PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan masa dimana seorang ibu perlu memperhatikan asupan berbagai
jenis zat gizi yang masuk demi menunjang perkembangan janin yang dikandungnya. Kendati
demikian, masih banyak ibu hamil yang belum memahami pentingnya fungsi nutrisi di
kehamilan, hal ini terbukti salah satunya dengan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
sendiri pada tahun 2016 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) masih terbilang
cukup tinggi yaitu mencapai 25,5 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini didukung
dengan bahwa di Indonesia sendiri pada tahun 2010 angka kelahiran cacat mencapai 59.3 per
1000 kelahiran hidup. Apabila kelahiran di Indonesia tercatat 5 juta bayi lahir per tahun, maka
akan ada kurang lebih 295.000 bayi dengan kelainan bawaan (Kementerian Kesehatan, 2017).
Kedua angka ini menunjukan bahwa kualitas dalam perhatian terhadap ibu dan bayi di
Indonesia terutama di bidang kesehatan kehamilan masih perlu diperbaiki. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan edukasi yang baik dan kuat sebagai upaya promosi
Kondisi ideal dari pola konsumsi makanan dari ibu hamil adalah dengan memperhatikan
setiap nutrisi yang masuk per harinya, termasuk makronutrien, mikronutrien dan zat-zat lain.
Setiap komponen gizi diatas harus diperhatikan agar tepat guna dan tidak memberikan dampak
negatif baik untuk ibu maupun untuk janin. Salah satu zat yang perlu diperhatikan oleh ibu hamil
yang diproduksi oleh lebih dari 60 spesies tanaman dan merupakan zat psikoaktif yang paling
Tingkat konsumsi kafein di dunia mengalami tren kenaikan dari tahun ketahun. Salah
satu faktor yang dapat dijadikan acuan adalah tingkat konsumsi masyarakat terhadap kopi. Hal
ini dikarenakan bahwa asupan asupan kafein pada masyarakat 54% berasal dari kopi, 43%
berasal dari teh, dan sisanya berasal dari sumber lain, seperti minuman berenergi (Gilbert,
1984). Hal ini diperkuat bahwa hampir 90% orang dewasa mengonsumsi kafein dalam pola
dietnya, termasuk didalamnya adalah ibu hamil (Burke, 2008; Weng, et al., 2008). Padahal,
kafein adalah senyawa yang bersifat hidrofobik sehingga menjadikan kafein dapat menembus
sawar darah otak, plasenta, cairan ketuban dan ASI (Nawrot et al.,, 2016; Yeh et al., 2012).
uteroplasenta pada ibu hamil (Temple, 2009; Gupta, 2007). Keadaan ini dapat membuat
keadaan hipoksia jaringan pada janin dan memicu timbulnya stress oksidatif yang bersifat
sebagai radikal bebas dan merusak sel tubuh (Gupta, 2007). Lebih lanjut, vasokonstriksi
uteroplacental kemudian akan mengakibatkan malformasi fetus, infertilitas pada ibu, keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), abortus spontan, dan dapat menimbulkan kelainan kongenital
pada bayi (Bech, et al., 2007). Salah satu kelainan bawaan yang dapat terjadi adalah kelainan
jantung kongenital dan limb deficiency (Momoi, et al., 2008; Chen et al., 2012).
Konsumsi kafein berlebihan pada ibu hamil (19-30 mg/kgBB/hari) dapat memberikan
dampak buruk pada janin yang dikandungnya. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
melaporkan adanya tiga kasus bayi dengan ektrodaktili akibat konsumsi kopi berlebihan
(Santoso, 2004). Angka konsumsi ini cukup tinggi, mengacu pada Food and Drug
Administration (FDA), batas konsumsi kafein harian adalah sebanyak 200 mg/hari, sedangkan
pada ibu hamil adalah sebanyak 144 mg/hari (Chen, et al., 2008). Walaupun demikian, masih
terdapat pendapat pro dan kontra mengenai konsumsi kopi di masa kehamilan.
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan jenis buah-buahan baik asli lokal
maupun interlokal hasil budidaya. Salah satu buah yang populer di Indonesia adalah buah
delima. Pohon delima merupakan salah satu pohon komoditas binaan Kementerian Pertanian
Republik Indonesia. Budidaya pohon delima terbilang mudah karena pohon delima dapat
tumbuh pada iklim subtropik hingga tropik. Dalam waktu dua tahun, pohon delima sudah dapat
acid, asam askorbat dan ellagic acid. Biokomponen tersebut dapat berfungsi sebagai
antioksidan (Tzulker et al., 2007). Sifat antioksidan dari buah delima diketahui sangat tinggi,
mencapai dua sampai tiga kali aktivitas antioksidan apabila dibandingkan dengan anggur merah
dan teh hijau (Adrian et al., 2011). Kandungan biokomponen sebagai antioksidan dapat
menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal
bebas, dan memutus reaksi oksidasi berantai pembentukan radikal bebas. Dengan demikian,
biokomponen yang terkandung dalam delima dapat menetralkan oksidan menjadi bentuk yang
tidak reaktif (Changpraykal, 2016). Jika dibandingkan, sifat antioksidan dari buah delima
diketahui lebih tinggi hingga dua kali lipat ketimbang Vitamin C (Reza et al., 2011).
Sebagai komoditas yang memiliki daya konsumsi yang baik serta memiliki dampak yang
luar biasa, buah delima merupakan salah satu komoditas industri yang memiliki nilai ekonomi
yang baik. Namun, proses industri ini menimbulkan banyak sekali limbah dari buah delima
berupa kulit dan juga biji yang tidak digunakan (Tahany et al., 2015). Padahal, Jika
dibandingkan dengan dagingnya, kulit buah delima memiliki kandungan antioksidan seperti
Efek esktrak kulit buah delima dalam menghambat pengaruh kafein dalam kehamilan
dapat diteliti dengan menggunakan model zebrafish (Danio rerio). Zebrafish digunakan sebagai
model penelitian karena memiliki kesamaan genetik (70-75% sekuens DNA) dan jalur
Keuntungan lain dari penggunaan hewan ini adalah zebrafish dapat digunakan sebagai
hewan model untuk mengetahui kondisi fisiologis dan juga patologis dari hewan vertebrata
(Capiotti, 2014). Selain itu juga, dapat digunakan untuk mengamati toksikologi suatu zat
Parameter kemampuan motorik dan respon taktil pada zebrafish memiliki kepentingan
yang cukup tinggi dalam memahami terjadinya permasalahan perkembangan sistem saraf pada
manusia. Zebrafish memiliki struktur yang cukup mirip dengan struktur anatomis sistem saraf
pada manusia, walaupun memiliki keterbatasan dalam memahami bagaimana peran Lower
Motor Neuron karena hewan ini tidak memiliki bagian kortikospinalis. Meskipun demikian,
hewan model ini masih representatif dalam menggambarkan perkembangan sistem saraf pada
Urgensi dalam mengetahui kerusakan yang diakibatkan oleh kafein juga cukup tinggi
apabila mengacu pada penelitian oleh Souza pada tahun 2015 menggunakan tikus, konsumsi
kafein dalam dosis tinggi pada tikus secara kontinyu dapat menyebabkan penurunan fungsi
motorik pada anak yang dihasilkan. Dilaporkan bahwa tikus hamil yang diberi kafein dengan
dosis 0,3 g/L melahirkan anak yang memiliki peningkatan respon geotaxis negatif dan
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh ekstrak kulit buah delima
terhadap respon taktil dan kemampuan motorik zebrafish akibat paparan kafein.
Rumusan masalah yang dapat dipaparkan sesuai dengan latar belakang yang telah
dijelaskan adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima terhadap respon taktil pada
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima terhadap kemampuan
motorik pada larva zebrafish usia 120 hpf akibat paparan kafein?
1. Menganalisis pengaruh ekstrak kulit buah delima terhadap respon taktil dan
kemampuan motorik embrio zebrafish usia 48 hpf yang dipapar dengan kafein.
2. Menganalisis kadar ekstrak kulit buah delima terhadap respon taktil dan
kemampuan motorik larva zebrafish usia 120 hpf yang dipapar dengan kafein.
zebrafish, termasuk juga mengenal bahan alam dan proses ekstrasinya. Selain itu,
mahasiswa belajar untuk bekerja sama dalam satu tim serta menulis secara ilmiah.
ekstrak kulit buah delima sebagai antioksidan alami terhadap pengaruh paparan
3. Metode dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dasar bagi
penelitian selanjutnya baik yang menggunakan ekstrak kulit buah delima atau
bahan alam lainnya yang berkaitan dengan perkembangan embrio dan zat-zat