Anda di halaman 1dari 3

Penulis Tgk H Zulfikar Abdullah S.

Ag

Kepribadian Qurani

Manusia adalah mahluk yang “berkeyakinan”, yaitu meyakini adanya benar dan salah. Ia
dibekali beberapa sifat untuk mendekati kekuatan yang paling sempurna, ditandai dengan
adanya rasa takut, cinta dan tunduk. Ketiganya biasa disebut “perangai”, dan mungkin
merupakan perangai paling awal yang ditanamkan dalam jiwa manusia.

Al-Quran adalah sumber kemuliaan. Maka siapapun yang menjadikan Al-Quran sebagai
panduan hidup, tidak ada yang akan dia dapatkan selain kemuliaan (QS Al-Anbiyaa 21:
10). Namun, bagi siapa pun yang berpaling dari tuntutan Al-Quran, maka Allah akan
memberikan kesempitan dalam hidupnya (QS Thahaa 20: 124).

Oleh karena itu, ada empat keuntungan yang akan kita peroleh bila berinteraksi dengan
Al-Quran. Pertama, melahirkan jiwa yang sabar. Banyak kisah tentang cobaan berat yang
menimpa para pejuang Islam. Mereka diintimidasi, disiksa, dipenjarakan, bahkan
dibunuh. Namun kebersamaannya dengan Alquran membuat mereka menjadi
orang-orang yang sangat tabah
Kedua, melembutkan hati. Seorang ulama mengatakan, "Sesungguhnya hati itu
mengkristal sebagaimana mengkristalnya besi, maka lembutkanlah ia dengan Alquran".
Ketiga, mengokohkan hati. Difirmankan, Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan
kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu (QS Hud 11: 120).

Keempat, sebagai nasihat dan obat tatkala hati sedih dan gundah. Allah SWT berfirman,
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu dan obat
bagi yang ada di dalam dada, petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS
Yunus 10: 57).

Hidup bersama Al-Quran adalah kenikmatan tiada tara. Salah satu intraksi dengan
Al-Qur’an membacanya (tilawah). "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab
mereka senantiasa membacanya dengan sebenar-benarnya bacaan (haqqut tilawah),
mereka itulah orang-orang yang beriman kepadanya..." (QS Al-Baqarah 2: 121).
Kedua, kesadaran dimensi yang seperti hewan adalah kesadaran manusia yang
menganggap catatan-catatan (kumpulan informasi) sebagai dirinya. Ketiga, Kesadaran
dimensi yang menganggap Kramadangsa (nama kita sendiri) sebagai diri, yaitu ketika
manusia menggunakan pikirannya untuk menanggapi atau bertindak terhadap hal yang
berkaitan dengan dirinya.

Keempat, kesadaran dimensi, yaitu manusia yang menyadari bahwa dirinya bukan
Kramadangsa tetapi Pengawas, Saksi dari setiap kejadian yang dialaminya. Setelah
menyadari bahwa diri ini bukannya kumpulan catatan-catatan dan pikiran, maka manusia
menjadi sadar, bahwa dirinya bukan Kramadangsa tetapi Saksi, dan manusia tersebut
mencapai derajat Manusia Universal yang merasa damai ketika bertemu manusia dan
makhluk lainnya.
Sultan Abdulhameed (2011) melalui karya berjudul Al-Quran untuk Hidupmu;
Menyimak Ayat Suci untuk Perubahan Diri, menyuguhkan sejumlah ayat Al-Quran yang
mengajarkan langkah-langkah perubahan diri. Setiap ayat disertai dengan saran yang
memandu kita menerapkan kearifan Qurani itu dalam kehidupan sehari-hari.

Jiwa yang beriman seharusnya melahirkan lebih banyak lagi tindakan-tindakan adil
sebagai lawan dari tindakan-tindakan zhalim.
Perhatikan firman Allah: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan
keimanan mereka dengan kezhaliman (utamanya, syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat kedamaian dan keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (QS. Al-An’am/ 6: 82)

Manusia dikatakan memiliki jiwa yang beriman manakala hati individu yang
bersangkutan telah dimasuki hal-hal yang berhubungan dengan dimensi keimanan, seperti
Allah, malaikat, para Nabi, kitab-kitab-Nya, dan hari akhir. Kalau semuanya belum
masuk ke dalam hati, misalnya baru berada di dalam jiwa, maka manusia bersangkutan
belum beriman. Karena tempat iman di dalam hati.
Dengan demikian, kepribadian Qur’ani adalah kepribadian (personality) yang dibentuk
dengan susunan sifat-sifat yang sengaja diambil dari nilai-nilai yang diajarkan Allah
dalam Al-Qur’an, sehingga bisa dibayangkan strukturnya terbangun dari elemen-elemen
ajaran Al-Qur’an itu.

Elemen-elemen yang dimaksud seperti terdapat dalam sifat-sifat utama kepribadian


menurut psikologi, dilengkapi dengan sifat-sifat yang diidealkan Al-Qur’an. Bila
ditambah dengan penerapan nilai-nilai atau sifat-sifat yang diajarkan Al-Qur’an tentulah
semakin lengkap. Nilai-nilai Al-Qur’an yang dimaksud benar-benar ditekankan untuk
diaplikasikan dalam kehidupan nyata, bukan hanya “diteorikan” semata.

Anda mungkin juga menyukai