 3,07

3 Maret 31 23 713 18 2,52

4 April 31 22 682 21 3,08

5 Mei 31 23 713 21 2,95

6 Juni 31 22 682 27 3,96

7 Juli 31 23 713 22 3,09

8 Agustus 31 23 713 24 3,37

9 September 31 22 682 22 3,23

10 Oktober 31 23 713 20 2,81

11 Nopember 31 22 682 21 3,08

12 Desember 31 23 713 23 3,23

Jumlah 3,09

Sumber: PT. Indonusa Tenggara Marine (2020)


Berdasarkan Tabel 1.1 ternyata masih adanya awak
kapal yang tidak bekerja dengan berbagai alasan sakit, izin,
acara keluarga, hari raya. Berdasarkan tingkat kehadiran hari
kerja diketahui kehadiran awak kapal yang berjumlah 31
orang pada tahun 2019 adalah berfluktuasi atau berubah-ubah
setiap bulannya, rata-rata tingkat kehadiran hari kerja awak
kapal sebesar 3.09%, berarti bahwa tingkat ketidakhadiran
awak kapal tergolong tinggi. Ardana et al. (2012: 93)
menyatakan tingkat absensi yang wajar berada di bawah 3%,
antara 3% sampai 10% dianggap tinggi.
Beberapa penelitian menghubungkan bahwa salah satu
faktor kurang produktifnya kinerja karyawan disebabkan
adanya stres kerja, didukung penelitian Alkubaisi (2015)

12
dimana stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan sektor Perbankan di Qatar.
Karyawan yang mengalami stres terlalu besar akan dapat
mengganggu kemampuan karyawan tersebut menghadapi
lingkungannya dan pekerjaan yang dilakukannya
(Hatmawan, 2015). Sejalan dengan literatur yang ada, stres
kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja seperti
penelitian lainya yang dilaksanakan oleh Ahmad et al. (2018),
Susiarty et al. (2019) dan (An et al., 2020). Hasil berbeda
didapatkan Chandra dan Adriansyah (2017) dimana stres
kerja dengan kinerja berpengaruh positif ditandai adanya
persepsi responden bahwa penyebab stres di perusahaan
adalah tekanan waktu, beban tugas, waktu penyelesaian,
konflik dan target kerja yang harus dicapai. Yoga et al. (2018)
juga menemukan bahwa stres kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja, dimana semakin tinggi stres kerja maka
kinerja karyawan akan semakin meningkat. Penelitian lain
yang dilaksanakan Bahri et al. (2018) menyatakan bahwa stres
kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
karyawan, hal ini dikarenakan adanya faktor usia tenaga
kerja, kompensasi atas beban kerja yang berdampak terhadap
kinerja. Berbeda dengan penelitian Martini dan Sitiari (2018),
menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh negatif tetapi
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Hotel Mahogany
Mumbul Bali.
Bukti empiris sebelumnya tentang pengaruh stres kerja
terhadap kinerja, ditemukan adanya perbedaan temuan. Stres
kerja dapat menyebabkan dampak positif dan negatif
terhadap kinerja. Stres dapat berdampak kepada kesehatan
karyawan, yakni dapat menyebabkan gangguan baik mental
dan fisik sehingga menyerang stabilitas fungsi kerja dari
organ tubuh. Selain itu dampak dari stres dapat menurunkan
stabilitas dan daya tahan tubuh sehingga menyebabkan
kinerja individu akan menurun. Stres kerja di lain pihak
dapat memberikan dampak positif sebagai motivator yang
mampu digunakan untuk pemicu peningkatan kinerja
karyawan (Lestari dan Ratnasari, 2018).

13
BAB II
KONSEP KINERJA

A. Definisi Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance yang berarti
prestasi kerja atau hasil kerja, tapi dapat mempunyai makna
yang lebih luas yakni bukan hanya hasil tapi bagaimana
proses pekerjaan berlangsung. Kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi kepada ekonomi (Armstrong dan Baron dalam
Wibowo, 2017: 7). Mangkunegara (2015: 67) menyatakan
kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kinerja merupakan sinonim dari perilaku, adalah
sesuatu yang secara aktual dikerjakan dan dapat diobservasi,
mencakup tindakan dan perilaku yang relevan dengan tujuan
organisasi (Sedarmayanti, 2011: 260). Teori Campbell (Boxall
et al., 2007: 366) menganggap kinerja sebagai perilaku atau
tindakan yang relevan dengan pencapaian tujuan organisasi
yang dapat diskalakan dan diukur. Sedangkan Simamora
(Kristanti, 2017) menyebutkan kinerja karyawan adalah
tingkatan para karyawan dalam mencapai persyaratan
pekerjaan.
Kinerja pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan
dengan sumber daya yang ada (Johari et al., 2018), melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut
(Wibowo, 2017: 7). Torrington et al. (2008: 254) menyatakan
kinerja adalah sebuah reward atas apa yang telah dikerjakan
yang dapat memberikan motivasi kepada karyawan.

14
Berdasarkan beberapa teori tentang kinerja diatas,
dapat disimpulkan kinerja merupakan kemampuan seseorang
dalam memanfaatkan sumebr daya yang dimiliki untuk
mencapai hasil pekerjaan baik secara kualitas dan kuantitas,
sesuai dengan tanggung yang diberikan. Kinerja yang baik
adalah kinerja yang mengikuti tata cara atau prosedur sesuai
standar yang telah ditetapkan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Banyak faktor dapat mempengaruhi kinerja individu,
seperti yang diuraikan Simamora (Mangkunegara, 2012: 14)
bahwa kinerja dipengaruhi tiga faktor berikut.
1. Faktor individual, meliputi kemampuan dan keahlian,
latar belakang dan demografi
2. Faktor psikologis, terdiri atas persepsi, attitude, personality,
pembelajaran dan motivasi
3. Faktor organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur dan job design
Kasmir (2019: 189) menyatakan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja baik hasil maupun perilaku
kerja yakni (1) kemampuan dan keahlian, (2) pengetahuan,
(3) rancangan kerja, (4) kepribadian, (5) motivasi kerja, (6)
kepemimpinan, (7) gaya Kepemimpinan, (8) budaya
Organisasi, (9) kepuasan kerja, (10) lingkungan kerja, (11)
loyalitas, (12) komitmen, (13) disiplin kerja.
Sementara Mangkunegara (2012: 16) dan Harini et al.
(2018) menyatakan bahwa pencapaian kinerja dipengaruhi
dua faktor.
1. Faktor individu, secara psikologis individu yang normal
adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi
antara fungsi psikis dan fisiknya. Integritas tinggi antara
fungsi psikis dan fisik, sehingga individu memiliki
konsentrasi diri yang baik. Integritas menjadikan modal
utama dalam mengelola dan mendayagunakan potensi
dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau

15
aktivitas kerja sehari-hari untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Faktor lingkungan organisasi, faktor ini sangat menunjang
bagi individu dalam mencapai kinerja karyawan. Faktor
lingkungan organisasi antara lain uraian jabatan yang
jelas, target kerja yang menantang, komunikasi kerja
efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan
dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja memadai.

C. Indikator Kinerja
Mengukur kinerja sebuah organisasi dapat dilakukan
melalui berbagai cara dan indikator. Akob (2016) sebagai
berikut.
1. Kuantitas kerja, volume pekerjaan yang dapat diselesaikan
dalam suatu waktu tertentu.
2. Kualitas kerja, kualitas kerja yang dihasilkan seorang
pekerja.
3. Pengetahuan, pemahaman karyawan terhadap prosedur
dan informasi tentang pekerjaanya.
4. Kreativitas, kemampuan untuk beradaptasi terhadap
kondisi dan mampu bertahan dalam kondisi pekerjaan.
5. Kerjasama, mampu bekerjasama dengan rekan kerja dalam
satu organisasi.
6. Kemandirian, mampu bekerja tanpa ketergantungan
dengan pihak lain.
7. Inisiatif, mampu memunculkan ide-ide serta konsep dalam
pekerjaan.
8. Kehandalan, mampu menghadapi berbagai kondisi dan
permasalahan dalam pekerjaan.
Campbell (Boxall et al., 2007: 366) menyebutkan
indicator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
yakni (1) kecakapan melaksanakan tugas kerja yang spesifik,
(2) kecakapan melaksanakan tugas kerja yang tidak spesifik,
(3) kemampuan dalam komunikasi secara lisan dan tertulis,
(4) upaya untuk menampilkan, (5) disiplin, (6) fasilitas dan

16
hubungan kerja dengan rekan kerja atau team, (7)
pengawasan dan (8) manajemen atau Administrasi.
Penelitian Kristanti (2017) menggunakan indikator
untuk mengukur kinerja sebagai berikut.
1. Quality of output (kualitas keluaran)
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap
kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan
tugas atas ketrampilan dan kemampuan karyawan. Aspek
ini lebih menekankan pada kualitas kerja yang dihasilkan
dibandingkan dengan jumlah output.
2. Timelines of output (waktu keluaran)
Merupakan ketepatan waktu dalam melaksanakan
pekerjaan yang sering digunakan sebagai ukuran atau
penilaian terhadap prestasi kerja. Karyawan yang dapat
menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan atau sebelum ketentuan
waktu, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah
memilih kinerja baik.
3. Presences of work (tingkat kehadiran)
Merupakan asumsi yang digunakan dalam mengukur dan
menilai kerja karyawannya dari daftar kehadiran
karyawan. Jika kehadiran karyawan dibawah standar yang
ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu
memberikan kontribusi optimal terhadap organisasi.
4. Efficiency of work completed (efisien pekerjaan yang telah
diselesaikan)
Adalah suatu pelaksanaan kerja dengan cara tertentu,
tanpa mengurangi maksud dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Melakukan kegiatan organisasi
dengan tujuan untuk dapat memperoleh hasil yang
dikehendaki dengan usaha yang seminimal mungkin.
5. Effectiveness of work completed (efektivitas pekerjaan yang
telah diselesaikan)
Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika dapat menghasilkan
satu unit keluaran (output) yang dapat diselesaikan tepat
pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah disusun.

17
Bernardin dan Russel (Busro, 2018: 96) menyatakan
untuk mengukur kinerja karyawan dapat digunakan
beberapa indikator sebagai berikut.
1. Kualitas (mutu)
Dilakukan dengan melihat kualitas (mutu) dari pekerjaan
yang dihasilkan melalui suatu proses tertentu.
2. Kuantitas (jumlah)
Diwujudkan dengan melihat dari kuantitas (jumlah) dari
aktivitas yang dihasilkan oleh seseorang.
3. Ketepatan Waktu
Untuk jenis pekerjaan tertentu diberikan batas waktu
dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat
memaksimalkan waktu untuk aktivitas pekerjaan lainnya.
4. Efektivitas
Penggunaan sumber daya perusahaan dimaksimalkan
untuk mendapatkan hasil yang tertinggi.
5. Pengawasan
Setiap aktivitas pekerjaan dilaksanakan tanpa perlu
meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.
6. Hubungan Antar Karyawan
Merupakan tingkatan yang menunjukkan karyawan
merasa percaya diri, mempunyai keinginan baik dan
kerjasama yang baik dengan rekan kerja.

D. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan
secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan
karyawan dan kinerja organisasi (Mangkunegara, 2015: 69).
Wibowo (2017: 188) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai
suatu proses penilaian tentang seberapa baik karyawan telah
melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu.
Sedangkan Rivai dan Sagala (2010: 549) menyatakan penilaian
kinerja mengacu kepada sistem formal dan terstruktur yang
digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi
sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan
hasil. Penilaian kinerja merupakan sebuah cara yang

18
digunakan oleh perusahaan untuk menilai pekerjaan
karyawan (Simamora dalam Kristanti, 2017). Sehingga kinerja
dari individu dapat diukur dan diketahui apabila memenuhi
kriteria keberhasilan sebagai alat ukur yang telah ditentukan
organisasi. Penilaian kinerja berguna untuk mengevaluasi
kinerja dari para karyawan, termasuk juga mengembangkan
dan memotivasi karyawan.

E. Tujuan dan Sasaran Penilaian Kinerja


1. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja bertujuan untuk memperbaiki
atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan
atau perbaikan kinerja dari sumber daya manusia yang
ada dalam suatu organisasi (Busro, 2018: 98). Berikut
tujuan penilaian kinerja menurut Agus Sunyoto
(Mangkunegara, 2012: 10).
a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan
tentang persyaratan kinerja.
b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan,
sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih
baik atau dapat berprestasi sama dengan prestasi
sebelumnya.
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk
mendiskusikan keinginan dan aspirasi serta
meningkatkan kepedulian terhadap karir atau
pekerjaan yang dibebankan.
d. Merumuskan sasaran masa depan sehingga karyawan
termotivasi untuk dapat berprestasi sesuai dengan
potensinya dan kemampuanya.
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan
yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

19
Gibson et al. (Busro, 2018: 98) menyatakan tujuan
utama dalam penilaian kinerja sebagai berikut.
a. Pertimbangan tujuan, menunjukkan bagaimana cara
mengetahui, menilai, menyimpulkan dan mencegah
kendala-kendala yang dihadapi karyawan selama
bekerja.
b. Pertimbangan pekerjaan, dapat menunjukkan
bagaimana cara mengetahui, menilai, menyimpulkan
dan memberikan reward sesuai dengan tingkat kinerja
karyawan masing-masing.

2. Sasaran Penilaian Kinerja


Sasaran kinerja merupakan sesuatu yang
menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan dan oleh
siapa secara spesifik (Wibowo, 2017: 56).
a. The performers, orang yang menjalankan kinerja
b. The actions, tindakan yang dilakukan
c. A time element, waktu pengerjaan dilakukan
d. An evaluation methode, cara penilaian bagaimana hasil
kerja dicapai
e. The place, menunjukkan tempat dimana dilakukan
Penilaian kinerja merupakan sarana untuk
memperbaiki karyawan yang tidak melakukan tugasnya
dengan baik dalam organisasi. Adapun sasaran penilaian
kinerja yang dikemukakan oleh Agus Sunyoto
(Mangkunegara, 2012: 11) sebagai berikut.
a. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara
berkesinambungan dan periodik.
b. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para
karyawan.
c. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan
memberikan tanggung jawab perorangan dan
kelompok sehingga ada kejelasan untuk periode yang
akan datang.
d. Menemukan potensi karyawan yang berhak untuk
mendapatkan promosi.

20
BAB III
STRES KERJA

A. Definisi Stres kerja


Istilah ―stres‖ muncul pada abad ke-17 yang berasal
dari bahasa Latin ―estrica‖ atau dalam bahasa Perancis
―estrece‖ digunakan dalam artian malapetaka, masalah,
bencana, dukacita, kesedihan (Hastutiningsih, 2019). Stres
merupakan respon adaptif seseorang pada stimulus yang
menempatkan aspek psikologis atau tuntutan fisik berlebihan
pada orang tersebut (Griffin dan Moorhead dalam Wibowo,
2019: 187). Robbins dan Judge (2019: 429) menyatakan stres
kerja merupakan kondisi dinamik yang terjadi pada individu
dalam mengalami sebuah harapan, hambatan atau desakan
dan terkait dengan sesuatu yang diinginkan serta
dipersepsikan menjadi sesuatu yang belum pasti tetapi
bermakna. Stres kerja dipicu adanya ketidaknyamanan diri
yang dapat mempengaruhi emosi. Stres pada umumnya
terjadi karena kondisi ketegangan yang berpengaruh
terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang
(Siagian, 2018: 300).
Handoko (2018: 200) menjelaskan stres kerja
merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
proses berfikir, emosi dan kondisi psikis seseorang. Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan (Lestari dan Ratnasari, 2018) dan
pada akhirnya akan berkembang berbagai macam gejala stres
yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Suryani
et al., 2019: 45). Sedangkan Mangkunegara (2015: 157)
menyatakan stres kerja merupakan perasaan menekan atau
merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan. Beehr dan Newman (Luthans, 2011: 279)
mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi yang timbul
dari interaksi orang dan pekerjaan mereka ditandai dengan

21
perubahan dalam diri individu yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normalnya.
Berdasarkan pada definisi sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu bentuk
tanggapan atau respon atas tekanan pada pekerjaan yang
diakibatkan oleh keadaaan tidak atau kurangnya kecocokan
antara seseorang dengan lingkungannya, sehingga
berpengaruh kepada fisik, mental dan perilaku individu saat
bekerja. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan muncul
ketika tuntutan dan tekanan kerja yang dihadapi tidak sesuai
dengan kemampuan dan pengetahuan mereka. Pekerja yang
berada dalam kondisi stres akan menunjukkan emosi dan
perilaku yang terjadi sebagai langkah dalam mengatasi stres
yang terjadi.

B. Konseptualisasi Stres Kerja


Stres kerja dapat dikatakan sebagai suatu tantangan
yang memberi energi pada individu baik secara psikologis
dan fisik sehingga dapat memotivasi dalam hal mempelajari
dan menguasai keterampilan serta pekerjaan baru. Tantangan
merupakan unsur penting dalam menunjang produktivitas
pekerjaan, jika seseorang telah nyaman dan puas akibat sudah
terpenuhinya tantangan yang dihadapi. Sebaliknya akan
dapat menimbulkan stres jika tantangan tidak bisa ditangani
dengan cara yang benar.
Kumar dan Jain (Hastutiningsih, 2019) menyatakan
stres dikonseptualisasikan dalam tiga sudut pandang.
1. Stres sebagai stimulus
Digunakan untuk menggambarkan situasi di lingkungan
eksternal seperti baru, kuat, cepat, berubah, menuntut,
mendadak atau tidak terduga.
2. Stres sebagai suatu respon
Stres dilihat sebagai ketidakseimbangan antara tuntutan
untuk membuat suatu respon adaptif dan kapasitas
individu. Semakin besar perbedaan antara persyaratan dan

22
sumber daya yang ada maka akan semakin besar tingkat
stres yang dirasakan oleh individu.
3. Stres dari sudut padangan psikodinamik
Digambarkan sebagai sebuah sistem transaksi dinamis
antara individu dengan lingkungan. Setiap rangsangan
lingkungan bukan sebagai stressor kecuali individu
tersebut menganggap sebagai ancaman melebihi kapasitas
yang dimiliki.

C. Faktor Penyebab Stres Kerja


Stres kerja muncul karena adanya stimulus, faktor
penyebab atau pendorong yang dinamakan stressor (Wibowo,
2019: 187). Griffin dan Moorhead (Susiarty et al., 2019)
menyatakan ada empat penyebab stres di tempat kerja
sebagai berikut.
1. Lingkungan Fisik
Stres ini mengacu kepada kondisi fisik dalam lingkungan
karyawan. Penyebab stres pada lingkungan fisik antara
lain cahaya, suara, suhu dan udara.
2. Individu
Stres ini bersumber dari peran yang dimainkan dan tugas-
tugas yang harus diselesaikan sehubungan dengan posisi
atau pekerjaan. Termasuk didalam sumber stres dari
sumber individu antara lain konflik peran, ambiguitas
peran, beban kerja berlebih, tidak adanya kontrol,
tanggung jawab dan kondisi kerja.
3. Kelompok
Dipengaruhi sifat hubungan antar kelompok dalam
organisasi, misalnya ketidakpercayaan terhadap rekan
kerja, hubungan yang tidak baik dengan rekan kerja,
atasan atau bawahan.
4. Organisasi
Stres ini bersumber dari keinginan-keinginan organisasi
sehubungan dengan usaha mencapai tujuan organisasi.
Stres yang bersumber dari organisasi berupa struktur
organisasi yang tidak bagus, iklim organisasi, teknologi,
masalah politik dan tidak adanya kebijakan khusus.

23
(Luthans, 2011: 280 ) menyatakan faktor penyebab
stres kerja atau stressor kerja pada karyawan berasal dari
dalam dalam organisasi, luar organisasi, kelompok dimana
karyawan itu berada dan dari individu karyawan. Alkubaisi
(2015) menyatakan ada empat pemicu stres kerja yakni
kondisi kerja fisik, ambiguitas kerja, beban kerja berlebih dan
konflik pekerjaan keluarga. Dalam konteks pekerjaan sehari-
hari, Stavroula Leka et al. ( Suryani et al., 2020: 30) menyatakan
karyawan yang mengalami stres kerja disebabkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut.
1. Jenis pekerjaan seperti tugas yang monoton, kurang
tantangan, kurangnya variasi, tugas yang tidak
menyenangkan.
2. Beban kerja dan kecepatan kerja terlalu banyak jika
dibandingkan dengan waktu pengerjaan.
3. Partisipasi dan kontrol, seperti kurangnya partisipasi
dalam pengambilan keputusan, kurangnya kontrol.
4. Pengembangan karir, status dan kompensasi seperti
keamanan pekerjaan, kurangnya prospek promosi, sistem
evaluasi kinerja yang tidak jelas, besaran pembayaran
minim.
5. Hubungan kerja seperti hubungan yang buruk dengan
rekan kerja, kekerasan, pelecehan, tidak adanya prosedur
kerja.
6. Budaya organisasi seperti komunikasi yang buruk, sistem
kepemimpinan yang buruk, kurangnya kejelasan tentang
tujuan organisasi.
7. Masalah pribadi seperti konflik tuntutan pekerjaan dan
rumah, kurangnya dukungan di tempat kerja, minimnya
dukungan untuk masalah pekerjaan di rumah.

D. Dampak Stres Kerja


Semua orang dan pada semua pekerjaan
berkesempatan untuk mengalami stres, stres tidak selalu
memiliki dampak negatif yang disebabkan sesuatu yang tidak
baik namun stres juga mempunyai sisi yang positif, pada

24
tingkatan tertentu justru dapat meningkatkan kinerja
seseorang (Luthans, 2011: 278). Robbins dan Judge (2019: 434)
menyatakan dampak stres dilihat pada tiga kategori.
1. Physiological
Akibat stres pada fisik yang mudah dikenali, misalnya
sejumlah penyakit yang disinyalir disebabkan oleh stres
yang berkepanjangan.
2. Psychological
Dampak stres dari aspek psikis dapat dikenali secara
langsung seperti ketidakpuasan kerja, depresi, keletihan,
murung dan kurang semangat yang pada akhirnya akan
menurunkan kinerja.
3. Behavior
Dampak stres dapat dikenali dari perilaku seseorang
seperti kinerja rendah, tingkat kecelakaan kerja, kesalahan
dalam pengambilan keputusan, tingkat absensi yang tinggi
dan agresif di tempat kerja.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Chandra Patel
(Ekawarna, 2018: 204), menyebutkan bahwa dampak dari
stres kerja dilihat dari empat aspek yakni: mental,
emosional, fisik dan perilaku. Dari sisi yang berbeda,
Swagerina (Hastutiningsih, 2019) mendefinisikan dampak
stres menjadi dua jenis sebagai berikut.
1. Constructive Stress
Berpengaruh positif terhadap individu dan organisasi, hal
ini ditunjukkan dengan meningkatnya usaha, merangsang
kreativitas dan meningkatnya semangat kerja.
2. Destructive Stress
Berpengaruh negatif terhadap individu atau organisasi,
yang ditunjukkan oleh penurunan kinerja, penurunan
terhadap kemampuan fisik dan mental seseorang bahkan
dapat berpotensi terhadap ketidakpuasan akan sesuatu.
Dari dua jenis stres di atas digambarkan bahwa
Constructive Stress berdampak langsung terhadap kinerja
individu, karena merupakan suatu rangsangan yang
mendorong karyawan untuk menanggapi tantangan

25
pekerjaan. Jika tantangan kerja tidak ada maka stres juga
tidak ada yang membuat kinerja menurun, sehingga stres
kerja dapat mencapai titik stabil yang sesuai dengan
kemampuan karyawan. Sebaliknya jika stres kerja terlalu
besar sehingga mengakibatkan individu mengalami
Destructive Stress, stres yang dapat mengganggu pekerjaan,
individu akan kehilangan kemampuan untuk
mengendalikannya. Hal ini berdampak kepada penurunan
kinerja, keputusasaan, karyawan tidak kuat bekerja bahkan
ada upaya penolakan atau keluar dari pekerjaan

E. Indikator Stres Kerja


Faktor organisasi sebagai sumber stres potensial
menurut (Wibowo, 2019: 192) yang dijadikan indikator dalam
penilaian stres kerja dalam penelitian Yoga et al., (2019)
sebagai berikut.
1. Tuntutan tugas (Task Demands)
Merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan
seseorang seperti kondisi kerja, tata kerja dan letak fisik.
2. Tuntutan peran (Role Demands)
Berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seorang karyawan sebagai suatu fungsi dari peran tertentu
yang dimainkan dalam suatu organisasi. Tuntutan peran
ini dapat menimbulkan terjadinya role ambiguity, role
conflict.
3. Tuntutan antar pribadi (Interpersonal Demands)
Merupakan tekanan yang diciptakan oleh rekan kerja
dalam satu organisasi.
4. Struktur Organisasi
Gambaran instansi yang diwarnai dengan struktur
organisasi yang tidak jelas, kurangnya kejelasan mengenai
jabatan, peran, wewenang, dan tanggung jawab.

26
5. Kepemimpinan Organisasi
Memberikan gaya manajemen pada organisasi. Beberapa
pihak didalamnya dapat membuat iklim organisasi yang
mengakibatkan suatu ketegangan, ketakutan dan
kecemasan
Sedangkan Gibson et al. (Erawati et al., 2019)
menyatakan stres kerja dapat diukur menggunakan indikator
sebagai berikut.
1. Tekanan Individu
Terdiri dari konflik peran (role conflict), ambiguitas peran
(role ambiguity), beban kerja yang berat, beban tanggung
jawab, tidak adanya kemajuan karir, minimnya desain
pekerjaan.
2. Tekanan Kelompok
Adanya hubungan kurang baik antara seorang individu
dengan rekan kerja
3. Tekanan Lingkungan Fisik
Tekanan tersebut biasanya berhubungan dengan keadaan
lingkungan fisik yang dapat menimbulkan tekanan pada
individu, misalnya lampu penerangan yang suram,
kegaduhan, temperatur yang panas, polusi udara.
4. Tekanan Keorganisasian
Menyangkut sampai sejauh mana pengetahuan orang,
pendapat dan gagasannya dimasukkan dalam proses
pengambilan keputusan.
Indikator stres kerja menurut Robbins dan Judge
(Erawati et al., 2019).
1. Indikator psikologis, meliputi perasaan resah dan gelisah,
kecemasan dan ketegangan, mudah marah, kebosanan,
hilangnya konsentrasi, hilangnya kreativitas, tidak
komunikatif, banyak melamum dan lelah mental
2. Indikator fisiologis, meliputi meningkatnya detak jantung
dan tekanan darah , fisik mudah lelah, sakit kepala, sering
berkeringat, gangguan pernafasan dan gangguan tidur.

27
3. Indikator perilaku, meliputi menunda atau menghindari
pekerjaan, perilaku sabotase, perilaku makan yang tidak
normal, menurunya hubungan dengan rekan kerja dan
meningkatnya perilaku negatif.

F. Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja


Stres kerja secara sederhana mempunyai potensi untuk
mendorong atau menurunkan kinerja, jika tidak ada stres
maka tantangan kerja juga tidak ada yang mengakibatkan
kinerja menjadi menurun (Luthans, 2011: 278). Stres yang
tidak diatasi dengan baik akan berpengaruh terhadap
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif
dengan lingkungan kerjanya (Siagian, 2018: 300). Stres yang
melebihi batas toleransi akan berdampak negatif terhadap
karyawan dan stres yang dapat ditangani karyawan akan
memberikan dampak positif (Khuong dan Yen, 2016). Stres
yang dapat memberikan dampak positif kepada pekerja
berfungsi sebagai motivator dalam peningkatan kinerja
(Lestari dan Ratnasari, 2018).
Lebih lanjut Ekawarna (2018: 199) menjelaskan
hubungan stres kerja terhadap kinerja dalam Kurva Yerkes-
Dodson seperti dalam Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Hubungan Stres Kerja dan Kinerja


Sumber : Ekawarna (2018: 199)

28
Gambar 3.1 di atas menunjukkan bahwa stres juga
mampu menunjukkan ke arah yang produktif dan memiliki
konsekuensi meningkatkan kinerja, namun stres dapat juga
menimbulkan konsekuensi negatif atau mengganggu kinerja.
Pada titik stres yang optimal maka kinerja juga dapat
maksimal. Stres pada batas rendah dapat meningkatkan
kinerja dari karyawan (Alkubaisi, 2015).
Stres kerja dapat memiliki hubungan positif dengan
kinerja sesuai dengan hasil penelitian Chandra dan
Adriansyah (2017), dimana stres kerja dapat meningkatkan
kinerja dari karyawan PT. Mega Auto Central Finance Cabang
Langsa. Dipertegas kembali dari temuan Yoga et al. (2018)
menyatakan bahwa indikator stres kerja terdiri dari tuntutan
tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur
organisasi dan kepemimpinan berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan PT. Adira Dinamika Multifinance.
Hubungan negatif antara stres kerja terhadap kinerja
karyawan dibuktikan dari hasil penelitian Alkubaisi (2015)
dimana stres kerja berpengaruh terhadap penurunan kinerja
karyawan pada sektor Perbankan di Qatar. Hasil serupa juga
diungkapkan oleh Ahmad et al. (2018) dimana stres kerja
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja,
adanya stres kerja membuat perawat Unit Gawat Darurat
di Makassar kinerjanya menurun. Dipertegas kembali
dalam penelitian Susiarty et al. (2019) terhadap perawat
Rumah Sakit di Kota Mataram menyatakan bahwa stres kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja, setiap peningkatan
stres kerja akan menurunkan kinerja perawat dan ketika stres
kerja yang dirasakan terlalu besar makan kinerja akan mulai
menurun. Penelitian lain dilakukan An et al. (2020)
menyatakan bahwa stres kerja berhubungan negatif terhadap
kinerja pelaut. Hastutiningsih (2019) dan Erawati et al. (2019)
juga menemukan bahwa stres kerja memiliki pengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan.

29
BAB IV
BEBAN KERJA

A. Pengertian Beban Kerja


Beban kerja mengacu pada semua aktivitas yang
melibatkan karyawan, waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan pekerjaan baik secara langsung
maupun tidak langsung (Johari et al., 2018). Beban kerja
adalah sejumlah proses atau kegiatan yang harus diselesaikan
oleh suatu unit organisasi secara sistematis dalam jangka
waktu tertentu untuk mendapatkan informasi tentang
efisiensi dan efektifitas kerja suatu unit organisasi (Yuniarsih
dan Suwatno dalam Priyanto, 2018). Sedangkan Kasmir
(2019: 40) menyatakan bahwa beban kerja adalah
perbandingan antara total waktu baku untuk menyelesaikan
tugas dan pekerjaan terhadap total waktu standar. Pengertian
tentang beban kerja juga dinyatakan Munandar (Harini et al.,
2018) bahwa beban kerja adalah tugas-tugas yang harus
diselesaikan oleh karyawan dalam waktu tertentu dengan
memanfaatkan potensi dan keterampilan yang dimiliki.
Mengacu pada banyaknya definisi, dapat disimpulkan
bahwa beban kerja adalah persepsi dari pekerja mengenai
kegiatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu serta upaya dalam menghadapi permasalahan dalam
pekerjaan. Beban kerja dapat diukur dengan total waktu yang
dibutuhkan untuk penyelesaian tugas tertentu (Akob, 2016).
Apabila seorang pekerja mampu menyelesaikan dan
menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang diberikan,
maka hal tersebut tidak menjadi suatu beban kerja. Namun,
jika pekerja tidak berhasil maka tugas dan kegiatan tersebut
menjadi suatu beban kerja. Beban kerja adalah sesuatu yang
dirasakan berada di luar kemampuan karyawan untuk
melakukan pekerjaan. Kapasitas seseorang yang dibutuhkan
untuk mengerjakan tugas sesuai dengan harapan berbeda

30
dengan kapasitas yang tersedia pada saat itu. Perbedaan
diantara keduanya menunjukkan taraf kesukaran tugas yang
mencerminkan beban kerja. Sementara Lestari dan Ratnasari
(2018) dalam penelitianya membedakan beban kerja menjadi
kuantitatif mengacu pada terlalu banyak yang harus
dilakukan dan kualitatif mengacu pada pekerjaan yang terlalu
sulit dilakukan
Hastutiningsih (2019) menyatakan beban kerja terbagi
menjadi 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut.
1. Beban kerja diatas normal
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
lebih besar dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan
melebihi kemampuan pekerjaan.
2. Beban kerja normal
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
sama dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan sama
dengan kemampuan pekerja.
3. Beban kerja dibawah normal
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
lebih kecil dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan
lebih rendah dari kemampuan pekerjaan.
Soleman (Priyanto, 2018) menyatakan bahwa beban
kerja sebagai besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu
jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara
volume kerja dan norma waktu yang terbagi ke dalam dua
skala penilaian beban kerja sebagai berikut.
1. Faktor Eksternal, meliputi tugas-tugas yang diberikan,
kompleksitas, pekerjaan, lamanya waktu kerja dan
istirahat.
2. Faktor Internal, meliputi motivasi, persepsi, keinginan dan
kepuasaan

31
B. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Harini et al. (2018) menyatakan ada beberapa faktor
yang mempengaruhi beban kerja sebagai berikut.
1. Faktor eksternal.
Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja (wring stressor)
seperti:
a. Tugas yang dilakukan yang bersifat fisik, seperti situasi
kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja,
kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang
bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat
kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang
diperoleh, tanggung jawab pekerjaan.
b. Organisasi kerja, seperti masa waktu kerja, waktu
istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem
pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan
tugas dan wewenang.
c. Lingkungan kerja meliputi lingkungan kerja fisik,
lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja
psikologi.
2. Faktor Internal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
tubuh akibat dari reaksi beban pekerjaan eksternal. Reaksi
tubuh disebut strain, berat ringanya strain dapat dinilai
baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal
meliputi faktor somatik (jenis kelamin, umur, ukuran
tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan
kepuasan).
Sedangkan Gibson (Chandra dan Adriansyah, 2017)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
sebagai berikut.

32
1. Time pressure (tekanan waktu)
Adanya ketentuan batas waktu atau deadline justru dapat
meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja
yang tinggi, namun desakan waktu juga dapat menjadi
beban kerja berlebihan sehingga dapat mengakibatkan
munculnya banyak kesalahan atau kondisi kesehatan
seseorang berkurang.
2. Jadwal kerja atau jam kerja
Jumlah waktu untuk melakukan suatu pekerjaan
berkontribusi terhadap pengalaman akan tuntutan kerja,
yang merupakan salah satu faktor penyebab stres di
lingkungan kerja. Jadwal kerja padat, berkelanjutan, tanpa
adanya waktu istirahat atau libur dapat berpengaruh
terhadap kesehatan tubuh seseorang.
3. Role ambiguity dan role conflict
Role ambiguity atau kemenduaan peran dan role conflict
atau konflik peran dapat mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap beban kerjanya.
4. Kebisingan, dapat mempengaruhi pekerja termasuk
kesehatan dan performance. Karyawan dengan kondisi kerja
sangat bising dapat mempengaruhi efektifitas kerja dalam
menyelesaikan tugasnya, sehingga dapat mengganggu
konsentrasi dan secara tidak langsung mengganggu
pencapaian tugas dan dapat dipastikan akan memperberat
beban kerja.
5. Information overload,
Banyaknya informasi yang masuk dan diserap pekerja
dalam waktu bersamaan dapat menyebabkan beban kerja
semakin berat. Penggunaan teknologi dan penggunaan
fasilitas kerja serba canggih membutuhkan adaptasi
tersendiri dari pekerja. Semakin komplek informasi yang
diterima, dapat mempengaruhi proses pembelajaran
pekerja dan sehingga dapat berpengaruh terhadap
kesehatan pekerja jika tidak ditangani dengan baik.

33
6. Temperature extremes atau heat overload.
Sama halnya dengan kebisingan, faktor kondisi kerja yang
beresiko seperti tingginya suhu udara dalam ruangan juga
berdampak pada kesehatan. Hal ini dapat terjadi jika
kondisi tersebut berlangsung dalam waktu lama dan tidak
tersedianya peralatan untuk mengatasi.
7. Repetitive action.
Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aksi tubuh
secara berulang, seperti pekerja menggunakan komputer
dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan
mengetik, atau pekerja assembly line yang harus
mengoperasikan mesin dengan prosedur yang sama setiap
waktu atau dimana banyak terjadi pengulangan gerak
akan timbul rasa bosan, rasa monoton pada akhirnya
dapat menghasilkan berkurangnya perhatian dan secara
potensial membahayakan jika tenaga gagal untuk
bertindak tepat dalam keadaan darurat.
8. Tanggung jawab
Setiap jenis tanggung jawab dapat merupakan beban kerja
bagi sebagian orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tanggung jawab terhadap orang menimbulkan tekanan
yang berhubungan dengan pekerjaan. Sebaliknya semakin
banyaknya tanggung jawab, semakin rendah beban kerja
yang berhubungan dengan pekerjaan

C. Indikator Beban Kerja


Suwatno (Gozali, 2016) menyatakan indikator beban
kerja sebagai berikut.
1. Jam kerja efektif
Pegawai dapat bekerja sesuai dengan jam yang telah
ditentukan.
2. Latar belakang pendidikan
Pendidikan mendasari tinggi rendahnya beban kerja yang
harus dikerjakan.

34
3. Jenis pekerjaan yang diberikan
Jenis pekerjaan yang sesuai dengan keahlian atau
kompetensi pegawai.
Sedangkan Tarwaka (Tjibrata et al., 2017) menyatakan
indikator beban kerja sebagai berikut.
1. Beban waktu (time load) menunjukkan jumlah waktu yang
tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan, memantau
tugas atau pekerjaan.
2. Beban usaha mental (mental effort load) yaitu berarti
banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu
pekerjaan.
3. Beban tekanan Psikologis (psychological stress load) yang
menunjukkan tingkat risiko pekerjaan, kebingungan, dan
frustasi.
Putra (Harini et al., 2018) menjelaskan indikator beban
kerja yang dipakai dalam penelitiannya sebagai berikut.
1. Target yang harus dicapai.
Pandangan individu mengenai besarnya target yang
diberikan untuk menyelesaikan pekerjaanya. Pandangan
mengenai hasil kerja yang harus diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu.
2. Kondisi pekerjaan
Mencakup tentang bagaimana pandangan yang dimiliki
oleh individu tentang kondisi pekerjaannya, misalnya
mengambil keputusan dengan cepat pada saat pengerjaan
serta dapat mengatasi kejadian yang tak terduga seperti
melakukan pekerjaan ekstra diluar waktu yang
ditentukan.
3. Penggunaan waktu kerja
Waktu yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi.
4. Standar pekerjaan
Kesan pada individu mengenai pekerjaannya, misalnya
perasaan yang timbul mengenai beban kerja yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

35
Sedangkan indikator beban kerja menurut Hart dan
Staveland (Angwen, 2017) terdiri atas enam indikator sebagai
berikut.
1. Permintaan fisik (Physical demand)
Besarnya aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam
melaksanakan tugas.
2. Upaya (Effort)
Usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental yang
dibutuhkan untuk mencapai level performa karyawan.
3. Permintaan mental (Mental demand)
Besarnya aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan
untuk melihat, mengingat dan mencari.
4. Permintaan sementara (Temporal demand)
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang
dirasakan selama pekerjaan berlangsung.
5. Tingkat frustasi (Frustration level)
Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman dan
kepuasan diri yang dirasakan.
6. Kinerja (Performance)
Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam
pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

D. Hubungan Beban Kerja terhadap Stres Kerja dan


Kinerja
Kasmir (2019: 40) menyatakan bahwa beban kerja
adalah perbandingan antara total waktu baku untuk
menyelesaikan tugas dan pekerjaan terhadap total waktu
standar. Beban kerja diartikan sebagai sesuatu yang dirasakan
berada di luar kemampuan karyawan untuk melakukan
pekerjaan (Priyanto, 2018). Tuntutan tugas penyebab stres
adalah overload, dapat terjadi ketika seseorang memiliki
banyak pekerjaan dibandingkan dengan kemampuan untuk
menanganinya. Setiap pekerja pada dasarnya tidak
menginginkan kelebihan atau kekurangan beban kerja karena
dapat berhubungan dengan kinerja. Ekawarna (2018: 193)

36
menyatakan hubungan antara beban kerja, stres kerja dan
kinerja diilustrasikan dalam Gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Hubungan Beban Kerja, Stres Kerja dan Kinerja

Sumber : Ekawarna (2018: 193)

Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa tuntutan tugas


yang rendah dapat menyebabkan kebosanan dan apatis,
sedangkan tuntutan tugas berlebih dapat menyebabkan
ketegangan dan kecemasan. Sehingga tingkat moderat stres
kerja adalah berhubungan dengan beban kerja yang optimal,
karena mengarah ke tingkat energi yang tinggi dan motivasi.
Shabbir dan Naqvi (2017) menyatakan bahwa beban
kerja memiliki dampak positif dan signifikan terhadap stres
kerja karyawan Biro Perjalanan Wisata, adanya tekanan
diakibatkan oleh stres kerja dan kompleksitas kerja sehingga
mengakibatkan terjadinya stres kerja. Penelitian lain yang
menyatakan bahwa beban kerja mempunyai pengaruh positif
terhadap stres kerja adalah Alkubaisi (2015), adanya beban
kerja berlebih menyebabkan terjadinya peningkatan stres
kerja karyawan pada sektor Perbankan di Qatar. Penelitian
lain dengan hasil serupa juga dinyatakan Angwen (2017)
dimana beban kerja berlebih menyebabkan pegawai PT. PLN
(Persero) Area Madiun Rayon Magetan merasa tertekan
sehingga mengakibatkan terjadi stres dalam menghadapi
tugas dan pekerjaan. Dipertegas kembali dalam penelitian

37
Zulmaidarleni et al. (2019) terhadap pegawai Kantor
Kecamatan Padang, semakin tinggi beban kerja yang
diberikan kepada pegawai akan mendorong meningkatnya
stres kerja pegawai. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
beban kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Hatmawan
(2015) juga menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa
beban kerja memiliki pengaruh negatif terhadap stres kerja.
Beban kerja terlalu tinggi dan beban kerja terlalu
rendah berkorelasi dengan kinerja yang rendah. Peningkatan
ataupun penurunan dalam beban kerja menyebabkan
penurunan kinerja, tetapi peningkatan dalam kurva beban
kerja lebih sensitif berdampak buruk pada kinerja karyawan,
sehingga dapat dikatakan semakin tinggi beban kerja maka
semakin rendah kinerja (Shabbir dan Naqvi, 2017). Pada
penelitian yang dilaksanakan Akob (2016) menyatakan bahwa
beban kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja para
guru sekolah berbasis Islam di Makassar. Dipertegas kembali
dalam penelitian Gozali (2016) menyatakan bahwa beban
kerja memiliki pengaruh yang negatif terhadap kinerja
pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan
Sedang Berdagai. Hasil serupa juga ditemukan Putri dan
Rahyuda (2019) yang menyatakan beban kerja dengan
sepuluh indikator menunjukkan hubungan negatif antara
beban kerja dengan kinerja karyawan Bharata Sport and
Fashion. Hastutiningsih (2019) juga menyatakan beban kerja
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja,
kelebihan beban kerja adalah salah satu faktor penyebab
menurunnya kinerja.

38
BAB V
LINGKUNGAN KERJA

A. Definisi Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja merupakan salah satu
pertimbangan karyawan dalam bekerja, karyawan akan
mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik untuk
mencapai suatu hasil optimal, apabila ditunjang oleh suatu
kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman.
Sutrisno (2019: 118) menguraikan lingkungan kerja adalah
keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar
karyawan yang sedang melakukan pekerjaan, memiliki
pengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan
Sedarmayanti (2011: 21) mendefinisikan lingkungan kerja
sebagai keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perorangan
atau kelompok. Nitisemito (Al-Omari dan Okasheh, 2017)
menyatakan lingkungan kerja adalah semua yang ada
disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan
tersebut. Mangkunegara (2015: 17) menyebutkan lingkungan
kerja antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang
menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, iklim kerja
dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Dari beberapa definisi sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada
disekitar pegawai pada saat bekerja, baik berbentuk fisik atau
non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi diri dan pekerjaan karyawan saat bekerja.

39
B. Jenis Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat dikelompokan menjadi dua
yakni lingkungan internal dan lingkungan eksternal
(Marwansyah, 2019: 11). Lingkungan internal merupakan
faktor atau kondisi yang berada di dalam organisasi yang
mempengaruhi organisasi tersebut. Sedangkan lingkungan
eksternal merupakan kekuatan diluar organisasi, yang
berperan dalam mendorong keberhasilan suatu organisasi
dalam upaya mencapai tujuannya (Hatmawan, 2015).
Sedangkan Sedarmayanti (2011: 21) menyatakan
lingkungan kerja terbagi menjadi dua, sebagai berikut.
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk
fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun
tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi
menjadi dua kategori.
a. Lingkungan kerja langsung berhubungan dengan
pegawai seperti pusat kerja, kursi, meja, dan
sebagainya.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat
juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi
kondisi pegawai misalnya temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Semua keadaan berkaitan dengan hubungan kerja, baik
hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan
sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mewujudkan suatu kondisi
yang mendukung kerja sama antar karyawan, atasan dan
bawahan. Kondisi lingkungan kerja non fisik sebagai
berikut.

40
a. Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kinerja
karyawan salah satunya latar belakang keluarga, yaitu
antara status keluarga, jumlah keluarga, tingkat
kesejahteraan dan lain-lain.
b. Faktor status sosial
Semakin tinggi jabatan seorang pekerja dalam
organisasi maka semakin tinggi kewenangan dan
keleluasaan dalam mengambil keputusan.
c. Faktor hubungan kerja dalam perusahaan
Hubungan kerja dalam perusahaan adalah hubungan
kerja antara karyawan dengan karyawan dan antara
karyawan dengan atasan.
d. Faktor sistem informasi
Hubungan kerja akan dapat berjalan dengan baik
apabila ada komunikasi yang baik diantara anggota
dalam perusahaan. Dengan komunikasi yang baik di
lingkungan organisasi maka anggota organisasi akan
berinteraksi, saling memahami, saling mengerti satu
sama lain menghilangkan perselisihan salah paham

C. Indikator Lingkungan Kerja


Sedarmayanti (2011: 46) menyatakan indikator
lingkungan kerja sebagai berikut.
1. Penerangan atau cahaya pada tempat kerja.
Cahaya atau penerangan pengaruhnya sangat besar bagi
karyawan terkait dengan keselamatan dan kelancaran
kerja. Pencahayaan kurang jelas, akan memperlambat
pekerjaan, banyak mengalami kesalahan dan dapat
menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan
pekerjaan.
2. Temperatur udara pada tempat kerja.
Pada keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia
mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia akan
berusaha untuk mempertahankan keadaan normal,
dengan suatu sistem tubuh sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar
tubuh.

41
3. Kelembaban udara pada tempat kerja.
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung
dalam udara dan sangat berpengaruh kepada keadaan
tubuh manusia. Bila temperatur udara panas dan
kelembaban tinggi maka akan menimbulkan pengurangan
panas dari tubuh secara besar-besaran. Semakin cepat
denyut jantung, maka peredaran darah dalam tubuh akan
makin aktif guna pemenuhan oksigen.
4. Sirkulasi udara pada tempat kerja.
Udara yang segar dibutuhkan setiap manusia untuk
bernafas, sirkulasi udara yang tidak bagus tentunya akan
mempengaruhi kualitas udara dan pernafasan para
pekerja. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan
membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah
setelah bekerja
5. Getaran mekanis pada tempat kerja.
Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu
tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur
dalam intensitas maupun frekuensi. Kondisi seperti ini
dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi dalam
bekerja, munculnya kelelahan dan munculnya beberapa
penyakit lanjutan.
6. Aroma pada tempat kerja.
Adanya aroma yang tidak sedap di sekitar tempat kerja
dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat
mengganggu konsentrasi bekerja dan bau-bauan yang
terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan
penciuman.
7. Tata warna
Warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan
para pekerja, sifat dan pengaruh warna kadang dapat
menumbuhkan rasa senang, sedih dan lain-lain.

42
8. Dekorasi pada tempat kerja.
Dekorasi sangat berhubungan dengan penataan warna,
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja
saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak,
tata warna, perlengkapan, interior dan lainnya.
9. Musik pada tempat kerja.
Alunan musik dengan nada lembut sesuai dengan
suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan
merangsang karyawan untuk bekerja.
10. Keamanan pada tempat kerja.
Lingkungan kerja yang aman akan membuat kondisi
tenaga kerja merasa nyaman dalam bekerja. Segala upaya
dapat dilaksanakan untuk menciptakan kondisi aman di
tempat kerja.
Tjibrata et al. (2017) menggunakan indikator
penerangan, suhu udara, suara bising, keamanan kerja dan
hubungan karyawan dalam penelitiannya. Sedangkan
Nitisemito (Kristanti, 2017) menyatakan indikator lingkungan
kerja sebagai berikut.
1. Suasana kerja
Suatu kondisi disekitar karyawan yang sedang melakukan
pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan itu sendiri. Suasana kerja ini akan meliputi
tempat kerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan,
pencahayaan, ketenangan termasuk juga hubungan kerja
antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.
2. Hubungan dengan rekan kerja
Hubungan dengan rekan kerja harmonis dan tanpa ada
saling intrik di antara sesama rekan sekerja. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal
dalam satu organisasi adalah adanya hubungan yang
harmonis di antara rekan kerja.
3. Tersedianya fasilitas kerja
Fasilitas kerja dimaksudkan bahwa peralatan yang
digunakan untuk mendukung kelancaran kerja
lengkap/mutakhir. Tersedianya fasilitas kerja yang
lengkap, walaupun tidak baru merupakan salah satu
penunjang proses dalam bekerja.

43
Berdasarkan pada pemaparan indikator sebelumnya,
maka indikator yang digunakan untuk menilai lingkungan
kerja pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Suasana kerja
2. Tersedianya fasilitas kerja
3. Keamanan dan keselamatan kerja
4. Hubungan antar rekan kerja
5. Keadilan dalam lingkungan kerja

D. Hubungan Lingkungan Kerja terhadap Stres


Kerja dan Kinerja
Lingkungan kerja yang baik akan mendorong individu
atau kelompok untuk bekerja lebih baik (Putra dan Rahyuda,
2015) dan mampu bersikap positif seperti mempunyai
kesetian yang tinggi, kegembiraan, kebanggaan dalam
bekerja, kerjasama dan kedisiplinan dalam kewajiban dengan
integritas dan kepercayaan penuh (Hatmawan, 2015).
Lingkungan kerja juga dapat membantu meningkatkan
tingkat produktivitas serta kinerja karyawan (Tjibrata et al.,
2017). Lingkungan kerja sebagai salah satu faktor utama
dapat memicu karyawan untuk bekerja secara optimal,
lingkungan kerja tidak nyaman dan kurang kondusif
berpengaruh kepada kenyamanan karyawan dalam bekerja
dan berpengaruh kepada stres kerja (Angwen, 2017).
Sehingga dikatakan lingkungan kerja merupakan salah
sumber dari stres kerja yang berpengaruh terhadap cara kerja
dari karyawan dan produktivitas kerja yang mengarah
kepada kinerja karyawan. Perlunya pengelolaan lingkungan
kerja yang nyaman dan menarik untuk dapat memotivasi
karyawan agar dapat bekerja lebih baik (Tjahjaningsih et al.,
2019).
Lingkungan kerja memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap stres kerja seperti hasil penelitian
Kristanti (2017) dan Angwen (2017). Penelitian Zulmaidarleni
et al. (2019) juga menyatakan bahwa lingkungan fisik
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja, hal

44
ini menunjukkan semakin lengkap fasilitas kerja maka
mendorong menurunnya stres kerja pegawai Kantor
Kecamatan Padang Timur. Penelitian lain yang mendukung
adalah Susiarty et al. (2019) menyatakan bahwa lingkungan
kerja yang nyaman dapat mengurangi stres kerja Perawat di
Ruang Rawat Rumah Sakit Kota Mataram. Dipertegas
kembali dalam penelitian Bahri et al. (2018) menyatakan
bahwa lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi
tingkat stres kerja. Putra dan Rahyuda (2015) juga
menemukan bahwa lingkungan kerja fisik memiliki
pengaruh negatif terhadap stres kerja pegawai UPT
Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota
Denpasar.
Pengaruhnya dengan kinerja, lingkungan kerja
memiliki arah yang positif seperti dalam penelitian
Dharmanegara et al. (2016) sehingga lingkungan kerja yang
baik akan dapat meningkatkan kinerja pekerja UKM di Kota
Denpasar. Penelitian Yugusna et al. (2016) menyatakan bahwa
lingkungan kerja yang nyaman dapat meningkatkan kinerja
karyawan. Tjibrata et al. (2017) juga menegaskan kembali
bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan PT. Sabar Ganda Manado. Hasil
penelitian Harini et al. (2018) menunjukkan bahwa enam
indikator lingkungan kerja memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja karyawan Bagian Housekeeping Hotel Lorin
Sentul Bogor. Lingkungan kerja berupa fasilitas yang lengkap
dan nyaman akan membuat kinerja pegawai Bank dapat
meningkat (Tjahjaningsih et al., 2019). Susiarty et al. (2019)
dalam penelitianya juga menyatakan bahwa lingkungan kerja
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.

45
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPEGARUHI KINERJA
AWAK KAPAL

A. Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Awak


Kapal
Kasmir (2019: 40) menyatakan beban kerja adalah
perbandingan antara total waktu baku untuk menyelesaikan
tugas dan pekerjaan terhadap total waktu standar.
Mangkunegara (2015: 67) menyatakan kinerja sebagai hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Beban
kerja merupakan unsur yang harus diperhatikan untuk dapat
mendapatkan keserasian dan produktivitas kerja yang tinggi.
Apabila beban kerja yang harus ditanggung melebihi dari
kapasitasnya, maka akan berdampak terhadap menurunnya
produktivitas kerja. Beban kerja terlalu tinggi dan beban kerja
terlalu rendah berkorelasi dengan kinerja rendah. Beban kerja
berlebih akan berdampak kepada kondisi fisik dan psikologis
dari seorang karyawan (Siswanto et al., 2019). Sehingga beban
kerja mempunyai hubungan negatif terhadap kinerja
karyawan.
Shabbir dan Naqvi (2017) melakukan penelitian
terhadap karyawan Biro Perjalanan di Rawalpindi, Islamabad
dan AJK Pakistan menyatakan bahwa peningkatan ataupun
penurunan dalam beban kerja keduanya menyebabkan
penurunan kinerja, tetapi peningkatan dalam kurva beban
kerja lebih sensitif dan berdampak buruk pada kinerja
karyawan, sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi
beban kerja maka semakin rendah kinerja. Penelitian Akob
(2016) dengan judul ― Influence Workload, Work Ethic and Job

46
Satisfaction toward Teacher’s Performance ( Study of Islamic-Based
School in Makassar-Indonesia)‖ menyatakan bahwa beban kerja
memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja para guru
sekolah berbasis Islam di Makassar. Sehingga para guru dapat
memaksimalkan beban kerja untuk dapat meningkatkan
kinerja.
Dipertegas kembali dalam penelitian Gozali (2016)
menyatakan bahwa beban kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap kinerja pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten
Deli Serdang dan Sedang Berdagai. Hal sama juga ditemukan
Putri dan Rahyuda (2019) dalam penelitiannya menyatakan
beban kerja terdiri dari 10 indikator menunjukkan hubungan
negatif antara beban kerja dengan kinerja karyawan Bharata
Sport and Fashion. Beban kerja berlebih akan dapat
menurunkan kinerja karyawan Bharata Sport and Fashion,
begitu juga sebaliknya apabila beban kerja sedikit akan dapat
meningkatkan kinerja karyawan. Hastutiningsih (2019)
melakukan penelitian terhadap karyawan bagian produksi
PT. Animasi Yogyakarta dengan menggunakan indikator
beban kerja Hart dan Staveland yakni mental demand, physical
demand, temporal demand, performance, effort dan frustration level.
Hasil penelitian menunjukkan beban kerja berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja, kelebihan beban kerja
adalah salah satu faktor penyebab menurunnya kinerja.
Dalam kajian ini persepsi beban kerja awak kapal
adalah rendah ditunjukkan dalam enam indikator yang
digunakan mengukur beban kerja. Indikator beban kerja
terdiri atas aktivitas fisik (physical demand), usaha dalam
mencapai hasil (effort), kompleksitas suatu pekerjaan (mental
demand), waktu dan ritme pekerjaan (temporal demand), rasa
puas dengan keberhasilan pekerjaan (performance) dan rasa
aman dan nyaman bekerja (frustration level). Indikator beban
kerja yang memiliki skor tertinggi yakni rasa puas dengan
keberhasilan pekerjaan, sehingga awak kapal memang sudah
merasa puas atas pekerjaan dan hasil pekerjaan yang sudah
dilaksanakan. Sedangkan indikator dengan skor terendah
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

47
Indikator kinerja awak kapal yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari atas kualitas pekerjaan, kuantitas
pekerjaan, ketepatan waktu, efektivitas penekanan biaya,
pengawasan dan kemandirian dalam bekerja dan hubungan
antar karyawan. Kinerja awak kapal sesuai dengan skor rata-
rata masuk dalam kategori baik, dengan indikator yang
paling dominan adalah kualitas kerja yang dipersepsikan
dengan pernyataan mampu mengerjakan pekerjaan dengan
teliti sehingga dapat meminimalisir dampak negatif. Awak
kapal mempersepsikan kualitas sebagai indikator yang
mendapat perhatian lebih karena dalam memberikan layanan
dan kegiatan operasional kapal kualitas kerja sangat dituntut
agar keselamatan pelayaran dapat dijaga.
Hasil pengujian pengaruh beban kerja terhadap kinerja
awak kapal menunjukkan beban kerja berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kinerja awak kapal. Hasil ini
memberi makna bahwa beban kerja awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine tidak berdampak terhadap meningkatnya
kinerja awak kapal secara signifikan. Dengan demikian,
hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa beban
kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja
awak kapal tidak terbukti.
Penelitian ini menjelaskan bahwa pengaruh beban kerja
tidak signifikan terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine disebabkan persepsi responden dengan skor
rata-rata terendah pada indikator menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, penyelesaian
pekerjaan tepat waktu tidak diprioritaskan oleh awak kapal,
tapi meminimalisasi kesalahan, dampak negatif serta
keselamatan dalam pelayaran yang lebih diutamakan. Faktor
lain yang berpengaruh terhadap hasil penelitian adalah
semua awak kapal dari jabatan yang paling bawah sampai
dengan Nakhoda wajib memiliki sertifikasi sesuai dengan
ketentuan pelaut Nasional dan Internasional. Sertifikat yang
harus dimiliki seorang awak kapal berupa Sertifikat Keahlian
Pelaut (Certificate of Competency) dan Sertifikat Keterampilan

48
Pelaut (Certificate of Proficiency). Ditambah dengan kewajiban
untuk melaksanakan updating atau penyegaran kembali atas
semua sertifikat yang dimiliki setiap lima tahun sekali.
Keahlian dan kompetensi sebagai seorang awak kapal ini
tentunya awak kapal mengetahui beban kerja di atas kapal,
sehingga adanya beban kerja tidak begitu berpengaruh
terhadap kinerja awak kapal.
Faktor umur dan pengalaman dari awak kapal juga
berpengaruh terhadap tidak signifikannya beban kerja
terhadap kinerja. Mayoritas umur awak kapal di PT.
Indonusa Tenggara Marine adalah 34 – 40 tahun yang masih
tergolong usia produktif dan dibawahnya usia 41 - 47 tahun.
Tentunya dengan umur tersebut pengalaman bekerja sebagai
seorang pelaut, mereka sudah paham tentang beban kerja di
atas kapal. Sehingga faktor beban kerja bukan sebagai salah
satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja awak
kapal.
Temuan hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Shabbir dan Naqvi (2017) menyatakan bahwa
beban kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan
Biro Perjalanan di Rawalpindi, Islamabad dan AJK Pakistan.
Adanya peningkatan beban kerja dapat menyebabkan
penurunan kinerja, tetapi peningkatan dalam kurva beban
kerja lebih sensitif dan berdampak buruk pada kinerja
karyawan, sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi
beban kerja maka semakin rendah kinerja. Penelitian Akob
(2016) menyatakan bahwa beban kerja memiliki pengaruh
negatif terhadap kinerja para guru sekolah berbasis Islam di
Makassar, sehingga para guru dapat memaksimalkan beban
kerja untuk dapat meningkatkan kinerja.
Hasil penelitian lain yang tidak sejalan juga ditemukan
Gozali (2016) dalam penelitiannya bahwa beban kerja
memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja pegawai Badan
Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Sedang Berdagai.
Hal sama juga ditemukan Putri dan Rahyuda (2019) dalam
penelitiannya menyatakan beban kerja menunjukkan

49
hubungan negatif terhadap kinerja karyawan Bharata Sport
and Fashion. Beban kerja berlebih akan dapat menurunkan
kinerja karyawan Bharata Sport and Fashion, begitu juga
sebaliknya apabila beban kerja sedikit akan dapat
meningkatkan kinerja karyawan. Hastutiningsih (2019)
melakukan penelitian terhadap karyawan bagian produksi
PT. Animasi Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa beban
kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja,
kelebihan beban kerja adalah salah satu faktor penyebab
menurunnya kinerja.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa hasil
penelitian yang dilaksanakan sebelumnya diantaranya
Chandra dan Adriansyah (2017) dengan hasil beban kerja
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Mega Auto Central Finance Cabang Langsa. Adanya kenaikan
beban kerja atau penurunan beban kerja tidak akan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Johari et al. (2018)
melaksanakan penelitian terhadap para guru sekolah negeri
di wilayah Barat Peninsular Malaysia juga mendapatkan hasil
yang sejalan. Beban kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja
para guru sekolah negeri di Wilayah Barat Peninsular
Malaysia. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman yang
dimiliki oleh para Guru dalam mengajar, adanya keahlian
dan kompetensi dalam mengajar. Sehingga adanya beban
kerja yang berat tidak berpengaruh terhadap kinerja para
Guru.
Penelitian lain yang mendukung dilaksanakan Susiarty
et al. (2019) meneliti tentang pengaruh beban kerja terhadap
kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Kota
Mataram, dengan menggunakan enam indikator untuk
mengukur persepsi tentang beban kerja perawat. Hasil
penelitian menyebutkan beban kerja berpengaruh negatif
tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perawat di RS Kota
Mataram. Beban kerja yang dirasakan dapat menurunkan
kinerja dari perawat, hanya saja beban kerja yang dirasakan
saat ini tergolong sedang sehingga tidak menurunkan kinerja
perawat secara signifikan.

50
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang
disampaikan Ekawarna (2018: 193) tuntutan tugas berlebih
dapat menyebabkan ketegangan dan kecemasan seorang
karyawan yang berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja
karyawan. Wibowo (2017: 40) juga menyatakan teori yang
tidak sejalan dengan hasil penelitian dimana adanya
peningkatan beban kerja akan menyebabkan produktivitas
karyawan akan menurun. Beban kerja merupakan cerminan
waktu kerja produktif atau produktivitas dari seorang
karyawan dalam waktu tertentu.

B. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja


Awak Kapal
Nitisemito (Al-Omari dan Okasheh, 2017) menyatakan
lingkungan kerja adalah semua yang ada disekitar pekerja
yang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan tersebut.
Lingkungan kerja dapat berupa lingkungan kerja fisik dan
lingkungan kerja non fisik. Kinerja sebagai perilaku atau
tindakan yang relevan dengan pencapaian tujuan organisasi
yang dapat diskalakan dan diukur (Boxall et al., 2007: 366).
Lingkungan kerja yang baik akan mendorong individu atau
kelompok untuk bekerja lebih baik dalam bekerja (Putra dan
Rahyuda, 2015) dan mampu bersikap positif seperti
mempunyai kesetian tinggi, kegembiraan, kebanggaan dalam
bekerja, kerjasama dan kedisiplinan dalam kewajiban dengan
integritas dan kepercayaan penuh (Hatmawan, 2015) serta
lingkungan kerja dapat membantu meningkatkan tingkat
produktivitas serta kinerja karyawan (Tjibrata et al., 2017).
Dengan demikian lingkungan kerja mempunyai hubungan
positif terhadap kinerja, lingkungan kerja yang nyaman akan
dapat meningkatkan kinerja karyawan (Bahri et al., 2018),
begitu juga sebaliknya lingkungan kerja yang tidak kondusif
akan berpengaruh terhadap menurunya kinerja karyawan.
Penelitian Dharmanegara et al. (2016) dengan judul ―
Job Competency and Work Environment: the Effect on Job
Satisfaction and Job Performance among SMEs Worker‖

51
menggunakan metode survey dengan penyebaran kuesioner
kepada 62 pekerja dari 162 jumlah pekerja UMKM Produk
Spa di Denpasar. Penelitian menyebutkan bahwa lingkungan
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kinerja. Ini berarti lingkungan kerja yang baik akan dapat
meningkatkan kinerja pekerja Usaha Kecil Menengah di
Kota Denpasar. Yugusna et al. (2016) melakukan penelitian di
SPBU 44.501.29 Randu Garut Semarang, menyatakan bahwa
lingkungan kerja yang nyaman dapat meningkatkan kinerja
karyawan. Tjibrata et al. (2017) dalam penelitiannya berjudul
―The Influence of Workload and Workplace of the Performance of an
Employee of PT. Sabar Ganda Manado‖ juga menegaskan
kembali bahwa lingkungan kerja secara parsial memiliki
pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Indikator
lingkungan kerja yang dipergunakan adalah penerangan,
suhu udara, suara bising, keamanan kerja dan hubungan
karyawan. Kesimpulan hasil penelitian menyatakan
lingkungan kerja yang nyaman akan dapat meningkatkan
kinerja karyawan PT. Sabar Ganda Manado.
Penelitian lain dilakukan Harini et al. (2018) dengan
judul ―Workload, Work Environment and Employee Performance of
Housekeeping‖ menunjukkan bahwa enam indikator
lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja karyawan Bagian Housekeeping Hotel Lorin Sentul
Bogor. Lingkungan kerja yang baik dapat meningkatkan
kinerja karyawan bagian Housekeeping Hotel Lorin Sentul
Bogor. Tjahjaningsih et al. (2019) dalam penelitiannya ―The
Role of Work Environment on Bank Employees’ Performance‖
terhadap 130 sampel pegawai Frontliner PT. BNI Cabang
Universitas Diponegoro semarang, menemukan bahwa
lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
pegawai BNI. Lingkungan kerja fisik yang lengkap dan
lingkungan kerja non fisik yang nyaman akan membuat
kinerja pegawai Bank BNI makin meningkat. Penelitian
Susiarty et al. (2019) juga menyatakan lingkungan kerja
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja, lingkungan kerja

52
yang nyaman dan kondusif memberikan dampak kepada
kinerja perawat di Ruang Inap RSU Kota Mataram dan pada
akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Dalam kajian ini persepsi lingkungan kerja awak kapal
adalah baik dan ditunjukkan dalam lima indikator yang
digunakan mengukur lingkungan kerja yakni suasana kerja,
fasilitas kerja, hubungan dengan rekan kerja, keamanan dan
keselamatan kerja dan keadilan dalam lingkungan kerja.
Indikator lingkungan kerja memiliki persepsi skor paling
tinggi diantara semua indikator adalah fasilitas di tempat
kerja, skor paling rendah dari indikator lingkungan kerja
adalah hubungan dengan rekan kerja dan secara keseluruhan
semua indikator dipersepsikan baik oleh responden.
Hasil pengujian mengenai pengaruh lingkungan kerja
terhadap kinerja awak kapal menunjukkan bahwa lingkungan
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja awak kapal tetapi
hubungan tersebut tidak signifikan. Hasil ini memberi makna
bahwa lingkungan kerja tidak berdampak terhadap
meningkatnya kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara
Marine. Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini yang
menyatakan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja awak kapal tidak terbukti.
Penelitian ini menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan
kerja tidak signifikan terhadap awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine disebabkan salah satunya adanya hubungan
dengan rekan kerja yang memiliki nilai paling rendah sesuai
dengan persepsi responden. Keterbatasan dan rutinitas
pekerjaan awak kapal dapat membuat hubungan dengan
rekan kerja kurang kondusif. Faktor lain sebagai penyebab
berupa karakteristik responden yang didominasi usia 34
sampai dengan 47 tahun. Sehingga dengan kategori umur
tersebut termasuk dalam kategori umur produktif dan
dengan bekal pengalaman kerja sebagai pelaut yang sudah
lama. Sehingga awak kapal pada rentang usia tersebut sudah
biasa dengan lingkungan kerja di atas kapal. Karakteristik
masa kerja juga berpengaruh terhadap lingkungan kerja,

53
berdasarkan hasil penelitian lapangan, mayoritas masa kerja
awak kapal di PT. Indonusa Tenggara Marine adalah satu
sampai empat tahun, tapi sisanya tentunya dengan masa kerja
lebih dari empat tahun. Dengan masa kerja di tempat kerja
saat ini, tentunya awak kapal mengetahui kondisi lingkungan
kerjanya dan sudah beradaptasi dengan lingkungan kerja.
Sehingga sebaik apapun lingkungan kerja tidak akan
berpengaruh terhadap kinerja awak kapal. Baik buruknya
lingkungan kerja awak kapal di PT. Indonusa Tenggara
Marine tidak akan berdampak terhadap hasil pekerjaan dari
awak kapal, karena bekerja di atas kapal sudah ada suatu
standar dalam operasional salah satunya adalah Safety
Management Code (SMC) yang berlaku di atas kapal milik PT.
Indonusa Tenggara Marine.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan Dharmanegara et al. (2016) yang melaksanakan
penelitian terhadap pekerja UMKM Produk Spa di Denpasar.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lingkungan kerja
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kinerja. Ini berarti lingkungan kerja yang baik dapat
meningkatkan kinerja pekerja Usaha Kecil Menengah di
Kota Denpasar. Yugusna et al. (2016) melakukan penelitian di
SPBU 44.501.29 Randu Garut Semarang, menyatakan bahwa
lingkungan kerja yang nyaman dapat meningkatkan kinerja
karyawan. Penelitian Tjibrata et al. (2017) juga menegaskan
kembali bahwa lingkungan kerja secara parsial memiliki
pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Kesimpulan
hasil penelitian menyatakan lingkungan kerja yang nyaman
akan dapat meningkatkan kinerja karyawan PT. Sabar Ganda
Manado.
Penelitian lain yang tidak sejalan dilakukan Harini et
al. (2018) menyatakan lingkungan kerja memiliki pengaruh
positif terhadap kinerja karyawan Bagian Housekeeping
Hotel Lorin Sentul Bogor. Lingkungan kerja yang baik dapat
meningkatkan kinerja karyawan bagian Housekeeping Hotel
Lorin Sentul Bogor. Dipertegas kembali dalam penelitian

54
Tjahjaningsih et al. (2019) terhadap pegawai Frontliner PT. BNI
Cabang Universitas Diponegoro semarang, menemukan
bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja pegawai BNI. Lingkungan kerja fisik yang lengkap
dan lingkungan kerja non fisik yang nyaman akan membuat
kinerja pegawai Bank BNI makin meningkat. Penelitian
Susiarty et al. (2019) juga menyatakan lingkungan kerja
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja, lingkungan kerja
yang nyaman dan kondusif memberikan dampak kepada
kinerja perawat di Ruang Inap RSU Kota Mataram dan pada
akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja organisasi
Penelitian ini mendukung beberapa hasil penelitian
yang dilaksanakan sebelumnya diantaranya Hamid dan
Hassan (2015) menyatakan bahwa hubungan antara
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan di Kantor
Pemerintah Shah Selangor Malaysia adalah lemah.
Lingkungan kerja di Kantor Pemerintah Shah Selangor
Malaysia sudah baik tapi pengaruhnya lemah terhadap
kinerja karyawan. Perbaikan lingkungan kerja akan dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya
akan dapat meningkatkan kinerja dari karyawan.
Penelitian Erawati et al. (2019) menyatakan bahwa
lingkungan kerja memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan restoran di daerah
Badung Bali. Pengaruh ini disebabkan karakteristik dari
tenaga kerja yang dominan berusia produktif, antara 21 tahun
sampai dengan 30 tahun dan didukung dengan pengalaman
yang cukup dan latar belakang pendidikan yang sesuai
dengan pekerjaanya. Adanya faktor tersebut memungkinkan
lingkungan kerja bukan merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan kinerja dari karyawan restoran di daerah
Badung Bali. Hastutiningsih (2019) menyatakan bahwa
lingkungan kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap kinerja. Lingkungan kerja tidak berpengaruh secara
langsung kepada kinerja karyawan Divisi Produksi PT.
Animasi Yogyakarta. Seberapa baik lingkungan kerja yang
ada, tidak akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

55
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang
disampaikan Nitisemito (Al-Omari dan Okasheh, 2017)
dimana lingkungan kerja dapat mempengaruhi hasil
pekerjaan karyawan, hasil pekerjaan merupakan salah satu
indikator dari kinerja karyawan. Hasil analisis ini juga tidak
sejalan dengan pernyataan Sutrisno (2014: 97) yang
menyatakan kinerja karyawan dalam suatu organisasi
dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Apabila diantara
karyawan sudah tidak menghiraukan lingkungan di
sekitarnya, maka dapat dipastikan kinerja akan menurun,
sehingga untuk dapat meningkatkan kinerja yang tinggi
diperlukan lingkungan kerja yang mendukung.

C. Pengaruh Beban Kerja terhadap Stres Kerja


Beban kerja merupakan tugas-tugas yang dibebankan
kepada karyawan untuk diselesaikan pada waktu tertentu
dengan memanfaatkan keterampilan dan potensi kerja yang
ada (Munandar dalam Harini et al., 2018). Bila tugas tidak
sebanding dengan kemampuan, waktu yang tersedia,
pekerjaan yang dikerjakan berbeda dengan pengalaman dan
kompetensi, pekerjaan beresiko, masalah yang kerap dihadapi
dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi dalam
lingkungan kerja adalah timbulnya stres kerja (Zulmaidarleni
et al., 2019). Beban kerja sendiri merupakan kontributor
penting untuk stres, tergantung dari tiap individu
menghadapinya. Stres kerja adalah suatu kondisi
ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan
antara fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seorang karyawan (Rivai dan Sagala,
2010: 1008). Tuntutan tugas yang rendah dapat menyebabkan
kebosanan dan apatis terhadap karyawan, sedangkan
tuntutan tugas berlebih dapat menyebabkan ketegangan
dan kecemasan (Ekawarna, 2018: 193). Tuntutan dan beban
kerja berlebih dapat memicu munculnya stres kerja, sehingga
dapat dikatakan beban kerja memiliki pengaruh yang positif
terhadap stres kerja.

56
Alkubaisi (2015) dengan penelitian berjudul ―How can
Stress Affect Your Work Performance? Quantitative Field Study on
Qatari Banking Sector‖ meneliti tentang stres kerja dan
penyebabnya terhadap kinerja karyawan sektor perbankan.
Hasil penelitian menunjukkan stres kerja menuntut upaya
lebih pada kinerja yang mungkin tidak sebanding dengan
kemampuan karyawan, sehingga dapat menyebabkan tingkat
stres dan tekanan kerja dengan intensitas menurun sesuai
dengan kemampuan individu. Hasil analisis menunjukkan
ketidakjelasan jabatan yang diberikan dan beban kerja
berlebih menyebabkan terjadinya peningkatan stres kerja
karyawan pada sektor Perbankan di Qatar.
Penelitian lain yang menyatakan beban kerja
mempunyai pengaruh positif terhadap stres kerja adalah
Shabbir & Naqvi (2017) dengan judul ―Impact of Workload and
Job Complexity on Employee Job Performance with the Moderating
Role of Social Support and Mediating Role of Job Stress: A Study of
Travel agencies in Rawalpindi, Islamabad and AJK‖. Data dalam
penelitian ini dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner
terhadap 285 pekerja Biro Perjalanan Wisata di Rawalpindi,
Islamabad dan AJK Pakistan. Hasil penelitian menyatakan
beban kerja memiliki dampak positif dan signifikan terhadap
stres kerja karyawan Biro Perjalanan Wisata, adanya tekanan
diakibatkan stres kerja dan kompleksitas kerja sehingga
mengakibatkan terjadinya stres kerja.
Penelitian lain dengan hasil serupa juga dinyatakan
Angwen (2017) dimana beban kerja berhubungan positif
dengan stres kerja pada karyawan PT. Panggung Elektric
Citrabuana. Apabila beban kerja tinggi maka stres kerja juga
tinggi dan sebaliknya apabila beban kerja rendah maka stres
kerja akan rendah. Indikator dari beban kerja yang paling
berpengaruh terhadap stres kerja adalah temporal demand dan
frustration level. Dipertegas kembali dari hasil penelitian
Zulmaidarleni et al. (2019) terhadap pegawai Kantor
Kecamatan Padang Timur, semakin tinggi beban kerja yang
diberikan kepada pegawai akan mendorong meningkatnya

57
stres kerja pegawai. Indikator beban kerja yang digunakan
dalam penelitian berupa waktu pekerjaan dan jumlah
pekerjaan. Hasil lain menunjukkan bahwa beban kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Kantor
Kecamatan Padang Timur. Hatmawan (2015) juga
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa beban kerja
memiliki pengaruh negatif terhadap stres kerja. Beban kerja
berlebih seperti adanya gangguan jaringan yang sewaktu-
waktu terjadi, menyebabkan pegawai lapangan PT. PLN
(Persero) Area Madiun Rayon Magetan merasa tertekan
sehingga mengakibatkan terjadinya stres dalam menghadapi
tugas dan pekerjaan.
Dalam kajian ini persepsi stres kerja awak kapal adalah
sedang dan ditunjukkan dalam lima indikator yang
digunakan mengukur stres yakni indikator fisiologi dengan
pernyataan mudah marah, indikator psikologis dengan
pernyataan lelah dan capek, indikator perilaku dengan
pernyataan menghindari tekanan, indikator konflik peran
dengan pernyataan melakukan pekerjaan yang berbeda dan
indikator ambiguitas peran dengan pernyataan tugas dari
atasan. Indikator stres kerja yang memiliki persepsi skor
paling tinggi diantara semua indikator adalah lelah dan capek
dan secara keseluruhan semua indikator stres kerja
dipersepsikan rendah dan sedang oleh responden.
Hasil analisa penelitian yang dilaksanakan mengenai
pengaruh beban kerja terhadap stres kerja menunjukkan
beban kerja berpengaruh positif terhadap stres kerja awak
kapal dan hubungannya signifikan. Hasil ini memberi makna
bahwa semakin meningkatnya beban kerja awak kapal
berdampak terhadap meningkatnya stres kerja awak kapal
secara signifikan, begitu pula sebaliknya beban kerja yang
berkurang akan dapat menurunkan stres kerja awak kapal.
Sehingga hipotesis yang menyatakan beban kerja
berpengaruh positif terhadap stres kerja awak kapal dapat
diterima.

58
Awak kapal adalah karyawan bagian operasional atau
ujung tombak sebuah perusahaan pelayaran yang memiliki
beban kerja dan standar kerja yang lebih dan berbeda dengan
karyawan bagian darat lainya. Dengan adanya keterbatasan,
prosedur bekerja di atas kapal dan adanya tuntutan atau
standar dari pekerjaan dapat menimbulkan munculnya stres
kerja bagi awak kapal. Awak kapal yang mengalami stres
kerja dapat dilihat seperti mudah marah, munculnya rasa
lelah dan capek saat bekerja terlalu lama atau dalam tekanan,
berusaha menghindari pekerjaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan Alkubaisi (2015) bahwa stres kerja menuntut
upaya lebih yang tidak sebanding dengan kemampuan
karyawan, sehingga dapat menyebabkan tingkat stres dan
tekanan kerja. Indikator ketidakjelasan jabatan yang diberikan
dan beban kerja berlebih menyebabkan terjadinya
peningkatan stres kerja karyawan pada sektor Perbankan di
Qatar. Hatmawan (2015) juga menyatakan dalam hasil
penelitiannya bahwa beban kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap stres kerja. Beban kerja berlebih seperti adanya
gangguan jaringan yang sewaktu-waktu terjadi,
menyebabkan pegawai lapangan PT. PLN (Persero) Area
Madiun Rayon Magetan merasa tertekan sehingga
mengakibatkan terjadinya stres dalam menghadapi tugas dan
pekerjaan. Shabbir & Naqvi (2017) juga menyatakan beban
kerja memiliki dampak positif dan signifikan terhadap stres
kerja karyawan Biro Perjalanan Wisata, adanya tekanan
diakibatkan stres kerja dan kompleksitas kerja sehingga
mengakibatkan terjadinya stres kerja.
Penelitian lain dengan hasil serupa juga dinyatakan
Angwen (2017) dimana beban kerja berhubungan positif
dengan stres kerja pada karyawan PT. Panggung Elektric
Citrabuana. Apabila beban kerja tinggi maka stres kerja juga
tinggi dan sebaliknya apabila beban kerja rendah maka stres
kerja akan rendah. Indikator dari beban kerja yang paling
berpengaruh terhadap stres kerja adalah temporal demand dan

59
frustration level. Dipertegas kembali dari hasil penelitian
Zulmaidarleni et al. (2019) terhadap pegawai Kantor
Kecamatan Padang Timur, semakin tinggi beban kerja yang
diberikan kepada pegawai akan mendorong meningkatnya
stres kerja pegawai. Indikator beban kerja yang digunakan
dalam penelitian berupa waktu pekerjaan dan jumlah
pekerjaan..
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dari Ekawarna
(2018: 193) menyatakan bahwa tuntutan tugas berlebih dapat
menyebabkan ketegangan dan kecemasan yang merupakan
salah satu ciri dari stres kerja. Tuntutan tugas penyebab stres
salah satunya overload, dapat terjadi ketika seseorang memiliki
banyak pekerjaan dibandingkan dengan kemampuan untuk
menanganinya. Setiap pekerja pada dasarnya tidak
menginginkan kelebihan atau kekurangan beban kerja karena
dapat berhubungan motivasi dalam bekerja. Sehingga
dikatakan beban kerja memiliki pengaruh positif terhadap
stres kerja. Teori yang sejalan dengan hasil penelitian juga
dikemukakan Wibowo (2019: 194) dimana salah satu
penyebab stres kerja adalah adanya beban kerja yang
berlebih. Beban kerja yang berlebih terjadi ketika peran yang
dipegang oleh karyawan terlalu banyak sehingga karyawan
tidak dapat mengerjakan pekerjaan secara efektif.

D. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Stres Kerja


Sedarmayanti (2011: 21) mendefinisikan lingkungan
kerja sebagai keseluruhan alat perkakas dan bahan yang
dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,
metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perorangan atau kelompok. Stres pada umumnya terjadi
karena kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap
emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang, stres yang
tidak diatasi dengan baik akan berpengaruh terhadap
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif
dengan lingkungan kerja (Siagian, 2018: 300). Lingkungan
kerja fisik dapat mempengaruhi stres kerja, seperti fasilitas

60
tidak lengkap dapat memberikan tekanan yang
mengakibatkan stres bagi karyawan. Sedangkan kondisi
lingkungan kerja yang baik akan memberi efek positif kepada
karyawan. Dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja memiliki
pengaruh negatif terhadap stres kerja.
Dipertegas dari hasil penelitian Putra dan Rahyuda
(2015) dengan melakukan penelitian di UPT Pengujian
Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Denpasar,
sampel sebanyak 60 responden menyatakan bahwa
lingkungan kerja fisik berpengaruh negatif signifikan
terhadap stres kerja. Penelitian dengan hasil serupa juga
dilakukan Kristanti (2017) dengan judul ― Pengaruh
Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik
terhadap Stres Kerja dan Dampaknya terhadap Kinerja‖
menyatakan baik lingkungan fisik dan non fisik berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap stres kerja anggota Satlantas
Samsat Mojokerto Kota. Sehingga semakin kondusif
lingkungan kerja baik fisik dan non fisik dapat menurunkan
stres kerja anggota Satlantas Samsat Mojokerto Kota.
Penelitian lain yang mendukung juga dilakukan Angwen
(2017) dengan hasil lingkungan kerja memiliki pengaruh
positif terhadap stres kerja karyawan PT. Panggung Electric
Citrabuana. Lingkungan kerja fisik yang nyaman membuat
stres kerja karyawan akan rendah sementara apabila
lingkungan fisik kerjanya tidak nyaman maka stres kerjanya
juga akan meningkat.
Dipertegas kembali dalam penelitian Bahri et al. (2018)
terhadap karyawan PT. PLN (Persero) Unit Pembangunan
Sumatera Bagian Utara , dengan indikator lingkungan kerja
berupa penerangan di tempat kerja, suhu udara di tempat
kerja, bau tidak sedap di tempat kerja dan tata warna
ditempat kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi tingkat
stres kerja, sehingga dikatakan lingkungan kerja memiliki
pengaruh negatif signifikan terhadap stres kerja. Penelitian
Zulmaidarleni et al. (2019) yang dilaksanakan terhadap

61
pegawai kantor Kecamatan Padang Timur meneliti tentang
lingkungan kerja fisik terhadap stres kerja, dengan indikator
lingkungan kerja berupa penerangan, temperatur,
kelembaban, sirkulasi udara dan kebisingan. Hasil penelitian
menyatakan bahwa lingkungan fisik berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap stres kerja, sehingga menunjukkan
semakin lengkap fasilitas lingkup kerja maka akan
mendorong menurunnya stres kerja pegawai Kantor
Kecamatan Padang Timur. Penelitian lain yang mendukung
adalah Susiarty et al. (2019) dengan judul penelitian ―The Effect
of Workload and Work Environment on Jobs Stress and Its Impact
on The Performance of Nurse Inpatient Rooms at Mataram City
General Hospital‖. Responden dalam penelitian ini sejumlah
128 Perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Mataram, dengan hasil penelitian menyatakan lingkungan
kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja
perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kota Mataram.
Lingkungan kerja yang nyaman dan mendukung dapat
mengurangi stres kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Kota Mataram.
Hasil pengujian mengenai pengaruh lingkungan kerja
terhadap stres kerja awak kapal menunjukkan lingkungan
kerja berpengaruh negatif terhadap stres kerja awak kapal
dan hubungan tersebut signifikan. Hasil ini memberi makna
bahwa semakin baik lingkungan kerja awak kapal maka stres
kerja awak kapal akan rendah dan begitu pula sebaliknya jika
lingkungan kerja awak kapal tidak baik makan tingkat stres
kerja awak kapal akan meningkat. Sehingga hipotesa yang
menyatakan lingkungan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap stres kerja dapat diterima.
Lingkungan kerja baik fisik dan non fisik sangat
mendukung awak kapal dalam bekerja baik di atas kapal
maupun dalam keseharian pekerjaanya. Lingkungan kerja
sangat penting bagi awak kapal, mengingat pekerjaan awak
kapal sangat didukung oleh lingkungan kerja. Diperlukanya
lingkungan kerja yang baik dan nyaman agar awak kapal

62
dapat bekerja dengan nyaman. Adanya keterbatasan di atas
kapal yang tentunya menyebabkan aspek fasilitas kerja dan
penunjang awak kapal menjadi terbatas, tidak bisa disamakan
dengan pekerja di darat. Keseharian awak kapal akan selalu
berada di atas kapal, baik bekerja, beraktivitas, beristirahat
dan kegiatan harian lainya semuanya dilakukan di atas kapal
di tempat yang sama. Manajemen dan kapal di PT. Indonusa
Tenggara Marine telah memperhatikan akan lingkungan
kerja dari awak kapal, tentunya dengan menyediakan fasilitas
penunjang yang standar bagi awak kapal, menciptakan
lingkungan yang kondusif di atas kapal.
Hasil penelitian ini didukung juga dengan penelitian
Putra dan Rahyuda (2015) dengan melakukan penelitian di
UPT Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan
Kota Denpasar, hasil penelitian menyatakan bahwa
lingkungan kerja fisik berpengaruh negatif signifikan
terhadap stres kerja. Penelitian dengan hasil serupa dilakukan
Kristanti (2017) juga menyatakan baik lingkungan fisik dan
non fisik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres
kerja anggota Satlantas Samsat Mojokerto Kota. Sehingga
semakin kondusif lingkungan kerja baik fisik dan non fisik
dapat menurunkan stres kerja anggota Satlantas Samsat
Mojokerto Kota. Penelitian lain yang mendukung juga
dilakukan Angwen (2017) dengan hasil lingkungan kerja
memiliki pengaruh positif terhadap stres kerja karyawan PT.
Panggung Electric Citrabuana. Lingkungan kerja fisik yang
nyaman membuat stres kerja karyawan akan rendah
sementara apabila lingkungan fisik kerjanya tidak nyaman
maka stres kerjanya juga akan meningkat.
Dipertegas kembali dalam penelitian Bahri et al. (2018)
terhadap karyawan PT. PLN (Persero) Unit Pembangunan
Sumatera Bagian Utara, bahwa lingkungan kerja yang
nyaman akan mempengaruhi tingkat stres kerja, sehingga
dikatakan lingkungan kerja memiliki pengaruh negatif
signifikan terhadap stres kerja. Penelitian Zulmaidarleni et al.
(2019) yang dilaksanakan terhadap pegawai kantor

63
Kecamatan Padang Timur menyatakan bahwa lingkungan
fisik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja,
sehingga menunjukkan semakin lengkap fasilitas lingkup
kerja maka akan mendorong menurunnya stres kerja pegawai
Kantor Kecamatan Padang Timur. Penelitian lain yang
mendukung adalah Susiarty et al. (2019) dengan hasil
lingkungan kerja berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap stres kerja perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Mataram. Lingkungan kerja yang nyaman dan mendukung
dapat mengurangi stres kerja Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Kota Mataram.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Robbins dan Judge (2019: 429) bahwa
lingkungan berperan terhadap munculnya stres kerja, stres
diakibatkan oleh ketidakmampuan seorang karyawan untuk
menghadapi lingkungan kerja nya. Siagian (2018: 300) juga
menyatakan stres kerja diakibatkan ketidakmampuan
seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungan kerja,
sehingga seseorang yang mengalami stres muncul kondisi
ketegangan berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan
kondisi fisik. Sehingga lingkungan kerja yang baik dapat
menurunkan stres dari karyawan dan sebaliknya lingkungan
kerja yang tidak baik akan dapat meningkatkan stres kerja
karyawan.

E. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Awak


Kapal
Stres kerja sebagai tanggapan orang-orang pada saat
tuntutan dan tekanan kerja tidak sesuai dengan
pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengatasinya
(Ekawarna, 2018: 142). Stres umumnya terjadi karena kondisi
ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran
dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2018: 300). Stres yang
melebihi batas toleransi dan batas kemampuan karyawan
dalam mengelola dapat berdampak terhadap menurunnya
kinerja karyawan (Susiarty et al., 2019). Kinerja adalah tentang

64
melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut (Wibowo, 2017: 7). Stres kerja dapat mengganggu
pelaksanaan pekerjaan, karyawan akan kehilangan
kemampuan untuk mengendalikannya. Akibat paling ekstrim
adalah kinerja menjadi nol, karyawan menjadi tidak kuat lagi
bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja untuk
menghindari stres. Stres kerja pada level yang rendah dapat
menunjukkan ke arah yang produktif dan memiliki
konsekuensi meningkatkan kinerja namun stres kerja juga
dapat mengganggu kinerja dan pada titik stres yang optimal
maka kinerja juga dapat maksimal (Ekawarna, 2018: 199).
Sehingga dapat dikatakan stres kerja memiliki pengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan.
Hubungan ini diperkuat dalam penelitian Alkubaisi
(2015) dengan judul ― How can Stress Affect Your Work
Performance? Quantitative Field Study on Qatari Banking Sector‖
dengan indikator pemicu stres antara lain kondisi kerja fisik,
ambiguitas kerja, beban kerja berlebih dan konflik kerja
keluarga. Hasil penelitian menyatakan bahwa stres kerja
berpengaruh terhadap penurunan kinerja karyawan pada
sektor Perbankan di Qatar. Tingkat persepsi stres kerja
dipengaruhi oleh jabatan yang diemban. Hasil serupa juga
diungkapkan Ahmad et al. (2018) dalam judul penelitian ―
Relationship of Work Stress to the Performance of Intensive Care
Unit Nurse in Makassar‖ dimana stres kerja secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja, adanya stres kerja
membuat kinerja perawat Unit Gawat Darurat di Makassar
menurun. Susiarty et al. (2019) dengan judul penelitian : ―The
Effect of Workload and Work Environment on Jobs Stress and Its
Impact on The Performance of Nurse Inpatient Rooms at Mataram
City General Hospital‖ meneliti perawat di Rumah Sakit di
Kota Mataram menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja, setiap peningkatan stres kerja
akan menurunkan kinerja perawat dan ketika stres kerja yang
dirasakan terlalu besar maka kinerja akan mulai menurun.

65
Hasil penelitian lain dilakukan An et al. (2020) dengan
judul ― Impact of Work-Family Conflict, Job Stress and Job
Satisfaction on Seafarer Performance‖ dengan responden yang
berasal dari pelaut di Pelabuhan Yangshan, Tiongkok. Hasil
penelitian menyatakan bahwa stres kerja berhubungan negatif
terhadap kinerja pelaut. Hastutiningsih (2019) juga
menemukan bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap kinerja karyawan Bagian Produksi PT. Animasi
Yogyakarta, adanya peningkatan stres kerja akan diikuti oleh
penurunan kinerja karyawan. Stres kerja yang dialami oleh
karyawan Bagian Produksi PT. Animasi Yogyakarta termasuk
dalam kategori rendah, karena karyawan dapat
memanfaatkan stres yang ada menjadi kekuatan positif.
Erawati et al. (2019) melakukan penelitian terhadap karyawan
restoran di Badung Bali dengan indikator stres kerja berupa
psikologi, fisik dan perilaku sedangkan indikator kinerja
berupa kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang
pekerjaan dan inisiatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stres kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja
karyawan, adanya stres kerja berlebih membuat kinerja
karyawan menurun.
Dalam kajian ini menunjukkan bahwa persepsi atas
stres kerja awak kapal adalah sedang, ini berarti stres kerja
yang dirasakan dan dialami oleh awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine dalam kategori sedang. Hasil analisis
penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh
negatif terhadap kinerja awak kapal dan hubungan tersebut
signifikan. Hasil ini memberi makna bahwa adanya
peningkatan stres kerja dapat berdampak terhadap
menurunnya kinerja awak kapal, begitu pula sebaliknya
berkurangnya stres kerja dapat meningkatkan kinerja awak
kapal. Sehingga hipotesis yang menyatakan stres kerja
berpengaruh negatif terhadap kinerja awak kapal dapat
diterima.

66
Baik buruknya kinerja awak kapal akan berimbas pada
kegiatan operasional kapal dan perusahaan. Apabila kinerja
awak kapal menurun, bisa dikatakan kegiatan operasional
dan pelayanan kapal juga tidak bisa berjalan dengan normal.
Begitu juga sebaliknya, bila kinerja awak kapal bisa terjaga
dengan baik, maka kegiatan operasional PT. Indonusa
Tenggara Marine bisa berjalan dengan baik. Tapi kinerja
bukan hal dasar dalam operasional kapal mengingat ada
faktor keselamatan pelayaran yang tetap diutamakan,
keselamatan penumpang dan keselamatan semua awak kapal
juga menjadi prioritas. Kondisi stres yang dialami oleh awak
kapal termasuk kategori sedang hal ini disebabkan awak
kapal dapat mengelola dan mengendalikan stres yang dialami
sesuai dengan kemampuan masing-masing awak kapal.
Pengaturan waktu istirahat, waktu kerja juga merupakan
salah satu cara untuk meminimalisir stres kerja yang dialami
awak kapal. Memberikan fasilitas hiburan dan olahraga di
atas kapal atau area kerja juga dapat meminimalisir stres kerja
yang terjadi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Alkubaisi (2015) yang menyatakan bahwa stres kerja
berpengaruh terhadap penurunan kinerja karyawan pada
sektor Perbankan di Qatar. Tingkat persepsi stres kerja
dipengaruhi oleh jabatan yang diemban. Hasil serupa juga
diungkapkan Ahmad et al. (2018) dimana stres kerja secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja, adanya
stres kerja membuat kinerja perawat Unit Gawat Darurat di
Makassar menurun. Susiarty et al. (2019) juga menyatakan
bahwa stres kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja,
setiap peningkatan stres kerja akan menurunkan kinerja
perawat dan ketika stres kerja yang dirasakan terlalu besar
maka kinerja akan mulai menurun.
Hasil penelitian lain yang mendukung dilakukan An et
al. (2020) menyatakan bahwa stres kerja berhubungan negatif
terhadap kinerja pelaut. Hastutiningsih (2019) juga
menemukan bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif

67
terhadap kinerja karyawan Bagian Produksi PT. Animasi
Yogyakarta, adanya peningkatan stres kerja akan diikuti oleh
penurunan kinerja karyawan. Erawati et al. (2019) melakukan
penelitian terhadap karyawan restoran di Badung Bali,
menunjukkan bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap kinerja karyawan, adanya stres kerja berlebih
membuat kinerja karyawan menurun.
Hasil penelitian ini tentunya didukung pernyataan dan
kajian dari Ekawarna (2018: 199) yang menyatakan bahwa
stres kerja pada level yang tinggi dapat mengganggu kinerja
dan pada titik stres yang optimal maka kinerja juga dapat
maksimal. Kajian teoritis dari Robbins dan Judge (2019: 435)
juga mendukung hasil penelitian dimana terlalu banyak stres
yang dialami oleh seseorang dapat memberikan tuntutan
yang tidak dapat dicapai sehingga menghasilkan kinerja yang
rendah. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan
berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat
mengganggu pekerjaan. Karyawan yang mengalami stres bisa
menjadi gugup dan memiliki rasa kekhawatiran yang
berlebihan, mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks dan
menampilkan sikap yang kurang kooperatif. Stres kerja secara
sederhana mempunyai potensi untuk mendorong atau
menurunkan kinerja, jika tidak ada stres maka tantangan kerja
juga tidak ada yang mengakibatkan kinerja menjadi menurun
(Luthans, 2011: 278).

68
BAB VII
IMPLIKASI STRES KERJA
DALAM MENINGKATKAN KINERJA
AWAK KAPAL

A. Peranan Stres Kerja dalam Memediasi Beban


Kerja terhadap Kinerja Awak Kapal
Stres kerja merupakan kondisi dinamik yang terjadi
pada individu dalam mengalami sebuah harapan, hambatan
atau desakan dan terkait dengan sesuatu yang diinginkan
serta dipersepsikan menjadi sesuatu yang belum pasti tetapi
bermakna (Robbins dan Judge, 2019: 429). Stres kerja dapat
diakibatkan adanya beban kerja berlebih dan stres kerja
berlebih akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja
(Yosiana et al., 2020). Beban kerja diartikan sebagai sesuatu
yang dirasakan berada di luar kemampuan karyawan untuk
melakukan pekerjaan (Priyanto, 2018) Apabila seorang
karyawan mampu menyelesaikan dan menyesuaikan diri
terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka hal tersebut
tidak menjadi suatu beban kerja. Namun, jika karyawan tidak
berhasil maka tugas dan kegiatan tersebut menjadi suatu
beban kerja. Kelebihan beban kerja berdasarkan penelitian
Abbasi dan Janjua (2016) diakibatkan lebih banyak tugas yang
diberikan kepada karyawan dibandingkan dengan
kemampuan, sumber daya dan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Tuntutan tugas berlebih
dapat menyebabkan ketegangan dan kecemasan yang
mengarah kepada peningkatan stres kerja sehingga dapat
menurunkan kinerja karyawan (Ekawarna, 2018: 192).
Penelitian Shabbir dan Naqvi (2017) dengan judul
―Impact of Workload and Job Complexity on Employee Job
Performance with the Moderating Role of Social Support and
Mediating Role of Job Stress: A Study of Travel agencies in

69
Rawalpindi, Islamabad and AJK‖ dilakukan untuk mengetahui
pengaruh beban kerja dan kompleksitas kerja terhadap
kinerja karyawan, dengan peran mediasi stres kerja dan
pengaruh moderat dukungan sosial dengan responden
sejumlah 285 karyawan yang bekerja di agen perjalanan
wisata di Rawalpindi, Islamabad dan AJK Pakistan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beban kerja memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja,
sementara stres kerja memiliki dampak negatif pada kinerja.
Hasil lain menunjukkan bahwa stres kerja dapat memediasi
hubungan antara beban kerja terhadap kinerja karyawan.
Pada penelitian ― The Mediating Effect of Job Stress on
Work Overload and Organizational Performance in the Banking
Industry‖ yang dilakukan Abbasi dan Janjua (2016) meneliti
tentang beban kerja yang berlebih, stres kerja terhadap kinerja
perusahaan pada sektor perbankan di Pakistan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa stres kerja secara parsial
memediasi hubungan antara beban kerja berlebih dengan
kinerja perusahaan. Stres kerja merupakan faktor yang
penting untuk menentukan hubungan antara beban kerja dan
kinerja. Putri dan Rahyuda (2019) melakukan penelitian
terhadap karyawan Bharata Sport and Fashion menyatakan
beban kerja memiliki pengaruh tidak langsung terhadap
kinerja karyawan jika dimediasi oleh variabel stres kerja.
Sehingga stres kerja memediasi hubungan antara beban kerja
terhadap kinerja karyawan Bharata Sport and Fashion.
Hasil penelitian sama juga ditemukan Hastutiningsih
(2019) di PT. Animasi Yogyakarta menyatakan adanya
pengaruh tidak langsung antara beban kerja terhadap kinerja
karyawan melalui stres kerja. Sehingga stres kerja memediasi
pengaruh beban kerja terhadap kinerja karyawan bagian
produksi PT. Animasi Yogyakarta. Yosiana et al.(2020) dengan
penelitiannya yang berjudul ―The Analysis of Workload and
Work Environment on Nurse Performance with Job Stress as
Mediation Variable‖ terhadap perawat yang bekerja di
Puskesmas Tumpang menyatakan bahwa stres kerja sebagai

70
mediasi antara beban kerja terhadap kinerja perawat di
Puskesmas Tumpang. Beban kerja berlebih jika dikerjakan
oleh sumber daya yang terbatas maka akan menyebabkan
munculnya stres kerja yang berpengaruh terhadap kinerja
perawat.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa beban kerja
berpengaruh signifikan terhadap stres kerja dan stres kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja awak kapal. Hasil
temuan tersebut bermakna untuk meningkatkan kinerja awak
kapal memerlukan adanya beban kerja melalui perantara stres
kerja. Penelitian yang menyatakan beban kerja berpengaruh
terhadap stres kerja didukung Alkubaisi (2015), Hatmawan
(2015), Angwen (2017), Shabbir dan Naqvi (2017) dan
Zulmaidarleni et al. (2019) . Penelitian yang menyatakan stres
kerja berpengaruh terhadap kinerja awak kapal didukung
Alkubaisi (2015), Ahmad et al. (2018), Susiarty et al. (2019),
Erawati et al. (2019) dan An et al. (2020) .
Hasil pengujian peran stres kerja dalam memediasi
pengaruh beban kerja terhadap kinerja awak kapal
menunjukkan bahwa stres kerja berperan sebagai mediasi
sempurna (complete mediation) antara beban kerja terhadap
kinerja awak kapal. Adanya variabel stres kerja
menyebabkan pengaruh beban kerja terhadap kinerja menjadi
menurun atau sebelumnya signifikan menjadi tidak
signifikan. Hal ini berarti bahwa stres kerja mampu
menjelaskan secara sempurna alasan mengapa beban kerja
berpengaruh terhadap kinerja awak kapal. Sehingga hipotesis
dalam penelitian ini yang menyatakan stres kerja memediasi
beban kerja terhadap kinerja awak kapal terbukti.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilaksanakan Shabbir dan Naqvi (2017), melakukan penelitian
untuk mengetahui pengaruh beban kerja dan kompleksitas
kerja terhadap kinerja karyawan, dengan peran mediasi stres
kerja dan pengaruh moderat dukungan sosial di agen
perjalanan wisata di Rawalpindi, Islamabad dan AJK
Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja

71
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja,
sementara stres kerja memiliki dampak negatif pada kinerja
serta stres kerja dapat memediasi hubungan antara beban
kerja terhadap kinerja karyawan. Pada penelitian Abbasi dan
Janjua (2016) meneliti tentang beban kerja yang berlebih, stres
kerja terhadap kinerja perusahaan pada sektor perbankan di
Pakistan, menunjukkan bahwa stres kerja secara parsial
memediasi hubungan antara beban kerja berlebih dengan
kinerja perusahaan. Stres kerja merupakan faktor yang
penting untuk menentukan hubungan antara beban kerja dan
kinerja.
Hasil penelitian yang sejalan juga ditemukan Putri dan
Rahyuda (2019), melakukan penelitian terhadap karyawan
Bharata Sport and Fashion menyatakan beban kerja memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap kinerja karyawan jika
dimediasi oleh variabel stres kerja. Sehingga stres kerja
memediasi hubungan antara beban kerja terhadap kinerja
karyawan Bharata Sport and Fashion. Hasil penelitian sama
juga ditemukan Hastutiningsih (2019) di bahwa adanya
pengaruh tidak langsung antara beban kerja terhadap kinerja
karyawan melalui stres kerja. Sehingga stres kerja memediasi
pengaruh beban kerja terhadap kinerja karyawan bagian
produksi PT. Animasi Yogyakarta. Yosiana et al.(2020) juga
menyatakan stres kerja sebagai mediasi antara beban kerja
terhadap kinerja perawat di Puskesmas Tumpang. Beban
kerja berlebih jika dikerjakan oleh sumber daya terbatas maka
menyebabkan munculnya stres kerja yang berpengaruh
terhadap kinerja perawat.

B. Peranan Stres Kerja dalam Memediasi


Lingkungan terhadap Kinerja Awak Kapal
Stres kerja merupakan perasaan menekan atau merasa
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan (Mangkunegara, 2015: 157). Lingkungan kerja
terdiri atas lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non
fisik (Sedarmayanti, 2011: 21), sebagai salah satu faktor

72
penyebab stres kerja karyawan. Lingkungan kerja fisik
berupa fasilitas kerja kurang mendukung, suasana kerja
kurang nyaman akan berpengaruh terhadap stres pekerja,
termasuk lingkungan non fisik lainnya berupa hubungan
dengan rekan kerja, hubungan dengan pimpinan kurang
kondusif juga akan berpengaruh terhadap pekerja sehingga
dapat memberikan dampak stres pada karyawan. Stres yang
rendah hingga moderat dapat meningkatkan kemampuan
untuk bereaksi sehingga dapat melaksanakan tugas dengan
baik, lebih intens atau lebih cepat, namun terlalu banyak stres
memberikan tuntutan yang tidak dapat dicapai yang dapat
menghasilkan kinerja yang rendah (Robbins dan Judge, 2019:
435). Karyawan yang merasa nyaman dengan lingkungan
kerjanya dapat bekerja lebih efektif dan menikmati proses
bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja (Khuong dan
Yen, 2016).
Penelitian Putra dan Rahyuda (2015) di UPT Pengujian
Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Denpasar
memfokuskan aspek lingkungan kerja fisik terhadap stres
kerja dan kinerja pegawai. Indikator lingkungan kerja fisik
yang digunakan adalah penerangan cahaya, sirkulasi udara,
tata warna, kebisingan suara, kebersihan, ruang gerak dan
keamanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan
kerja fisik yang baik akan membuat nyaman bagi pekerja
sehingga karyawan tidak mudah mengalami stres dan akan
berdampak terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Sehingga stres kerja mampu memediasi hubungan antara
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.
Penelitian lain yang mendukung dilakukan Khuong
dan Yen (2016) dengan judul ― Investigate the Effects of Jobs
Stress on Employee Job Performance – A Case Study at Dong
Xuyen Industrial Zone – Vietnam‖ melibatkan sejumlah 378
responden karyawan di kawasan Industri Dong Xuyen
Vietnam, meneliti aspek aspek penyebab stres kerja dan
pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa stres kerja dapat memediasi

73
hubungan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan di
kawasan industri Dong Xuyen Vietnam. Putri dan Rahyuda
(2019) melakukan penelitian terhadap 42 karyawan Bharata
Sport and Fashion dan menyatakan lingkungan kerja
berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja
karyawan melalui variabel stres kerja. Hasil penelitian sama
juga ditemukan Hastutiningsih (2019) di PT. Animasi
Yogyakarta, menyatakan adanya pengaruh tidak langsung
antara lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan melalui
stres kerja. Sehingga stres kerja memediasi pengaruh
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi
PT. Animasi Yogyakarta.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa lingkungan
kerja berpengaruh signifikan terhadap stres kerja dan stres
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja awak kapal.
Hasil temuan tersebut bermakna untuk meningkatkan kinerja
awak kapal memerlukan adanya lingkungan kerja melalui
perantara stres kerja. Penelitian yang menyatakan lingkungan
kerja berpengaruh terhadap stres kerja didukung Putra dan
Rahyuda (2015), Kristanti (2017), Angwen (2017), Bahri et al.
(2018), Zulmaidarleni et al. (2019), Susiarty et al. (2019), Putri
dan Rahyuda (2019). Penelitian yang menyatakan stres kerja
berpengaruh terhadap kinerja awak kapal didukung
Alkubaisi (2015), Ahmad et al. (2018), Susiarty et al. (2019),
Erawati et al. (2019) dan An et al. (2020) .
Hasil pengujian mengenai peran stres kerja dalam
memediasi pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja awak
kapal menunjukkan bahwa stres kerja sebagai mediasi
sempurna (complete mediation) antara lingkungan kerja
terhadap kinerja awak kapal. Hasil ini berarti bahwa stres
kerja dapat menjelaskan secara sempurna alasan mengapa
lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja, hubungan
antara lingkungan kerja dan kinerja diperkuat oleh adanya
stres kerja. Lingkungan kerja yang baik akan dapat
menciptakan kondisi kerja yang baik sehingga dengan stres
yang rendah dapat meningkatkan kinerja awak kapal.

74
Sehingga hipotesis dalam penelitian ini yaitu stres kerja
memediasi lingkungan kerja terhadap kinerja awak kapal
terbukti.
Temuan ini sesuai dengan kajian penelitian Putra dan
Rahyuda (2015) di UPT Pengujian Kendaraan Bermotor
Dinas Perhubungan Kota Denpasar menunjukkan bahwa
lingkungan kerja fisik yang baik akan membuat nyaman bagi
pekerja sehingga karyawan tidak mudah mengalami stres dan
akan berdampak terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Sehingga stres kerja mampu memediasi hubungan antara
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain
yang mendukung dilakukan Khuong dan Yen (2016), meneliti
aspek aspek penyebab stres kerja dan pengaruhnya terhadap
kinerja karyawan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
stres kerja dapat memediasi hubungan lingkungan kerja
terhadap kinerja karyawan di kawasan industri Dong Xuyen
Vietnam. Putri dan Rahyuda (2019) juga menyatakan
lingkungan kerja berpengaruh secara tidak langsung terhadap
kinerja karyawan melalui variabel stres kerja. Hasil penelitian
sama juga ditemukan Hastutiningsih (2019) di PT. Animasi
Yogyakarta, menyatakan adanya pengaruh tidak langsung
antara lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan melalui
stres kerja.

75
BAB VIII
PENUTUP

Beban kerja berpengaruh positif tidak signifikan


terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine.
Hasil ini memberikan makna bahwa beban kerja awak kapal
yang meningkat tidak berpengaruh terhadap meningkatnya
kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine.
Lingkungan kerja berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine.
Hal ini berarti lingkungan kerja awak kapal yang semakin
baik tidak berpengaruh terhadap peningkatan kinerja awak
kapal PT. Indonusa Tenggara Marine.
Beban kerja berpengaruh positif signifikan terhadap
stres kerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine. Hal ini
berarti bahwa semakin meningkatnya beban kerja awak kapal
maka stres kerja yang dialami awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine akan meningkat secara signifikan.
Lingkungan kerja berpengaruh negatif signifikan
terhadap stres kerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara
Marine. Hal ini berarti lingkungan kerja awak kapal yang
semakin baik dan nyaman maka stres kerja awak kapal PT.
Indonusa Tenggara Marine akan menurun secara signifikan.
Stres kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine. Hal ini
bermakna bahwa semakin tinggi stres kerja yang dialami oleh
awak kapal maka kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara
Marine akan menurun secara signifikan.
Stres kerja merupakan mediasi sempurna atas beban
kerja terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara
Marine. Adanya stres kerja menyebabkan hubungan beban
kerja terhadap kinerja awak kapal menjadi tidak signifikan,
dimana sebelum adanya stres kerja hubungan langsung
antara beban kerja dengan kinerja awak kapal signifikan. Hal

76
ini berarti stres kerja mampu memediasi secara sempurna
beban kerja terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine.
Stres kerja merupakan mediasi sempurna atas
lingkungan kerja terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine. Adanya stres kerja menyebabkan
hubungan lingkungan kerja terhadap kinerja awak kapal
menjadi tidak signifikan, dimana sebelum adanya stres kerja
hubungan langsung antara lingkungan kerja dengan kinerja
awak kapal signifikan. Hal ini berarti stres kerja mampu
memediasi secara sempurna lingkungan kerja terhadap
kinerja awak kapal PT. Indonusa Tenggara Marine.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan kinerja awak
kapal ditentukan oleh stres kerja, sedangkan stres kerja
ditentukan oleh beban kerja dan lingkungan kerja. Beban
kerja paling dominan dijelaskan oleh indikator temporal
demand diukur melalui persepsi atas waktu dan ritme
pekerjaan dengan nilai outer loading 0,965, lingkungan kerja
paling dominan dijelaskan oleh indikator keadilan di
lingkungan kerja dengan nilai outer loading 0,908. Stres kerja
kerja yang paling dominan dilihat pada indikator fisiologis
melalui item pernyataan mudah marah dengan nilai outer
loading 0,947. Kinerja karyawan paling dominan dilihat pada
indikator ketepatan waktu yang diukur dari persepsi
ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan dengan
nilai outer loading 0,904. Penelitian ini menekankan
pentingnya stres kerja dalam memediasi beban kerja dan
lingkungan kerja terhadap kinerja awak kapal PT. Indonusa
Tenggara Marine.
Penelitian ini sangat penting bagi awak kapal karena
hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
gambaran terkait beban kerja, lingkungan kerja dan stres kerja
yang merupakan faktor penentu kinerja awak kapal. Beban
kerja dan lingkungan kerja awak kapal secara langsung tidak
berpengaruh terhadap kinerja awak kapal tetapi stres kerja
yang dialami berpengaruh terhadap kinerja awak kapal.

77
Kinerja awak kapal akan meningkat apabila awak kapal tidak
mengalami stres kerja yang tinggi seperti munculnya rasa
lelah dan capek yang diakibatkan oleh aktivitas dan beban
kerja fisik di atas kapal.
Bagi Manajemen PT. Indonusa Tenggara Marine, hasil
penelitian ini memberikan arah dan petunjuk dalam upaya
menciptakan suatu kondisi yang dapat mengurangi atau
menurunkan stres kerja yang dialami awak kapal dan dapat
menciptakan dan mengelola stres kerja sebagai stimulus
dalam pekerjaan sehingga kinerja awak kapal dapat
meningkat. Serta dapat memberikan arah dalam mengelola
beban kerja yang efektif dan menjaga lingkungan kerja yang
baik agar stres kerja awak kapal dapat diminimalisir dan
kinerja awak kapal dapat meningkat

78
DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, M. M., dan S. Y. Janjua,. 2016. The Mediating Effect of Job


Stress on Work Overload and Organizational Performance
in the Banking Industry. Abasyn Journal of Social Sciences, 9
(2), 376–387.
Abdillah, W., dan Jogiyanto Hartono. 2015. Partial Least Square (
PLS ) Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam
Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Ahmad, E. H., A. Maidin., T. Abdullah., F. Naiem., S. Buraerah., R.
Handayanif., dan P. Prihantono. 2018. Relationship of Work
Stress to the Performance of Intensive Care Unit Nurses in
Makassar. American Journal of Public Health Research, 6 (1),
18–20.
Akob, M. 2016. Influence Workload, Work Ethic and Job
Satisfaction toward Teacher’s Performance (Study of
Islamic-based School in Makasar-Indonesia). Global Advanced
Research Journals of Management and Business Studies, 5 (7),
172–177.
Alkubaisi, M. M. 2015. How can Stress Affect Your Work
Performance? Quantitative Field Study on Qatari Banking
Sector. Business and Management Research, 4 (1), 99–109.
Al-Omari, K., dan H. Okasheh. 2017. The Influence of Work
Environment on Job Performance: A Case Study of
Engineering Company in Jordan. International Journal of
Applied Engineering Research, 12 (24), 15544–15550.
An, J., Yun Liu, Yujie Sun, dan Chen Liu. 2020. Impact of Work–
Family Conflict, Job Stress and Job Satisfaction on Seafarer
Performance. International Journal of Environmental Research
and Public Health, 17 (7).
Angwen, D. G. 2017. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik
dan Beban Kerja dengan Stres Kerja pada PT. Panggung
Electric Citrabuana. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 6 (2), 577–586.
Ardana, I. K., N.W. Mujiati., dan I. W. M. Utama. 2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

79
Bahri, S., M. Zaki, dan F. Zulkarnain. 2018. Pengaruh
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dan
Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Melalui Stres
Kerja pada PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan
Bagian Utara. Jurnal Manajemen, 200–208.
Boxall, P., J. Purcell., dan P. Wright. 2007. The Oxford Handbook of
Human Resource Management. Edinburgh: Oxford University
Press.
Busro, M. 2018. Teori-Teori Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Chandra, R., dan D. Adriansyah. 2017. Pengaruh Beban Kerja dan
Stres Kerja erhadap Kinerja Karyawan pada PT. Mega Auto
Central Finance Cabang di Langsa. Jurnal Manajemen Dan
Keuangan, 4 (2), 670–678.
Dharmanegara, I. B. A., Ni Wayan Sitiari, dan I. D. G. N.
Wirayudha. 2016. Job Competency and Work Environment:
The Effect on Job Satisfaction and Job Performance among
SMEs Worker. IOSR Journal of Business and Management
(IOSR-JBM). Vol. 18. Issue 1.Ver. II: 19-26. IOSR Journal of
Business and Management (IOSR-JBM), 18 (1), 19–26.
Ekawarna. 2018. Manajemen Konflik dan Stres. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Erawati, K. N., Ni Wayan Sitiari, dan Ni Luh Putu Indiani. 2019.
The Effect of Stress and Working Environment on Employee
Performance through Motivation Mediation : A Case Study
on International Restaurant in Badung Bali. Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis Jagaditha, 6 (1), 22–30.
Ghozali, I. 2013 . Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM
SPSS 21 Update PLS Regresi.Semarang: Badan Penerbit -
Universitas Diponegoro.
Ghozali, I., dan H. Latan. 2014. Partial Least Square Konsep, Teknik
dan Aplikasi Menggunakan Program Smart PLS 3.0. Semarang:
Badan Penerbit - Universitas Diponegoro.

80
Gozali, N. 2016. The Influence of Workload and Individual
Characteristic on Job Satisfaction and Its Impact on
Employee Performance (A Case Study at Indonesian
Regional Statistics Office (BPS) of Deli Serdang and Serdang
Bedagai Regencies). Jurnal Bisnis Dan Manajemen Eksekutif, 1
(1), 39–46.
Hamid, N. Z. A., dan N. Hassan. 2015. The Relations betwen
Workplace Environments and Job Performance in Selected
Goverment Office in Selangor Malaysia. International Review
of Management and Business Research, 4 (3), 845–851.
Handoko, T. H. 2018. Manajemen Personalia & Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Harini, S., Sudarijati, dan N. Kartiwi. 2018. Workload , Work
Environment and Employee Performance of Housekeeping.
International Journal of Latest Engineering and Management
Research (IJLEMR), 03 (10), 15–22.
Hastutiningsih, A. T. 2019. Pengaruh Beban Kerja dan Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan Dimediasi StresK.
Prosiding National Conference on Applied Business.
Hatmawan, A. A. 2015. Pengaruh Konflik Kerja, Beban Kerja serta
Lingkungan Kerja terhadap Stres Pegawai PT. PLN (Persero)
Area Madiun Rayon Magetan. Assets: Jurnal Akuntansi Dan
Pendidikan, 4 (1), 91–98.
Johari, J., Fee Yean Tan., dan Z. I. Tjik Zulkarnain. 2018.
Autonomy, Workload, Work-life Balance and Job
Performance among Teachers. International Journal of
Educational Management, 32 (1), 107–120.
Kasmir. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Depok: Rajawali
Pers.
Khuong, M. N., dan Vu Hai Yen. 2016. Investigate the Effects of Job
Stress on Employee Job Performance — A Case Study at
Dong Xuyen Industrial Zone, Vietnam. International Journal
of Trade, Economics and Finance, 7 (2), 31–37.

81
Kristanti, E. 2017. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan
Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Stres Kerja dan
Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Kantor
Bersama Samsat Mojokerto Kota). Jurnal Ilmu Manajemen, 5
(1), 1–10.
Lestari, E. E. D., dan S. L. Ratnasari. 2018. Pengaruh Konflik
Interpersonal, Beban Kerja dan Komunikasi terhadap Stres
Kerja Karyawan PT. Viking Engineering Batam. Jurnal Trias
Politika, 2 (2), 163–177.
Luthans, F. 2011. Organizational Behavior: An Evidence-Based
Approach. Boston: McGraw-Hill.
Mangkunegara, A. P. 2012. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika
Aditama.
. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rasda Karya.
Martini, L. K. B., dan Ni Wayan Sitiari. 2018. The Effect of Job
Stress and Workload on Employee Performance at Hotel
Mahogany Mumbul Bali. Jagadhita:Jurnal Ekonomi & Bisnis, 5
( 1), 41–45.
Marwansyah. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Alfabeta
Noor, J. 2015. Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen.
Jakarta: Grasindo.
Priyanto, H. 2018. Pengaruh Kompetensi, Stres Kerja dan Beban
Kerja terhadap Kinerja. Jurnal Riset Bisnis Dan Manajemen, 6
(2), 163–174.
Putra, I. B. K. S. D., dan A. G. Rahyuda. 2015. Pengaruh
Lingkungan Kerja Fisik Dan Stres Kerja terhadap Kinerja
Pegawai di UPT. Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas
Perhubungan Kota Denpasar. E-Jurnal Manajemen Universitas
Udayana, 4 (9), 2491–2506.
Putri, N. M. S. R., dan A. G. Rahyuda. 2019. Peran Stres Kerja
dalam Memediasi Pengaruh Beban Kerja dan Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan. E-Jurnal Manajemen, 8
(12), 7370–7390.

82
Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Pelayaran.
7 Mei 2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64. Jakarta.
Rivai, V., dan E. J. Sagala. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia
untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Pers.
Robbins, S. P. 2006. Organizational Behaviour: Concepts, Controversus
and Aplications. New York. Prentice Hall.
Robbins, S. P., dan Timothy A. Judge. 2019. Perilaku Organisasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Saunders, M., P. Lewis., dan A. Thornhill. 2009. Research Methods
for Business Students. Edinburgh: Pearson Education Limited.
Sedarmayanti. 2011. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.
Bandung: CV Mandar Maju.
Siramiati, Ni Wayan. 2018. Pengaruh Kompensasi Berbasis Kinerja
terhadap Motivasi Kerja Karyawan, Kepuasan Kerja Karyawan
dan Kinerja Karyawan (Studi pada Sektor Jasa Layanan
Pendidikan Tinggi Swasta di Provinsi Bali). Disertasi.
Universitas Brawijaya. Malang.
Shabbir, B., dan R. N. Naqvi. 2017. Impact of Workload and Job
Complexity on Employee Job Performance with the
Moderating Role of Social Support and Mediating Role of
Job Stress: A Study of Travel agencies in Rawalpindi,
Islamabad and AJK. Journal of Accounting & Marketing, 06
(01), 1–7.
Siagian, S. P. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Siswanto, S., A. S. Supriyanto, U. Ni’mah, N. Asnawi, dan I. S.
Wekke. 2019. Does a Workload Influence the Performance of
Bank Employees? Management Science Letters, 9 (5), 639–650
Solimun, A. A. R. Fernandes, dan Nurjannah. 2017. Metode
Statistika Multivariat Pemodelan Persamaan Struktural (SEM)
Pendekatan WarpPLS. Malang: UB Press.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Supriyanto, A. S., dan V. M. Ekowati. 2019. Riset Manajemen SDM.
Malang: Intelegensia Media.

83
Suryani, Ni Kadek, K. D. I. S. Laksemini, dan M. Ximenes. 2019.
Perilaku Organisasi. Denpasar: Nilacakra.
Suryani, Ni Kadek, I. A. P. W. Sugianingrat, dan K. D. I. S.
Laksemini. 2020. Kinerja Sumber Daya Manusia. Denpasar:
Nilacakra.
Suryani, Ni Kadek, dan G. A. D. M. Yoga. (2018). Konflik dan Stres
Kerja dalam Organisasi. Widya Manajemen, 1 (1), 99–113.
Susiarty, A., Lalu Suparman, dan M. Suryatni. 2019. The Effect of
Workload and Work Environment on Job Stress and Its
Impact on the Performance of Nurse Inpatient Rooms at
Mataram City General Hospital. Scientific Research Journal,
VII(VI).
Sutrisno, E. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Kencana.
Tharenou, P., R. Donohue, dan B. Cooper. 2007. Management
Research Methods. New York: Cambridge University Press.
Tjahjaningsih, E., K. A. Hayuningtias., I. H. Santoso., dan G. M.
Syadly. 2019. The Role of Work Environment on Bank
Employees’ Performance. Advances in Economics, Business and
Management Research, 86 (Icobame 2018), 127–130.
Tjibrata, F. R., B. Lumanaw, dan Lucky O. H. Dotulang. 2017.
Pengaruh Beban Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan PT.Sabar Ganda Manado. Jurnal EMBA, 5
No.2 (Juni), 1570–1580.
Torrington, D., L. Hall, dan S. Taylor. 2008. Human Resource
Management. Edinburgh: Pearson Education Limited
Wibowo. 2017. Manajemen Kinerja. Depok: Rajawali Pers.
. 2019. Perilaku Dalam Organisasi. Depok: Rajawali Pers.
Yoga, I. K. D. P., Ni Wayan Sitiari, dan Made Sara. 2018. The Effect
of Organizational Culture on Employee Performance
Mediated by Work Stress : Study at PT. Adira Dinamika
Multifinnance in Denpasar. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Jagadhita, 5, 97–108.

84
Yosiana, Y., A. Hermawati, dan M. H. Mas’ud. 2020. The Analysis
of Workload and Work Environment on Nurse Performance
with Job Stress as Mediation Variable. Journal of
Socioeconomics and Development, 3 (1), 37.
Yugusna, I., Azis Fathoni, dan A. T. Haryono. 2016. Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Demokratis dan Lingkungan Kerja
terhadap Kinerja dan Kedisiplinan Karyawan. Journal Of
Management, 2 (2), 23.
Zulmaidarleni, R. Sarianti, dan Y. Fitria. 2019. Pengaruh Beban
Kerja dan Lingkungan Kerja Fisik terhadap Stres Kerja pada
Pegawai Kantor Kecamatan Padang Timur. Jurnal Eco Gen, 2
Nomor 1 (Maret), 61–68

85

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai