KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA
NOMOR : 607/ RSPR/ SK.PROGNAS /I/ 2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN HIV/ AIDS
RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA
ii
Nomer 4431);
2. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 36, tahun 2009,
tentang Kesehatan (Lembaran Negara, Tahun 2009, Nomer
144, Tambahan Lembaran Negara, Tahun 2009, Nomer 5063);
3. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 44, tahun 2009,
tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tahun 2009, Nomer 153, dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Nomer 5072);
4. Peraturan Pemerintah, Nomer 32, Tahun 1996, Tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara, Tahun 1996, Nomer 49,
Tambahan Lembaran Negara, Nomer 3637);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer
1691, Tahun 2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 21
Tahun 2013, tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan, Nomer 1333/ Menkes/ SK/ XII/
1999, tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer
1507/ MENKES/ SK/ X/ 2005, Tentang Pedoman Pelayanan
Konseling dan Testing HIV/ AIDS secara sukarela (Voluntary
Counselling And Testing).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURA
iii
Ditetapkan di : Kulon Progo
Pada tanggal : 02 Januari 2022
DIREKTUR
RSU PURA RAHARJA MEDIKA,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWt. karena atas rahmat-Nya, maka Pedoman
Pelayanan HIV/ AIDS ini dapat diselesaikan sesuai dengan kebutuhan Pelayanan di Rumah Sakit
Umum Pura Raharja Medika.
Pedoman Pelyanan HIV/ AIDS ini disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika dan sebagai acuan pelayanan di
unit kerja minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali.
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan maka diperlukan suatu pedoman yang dapat
dijadikan acuan bagi unit kerja yang bersangkutan dan semua Sumber Daya Manusia (pemberi
layanan) yang terkait dalam melaksanakan pelayanan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja.
Pedoman pelayanan HIV/ AIDS disusun dan dibuat dengan mengacu kepada standar
pembuatan pedoman yang telah ditetapkan oleh manajemen Rumah Sakit Umum Pura Raharja
Medika.
Pedoman ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal-hal
yang tidak sesuai lagi dengan kondisi Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim yang dengan
segala upaya telah berhasil menyusun Pedoman Pelayanan HIV/ AIDS yang merupakan hasil kerja
sama yang baik semua pihak yang telah terlibat di dalamnya.
vi
DAFTAR ISI
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia, sebagai rumah sakit umum,
Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika harus siap untuk melayanai klien yang terinfeksi HIV,
mulai dari konseling, tes HIV dan pengobatan ARV. Kebanyakan dari mereka yang tertular HIV
tidak mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum.
Melihat tingginya prevalensi temuan kasus HIV/ AIDS, maka masalah HIV/ AIDS saat ini
bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang luas. Oleh karena itu, penaganan tidak hanya dari segi medis tetapi
juga psikososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk
mengetahui status seseorang terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dantesting HIV/ AIDS
sukarela. Mengetahui status HIV lebih memungkinkan pemanfaatkan layanan - layanan terkait
dengan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV/
AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan tersebut diatas.
Perubahan perilaku seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam
suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan
membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu
dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.
Layanan konseling dan testing HIV/ AIDS sukarela di Rumah Sakit Umum Pura Raharja
Medika harus berlandaskan pada pedoman layanan HIV/ AIDS, agar mutu layanan dapat
dipertanggungjawabkan.
B. TUJUAN
Pedoman ini bertujuan sebagai bentuk komitmen Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika
dalam Pedoman Penatalaksanaan Pelayanaan Pencegahan HIV/ AIDS.
C. RUANG LINGKUP
Pada dasarnya tugas Tim HIV adalah pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan.
1
D. BATASAN OPERASIONAL
Kegiatan pelayanan HIV merupakan kerjasama seluruh tenaga medis dan non medis di Rumah
Sakit Pura Raharja.
E. PENGERTIAN-PENGERTIAN
1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya
kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh
seseorang.
2. Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi
virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/ AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang
memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother
To Child Transmission (PMTCT).
3. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
4. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien
secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar
kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan
jika diperlukan.
5. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan testing
HIV/ AIDS.
6. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih ketrampilan konseling
HIV dan dinyatakan mampu.
7. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual atau
calon pasangan seksual dari klien.
8. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan
hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes. Materi edukasi adalah
menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosional klien, membuat
rencana menyertakan orang lain yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab respon
emosional yang tiba-tiba mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti
dijalani dengan menurunkan perilaku beresiko dan perawatan, membuat perencanaan
dukungan.
9. Konseling pra tes adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien
untuk testing HIV/ AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/
AID, menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes,
menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau
2
tidak,mempersiapkan imformed consent, dan konseling seks yang aman.
10. Orang yang hidup dengan HIV/ AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah
terinfeksi virus HIV/ AIDS.
11. Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan
keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosio-ekonomi dan perawatan di rumah.
12. Periode jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan
orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi
dengan pemeriksan rutin tes HIV.
13. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.
14. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh
orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sabar untuk
melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas
spesimen yang berasal dari dirinya. Jika termasuk persetujuan memberikan informasi
tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian.
15. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan
HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan
PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak.
16. Sistem rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan
petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada
institusi lainnya atas dasar kebutuhan klien untuk mendaptkan layanan yang lebih
memadai.Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada
jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku,
atau persetujuan para pemberi layanan dan disertai umpan balik dari proses atau hasil
layanan.
17. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali
merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telahterinfeksi virus HIV.
18. Konseling dan Testing (Conselling and Testing) adalah konseling dan testing HIV/ AIDS
sukarela, suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami
HIV/ AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga
serta orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku
lebihsehat dan lebih aman.
3
F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 29, Tahun 2004, Tentang Praktek Kedokteran
(Lembaran Negara, Tahun 2004, Nomer116, Tambahan Lembaran Negara, Nomer 4431);
2. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 36, tahun 2009, tentang Kesehatan (Lembaran
Negara, Tahun 2009, Nomer 144, Tambahan Lembaran Negara, Tahun 2009 Nomer 5063);
3. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 44, tahun 2009, tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia, Tahun 2009, Nomer 153 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Nomer 5072);
4. Peraturan Pemerintah, Nomer 32, Tahun 1996, Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara, Tahun 1996, Nomer 49, Tambahan Lembaran Negara, Nomer 3637);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1691, Tahun 2011, tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 21, Tahun 2013, tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan, Nomer 1333/ Menkes/ SK/ XII/ 1999, tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1507/ MENKES/ SK/ X/ 2005,
Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS secara sukarela (Voluntary
Counselling And Testing ).
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi ketenagaan
1. Kepala klinik VCT
2. Sekretaris/ administrasi
3. Koordinator Pelayanan Medis
4. Koordinator Pelayanan Non Medis
5. Konselor VCT
6. Petugas Penanganan Kasus
7. Petugas Laboratorium
B. Distribusi Ketenagaan
1. Satu konselor VCT yang terlatih sesuai standar WHO
2. Satu petugas Manajemen Kasus
3. Seorang petugas laborat yang bertugas mengambil darah
4. Seorang relawan
C. Uraian Jabatan
1. Tujuan Jabatan
Melakukan koordinasi pengelolaan pelayanan HIV/ AIDS di rumah sakit.
2. Tanggung Jawab
Merencanakan dan menyusun kebijakan tentang HIV/ AIDS sesuai dengan kebijakan
Rumah Sakit Umum Puraraharja Medika.
3. Tugas dan Wewenang
Tugas Tim HIV/ AIDS di rumah sakit adalah menjamin terselenggaranya pelayanan HIV/
AIDS.
a. Perencanaan terhadap semua kebutuhan bagi terselenggaranya pelayanan HIV/ AIDS
di rumah sakit meliputi :
1) Tenaga terlatih
2) Anggaran
3) Peralatan
4) Pencatatan dan pelaporan
5
b. Pelaksanaan
Tim HIV/ AIDS rumah sakit mengadakan rapat rutin untuk membicarakan semua hal
temuan terkait pelaksanaan pelayanan terhadap pasien HIV/ AIDS dirumah sakit.
Kegiatan pelayanan HIV/ AIDS meliputi :
1) Promosi kesehatan
2) Pencegahan penularan HIV
3) Pemeriksaan diagnosis HIV
4) Pengobatan,perawatan dan dukungan
5) Rehabilitasi
D. Peraturan Jaga
Peraturan jaga di Rumah Sakit Pura Raharja Medika terbagi menjadi 3 shift yaitu pagi, siang dan
malam. Untuk shift jaga tim HIV/ AIDS disesuaikan dengan shift masing-masing tenaga medis.
1. Pagi jam 07.30 - 14.00
2. Siang jam 14.00 - 20.00
3. Malam jam 20.00 - 07.30
E. Uraian Tugas
1. Ketua Tim HIV/ AIDS
a. Tugas pokoknya adalah menyusun program kerja Tim HIV/ AIDS.
b. Menyusun organisasi Tim HIV.
c. Mengumpulkan laporan bulanan dan melakukan pelaporan rutin.
2. Pelaksana Laboratorium
a. Tugas pokoknya adalah menggambil darah klien untuk dikirim ke laboratorium, karena
layanan tes tidak tersedia di fasilitas maka tes dapat dilakukan di laboratorium rujukan.
Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Laboratorium HIV
Kementerian Kesehatan.
b. Melaksanakan pencatatan/ mendokumentasikan pasien yang diperiksa HIV.
c. Merekapitulasi dan melaporkan hasil pencatatan ke Ketua Tim HIV/ AIDS.
3. Konselor VCT
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien, pendokumentasian dan pencatatan klien
dan menyimpanya agar terjaga kerahasiannya.
6
b. Memberikan informasi HIV/ AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien merasa
berdaya untuk membuat pilihan melakukan testing atau tidak.
c. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/ AIDS.
d. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan
rahasia.
e. Melaksanakan konseling.
f. Membuat jejaring VCT.
g. Melaksakan pelaporan hasil kegiatan konseling VCT.
4. Pelaksana Laboratorium
a. Mengambil sampel darah klien sesuai SPO.
b. Melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
c. Menjaga kerahasiaan hasil testing HIV.
d. Melakukan pencatatan, menjaga kerahasiaan dan merujuk kelaboratorium rujukan.
e. Melakukan pencatatan hasil pemeriksaan HIV.
5. Koordinator bangsal
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir identitas klien.
b. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam mengambil sampel darah.
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
2. Prasarana
a. Aliran listrik
b. Air
c. Sumber telefon
d. Pembuangan limbah padat dan cair
8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
VCT
Penerimaan sero-
status,coping &
perawatan diri
Memfasilitasi
Perencanaan masa depan perubahan
perilaku
Perawatan anak yatim piatu
Pewarisan
Voluntary
Counselling
Normalisasi Testing Memfasilitasiint
HIV/ AIDS ervensi MCTC
Menejemen dini
infeksi oportunistik &
Rujukan dukungan IMS ; introduksi ARV
sosial dan sebaya
Konseling dan testing sukarela yang dikenal dengan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh
layanan kesehatan HIV/ AIDS berkelanjutan.
a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari
pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik
kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,
dukungan, akses untuk terapi suporttif, terapi infeksi oportunistik, dan ART.
9
b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensiefektif
dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali danmemahami
diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/ AIDS, mempelajari status
dirinya, dan mengerti tanggungjawab untuk menurunkan perilaku berisiko danmemecahkan
penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku
sehat.
c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien
memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko.
3. Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela (VCT)
a. Sukarela dalam melaksakan testing HIV
pemeriksaan HIV hanya dilakukan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan dan tanpa
tekanan.
b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien.
c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.
Konselor mendukung klien kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan
konseling pascatesting untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga
respon perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing
positif.
d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.
WHO dalam Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan
untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling
pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.
4. Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela (VCT)
a. Mobile VCT (Penjangkauan dan Konseling)
Layanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela model penjangkauan dan keliling
(mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung
mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko
tertular HIV/ AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey tentang layanan
kesehatan dan layanan dukungan di daerah setempat.
b. Status VCT (Klinik VCT tetap)
Pusat Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela terintregasi dalam sarana kesehatan
lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada.
10
Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi
kebutuhan masyarakat akan Konseling dan Testing HIV/ AIDS, layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/ AIDS.
5. Sasaran Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela (VCT)
Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya
dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain masyarakat yang
datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Sebutan klien dan bukan pasien merupakan
pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses konseling. Tanggung jawab
klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi
akurat dan lengkaptentang HIV/ AIDS, perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang
terkait dengan hasil negatif atau positif.
6. Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika hanya melakukan Testing HIV pada pasien yang
mempunyai tanda dan gejala HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera
setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko.
7. Konseling Pasca Testing akan dilakukan oleh konselor dari Puskesmas Galur 1 karena Rumah
Sakit Umum Pura Raharja Medika belum ada konselor VCT,kemudian pasien diarahkan untuk
pengobatan ARV ke RSUD.
11
D. Rujukan
Rujukan merupakan proses ketika petugas kesehatan atau pekerja masyarakat melakukan
penilaian bahwa klien mereka memerlukan pelayanan tambahan lainnya. Rujukan merupakan
alat penting guna memastikan terpenuhinya pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan klien
untuk mengatasi keluhan fisik, psikologik dan sosial.
Sistem rujukan dan alur rujukan klien dibagi empat yaitu :
1. Rujukan klien dalam lingkungan sarana kesehatan
2. Rujukan antar sarana kesehatan
3. Rujukan klien dari sarana kesehatan ke sarana kesehatan lainnya
4. Rujukan klien dari sarana kesehatan lainnya kesarana kesehatan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan rujukan :
1. Dilakukan ke institusi, klinik, dan rumah sakit.
2. Konselor menanamkan pemahaman kepada klien alasan, keperluan dan lokasi layanan
rujukan.
3. Pengiriman surat rujukan dari dan ke pelayanan yang dibutuhkan klien, dilakukan oleh
penanggung jawab pelayanan VCT dengan surat pengantar rujukan yang memuat identitas
klien yang diperlukan dan tujuan rujukan.
12
BAB V
LOGISTIK
1. Sarana
a. Papan nama/ petunjuk
b. Ruang tunggu
c. Jam layanan
d. Ruang konseling
e. Ruang pengambilan darah
f. Ruang petugas kesehatan dan non kesehatan
g. Ruang laboratorium
2. Prasarana
a. Aliran listrik
b. Air
c. Sumber telefon
d. Pembuangan limbah padat dan cair
13
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang
lebih aman meliputi asismen resiko, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
14
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Petugas kesehatan mempunyai resiko tinggi tertular HIV karena bidang pekerjaannya dalam
hal merawat dan melakukan pengobatan.
Tahapan manajemen pajanan okupasional :
A. Pertolongan pertama terjadi sebelum konseling atau testing ketika petugas kesehatan tiba-tiba
mendapatkan luka yang berikatan dengan pajanan. Hal ini dapat ditolong dengan, misal mencuci
dengan air dingin dan sabun mandi atau dalam larutan cairan hipoklorid.
B. Penilaian resiko pajanan, berfokuslah pada analisis rinci tentang kejadian pajanan (luka dalam,
jenis dan jumlah cairan tubuh, dan lain-lain). Pasien yang diduga sebagai sumber disarankan untuk
melakukan tes secepatnya setelah mengalami kecelakaan pajanan, dokter atau petugas kesehatan
lainnya mengevaluasi infeksi berkaitan dengan hal dibawah ini :
1. Keparahan pajanan
2. Kedalaman luka
3. Lamanya pajanan
4. Jenis instrumen atau jarum (bor atau jarum sutura)
5. Status serologi pasien
6. Stadium penyakit (simtomatik/ asimtomatik, tinggi/ rendah viral load atau jumlah CD4) dari
pasien yang diduga terinfeksi
7. ZDV atau resisten terhadap ARV dari pasien terinfeksi, yang sedang dalam terapi Anti-
Retroviral
15
C. Testing pasien yang diduga sumber pajanan hanya terjadi bila pasien sedang dalam akses
konseling pra testing dan konseling pasca testing. Jika pasien sedang dalam terapi untukkondisi
non HIV, carilah terapi apa yang sedang diberikan kepada pasien, terapi spesifikmenunjukkan
infeksinya.
D. PEP diresepkan sesudah melakukan informed consent dari petugas kesehatan. Termasuk
didalamnya umpan balik penilaian resiko pajanan, keuntungan dan masalah yang berkaitan
dengan meminum obat serta penggalian dari hambatan yang mungkin timbul pada saat kepatuhan
berobat diperlukan, dilakukan manajemen strategi guna mengatasi kesulitannya.
16
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan VCT adalah layanan
berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan menarik orang untuk
menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas adalah menilai kinerja petugas,
kepuasaan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protokol konseling dan testing yang
kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan mutu.
17
BAB IX
PENUTUP
VCT merupakan pintu gerbang ke semua akses layanan HIV dan AIDS yang diperlukan.
Layanan VCT merupakan salah satu kegiatan utama dalam pengendalian HIV dan AIDS. Tujuan
utama VCT untuk memberikan informasi edukasi dan dukungan tentang HIV dan mengubah
perilaku berisiko tertular HIV yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat, baik terpadu di layanan kesehatan ataupun secara mandiri di masyarakat.
18
PEDOMAN PENGORGANISASIAN TIM HIV/ AIDS RUMAH SAKIT UMUM
PURA RAHARJA MEDIKA
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA
NOMOR : 608/ RSPR / SK.PROGNAS / I / 2022
TENTANG
PEDOMAN PENGORGANISASIAN TIM HIV / AIDS
RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA
ii
Kesehatan (Lembaran Negara, Tahun 2009, Nomer 144, Tambahan
Lembaran Negara, Tahun 2009, Nomer 5063);
3. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 44, tahun 2009, tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2009,
Nomer 153, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Nomer 5072);
4. Peraturan Pemerintah, Nomer 32, Tahun 1996, Tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara, Tahun 1996, Nomer 49, Tambahan
Lembaran Negara, Nomer 3637);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1691, Tahun
2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 21, Tahun
2013, tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomer 1333/ Menkes/ SK/ XII/ 1999,
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1507/
MENKES/ SK/ X/ 2005, Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan
Testing HIV/ AIDS secara sukarela (Voluntary Counselling And
Testing).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA
MEDIKA TENTANG PEDOMAN PENGORGANISASIAN TIM HIV/
AIDS.
KESATU : Mengesahkan dan memberlakukan Pedoman Pengorganisasian Tim HIV/
AIDS Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika, nama-nama tersebut ada
pada lampiran ini.
KEDUA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
iii
Ditetapkan di: Kulon Progo
Pada tanggal: 02 Januri 2022
DIREKTUR
RSU PURA RAHARJA MEDIKA,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWt. karena atas rahmat-Nya maka Pedoman
Pengorganisasian Tim HIV/ AIDS ini dapat diselesaikan sesuai dengan kebutuhan Pelayanan di
Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika.
Pedoman Pengorganisasian Tim HIV/ AIDS ini disusun sebagai upaya untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika dan sebagai acuan
pelayanan di unit kerja minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali.
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan maka diperlukan suatu pedoman yang dapat
dijadikan acuan bagi unit kerja yang bersangkutan dan semua Sumber Daya Manusia (pemberi
layanan) yang terkait dalam melaksanakan pelayanan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja.
Pedoman pengorganisasian Tim HIV/ AIDS disusun dan dibuat dengan mengacu kepada
standar pembuatan pedoman yang telah ditetapkan oleh manajemen Rumah Sakit Umum Pura
Raharja Medika.
Pedoman ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal-hal
yang tidak sesuai lagi dengan kondisi Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim yang
dengan segala upaya telah berhasil menyusun Pedoman Pengorganisasian Tim HIV/ AIDS yang
merupakan hasil kerja sama yang baik semua pihak yang telah teribat di dalamnya.
v
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan............................................................................................................ 7
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia, sebagai rumah sakit
umum, Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika harus siap untuk melayanai klien yang
terinfeksi HIV, mulai dari konseling, tes HIV dan pengobatan ARV. Kebanyakan dari mereka
yang tertular HIV tidak mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau
belum.
Melihat tingginya prevalensi temuan kasus HIV/ AIDS, maka masalah HIV/ AIDS saat
ini bukan hanya masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang luas. Oleh karena itu, penaganan tidak hanya dari segi
medis tetapi juga psikososial dengan berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya tersebuta adalah deteksi
dini untuk mengetahui status seseorang terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan
testing HIV/ AIDS sukarela. Mengetahui status HIV lebih memungkinkan pemanfaatkan
layanan - layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan sehingga
konseling dan testing HIV/ AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan
tersebut diatas.
Perubahan perilaku seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam
suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong ini sangat unik dan
membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu
dikembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.
Layanan konseling dan testing HIV/ AIDS sukarela di Rumah Sakit Umum Pura Raharja
Medika harus berlandaskan pada pedoman layanan HIV/ AIDS, agar mutu layanan dapat
dipertanggungjawabkan.
B. Tujuan
Pedoman ini bertujuan sebagai bentuk komitmen Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika
dalam Pedoman Penatalaksanaan Pelayanaan Pencegahan HIV/ AIDS.
C. Ruang Lingkup
Pada dasarnya tugas Tim HIV adalah pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan.
2
D. Batasan Operasional
Kegiatan pelayanan HIV merupakan kerjasama seluruh tenaga medis dan non medis di Rumah
Sakit Pura Raharja.
E. Pengertian-Pengertian
1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya
kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh
seseorang.
2. Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi
virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang
memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Mother
To Child Transmission (PMTCT).
3. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
4. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien
secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar
kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan
jika diperlukan.
5. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan testing
HIV/ AIDS.
6. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih ketrampilan konseling HIV
dan dinyatakan mampu.
7. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual atau calon
pasangan seksual dari klien.
8. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan
hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes. Materi edukasi adalah
menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental emosional klien, membuat
rencana menyertakan orang lain yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab respon
emosional yang tiba-tiba mencuat, menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani
dengan menurunkan perilaku beresiko dan perawatan, membuat perencanaan dukungan.
9. Konseling pra tes adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien
untuk testing HIV/ AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/ AID,
menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan
3
klien menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak,
mempersiapkan imformed consent, dan konseling seks yang aman.
10.Orang yang hidup dengan HIV/ AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi
virus HIV/ AIDS.
11.Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan
keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosio-ekonomi dan perawatan di rumah.
12. Periode jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan
orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan
pemeriksan rutin tes HIV.
13. Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.
14. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh
orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sabar untuk
melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas
spesimen yang berasal dari dirinya. Jika termasuk persetujuan memberikan informasi
tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian.
15. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV
dari ibu kepada anak yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT
bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu kepada anak.
16. Sistem rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan
petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada
institusi lainnya atas dasar kebutuhan klien untuk mendaptkan layanan yang lebih memadai.
Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan
yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau persetujuan
para pemberi layanan dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan.
17. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali
merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telahterinfeksi virus HIV.
18. Konseling dan Testing (Conselling and Testing) adalah konseling dan testing HIV/ AIDS
sukarela, suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami
HIV/ AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta
orang disekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih
sehat dan lebih aman.
4
F. Landasan Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 29, Tahun 2004, Tentang Praktek Kedokteran
(Lembaran Negara, Tahun 2004, Nomer116, Tambahan Lembaran Negara, Nomer 4431);
2. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 36, tahun 2009, tentang Kesehatan
(Lembaran Negara, Tahun 2009, Nomer 144, Tambahan Lembaran Negara, Tahun 2009,
Nomer 5063);
3. Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 44, tahun 2009, tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2009, Nomer 153 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia, Nomer 5072);
4. Peraturan Pemerintah, Nomer 32, Tahun 1996, Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara, Tahun 1996, Nomer 49, Tambahan Lembaran Negara, Nomer 3637);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1691, Tahun 2011, tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 21, Tahun 2013, tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Keputusan Menteri Kesehatan, Nomer 1333/ Menkes/ SK/ XII/ 1999, tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;
8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia, Nomer 1507/ MENKES/ SK/ X/ 2005,
Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS secara sukarela
(Voluntary Counselling And Testing).
5
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
Rumah Sakit Pura Raharja Medika adalah Rumah Sakit Umum tipe D dengan 38 TT. Sesuai
dengan status dan kelas Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika maka tipe kelas D ini akan
menjadi jejaring antara pelayanan medik dasar atau pratama dan menjadi perpanjangan dari rumah
sakit tipe atasnya. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan sistem
rujukan berjenjang, maka Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika menyediakan layanan :
1. Unit Gawat Darurat
2. Poliklinik Umum
3. Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam
4. Poliklinik Spesialis Bedah
5. Poliklinik Spesialis Syaraf
6. Poliklinik Gigi
7. Poliklinik Gizi
8. Unit Kebidanan atau
9. Rawat Inap
10. Laboratorium
11. Kamar Operasi
12. High Care Unit (HCU)
Oleh karena itu, melihat dan menyesuaikan jenis dan jumlah layanan kami Rumah Sakit
Pura Raharja Medika menyediakan ruang-ruang sebagai berikut ;
1. RuangPerawatan
a. Kelas 3 (Cempaka) : 15 ruang
b. Kelas 2 (Wijaya) : 8 ruang
c. Kelas 1 (Kusuma ) : 9 ruang
d. Unit Stroke : 4 ruang
e. Unit Kebidanan : 2 TT
f. HCU/ IMC : 2 TT
2. 9 Ruang Poliklinik
3. 1 Ruang IGD : 6 TT
4. 1 Ruang Tindakan
5. 1 Ruang Bedah
6
6. 1 Ruangan Apotek, 1 Ruang Unit Gizi
7. 1 Ruang Dokter Jaga
8. 1 Ruang Radiologi
9. 1 Ruang Fisioterapi
10. 1 Ruang Terapi TMS
11. 1 Ruang USG
12. 1 Mushola
13. Gudang
14. TPS
15. Ruang Parkir
16. Publik Area
17. 5 Ruang Nurse Station
18. 1 Ruang Rekam Medis
19. 1 Ruang Administrasi dan pendaftaran
20. 1 Ruang Jenazah
21. 1 Ruang Oksigen
22. Ruang Cuci dan Jemur
23. 1 Ruang Gengset
24. 1 Ruang Menyusui
25. 1 Ruang Bayi
26. 1 Ruang VK
27. 3 Kamar Mandi Umum
7
BAB III
VISI, MISI, DAN TUJUAN RUMAH SAKIT
A. VISI
Terwujudnya rumah sakit yang unggul dan menjadi pilihan utama masyarakat.
B. MISI
1. Memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu terbaik.
2. Berusaha memberikan kepuasan kepada konsumen.
3. Menjaga komitmen, kepuasan karyawan, dan kesejahteraan setiap pegawai.
4. Mengedepankan efisiensi dalam bidang keuangan dan berusaha meningkatkan pendapatan.
8
BAB III
Visi, Misi, Falsafah, Nilai, dan Tujuan RS
D. Moto
Solusi Smart & Tepat Untuk Sehat
9
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI
RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA
Jl. Raya Brosot, Bangeran, Bumirejo, Lendah, Kulon Progo
KETUA YAYASAN
DEWAN PENGAWAS
DIREKTUR
TIM:
KOMITE : SPI
1. PPI 6. GERIATRI
1. MEDIS 2. TFT 7. PPRA
2. KEPERAWATAN 3. K3RS 8. HIV
3. ETIK DAN HUKUM 4. PKRS 9. TB
Direktur
15
BAB VI
URAIAN JABATAN
A. Tujuan Jabatan
Melakukan koordinasi pengelolaan pelayanan HIV/ AIDS di rumah sakit.
B. Tanggung Jawab
Merencanakan dan menyusun kebijakan tentang HIV/ AIDS sesuai dengan kebijakan Rumah
Sakit Umum Pura Raharja Medika.
16
BAB VII
Hubungan kerja Tim HIV bersifat garis komunikasi, koordinasi dan informasi dalam
pelaksanaan kegiatannya dan dilakukan melalui pertemuan atau surat dinas. Hubungan kerja di Tim
HIV terbagi menjadi 2 yaitu : Hubungan Intern dan Hubungan Extern.
A. Hubungan Intern
1. Logistik Umum
Kebutuhan alat tulis kantor di Tim HIV, diperoleh dari logistik umum dengan prosedur
permintaan sesuai SOP.
2. Bagian Farmasi
Kebutuhan anggaran untuk keperluan Tim HIV.
3. Unit Rawat Inap
Membantu melaksanakan pelayanan VCT di rawat inap.
4. Dokter
Bekerjasama dalam pemeriksaan pasien untuk menegakkan diagnosis HIV.
5. Laboratorium
Melakukan pengambilan sampel darah sesuai dengan SPO, melakukan pencatan dan
pelaporan.
B. Hubungan Ekstern
1. Konselor VCT
Karena Rumah Sakit Umum Pura Raharja belum memiliki tenaga yang terlatih sesuai
setandar dalam pelayanan HIV maka bekerjasama dengan fasyankes lain dalam pelayanan
konselor VCT.
17
BAB VIII
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONAL
A. Kualifikasi ketenagaan
1. Kepala klinik VCT
2. Sekretaris/ administrasi
3. Koordinator Pelayanan Medis
4. Koordinator Pelayanan Non Medis
5. Konselor VCT
6. Petugas Penanganan Kasus
7. Petugas Laboratorium
B. Distribusi Ketenagaan
1. Satu konselor VCT yang terlatih sesuai standar WHO
2. Satu petugas Manajemen Kasus
3. Seorang petugas laborat yang bertugas mengambil darah
4. Seorang relawan
C. Peraturan Jaga
Peraturan jaga di Rumah Sakit Pura Raharja Medika terbagi menjadi 3 shift yaitu pagi, siang
dan malam. Untuk shift jaga tim HIV/ AIDS disesuaikan dengan shift masing-masing tenaga
medis.
1. Pagi jam 07.30 - 14.00
2. Siang jam 14.00 - 20.00
3. Malam jam 20.00 - 07.30
D. Uraian Tugas
1. Ketua Tim HIV/ AIDS
a. Tugas pokoknya adalah menyusun program kerja Tim HIV/ AIDS.
b. Menyusun organisasi Tim HIV.
c. Mengumpulkan laporan bulanan dan melakukan pelaporan rutin.
18
2. Pelaksana Laboratorium
a. Tugas pokoknya adalah menggambil darah klien untuk dikirim ke laboratorium, karena
layanan tes tidak tersedia di fasilitas maka tes dapat dilakukan di laboratorium rujukan.
Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Laboratorium HIV
Kementerian Kesehatan.
b. Melaksanakan pencatatan/ mendokumentasikan pasienyang diperiksa HIV.
c. Merekapitulasi dan melaporkan hasil pencatatan ke Ketua Tim HIV/ AIDS.
3. Konselor VCT
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien, pendokumentasian dan pencatatan klien
dan menyimpanya agar terjaga kerahasiannya.
b. Memberikan informasi HIV/ AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien merasa
berdaya untuk membuat pilihan melakukan testing atau tidak.
c. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/ AIDS.
d. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan
rahasia.
e. Melaksanakan konseling.
f. Membuat jejaring VCT.
g. Melaksakan pelaporan hasil kegiatan konseling VCT.
4. Koordinator bangsal
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir identitas klien
b. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam mengambil sampel darah
5. Petugas Penanganan Kasus
a. Bertanggung jawab untuk penggalian kebutuhan klien,terkait dengan kebutuhan
psikologis,sosial,dan mengkoordinasi pelayanan komprehensif.
b. Mengadakan kunjungan ke rumahklien sesuai dengan kebutuhan.
c. Melakukan rujukan ke sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh klien.
d. Menyiapkan klien dan keluarga dengan informasi HIV/ AIDS dan dukungan dengan
tepat dan sesuai.
19
20
BAB IX
KEGIATAN ORIENTASI
Tujuan orientasi adalah untuk membantu pegawai agar mengenali secara baik dan mampu
beradaptasi dengan suatu situasi atau dengan lingkungan suatu organisasi/ Tim HIV.
Orientasi harus mampu membantu pegawai baru untuk memahamidan bersedia melaksanakan
perilaku sosial yang mewarnai kehidupan organisasi/ Tim HIVsehari-hari.
Orientasi juga mampu membantu pegawai baru untuk mengetahui berbagai aspek pekerjaan/
jabatannya, agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif, efisien dan produktif.
Kegiatan orientasi di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika meliputi orientasi umum dan
orientasi khusus pegawai meliputi :
A. Orientasi umum tentang rumah sakit dengan materi :
1. Visi dan misi rumah sakit
2. Penetahuaanpelayanan rumah sakit
3. Program keselamatan pasien
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi serta program mutu rumah sakit
B. Orientasi khussus sesuai dengan unit kerjanya masing-masing meliputi :
1. Kebijakan dan prosedur
2. Peralatan
3. Stuktur organisasi
4. Pola kerja dan yang lainnya yang terkait dengan unit kerja tersebut
21
BAB X
22
BAB XI
PELAPORAN
Sebagai klien layanan Konseling dan Testing HIV laporan statistik mengikuti sistem
pencatatan dan pelaporan khusus yang berpegang pada prinsip kerahasiaan klien. Dokumen klien
disimpan di tempat terkunci dan hanya bisa diakses oleh petugas yang berwenang dan diarsipkan
sesuai dengan prinsip catatan medik pasien di sarana kesehatan.
Pelaporan VCT di sarana kesehatan dilaporkan menurut sistem pencatatan dan pelaporan
sesuai standar baku untuk pencatatan medik. Data jumlah klien yang melaksanakan konseling,
testing, yang hasilnya negatif, positif, inderminan atau diskordan, senantiasa dianalisa setiap tahun,
guna perbaikan kinerjanya.
23
BAB XII
PENUTUP
Buku Pedoman Pengorganisasi Tim HIV Rumah Sakit di Rumah Sakit Pura Raharja
Medika bertujuan untuk memberikan acuan yang jelas dan profesional dalam mengelola dan
melaksanakan pelayanan HIV yang tepat bagi pasien sesuai tuntutan masyarakat. Untuk itu
pedoman ini betul-betul dijadikan acuan bagi pelayanan HIV di Rumah Sakit Pura Raharja Medika.
Materi-materi lain yang perlu dan dianggap dapat menjadi acuan dan belum terdapat dalam
pedoman ini dapat diajukan melalui hirarki dan ketentuan yang berlaku untuk dimasukkan dalam
tambahan buku pedoman ini.
24