Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizki Mulyaning Yulita

NIM : 190710101140
Kelas : PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA KELAS F
ANALISIS LEGAL PROBLEM
KLAUSUL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Pilihan Peraturan PerUUngan : UU No.5 Tahun 1986 tentang


PTUN
2. Pasal Objek Kajian :
No Pasal / Ayat Kalimat Pasal / Ayat
I. Pasal 48 1. Dalam hal suatu Badan atau Pejabat
ayat 1 dan 2 Tata Usaha Negara diberi wewenang
oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif
sengketa Tata Usaha Negara tertentu,
maka batal atau tidak sah, dengan
atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/administratif yang tersedia.
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh
upaya administratif yang bersangkutan
telah digunakan.
II. Pasal 72 Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah
ayat 2 dikirimkan dengan Surat tercatat
penetapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak diterima berita, baik dari
atasan tergugat maupun dari tergugat,
maka Hakim Ketua Sidang menetapkan
hari sidang berikutnya dan pemeriksaan
sengketa dilanjutkan menurut acara biasa,
tanpa hadirnya tergugat.

III. Pasal 1 angka Keputusan Tata Usaha Negara adalah


3 suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum
perdata;

3. Komentar / Pendapat :
I. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa berdasarkan pasal yang
saya kaji,maka berdasarkan pasal tersebut dapat kita ketahui
bahwa upaya administartif menenurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ada 2 cara yaitu. Banding
Administratif dan Keberatan. Apabila diselesaikan oleh instansi
atasan pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha
negara tersebut atau instansi yang lainnya dari badan atau
pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan ke putusan tata
usaha negara. Contohnya seperti: Katetapan Badan
Pertimbangan Kepegawaian berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
Sengketa Perubahan/IMB oleh Bupati/Walikota, Sengketa
Perubahan/Tenaga Kerja oleh P4P. Apabila upaya administratif
ditempuh semuanya, sedangkan yang bersangkutan menderita
kerugian atau tidak puas, dapat mengajukan gugatan sengketa
Tata Usaha Negara tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara yang berwenang.
II. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa berdasarkan pasal yang
saya kaji, maka Peradilan Tata Usaha Negara juga mengenal
peradilan in absentia sebagaimana berlaku dalam peradilan
Tindak Pidana Khusus, dimana sidang berlangsung tanpa
hadirnya terugat. Apabila kita membandingkan dengan dengan
KUHAP maka Dalam perkara pidana, menurut mantan Jaksa
Agung Abdul Rahman Saleh dalam buku berjudul “Bukan
Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz” (hlm. 208), konsep in
absentia adalah konsep di mana terdakwa telah dipanggil
secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang
sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di
pengadilan tanpa kehadiran terdakwa. Lebih lanjut akan saya
jelaskan berdasarkan ketentuan pasal 72 maka, bila tergugat
atau kuasanya tidak hadir di persidangan 2 kali berturt-turut
dan/atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, walaupun setiap kali telah dipangil
secara patut, maka hakim ketua sidang dengan surat
penetapan meminta atasan tergugat untuk memerintahkan
tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan. Setelah lewat 2
bulan sesudah dikirimakn dengan surat tercatat penetapan
dimaksud, tidak dieterima berita, baik dari atasan terugat
maupun dari tergugat sendiri, maka hakim ketua sidang
menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa
dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadir tergugat. Putusan
terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah
pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya tetap dilakukan
secara tuntas. Lebih lanjut apabila mengajukan keberatan
maka saya akan mengambil contoh pada pasal 27 UU No. 9
Tahun 1994 tentang Ketentuanketentuan umum Perpajakan
menyatakan “Wajib Pajak dapat mengajukan banding hanya
kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan yang
ditetapkan oleh Direktur Jendral pajak mengenai keberatannya
dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal keputusan
diterima, dengan dilampiri salinan surat keputusan tersebut”.
Kemudian bagaimana penyelesaian sengketa tata usaha negara
yang bersifat “yuridis” atau dari segi hukumnya sesuai dengan
asas negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, maka yang berwenang menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara adalah peradilan Tata Usaha Negara
(Administratif rechtspraak) yang mampu menegakkan keadilan,
kebenaran, dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikan
pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan
antar badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
masyarakat.
III. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa berdasarkan pasal yang
saya kaji, KTUN didalam UU tersebut bermakna penetapan
tertulis yang bersifat kongkret, individual dan final. Namun
apabila kita membandingkan dengan UU No. 30 tahun 2014
Keputusan TUN dimaknai: “Ketetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan”.13 Ketentuan ini memang belum
memberikan penjelasan konkret mengenai kriteria Keputusan.
Sehingga jika sebelumnya keputusan selalu dikaitkan dengan
sifatnya yang konkret, individual, dan final, di mana putusan
yang tidak mencakup tiga hal itu secara kumulatif maka tidak
dapat diajukan ke PTUN. Namun dalam UU Administrasi
Pemerintahan ini tidak lagi harus mencakup ketiga sifat
tersebut, dalam Pasal ini hanya dikatakan “Bersifat final dalam
arti yang lebih luas”.

Anda mungkin juga menyukai