Anda di halaman 1dari 5

Alih Bahasa oleh : dr.

Lawrencia Toline - PPDS Bedah FK UNSRI

How To Avoid The ‘Seven Deadly Sins of Surgey’


Cara Menghindari ‘Tujuh Dosa Mematikan dalam Bedah’
Roger Kirby *, Ben Challacombe * †, Prokar Dasgupta * † dan John M. Fitzpatrick ‡
*The Prostate Centre
† Department of Urology, MRC Centre for Transplantation, Guy ’s Hospital, King’s
College London, King’s Health Partners London, UK
‡ Mater Misericordiae Hospital and University College Dublin, Dublin, Ireland

Pendahuluan
Sebagai ahli bedah, banyak kita temui keadaan di mana sorak-sorai akibat satu kejadian
tunggal yang tidak diinginkan dapat meredam pujian yang selayaknya diberikan pada ribuan
kasus yang berjalan lancar. Alhasil, merupakan sebuah keharusan bagi kita semua untuk
mencoba segala cara yang memungkinkan dalam mencegah terjadinya kecelakaan dan
kesalahan medis serta kejadian yang tidak diinginkan. Pun ketika hal tersebut terjadi, kita harus
mengatasi akibatnya secara tenang dan profesional.
Menilik kembali pada lebih dari tujuh dekade pengalaman bersama di bidang bedah
urologi, kami memutuskan untuk merumuskan tujuh pedoman (yang sebagian besar dipelajari
dari kesalahan) sebagai sebuah usaha untuk menolong ahli bedah lainnya agar dapat
menghindari jatuh ke dalam perangkap yang dapat saja menjebak saat kita tidak waspada.

1. Komunikasi yang Buruk


Sebagai ahli bedah, pekerjaan kita seringkali melibatkan penyampaian berita yang
mungkin sulit diterima oleh pasien. Cara penyampaian berita buruk ini sangat krusial, karena
jika berita buruk disampaikan secara baik, maka pasien tidak akan melupakanmu. Begitu pula
sebaliknya; jika berita buruk disampaikan secara buruk pula, maka pasien tidak akan
memaafkanmu.
Penjelasan dan pencatatan terakit persetujuan tindakan kedokteran sebelum dilakukannya
tindakan bedah apapun bersifat sangat penting. Perlu kita ingat bahwa merupakan sebuah
kelalian bagi dokter untuk tidak memberikan informasi yang jelas kepada pasiennya tentang
risiko dari prosedur yang diberikan. Hingga saat ini, tidak ada pedoman pasti terkait seberapa
banyak informasi yang harus diberikan kepada pasien. Namun, semakin berat dan semakin
tinggi risiko terjadinya suatu komplikasi, maka semakin perlu dilakukannya diskusi yang jelas
sebelum tindakan dilakukan. Dalam hal ini, adanya lembar informasi terperinci yang mencatat
seluruh sisi negatif dari sebuah tindakan akan sangat membantu.
Secara khusus, apabila terdapat kesalahan dalam sebuah tindakan, maka penjelasan secara
jelas, jujur, dan simpatis kepada pasien dan keluarga pasien disertai pertemuan tindak lanjut
dapat mencegah kita untuk melalui proses pengadilan yang dapat memakan waktu berbulan-
bulan hingga bertahun-tahun lamanya.
Peningkatan fokus pengajaran keterampilan non-teknis ini bertujuan untuk meningkatkan
standar komunikasi. Peluncuran program simulasi nasional BAUS, SIMULATE, diharuskan
mencapai standarisasi pendidikan keterampilan teknis dan non-teknis untuk peserta pelatihan
urologi.2 Sepengetahuan kami, standarisasi ini merupakan yang pertama dari jenisnya dalam
spesialisasi apa pun. Prinsipnya jelas, yaitu: ‘berlatih dengan aman tetapi tidak pada pasien
Anda’.

2. Misdiagnosis
Teknologi dan pencitraan modern telah mempermudah penegakan diagnosis secara tepat
dibanding sebelumnya. Namun, hal ini menimbulkan masalah baru, yaitu setelah diagnosis
ditentukan berdasarkan pemeriksaan tersebut, maka akan sulit untuk menentukan arah
penatalaksanaan penyakit selanjutnya ketika fakta yang ditunjukkan pada pemeriksaan tersebut
tidak sesuai dengan kasus yang dihadapi.
Di bidang Crew Resource Management (CRM) dalam industri penerbangan, diketahui
bahwa ketika mereka menghadapi keadaan darurat, pilot menciptakan ‘model mental’ untuk
membantu mereka menghadapi situasi tersebut.3,4 Seringkali terdapat ketidaksinkronan antara
apa yang diyakini pilot dan apa yang diketahui dari instrumen dan pengetahuan ko-pilot, seperti
yang terjadi baru-baru ini di mana sebuah Airbus Eropa terjatuh ke Atlantik ketika indikator
kecepatannya berhenti bekerja. Kegagalan serupa dalam menyadari suatu situasi dapat juga
terjadi di ruang operasi. Apabila saran dari tim operasi, termasuk asisten, ahli anestesi, perawat,
dan bahkan mahasiswa kedokteran diperhitungkan, maka hal tersebut terkadang dapat
membantu kita menghindari kesalahan fatal. Sebuah prosedur bedah yang dilakukan pada
'anatomi yang tidak biasa' seringkali menunjukkan bahwa seorang ahli bedah berada di bidang
dan tempat yang salah.

3. Kesalahan Pengobatan
Kesalahan pengobatan merupakan kelalaian yang mudah terjadi dan terkadang
menyebabkan konsekuensi yang membawa petaka. Hal-hal seperti kesalahan dosis insulin,
morfin, atau kemoterapi, suntikan bius lokal yang tidak terkontrol, dan pemberian antibiotik
pada pasien alergi dapat bersifat mematikan; dan terlebih lagi dengan tulisan tangan dokter
yang tidak selalu jelas. Pasien yang bukan seharusnya bisa jadi diresepkan obat yang salah.
Kesalahan selain dalam bentuk tindakan ialah kesalahan dalam bentuk kelalaian, dengan
contohnya adalah kegagalan menghentikan obat antiplatelet clopidogrel (Plavix™) 10 hari atau
lebih sebelum operasi. Kapasitas mental untuk dengan teliti melakukan pemeriksaan ulang
sangat penting dalam praktik kedokteran modern.

4. Kesalahan Lokasi/Sisi Pembedahan


Pengangkatan ginjal dari sisi yang salah, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu di Wales5,
mengakibatkan kematian pasien dan memicu badai media massa. Pemeriksaan catatan medis
secara hati-hati, memastikan kebenaran bahwa catatan tersebut benar dari pasien yang benar,
menandai sisi dan lokasi yang akan dioperasi, dan adanya lembar persetujuan tindakan tertulis
yang diambil secara pribadi oleh ahli bedah yang akan melakukan operasi dapat mencegah
terulangnya skenario ini.
Adanya Sistem Pengarsipan Gambar dan Komunikasi (Picture Archiving and
Communications System/PACS) di sebagian besar ruang operasi, menjadikan tidak adanya
alasan untuk tidak menampilkan gambar yang diperlukan di depan Anda setiap saat selama
tindakan.6-8 Dengan demikian, peristiwa serupa dapat diminmalisir lebih jauh menjadi 'tidak
pernah' dalam daftar WHO.

5. Insiden Gawat yang Tidak Diinginkan


Cara menangani insiden serius yang tidak diinginkan dapat menimbulkan konsekuensi
emosional, profesional, dan finansial jangka panjang bagi pasien dan dokter. Sebagian besar
pasien menyadari bahwa kecelakaan dapat terjadi dan tidak ada dokter yang datang ke tempat
kerja dengan maksud untuk mencelakai pasien. Permintaan maaf yang disampaikan secara
simpatik, dengan penjelasan yang terus terang dan jujur tentang keadaan dan konsekuensinya
sangatlah penting. Pernyataan tulus bahwa insiden tersebut akan diselidiki dan dianalisis, serta
akan menjadi 'pelajaran yang dipelajari', tidak hanya oleh individu yang terlibat, tetapi juga
oleh seluruh tim, dan institusi, merupakan hal yang tidak akan pernah salah.9-12
Apabila media mulai menunjukkan ketertarikan yang tidak diharapkan terhadap kasus ini,
sangat penting untuk memiliki satu juru bicara yang berpengetahuan luas untuk memberikan
informasi yang ringkas dan jujur dan tidak mengizinkan anggota tim untuk berbicara kepada
jurnalis secara ad hoc dan memberikan ‘cerita dari sisi mereka’.
6. Konflik dengan Kolega
Bedah merupakan spesialisasi yang sangat kompetitif dan banyak ahli bedah memiliki tipe
kepribadian alpha-1. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika persaingan pribadi dan
pertikaian antar kepribadian kerap terjadi. Apabila keberadaan hal ini tidak disadari dan
ditangani dengan segera, maka dapat mengganggu keberlangsungan seluruh tim secara
fungsional dan menentukan suasana di departemen tersebut. Suasana negative yang terbentuk
dapat membahayakan perawatan pasien dan membuat kehidupan kerja setiap ornag menjadi
tidak menyenangkan. Wawasan yang cukup untuk menyadari bahwa terdapat konflik, yang
kemudian diikuti dengan pertemuan untuk mengungkap konflik tersebut seringkali dapat
menyelesaikan situasi dengan sangat mudah.13

7. Kerentanan Terhadap Stres


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa menjadi ahli bedah merupakan pekerjaan yang
membuat stres, terutama ketika ada hal yang tidak sesuai harapan terjadi. Orang yang berbeda
akan menemukan cara yang berbeda pula untuk menghadapi hal tersebut. Namun, seringkali
hal tersebut diinternalisasi, ditambah dengan tipikal ‘stiff upper lip’ pada warga Inggris, yang
artinya kecenderungan untuk memendam emosi dan masalah. Gejolak batin yang dihasilkan
dapat menyebabkan hubungan yang tegang di rumah dan kesulitan menjalin hubungan
interpersonal di tempat kerja, dengan beberapa beralih ke alkohol dalam jumlah yang lebih dari
batas sehat sebagai 'penghilang stres'.
Di tempat kerja, pepatah kuncinya ialah untuk selalu menjadi 'terkendali' dan profesional.
Kehilangan kesabaran terhadap pasien, manajer, atau kolega berpotensi menjadi malapetaka,
dan selalu disesali begitu Anda memikirkannya dengan jernih dan tenang tanpa emosi yang
Anda miliki ketika hal tersebut terjadi
Karier di bidang bedah bisa jadi menarik dan bermanfaat, tetapi kadang kala dapat pula
menjadi pekerjaan yang menantang. Profesi medis memiliki kebiasaan berfokus pada hal
positif dan mengesampingkan hal negatif. Namun, masyarakat bergerak ke arah yang
berlawanan, karena ‘kabar baik tidak menjual koran’. Menyadari perangkap dan bahaya
mengintai tepat di bawah permukaan dapat membantu kita semua menghindari bahaya
tersebut.14,15 Jika kita harus menghindari 'tujuh dosa mematikan dalam bedah' sepanjang karier,
maka kita harus selalu waspada.
Daftar Pustaka
1. Crossley J, Marriott J, Purdie H, Beard JD. Prospective observational study to evaluate
NOTSS (Non-Technical Skills for Surgeons) for assessing trainees’non-technical
performance in the operating theatre. Br J Surg 2011; 98: 1010–20
2. Ahmed K, Abboudi M, Challacombe B, Khan MS, Dasgupta P. Educational research in
urology: current status and future challenges. BJU Int 2011; 107: 1872–3
3. Helmreich RL. On error management: lessons from aviation. BMJ 2000: 320: 781–5
4. O’Connor P, Campbell J, Newon J et al. Crew Resource management training
effectiveness: a meta-analysis and some critical needs. Int Aviat Psychol 2008: 18: 353–
68
5. BBC News. Two suspended over op blunder. Available at: http://news.bbc.
co.uk/1/hi/wales/3424847.stm. Accessed November 2011
6. Haynes AB, Weiser TG, Berry WR et al. Safe Surgery Saves Lives Study Group. A
surgical safety checklist to reduce morbidity and mortality in a global population. N Engl
J Med 2009: 3 60: 491–9
7. de Vries EN, Prins HA, Crolla RM et al. SURPASS Collaborative Group. Effect of a
comprehensive surgical safety system on patient outcomes. N Engl J Med 2010: 363:
1928–37
8. Kwann M, Studdert DM, Zinner MJ et al. Incidence, patterns, and prevention of wrong-
site surgery. Arch Surg 2006: 141: 353–8
9. O’Connor E, Coates HM, Yardley IE, Wu AW. Disclosure of patient safety incidents: a
comprehensive review. Int J Qual Health Care 2010: 22: 371–9
10. Manser T, Staender S. Aftermath of an adverse event: supporting health care professionals
to meet patient expectations through open disclosure. Acta Anaesthesiol Scand 2005: 49:
728–34
11. Pace WD, Staton EW. Improving the disclosure of medical incidents. BMJ 2011: 343:
d4340
12. Iedema R, Allen S, Britton K et al. Patients’and family members’views on how clinicians
enact and how they should enact incident disclosure: the’100 patient stories’qualitative
study. BMJ 2011: 343: d4423
13. Lee L, Berger DH, Awad SS, Brandt ML, Martinez G, Brunicardi FC. Confl ict resolution:
practical principles for surgeons. World J Surg 2008: 32: 2331–5
14. Kirby RS. Learning the lessons from medical errors. BJU Int 2003: 92: 4–5
15. Kirby RS, Dasgupta P, Beacock C. The case of the boiled bladder–or, how to avoid
medical errors. BJU Int 2010: 106: 299–300

Anda mungkin juga menyukai