Anda di halaman 1dari 9

Kendala-kendala dalam menjalankan putusan pengadilan

Pelaksanaan putusan/eksekusi terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha


Negara telah diatur dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya Pasal 116 tersebut telah mengalami
perubahan dua kali perubahan pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan
Pasal 116 yang telah mengalami dua kali perubahan mengatur mekanisme
pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara, adapun mekanisme tersebut:

1) Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikirimkan kepada


kedua pihak atas perintah ketua pengadilan selambat-lambatnya dalam waktu
14 hari kerja.1
2) Apabila tergugat tidak melaksanakan putusan (tidak melaksanakan
kewajibannya yang berupa mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang
dipersengketakan) setelah 60 hari kerja, maka keputusan tata usaha negara
yang disengketakan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.2
3) Apabila putusan pengadilan berupa kewajiban pencabutan Keputusan Tata
Usaha Negara dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha yang baru tapi
keputusan tersebut tidak dilaksanakan, penggugat dapat mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan, agar pengadilan memerintahkan
tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.3
4) Pejabat yang bersangkutan akan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
sejumlah uang paksa atau sanksi administratif, jika tidak bersedia
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.4

1
Pasal 116 ayat (1)
2
Pasal 116 ayat (2)
3
Pasal 116 ayat (3)
4
Pasal 116 ayat (4)

0
5) Jika pejabat tersebut masih tidak melaksanakan putusan pengadilan, maka
akan diumumkan pada media masa cetak setempat oleh panitera.5
6) Selain diumumkan di media masa, ketua pengadilan harus mengajukan hal
tersebut kepada Presiden untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan
putusan pengadilan, dan mengajukan juga kepada lembaga perwakilan rakyat
untuk menjalankan fungsi pengawasan.6

A.1. Pelaksanaan Bersifat Sukarela

Sulitnya eksekusi terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah
berkekuatan hukum tetap dikarenakan eksekusi putusan tersebut bersifat sukarela.
Sudah seharunya Pejabat/Badan Tata Usaha Negara yang dihukum untuk mencabut
surat keputusannya, ataupun kewajiban menerbitkan surat keputusan yang baru, tetapi
dalam prakteknya (dalam beberapa kasus) hal tersebut tidak dilakukan, karena hanya
bersifat sukarela. Putusan Pengadilan Tata Usaha menyerahkan kepada Pejabat Tata
Usaha Negara untuk menjalankan putusan secara sukarela inilah yang menjadi
penyebab tidak berjalannya secara efektif pelaksanaan putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara. Dalam dunia Peradilan Tata Usaha Negara, memang telah ada
Jurusita, tetapi peran dan fungsi Jurusita pada Pengadilan Tata Usaha Negara
hanyalah sebatas menyampaikan pemberitahuan isi putusan pengadilan kepada
Pejabat/Badan Tata Usaha Negara, dan tidak mempunyai unsur pemaksaan dalam
menjalankan eksekusi putusan tersebut, sebab objek yang dieksekusi tersebut berbeda
dengan eksekusi putusan perdata atau eksekusi riel yang dapat dijalankan secara
paksa oleh jurusita atas perintah Ketua Pengadilan.7

Menjalankan putusan pengadilan secara sukarela (eksekusi sukarela) yang


berisi pencabutan terhadap keputusan yang disengketakan dilakukan oleh pejabat
Tata Usaha Negara selambat-lambatnya 60 hari. Jika pencabutan itu tidak dilakukan,
maka keputusan yang disengketakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Tetapi
5
Pasal 116 ayat (5)
6
Pasal 116 ayat (6)
7
Ismail Rumadan, Problematika Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, Jurnal
Hukum dan Peradilan, Volume 1, Nomor 3 (November 2012) Hal.438

1
jika putusan pengadilan mengandung kewajiban akan pencabutan dan/atau penerbitan
keputusan baru tidak dijalankan setelah 90 hari oleh pejabat tergugat, maka
penggugat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar
memerintahkan badan/pejabat yang bersangkutan untuk melaksanakan putusan
Hakim PTUN. Jika badan/pejabat administrasi tersebut tidak juga melaksanakannya,
maka pejabat tergugat tersebut dikenakan upaya paksa berupa pembayaran uang
paksa dan/atau sanksi administratif. Dan jika upaya paksa tersebut tidak dijalankan,
maka akan di umumkan di media masa setempat dan juga ketua pengadilan
mengajukan hal tersebut kepada presiden. Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara.8 Tetapi jika ternyata Presiden tidak berkenan
melaksanakan putusan Pengadilan untuk memberikan perintah kepada Pejabat/Badan
Tata Usaha Negara yang bersangkutan, secara yuridis tidak ada konsekuensi, resiko
atau sanksi bagi Presiden, hanya saja Presiden dibayangi sanksi moral sesuai dengan
semangat dan keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa.9

Dalam sengketa kepegawaian, akan berkaitan dengan kompensasi dan


rehabilitasi bagi pegawai. Rehabilitasi merupakan pemulihan hak bagi seorang
pegawai negeri dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai
pegawai negeri seperti semula, sebelum ada keputusan yang disengketakan. Dalam
pemulihan hak tersebut termasuk juga hak-haknya yang ditimbulkan oleh
kemampuan keududukan dan harkatnya sebagai pegawi negeri. Dalam hal haknya
menyangkut suatu jabatan dan pada waktu putusan pengadilan jabatan tersebut
ternyata telah diisi pejabat lain, maka yang bersangkutan dapat diangkat dalam
jabatan lain yang setingkat dengan jabatan semula. Akan tetapi apabila hal itu tidak
mungkin maka yang bersangkutan akan diangkat kembali pada kesempatan pertama

8
Pasal 116 ayat (6) UU Nomor 5 Tahun 1986
9
S.F. Marbun, Peradilan Administrasi ...,Op.Cit, hal. 362

2
setelah ada formasi dalam jabatan yang setingkat atau dapat ditempuh dengan cara
memberikan kompensasi.10

Kompensasi dilakukan jika rehabilitasi tidak dapat dilaksanakan atau tidak


dapat dengan sempurna dilaksanakan, maka Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan harus memberitahukan hal tersebut kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara dengan tembusan kepada penggugat dalam tenggang waktu tiga puluh hari
sejak diterimanya putusan Pengadilan.11

Seluruh pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tetaplah bersifat


sukarela, walaupun telah ada upaya paksa berupa pembayaran uang paksa atau sanksi
administratif. Karena uang paksa dan sanksi administratif bukanlah substansi yang
diinginkan dari adanya gugatan. Substansi yang diinginkan penggugat adalah
batalnya Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau diterbitkannya Keputusan Tata
Usaha Yang Baru. Ditambah, uang paksa yang dimaksud diambil dari APBN/APBD,
bukan dari uang pribadi Pejabat yang tergugat. Adapun upaya paksa yang berupa
sanksi administratif jugalah bersifat sukarela. Bedasarkan Pasal 72 ayat (1) Undang-
Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa pejabat yang tidak
melaksanakan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum
tetap dapat dikenai sanksi administratif sedang, yang berupa 1) pembayaran uang
paksa dan/atau ganti rugi; 2) pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak
jabatan; atau 3) pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan.12
Penjatuhan sanksi administratif tersebut dilakukan oleh pejabat atasan.13 Mekanisme
penjatuhan sanksi administratif tetaplah bersifat sukarela, karena tidak ada paksaan
bagi pejabat atasannya untuk melaksanaakan putusan pengadilan dalam memberikan
sanksi administratif kepada pejabat bawahaannya.

10
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan Tata
Cara Pelaksanaanya Pada Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 9 dan 10.
11
Ibid.
12
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan
Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintahan, Pasal 9 ayat (2)
13
Ibid., Pasal 12

3
Pelaksanaan yang sukarela ini berhubungan dengan benda-benda publik yang
secara teoritis merupakan kekayaan negara yang tidak dapat diletakkan sita jaminan
di atasnya. Alasan selanjutnya, telah dianut asas bahwa seorang pejabat tidak
mungkin dikenai tahanan karena tidak melaksanbakan putusan PTUN, sesuai dengan
asas bahwa kebebasan yang dimiliki pejabat pemerintah tidak diperkenankan
dirampas. 14

Pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak lagi bersifat


sukarela, seandainya perbuatan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak mau
tunduk dan tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dapat dikatgorikan sebagai
delik atau perbuatan melanggar hukum, sehingga Badan/Pejabat yang tidak
melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dinyatakan sebagai
perbuatan melanggar hukum.15

A.2. Tidak Adanya Lembaga Eksekutorial Khusus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 telah dibentuk Komisi


Aperatur Sipil Negara (KASN) yang salah satu kewenangannya mengawasi setiap
tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia
seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama
calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi16. Tapi sayangnya, KASN
tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
yang tidak dijalankan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, khsusnya dalam
sengketa kepegawaian yang berkaitan dengan rehabilitasi dan kompensasi. Jika
sandainya kewenangan KASN ditambah untuk mengawasi atau menerima aduan dari
Pengadilan Tata Usaha Negara tentang putusan yang tidak mau dijalankan oleh
Pejabat/Badan Tata Usaha Negara. Diperkirakan akan mengurangi putusan
pengadilan yang tidak dijalankan, karena KASN mempunyai kewenangan untuk
merekomendasikan kepada Presiden atau Menteri untuk menjatuhi sanksi tegas.

14
Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi, hal. 375
15
S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara ..., Op.Cit., hal. 364
16
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

4
A. Analisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor:
52/G/2009/PTUN.SBY Tentang Pemberhentian Sekretaris Daerah

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya dengan nomor perkara


52/G/2009/PTUN.SBY merupakan putusan tentang sengketa kepegawaian di Pemda
Pamekasan. Sengketa ini dilatarbelakangi oleh tindakan Bupati Pamekasan yang telah
mengeluarkan SK pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Pamekasan dan
mengalihtugaskan menjadi staf ahli bidang Kemasyarakatan dan SDM tanpa adanya
persetujuan dari Gubenur Jawa Timur. Dalam sengketa tersebut, Pengadilan Tata
Usaha Negara Jawa Timur telah memutuskan untuk mengabulkan seluruh gugatan
penggugat (mantan Sekda Kabupaten Pamekasan) dan membatalkan serta mencabut
SK Bupati Pamekasan. Tetapi sampai saat ini putusan Pengadilan Tatat Usaha Negara
Surabaya belum dapat dilaksanakana oleh pejabat yang berwenang.

Objek sengketa dalam perkara ini adalah Surat Keputusan Tergugat Nomor :
821.2/292/441.409/2009 tanggal 02 November 2009 tentang Pengangkatan Dalam
Jabatan atas nama DR. A. DJAMALUDIN KARIM, M. Si. Di dalam surat tersebut,
Tergugat memberhentikan sementara Penggugat dari jabatan Sekretaris Daerah
Kabupaten Pamekasan. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 122 ayat (3) Undang-
Undang Nomor : 8 tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah jo Undang-Undang
Nomor: 12 tahun 2008, yang berbunyi:

Ayat (1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan”
Ayat (2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”
Ayat (3) “Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
kabupaten / kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul
Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan
Dari ketentuan Pasal 122 ayat (3) tersebut di atas, tampak jelas bahwa Surat
Keputusan Bupati Pamekasan (Tergugat) Nomor : 821.2/292/441.409/2009 tanggal
02 Nopember 2009 tentang Pengangkatan Dalam Jabatan atas nama Dr. A.

5
Djamaludin Karim, M.Si, yang substansinya adalah memberhentikan Penggugat dari
jabatan Sekretaris Daerah Pamekasan adalah cacat yuridis (cacat wewenang) karena
yang berwenang memberhentikan Penggugat sebagai Sekretaris Daerah adalah
Gubernur Jawa Timur, sedangkan Bupati hanya berwenang mengusulkan saja.

Surat Keputusan Bupati Pamekasan tersebut jelas merugikan hak


kepegawainya penggugat. Dalam surat tersebut, memindah tugaskan Dr. A.
Djamaludin Karim, M.Si yang semula sebagai Sekretaris Daerah menjadi Staf Ahli
Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia. Karena “Sekretaris
Daerah merupakan jabatan struktural eselon II a”17 sedangkan “... Staf ahli
bupati/walikota merupakan jabatan structural eselon II b”18

Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Surabaya dengan Nomor


Perkara 152/G/2009/PTUN.SBY, mengadili;

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.


2) Menyatakan batal Surat Keputusan Bupati Pamekasan (Tergugat) Nomor :
821.2/292/441.409/2009 tanggal 2 Nopember 2009 tentang Pengangkatan
Dalam Jabatan atas nama Dr. A. Djamaludin Karim, M.Si
3) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Bupati
Pamekasan (Tergugat) Nomor : 821.2/292/441.409/2009 tanggal 2
Nopember 2009 tentang Pengangkatan Dalam Jabatan atas nama Dr. A.
Djamaludin Karim, M.Si
4) Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara
yang baru tentang rehabilitasi Penggugat, yaitu memulihkan hak
Penggugat.
5) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar
Rp.171.000,- (Seratus Tujuh Puluh Satu Ribu Rupiah)
Dikarenan Bupati Pamekasan tidak menjalankan putusan pengadilan tersebut,
kasus tersebut telah termuat oleh media atas permohonan dari Penggugat. Adapun
muatan media adalah sebagai berikut

Bupati Tolak Putusan PTUN19


17
Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah
18
Ibid, Pasal 37 ayat (1)
19
Surabaya Post Online, Bupati tolak putusan PTUN, http://www.surabayapost.co.id diakses
tanggal 12 April 2018

6
Sabtu, 03/09/2011 | 10:49 WIB
PTUN meminta bantuan Presiden RI agar Bupati mengangkat kembali
Djamaludin sebagai Sekdakab
PAMEKASAN - Pemecatan Djamaludin Karim dari jabatan Sekretaris
Daerah Kabupaten (Sekdakab) Pamekasan oleh Bupati Kholilurrahman
berlanjut. Proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya
memang dimenangkan oleh Djamaludin. Namun, hingga sekarang Bupati
masih mengabaikan putusan itu.Karena itu, PTUN Surabaya meminta
Presiden RI sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi untuk
memerintahkan Bupati Pamekasan melaksanakan putusan PTUN itu.
Permintaan PTUN itu dituangkan dalam surat PTUN Surabaya bernomor
W3.TUN1/1780/K.Per.01.06/VIII/2001 tanggal 2 Agustus 2011. Surat ini
merupakan petunjuk dari PTUN Surabaya tentang tindak lanjut pelaksanaan
putusan perkara nomor 152/G2009/PTUN.SBY. Selain akan meminta bantuan
Presiden, sesuai dengan Pasal 116 ayat 5 dan 6 Undang- Undang (UU) Nomor
51 Tahun 2009, maka pengadilan juga dapat menindaklanjuti dengan
mengumumkan di media massa bahwa Bupati Pamekasan tidak bersedia
melaksanakan putusan Nomor 152/G2009/PTUN.SBY yang telah
berkekuatan hukum tetap itu. Namun, M Suli Faris, Ketua Komisi A DPRD
Kabupaten Pamekasan menilai keputusan PTUN itu sulit untuk dilaksanakan
secara hukum, utamanya perintah pengembalian lagi Djamaludin Karim
kepada kedudukannya sebagai Sekdakab Pamekasan. Karena yang digugat
oleh Djamaludin Karim adalah soal SK Bupati Pamekasan tentang
pemberhentian sementara Djamaludin Karim.
“Saat ini posisi Sekdakab Pamekasan sudah berubah.Sesuai dengan
kewenangannya Gubernur Jatim juga sudah mengeluarkan keputusan tata
usaha negara baru, yakni mengangkat Hadisuwarso sebagai Sekdakab
Pamekasan.Makanya kami katakan keputusan PTUN itu sulit untuk
dilaksanakan. Sebab yang digugat SK pemberhentian sementara oleh Bupati
bukan SK pengangkatan Sekdakab oleh Gubernur,” katanya, Sabtu (3/9).
Bupati Pamekasan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Pamekasan Nomor
821.2/292/441.409/2009 tangal 2 Januari 2009 memberhentikan sementara
Djamaludin Karim dari jabatannya sebagai Sekdakab Pamekasan. Karena
merasa tidak prosedural dan tidak dilandasi alasan yang tepat maka
Djamaludin Karim menggugat Bupati Pamekasan ke PTUN Surabaya.Dalam
putusannya, PTUN mengabulkan gugatan Djamaludin Karim.PTUN juga
menyatakan batal SK Bupati Pamekasan tentang tentang pemberhentian
sementara Djamaludin Karim. Selain itu PTUN juga mewajibkan Bupati
untuk menerbitkan keputusan tata usaha negara yang baru tentang rehabilitasi
penggugat, yaitu memulihkan hak penggugat dalam kemampuan, kedudukan,
harkat dan martabatnya sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Pamekasan.
PTUN juga menghukum Bupati untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
171.000.Tapi, Bupati tidak mau melaksanakan eksekusi seperti yang
diperintahkan oleh PTUN Surabaya. Dalam suratnya ke PTUN Surabaya yang

7
bernomor 181/1013/441.131/2011 tanggal 16 Juni 2011 Bupati Pamekasan
menyatakan tidak dapat melaksanakan putusan PTUN karena telah terbit SK
Gubernur Jatim Nomor 821/86/212/2010 tanggal 18 Januari 2010 tentang
permberhentian Djamaludin Karim sebagai Sekdakab Pamekasan.
Setelah diterbitkan penetepan permohonan pelaksanaan putusan ternyata
Tergugat juga tidak mau melaksanakan putusan dan Tergugat menanggapi Penetapan
itu pada tanggal 16 Juni 2011 dengan alasan dikarenakan telah diangkatnya Sekretaris
Daerah Kabupaten Pamekasan yang baru serta bukan merupakan kewenangan Bupati
Pamekasan untuk melaksanakan putusan tersebut melainkan kewenangan Gubernur
yang dapat menerbitkan surat keputusan tentang pengangkatan atau pemberhentian
sekretaris daerah Kabupaten Pamekasan.

Anda mungkin juga menyukai