ABSTRAK
Analisis hidrologi bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya adalah metode
empirik, metode statistik, dan metode analisis dengan menggunakan model. Pemilihan metode tersebut
sangat dipengaruhi oleh kondisi data yang ada di lapangan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Permasalahan umum yang seringkali dihadapi daerah-daerah di Indonesia adalah ketersediaan data yang
sangat terbatas sehingga metode-metode analisis tersebut seringkali tidak bisa dipakai. Analisis dengan
menggunakan model hidrologi merupakan suatu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Namun demikian model hidrologi yang ada saat ini kebanyakan dikembangkan di luar negeri yang belum
tentu cocok dipakai di Indonesia. Beberapa model juga membutuhkan data yang detil sehingga
kemunngkinan akan mengalami kesulitan untuk diaplikasikan di Indonesia.
Penelitian ini mengusulkan metode penggunaan data yang bersumber dari satelit untuk dipakai dalam
pemodelan hidrologi hujan-aliran. Data-data satelit tersebut tersedia di seluruh dunia yang bisa
didapatkan secara gratis dari lembaga-lembaga antariksa dan klimatologi dunia, seperti NASA (National
Aeronautics and Space Administration), JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), NOAA (National
Oceanic and Athmospheric Administration) dan JMA (Japan Meteorological Agency). Data-data tersebut
diantaranya adalah data hujan, peta topografi, tata guna lahan, jenis tanah, sungai, dan lain sebagainya.
Data-data tersebut bisa diunduh secara langsung dari internet dan diolah dengan menggunakan software
IFAS (Integrated Flood Analysis System).
Penelitian ini mengambil studi kasus di DAS Tapung Kiri yang merupakan bagian dari Satuan Wilayah
Sungai Siak di Provinsi Riau. Data-data satelit yang dipakai untuk pemodelan adalah data pada periode
waktu dari 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2006. Pemilihan periode waktu tersebut didasarkan pada
pertimbangan ketersediaan data lapangan yang digunakan sebagai pembanding. Hasil pemodelan
menunjukkan bahwa pemodelan hidrologi hujan aliran menggunakan data-data satelit ini cukup handal
dengan nilai korelasi (R) sebesar 0.776, nilai selisih volume (VE) sebesar 0.574%, dan koefisien efisiensi
(CE) sebesar 0.75.
1. PENDAHULUAN
Secara umum, metode analisis hidrologi bisa dilakukan secara langsung dengan
menggunakan analisis probabilitas, jika tersedia data pencatatan debit pada sungai yang
ditinjau dengan panjang data minimal 20 tahun. Untuk saat ini, metode ini dipandang
sebagai metode yang terbaik dan bisa diterima karena didasarkan pada data pencatatan
debit yang panjang. Permasalahan umum yang seringkali dihadapi daerah-daerah di
Indonesia adalah ketersediaan data yang sangat terbatas sehingga metode analisis ini
seringkali tidak bisa dipakai. Analisis dan prediksi debit khususnya debit banjir yang
seringkali dilakukan di Indonesia saat ini adalah dengan menggunakan Metode
hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph methods). Untuk saat ini,
pendekatan metode ini dipandang cocok diterapkan di Indonesia karena metode ini tidak
membutuhkan data pencatatan debit sungai atau hujan secara detil yang mana data
Jangan menulis apapun pada header
tersebut seringkali tidak tersedia. Pendekatan analisis dengan menggunakan metode ini
dipandang masih kurang tepat karena metode ini tidak memperhitungkan kondisi
klimatologi dan sebagian besar metode yang ada dikembangkan di luar negeri yang
mempunyai karakter DAS dan klimatologi yang sangat berbeda.
Penelitian ini mengusulkan metode penggunaan data yang bersumber dari satelit untuk
dipakai dalam pemodelan hidrologi hujan-aliran. Ditinjau dari sisi permasalahan
ketersediaan data yang sangat terbatas di sebagian besar daerah di Indonesia, metode
analisis ini mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan, karena sebagian besar
data bersumber dari satelit. Data-data tersebut diantaranya adalah data hujan, peta
topografi, tata guna lahan, jenis tanah, sungai, dan lain sebagainya. Keunggulan
penggunaan metode ini adalah data hujan satelit yang digunakan merupakan data yang
menerus (real time) dengan tingkat resolusi yang tinggi hingga per 30 menit pencatatan.
Data-data tersebut bisa diunduh secara langsung dari internet dan diolah dengan
menggunakan software IFAS (Integrated Flood Analysis System).
2. TINJAUAN PUSTAKA
Li, dkk. (2009) mengevaluasi pemakaian data hujan satelit yang disediakan oleh Badan
Antariksa Amerika Serikat, NASA untuk mempreksi kejadian banjir untuk manajemen
bencana banjir di Nzoia, Sub-DAS Danau Victoria, Afrika. Prediksi banjir dengan
menggunakan data hujan satelit 3B42RT dari tahun 2002 hingga 2006 ini memberikan
hasil yang bisa diterima. Meskipun penggunaan data satelit ini sudah memberikan hasil
prediksi yang bisa diterima, penelitian ini sangat merekomendasikan untuk
meningkatkan resolusi dalam perekaman data hujan.
Khan, dkk. (2011) melakukan penelitian tentang metode penggunaan data hujan satelit
dari penginderaan jauh untuk kalibrasi dan evaluasi model hidrologi, simulasi kejadian
banjir dan evaluasi kemungkinan terjadinya genangan. Penelitian ini menggunakan
model hidrologi CREST (Coupled Routing and Excess STorage) yang dikembangkan
oleh The University of Oklahoma dan the NASA SERVIR Project Team. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan data-data berbasis satelit bisa digunakan
untuk mengkalibrasi model hidrologi dan memprediksi potensi kejadian banjir dan
genangan dengan akurat pada daerah-daerah yang tidak memiliki data pencatatan debit
yang panjang.
Kartiwa dan Murniati (2011) melakukan penelitian tentang aplikasi penginderaan jauh
dan pemodelan hidrologi untuk pemetaan banjir pada DAS Citarum, Jawa Barat.
Penelitian ini juga membandingkan hasil pemodelan dengan menggunakan model
terdistribusi (distributed model), IFAS dengan Model Lump, GR4J. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa untuk Kasus di DAS Citarum, model Lump menunjukkan hasil
yang lebih baik.
R
(Qcal Qcal rerata )(Qobs Qobsrerata )
(1)
(Qcal Qcal rerata ) (Qobs Qobsrerata ) 2
2
dengan R adalah koefisien korelasi, Qcal adalah debit terhitung (m3/detik), Q calrerata
adalah debit terhitung rerata (m3/detik), Qobs adalah debit terukur (m3/detik), dan
Qobsrerata adalah debit terukur rerata (m3/detik). Kategori tingkat korelasi untuk berbagai
nilai seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria Nilai Koefisien Korelasi
Nilai Koefisien Korelasi (R) Interpretasi
0.7 < R < 1.0 Derajat asosiasi tinggi
0.4 < R < 0.7 Hubungan substansial
0.2 < R < 0.4 Korelasi rendah
R < 0.2 Diabaikan
(Sumber : Hambali, 2008)
Selisih volume atau volume error (VE) aliran adalah nilai yang menunjukkan perbedaan
volume perhitungan dan volume terukur selama proses simulasi. Selisih volume (VE)
aliran dikatakan baik apabila dapat menunjukkan angka tidak lebih dari 5%. Selisih
volume (VE) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.
N N
Qobs Qcali i
(2)
VE i 1
N
i 1
100%
Qobs
i 1
i
dengan VE adalah selisih volume, Qcali adalah debit terhitung (m3/detik), dan Qobsi
adalah debit terukur (m3/detik).
Koefisien Efisiensi (CE) adalah nilai yang menunjukkan efisiensi model terhadap debit
terukur, cara objektif yang paling baik dalam mencerminkan kecocokan hidrograf
secara keseluruhan. Koefisien Efisiensi (CE) dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini.
N
(Qobsi Qcali )
2
CE N i 1 (3)
(Qobs Qobs 2
i 1
i rerata )
dengan CE adalah koefisien efisiensi, Qcali adalah debit terhitung (m3/detik), Qobsi
adalah debit terukur (m3/detik), dan Q obsrerata adalah debit terukur rerata (m3/detik).
Koefisien efisiensi memiliki beberapa kriteria seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
3. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil studi kasus pada sub-DAS Tapung Kiri dengan stasiun AWLR
Pantai Cermin. Sub-DAS Tapung Kiri merupakan bagian hulu dari DAS Siak yang
secara administrasi terletak di Provinsi Riau. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan
ketersediaan data yang cukup memadai untuk dilakukan analisis model hujan aliran.
Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
selisih volume, dan koefisien efisiensi. Data yang digunakan dalam evaluasi ketelitian
model adalah data debit sungai harian AWLR periode 1 Januari – 31 Desember tahun
2006. Kalibrasi parameter dilakukan dengan cara kombinasi, yang kemudian dilakukan
simulasi kembali. Sehingga hasil simulasi dapat mewakili kondisi hujan-aliran yang
sebenarnya berdasarkan data terukur dilapangan. Keseluruhan proses kalibrasi dan
simulasi diulangi hingga diperoleh hasil simulasi yang optimal, yaitu nilai evaluasi
ketelitian model seperti nilai koefisien R, VE, dan CE memenuhi batasan-batasan
evaluasi ketelitian model yang baik. Validasi dilakukan terhadap parameter-parameter
yang memenuhi nilai evaluasi ketelitian model dalam kalibrasi. Parameter-parameter
tersebut disimulasikan dengan periode tahun yang berbeda. Pada penelitian ini
digunakan periode tahun 2005.
Data hujan satelit hasil unduhan yang digunakan dalam penelitian ini seperti disajikan
pada Gambar 4. Tipe data yang digunakan adalah GsMaP_MVK+ periode 1 Januari
2006 – 31 Desember 2006. Data ini dipilih karena hanya GsMaP_MVK+ yang
menyediakan data curah hujan harian pada tahun 2006.Data topografi yang digunakan
adalah jenis GTOPO30. Hasil unduhan data tersebut untuk daerah studi seperti disajikan
pada Gambar 5. Sedangkan data tata guna lahan dan data tanah untuk Tahun 2006 hasil
unduhan pada program IFAS dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Tampilan data tata guna Gambar 7. Tampilan data tanah (tipe
lahan pada IFAS GNV25) pada IFAS
Selanjutnya, data-data unduhan tersebut diolah dan diimpor ke dalam program IFAS.
Program IFAS menggunakan model tangki yang dimodifikasi sebagai dasar
pemodelannya, yang disebut PWRI Distributed Model. Parameter-parameter pada model
tersebut dapat dikalibrasi untuk memperoleh hasil simulasi yang mendekati keadaan
sebenarnya. Hasil simulasi model akan dievaluasi ketelitiannya dengan data terukur
(debit sungai harian dari AWLR).
Kondisi Awal Simulasi
Pada simulasi ini, digunakan nilai parameter-parameter awal yang ditentukan oleh
IFAS. Dengan memasukkan periode simulasi satu tahun, yaitu dari 1 Januari 2006 jam
00.00 sampai dengan 31 Desember 2006 jam 23.00, didapat hasil simulasi berupa
hidrograf hujan aliran yang dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai R = 0,576, ini
menunjukkan bahwa hasil model memiliki hubungan substansial dengan data terukur
(0,4 < R < 0,7). Nilai VE = 52,58%, ini menunjukkan bahwa nilai volume perhitungan
dengan volume terukur jauh berbeda ( VE > 5% ). Terlihat bahwa debit hasil simulasi
lebih besar daripada debit pada pencatatan di AWLR. Nilai CE = 1,653, ini
menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur sangat efisien (CE > 0,75).
Validasi Model
Validasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan parameter hasil kalibrasi
untuk mensimulasikan data periode tahun 2005 pada Sub-DAS Tapung Kiri. Adapun
grafik hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 10. Pada kondisi ini didapat nilai R =
0,463, nilai VE = 20,9%, dan nilai CE = 1,3. Berdasarkan nilai ketiga parameter tersebut
menunjukkan bahwa model kurang optimal karena nilai R < 0,7 dan VE >5%.
yang sedang dilakukan saat ini adalah melakukan modifikasi data hujan satelit dengan
data hujan pengukuran di lapangan sebagai input model dalam rangka untuk
mendapatkan hasil ouput yang lebih baik.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Chavoshian, A., Miyake, K., Sugiura, T., Hai, P. T., Rajapakse, L., 2009, Charting
ICHARM’S Strategy for Integrated Flood Risk Management in the Lower Mekong River
Basin, International Centre for Water Hazard and Risk Management (ICHARM), under
the auspices of UNESCO, Public Works Research Institute (PWRI), Tsukuba, Ibaraki,
Japan
2. Hambali, R. 2008. Analisis Ketersediaan Air dengan Model Mock. Bahan Ajar.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
3. Harris A., Rahman, Hossain F., Yarborough L., Bagtzoglou, Easson G., 2007, Satellite-
based Flood Modeling Using TRMM-based Rainfall Products, Sensors, ISSN 1424-8220,
MDPI, www.mdpi.org/sensors.
4. Khan S., Hong Y, Wang J, Yilmaz K.K, Gourley J.J, Adler R, Brakenridge R, Policelli F,
Habib S, and Irwin D, 2011, Satellite Remote Sensing and Hydrologic Modeling for
Flood Inundation Mapping in Lake Victoria Basin: Implications for Hydrologic
Prediction in Ungauged Basins, IEEE Transactions Geoscience and Remote Sensing,
Vol. 49, No.1, January 2011.
5. Kartiwa, B., Murniati, E., 2011, Application of RS, GIS and Hydrological Model for
Flood Mapping of Lower Citarum Watershed, Indonesia, Sentinel Asia Joint Project
Team Meeting, 12th-14th July 2011, Putra Jaya, Malaysia.
6. Li Li, Hong Y, Wang J, Adler R, Policelli F, Habib S, Irwin D, Korme T, Okello L, 2008,
Evaluation of the real-time TRMM-based multi-satellite precipitation analysis for an
operational flood prediction system in Nzoia Basin, Lake Victoria, Africa, Springer
Science+Business Media B.V. 2009.
7. Sugiura T., Fukami T., Fujiwara N., Hamaguchi K., Nakamura S., Hironaka S.,
Nakamura K., Wada T., Ishikawa M., Shimizu T., Inomata K., Itou K., 2009,
Development of Integrated Flood Analysis System (IFAS) and its Applications, 7th ISE &
8th HIC, Chile.