Anda di halaman 1dari 17

Jl. Raya Kendangsari No.

38, Surabaya
Telp. (031) 8436200 / 8437200 Fax (031) 8494484
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA
NOMOR : 393.SK-DIR.RSIA-KS.VI.2022

TENTANG

PANDUAN
PELAYANAN HIV/AIDS
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu dan mewujudkan


efektifitas pelayanan, maka perlu dibuatkan panduan pelayanan
HIV/AIDS guna mencegah terjadinya kekeliruan dalam proses
pemberian pelayanan;
b. bahwa agar pelayanan pasien dapat berjalan dengan baik dan
lancar maka diperlukan panduan pelayanan HIV/AIDS di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir (a) dan (b) di atas, maka perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari
Surabaya.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
Jl. Raya Kendangsari No. 38, Surabaya
Telp. (031) 8436200 / 8437200 Fax (031) 8494484
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran di Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2022 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
11. Akta Notaris Nomor 21 tanggal 4 April 2009 tentang
Pendirian Perseroan Terbatas Sandra Buana Medika dan telah
dilakukan perubahan terakhir dengan Akta Berita Acara Rapat
Umum Pemegang Saham luar biasa PT SANDRA BUANA
MEDIKA nomor 56 tanggal 27 September 2021 yang menaungi
Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN PELAYANAN HIV/AIDS RUMAH SAKIT IBU DAN


ANAK KENDANGSARI SURABAYA.

KESATU : Panduan Pelayanan HIV/AIDS Rumah Sakit Ibu dan Anak


Kendangsari Surabaya sebagaimana terlampir dalam Keputusan
Direktur ini;
Jl. Raya Kendangsari No. 38, Surabaya
Telp. (031) 8436200 / 8437200 Fax (031) 8494484

KEDUA : Panduan Pelayanan HIV/AIDS Rumah Sakit Ibu dan Anak


Kendangsari Surabaya agar digunakan sebagai acuan dalam tata
tertib pelayanan di lingkungan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Kendangsari Surabaya;

KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan Direktur ini, Keputusan Direktur


Nomor 022.25.8.SK-DIR.RSIA-KS.VIII.2019 tentang Panduan
Pelayanan HIV/AIDS dinyatakan tidak berlaku;

KEEMPAT : Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan di kemudian hari dalam


Keputusan Direktur ini maka akan diadakan perubahan sebagaimana
mestinya;

KELIMA : Salinan Keputusan Direktur ini disampaikan kepada Unit Kerja


terkait di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya untuk
diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh
tanggung jawab;

KEENAM : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 06 Juni 2022
RSIA KENDANGSARI SURABAYA
DIREKTUR

dr. Hermien Hadiati

SALINAN, Keputusan ini disampaikan kepada :


1. PT. Sandra Buana Medika
Jl. Raya Kendangsari No. 38, Surabaya
Telp. (031) 8436200 / 8437200 Fax (031) 8494484
2. A r s i p .-
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI ............................................................................................................. 1


BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................................. 4
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................................... 5
BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................................. 10
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 11
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI
SURABAYA
Nomor : 393.SK-DIR.RSIA-KS.VI.2022
Tentang : Panduan Pelayanan HIV/AIDS Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari
Surabaya

PANDUAN
PELAYANAN HIV/AIDS
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENDANGSARI SURABAYA

BAB I

DEFINISI

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang termasuk
kelompok keluarga retrovirus dan dapat menyebabkan penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Seseorang yang terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency
Virus), akan mengalami infeksi seumur hidup. Banyak ODHA tetap asimptomatik (tanpa tanda
dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu panjang dan tidak mengetahui bahwa dirinya
terinfeksi. Meskipun demikian, mereka dapat menulari orang lain.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya
tidak diturunkan tetapi ditularkan dari satu ke orang lainnya; Immune adalah sistem daya tahan
tubuh atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau kurang; dan
Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan
rusaknya/menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Apabila HIV ini
masuk ke dalam peredaran darah seseorang, maka HIV tersebut menyerap sel-sel darah putih.
Sel-sel darah putih ini adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi
tubuh dari serangan penyakit. HIV menyebabkan deplesi imunitas sel terutama sel darah putih
dan juga menyebabkan turunnya fungsi sel tersebut.

Panduan Pelayanan HIV/AIDS 1


BAB II
RUANG LINGKUP

A. SEJARAH HIV/AIDS

Penyakit ini pertama kali timbul di Afrika, Haiti, dan Amerika Serikat pada tahun
1978. Pada tahun 1979 pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus Sarkoma Kaposi (lesi
yang tumbuh dikulit) dan penyakit penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa, penyakit
ini menyerang orang-orang Afrika yang bermukim di Eropa. Sampai saat ini belum
disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus-kasus tersebut adalah AIDS.
Sindrom yang kini telah menyebar ke seluruh dunia ini pertama kali dilaporkan
oleh Gotlieb dan kawan-kawan di Los Angeles pada tahun 1981. Orang yang terinfeksi
virus HIV akan berpotensi sebagai pembawa dan penular virus selama hidupnya
walaupun orang tersebut tidak merasa sakit dan tampak sehat. Dalam tahun yang sama
yaitu pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan adanya kasus Sarkoma Kaposi dan
penyakit infeksi yang jarang terjadi di kalangan homoseksual. Hal ini menimbulkan
dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual. Pada
tahun 1982 CDC-USA (United State of America), Centers for Disease Control Amerika
Serikat untuk pertama kali membuat defenisi kasus AIDS. Sejak tahun 1982 dilakukan
surveilans terhadap kasus-kasus AIDS.
Pada tahun 1982 –1983 mulai diketahui adanya transmisi di luar jalur hubungan
seksual, yaitu melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh
para penyalah gunaan narkotik dan obat-obat terlarang. Pada tahun 1982-1983 juga Luc
Montagnier dari Pasteur Institute, Paris Institute menemukan bahwa penyebab kelainan
ini adalah LAV (Lymphadenopathy Associated Virus).
Pada tahun 1984 diketahui adanya transmisi heteroseksual di Afrika dan pada
tahun yang sama diketahui bahwa HIV menyerang sel limfosit T penolong. Pada tahun
itu juga Gallo dkk dari National Institute of Health, Bethesda, Amerika Serikat
menemukan HTLV III (Human T Cell Lymphotropic Virus Type III) sebagai penyebab
kelainan ini. Pada tahun 1985 ditemukan antigen untuk melakukan tes Elisa, pada tahun
itu juga diketahui bahwa HIV juga menyerang selotak.
Pada tahun 1986 International Committee on Taxonomy of Virus memutuskan
nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti LAV dan HLTV. AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau SIDA (Syndrom Imuno Deficiency
Akuisita) adalah sebuah penyakit yang dengan cepat menyebar keseluruhan dunia
(pandemi). Di Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan April

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 2


tahun 1987, pada seorang warga negara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah Bali
akibat infeksi sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini masih
belum mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya peningkatan
kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (doubling time) kurang dari setahun, bahkan
mengalami peningkatan kasus secara ekponensial.

B. PERJALANAN ALAMIAH HIV


Secara umum tahapan perjalanan alamiah infeksi HIV sebagai berikut:
Sindroma retroviral akut terjadi 2-3 minggu setelah terinfeksi virus, berupa demam, sakit
kepala, ruam, diare dll (flu-like syndrome) pada sekitar 30-50% pasien, yang berlangsung
selama 2-3 minggu. Dalam waktu 4-12 minggu akan terjadi pembentukan antibodi HIV
(serokonversi), periode ini yang disebut sebagai masa jendela (window period).
Kemudian pasien akan mengalami infeksi HIV kronik asimptomatik (periode laten)
selama rata-rata 5-10 tahun sebelum akhirnya menjadi simptomatik akibat terjadinya
infeksi oportunistik yang menuju ke arah AIDS. Infeksi HIV simptomatik (AIDS) akan
berlangsung selama rata rata 2 tahun, penderita HIV berjalan sangat progresif merusak
sistem kekebalan tubuh. Sebagian besar orang dengan HIV akan meninggal dalam
beberapa tahun setelah AIDS muncul, bila tidak diberi pengobatan dan perawatan yang
memadai. Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang maka tubuh itu terinfeksi dan virus
mulai bereplikasi terutama dalam sel limfosit T CD4 dan makrofag.
Human Immunodeficiency Virus akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuk virus sampai terbentuknya
antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 4-12
minggu. Masa ini disebut sebagai masa jendela (window period). Selama masa jendela,
pasien sangat infeksius, mudah menularkan HIV kepada orang lain, meskipun hasil
pemeriksaan laboratorium antibodi masih negatif. Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap
tanpa gejala untuk jangka waktu yang cukup lama bahkan sampai 10 tahun atau lebih.
Orang ini sangat mudah menularkan infeksinya kepada orang lain dan hanya dapat
dikenali dari pemeriksaan antibodi HIV. Kemudian virus memperbanyak diri secara cepat
(replikasi) dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadilah sindroma penurunan daya tahan tubuh yang progresif (progressive
immunodeficiency syndrome).
Progresivitas tergantung beberapa faktor seperti usia (sangat cepat pada usia
kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun), infeksi lainnya dan adanya faktor genetik
(herediter).

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 3


C. CARA PENULARAN
Penularan HIV terjadi melalui kontak seksual, darah, penularan dari ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Human Immunodeficiency Virus
tidak ditularkan dari orang ke orang lain melalui bersalaman, berpelukan, bersentuhan
atau berciuman. Tidak ada bukti bahwa HIV dapat ditularkan melalui penggunaan toilet,
kolam renang, alat makan atau minum secara bersama atau gigitan serangga seperti
nyamuk.
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah cara yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal, oral seksual antara dua individu. Risiko tertinggi
adalah penetrasi vaginal atau anal yang tidak menggunakan alat pelindung bagi yang
terinfeksi HIV.
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak dilakukan pemeriksaan
antibodi HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntik atau penggunaan alat medis
lainnya. Kejadian diatas dapat terjadi pada semua pelayanan kesehatan.
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya selama dalam kandungan,
saat persalinan dan saat menyusui. Risiko penularan dari ibu ke anak tanpa intervensi
program sangat bervariasi di antara negara dan umumnya diperkirakan antara 25-40% di
negara berkembang dan < 2% di Eropa dan Amerika Utara. Pada umumnya risiko
terbesar terjadi pada saat persalinan.
Infeksi Menular Seksual (IMS) diketahui mempermudah penularan HIV yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi AIDS dengan tingkat kematian yang tinggi.
Infeksi menular seksual juga merupakan petunjuk tentang terdapatnya perilaku seksual
berisiko tinggi. Secara umum, IMS dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
hubungan seksual sebanyak 3 - 5 kali lebih besar. Oleh karena itu, jika dijumpai pasien
TB dengan gejala IMS harus segera dirujuk ke layanan IMS. Infeksi Menular Seksual
yang paling sering dijumpai adalah herpes genitalis, HIV dan sifilis, gonore dan klamidia.

D. KELOMPOK BERISIKO
Penyebaran HIV dipengaruhi oleh perilaku berisiko pada kelompok masyarakat.
Berdasarkan perilaku dan potensi tertular HIV, masyarakat dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Kelompok tertular (infected people) adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV.

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 4


2. Kelompok berisiko tertular atau rawan tertular (high-risk people) adalah mereka yang
berperilaku sangat berisiko untuk tertular HIV. Dalam kelompok ini termasuk penjaja
seks baik perempuan, laki-laki dan waria serta pelanggannya, pengguna napza suntik
(penasun). Narapidana termasuk dalam kelompok ini.
3. Kelompok rentan (vulnerable people) adalah kelompok masyarakat yang karena
lingkup pekerjaan, lingkungan, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang
rendah dan status kesehatan yang labil sehingga rentan terhadap penularan HIV.
Termasuk dalam kelompok rentan adalah orang dengan mobilitas tinggi baik sipil
maupun militer, perempuan, remaja, anak jalanan, pengungsi, ibu hamil, penerima
transfusi darah dan petugas pelayanan kesehatan.
4. Masyarakat Umum (general population) adalah mereka yang tidak termasuk dalam
ketiga kelompok yang telah disebutkan di atas.

E. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

Pencegahan tentu saja harus dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV seperti
yang sudah dikemukakan. Ada beberapa cara pencegahan HIV/AIDS, yaitu :
1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, infeksi HIV terutama terjadi
melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada
hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab, yakni : hanya mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan sendiri (suami/isteri sendiri), kalau salah seorang pasangan
anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan seksual perlu
dipergunakan kondom secara benar, mempertebal iman agar tidak terjerumus ke
dalam hubungan-hubungan seksual di luar nikah.
2. Pencegahan penularan melalui darah dapat berupa : pencegahan dengan cara
memastikan bahwa darah dan produk-produknya yang dipakai untuk transfusi tidak
tercemar virus HIV, jangan menerima donor darah dari orang yang berisiko tinggi
tertular AIDS, gunakan alat-alat kesehatan seperti jarum suntik, alat cukur, alat tusuk
untuk tindik yang bersih dan suci hama.
3. Pencegahan penularan dari Ibu-Anak (Perinatal). Ibu-ibu yang ternyata mengidap
virus HIV/AIDS disarankan untuk tidak hamil atau mengikuti program Pencegahan
penularan ibu-anak (PPIA)

Selain dari berbagai cara pencegahan yang telah diuraikan diatas, ada beberapa
cara pencegahan lain yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mencegah

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 5


penularan atau penyebaran HIV/AIDS. Kegiatan tersebut berupa kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) yang dalam implementasinya berupa : konseling AIDS dan
upaya mempromosikan kondomisasi, yang ditujukan kepada keluarga dan seluruh
masyarakat yang potensial tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual yang
dilakukannya. Dengan cara ini keluarga dan masyarakat secara terus menerus akan
mendapat informasi yang baru (up to date) tentang HIV/AIDS sehingga keluarga akan
lebih waspada dan mampu mengembangkan langkah –langkah praktis untuk melindungi
anggota keluarganya dari penularan HIV serta untuk mengurangi tumbuhnya sikap yang
menganggap bahwa keluarganya sendiri tidak mungkin akan terinfeksi oleh virus AIDS
ini.

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 6


BAB III
TATA LAKSANA

A. KONSELING PRETESTING
1. Perkenalan dan arahan;
2. Menciptakan kepercayaan pasien pada dokter, sehingga terjalin hubungan baik dan saling
memahami;
3. Penilaian resiko agar klien mengetahui faktor resiko dan menyiapkan diri untuk pretest;
4. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi dan risiko penularan ke bayi bila
positif terinfeksi HIV.

B. INFORMED CONSENT
Semua pasien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan Persetujuan di Form
Permintaan Pemeriksaan Laboratorium. Petugas laboratorium sebelum melakukan
pengambilan sampel menjelaskan kembali mengenai pemeriksaan HIV dan indikasi
dilakukannya pemeriksaan tersebut. Persetujuan pasien diminta di dalam form permintaan tes
rapid HIV.

C. TESTING HIV DALAM VCT


Prinsip testing HIV adalah terjaga kerahasiaannya. Testing dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis. Penggunaan testing cepat (rapid testing) memungkinkan pasien
mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing adalah:
1. Menegakkan diagnosis;
2. Pengamanan darah donor (skrining);
3. Surveilans;
4. Penelitian.
Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan konfidensialitas, menghindari terjadinya
kesalahan baik teknis (technical error), manusia (human error) dan administratif
(administrative error).

Bagi pengambil sampel darah harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Sebelum testing dilakukan harus didahului dengan konseling dan informed consent;
2. Hasil testing diverifikasi oleh dokter patologi klinik;
3. Hasil diberikan dalam amplop tertutup;
4. Dalam laporan pemeriksaan ditulis nomer register;

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 7


5. Jangan memberi tanda menyolok terhadap hasil positif atau negatif;
6. Mendapat konseling dan menandatangani informed consent.

D. KONSELING PASCA TESTING


Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing:
1. Periksa ulang seluruh hasil pasien dalam rekam medis. Lakukan sebelum bertemu pasien;
2. Sampaikan kepada pasien secara tatap muka;
3. Berhati-hati memanggil pasien dari ruang tunggu;
4. Dokter/ petugas kesehatan tidak diperkenankan menyampaikan hasil tes dengan cara
verbal maupun nonverbal di ruang tunggu;
5. Hasil test harus tertulis.

Tahapan penatalaksanaan konseling pasca testing:


1. Penerimaan pasien
a. Memanggil pasien dengan nomer register;
b. Pastikan pasien hadir tepat waktu dan usahakan tidak menunggu;
c. Ingat akan semua kunci utama dalam penyampaian hasil testing.
2. Pedoman penyampaian hasil negatif
a. Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela;
b. Gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks yang aman;
c. Kembali periksa reaksi emosi yang ada;
d. Buat rencana tindak lanjut.
3. Pedoman penyampaian hasil positif
a. Perhatikan komunikasi nonverbal saat pasien memasuki ruang konseling;
b. Pastikan pasien siap menerima hasil;
c. Tekankan kerahasiaan;
d. Lakukan penyampaian secara jelas dan langsung;
e. Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil;
f. Periksa apa yang diketahui pasien tentang hasil;
g. Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan;
h. Ventilasikan emosi pasien .
4. Konfidensialitas
Penjelasan secara rinci pada saat konseling pretes dan persetujuan dituliskan dan
dicantumkan dalam catatan medis. Berbagi konfidensialitas adalah rahasia diperluas
kepada orang lain, terlebih dahulu dibicarakan kepada pasien. Orang lain yang dimaksud

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 8


adalah anggota keluarga, orang yang dicintai, orang yang merawat, teman yang dipercaya
atau rujukan pelayanan lainnya ke pelayanan medis dan keselamatan pasien. Selain itu
juga disampaikan jika dibutuhkan untuk kepentingan hukum.

5. VCT dan etik pemberitahuan kepada pasangan


Dalam konteks HIV/AIDS, WHO mendorong pengungkapan status HIV/AIDS.
Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat individu yang
terinfeksi, pertahankan kerahasiaan sejauh mungkin menuju kepada hasil yang lebih
menguntungkan individu, pasangan seksual dan keluarga, membawa keterbukaan lebih
besar kepada masyarakat tentang HIV/AIDS dan memenuhi etik sehingga
memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.
6. Isu-isu gender
Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan perhatian terhadap penggunaan
kondom, dengan konsistensi tetap bertahan menggunakan kondom merupakan bentuk
perubahan perilaku.

E. PELAYANAN DUKUNGAN BERKELANJUTAN


1. Konseling Lanjutan
Salah satu layanan yang ditawarkan kepada pasien adalah konseling lanjutan sebagai
bagian layanan VCT apapun hasil testing yang diterima pasien. Namun karena persepsi
pasien berbeda-beda terhadap hasil testing maka konseling lanjutan ini sebagai pilihan
jika dibutuhkan pasien untuk menyesuaikan diri dengan status HIV.
2. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus
Tahapan dalam manajemen kasus, adalah identifikasi, penilaian kebutuhan
pengembangan rencana tindak individu, rujukan sesuai kebutuhan dan tepat serta
koordinasi tindak lanjut.
3. Perawatan dan Dukungan
Setelah diagnosis ditegakkan dengan HIV positif maka pasien dirujuk dengan
pertimbangan akan kebutuhan rawatan dan dukungan. Rujukan dilakukan di faskes yang
lebih lengkap untuk inisiasi terapi ARV, konseling ibu dengan HIV mengenai
pencegahan penularan HIV ke bayi, serta fasilitas persalinan yang lebih aman.
Bagi ibu hamuil dengan HIV/AIDS positif dapat persalinan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Kendangsari Surabaya. Bayi dari ibu HIV/AIDS positif diberikan ARV sesuai
dosis.

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 9


BAB IV
DOKUMENTASI

Berdasarkan pencatatan dan pelaporan maka kualitas asuhan dapat diidentifikasi


dan ditingkatkan. Adapun dokumentasi terkait Pelayanan HIV/AIDS meliputi :
1. Lembar observasi dan catatan harian pada status bayi;
Digunakan untuk memantau bayi setiap hari pada shift pagi, siang dan malam.
2. Lembar observasi dan catatan harian pada status ibu;
Digunakan untuk mencatat dan memantau keadaan ibu dari sebelum sampai setelah
persalinan setiap hari pada shift pagi, siang dan malam.

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 10


BAB V
PENUTUP

Panduan Pelayanan HIV/AIDS ini dibuat dan ditetapkan sebagai panduan di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya dalam memberikan pelayanan. Bilamana ada
perkembangan dan perbaikan terhadap panduan ini maka dapat dilakukan koreksi demi
kemajuan pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Surabaya.

RSIA KENDANGSARI SURABAYA


DIREKTUR

dr. Hermien Hadiati

Panduan Pelayanan Tim HIV/AIDS 11

Anda mungkin juga menyukai