TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kafein
(basa purin) yang berupa kristalin putih. Kafein merupakan komponen penting dari
2011). Selain itu, kafein adalah senyawa psikoaktif yang banyak dikonsumsi di dunia.
Kafein dapat dijumpai dalam berbagai sumber makanan seperti kopi, teh, coklat, dan
minuman ringan (softdrink) juga terdapat dalam berbagai obat seperti diuretik, analgesik,
Kafein secara alami ditemukan di biji bijian, daun dan buah pada beberapa tanaman
dengan konsentrasi bervariasi. Kafein merupakan senyawa yang diproduksi oleh lebih
dari 60 spesies tanaman. Konsentrasi kafein terdapat paling banyak pada kopi
(Vanconselos et al., 2012). Kafein dalam kopi berbeda bergantung jenis pengolahan dan
penyaringan kopinya. Berikut, kandungan kafein dalam berbagai jenis makanan dan
minuman:
Tabel 2.1 Kandungan Kafein dalam Beberapa Produk Minuman, Makanan, dan Obat
(Mayo Clinic Staff, 2014).
Jenis Produk Kandungan Kafein (mg)
Jenis Kopi
Coca-Cola 23-35
7UP 0
Pepsi 32-39
Minuman Berenergi
Obat
Quick-Pep 140-150
Permen
dalam darah selama 30 hingga 45 menit. Waktu paruh kafein sangat bervariasi antar
individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, fungsi hati, kehamilan, beberapa obat
bersamaan, dan tingkat enzim dalam hati yang dibutuhkan untuk metabolisme kafein.
Kafein pada orang dewasa yang sehat mempunyai waktu paruh 4 sampai 5 jam, yang
menjadi lebih panjang pada penderita penyakit hati (96 - >100 jam), penggunaan
kontrasepsi oral (5-10 jam), bayi dan neonatus (30 jam) atau selama kehamilan (9-11 jam)
(Thorn et al., 2012). Waktu paruh kafein pada wanita hamil 2-3 kali lebih lama kerena
Kafein dimetabolisme di hati oleh sistem enzim sitokrom P450 oksidase (lebih
Paraxanthine (84%): memiliki efek lipolisis, yang menyebabkan peningkatan gliserol dan
Teofilin (4%): stimulasi sistem saraf pusat, yang digunakan untuk melemaskan otot
polos dari saluran pernapasan dan digunakan untuk mengobati asma. Dosis terapi
teofilin lebih besar diperoleh dari metabolisme kafein. Memiliki efek diuretic.
Theobromine (12%): menstimulasi sistem saraf pusat, namun kurang signifikan
menghambat reseptor adenosine secara kompetitif pada tingkat sel. Hambatan ini
tipe dari reseptor adenosine (A1, A2A, A2B and A3), tapi sebagian besar kerja kafein
dimediasi dengan menghambat reseptor adenosine tipe A1 and A2A. Sedangkan teofilin
dan paraxanthine memiliki daya afinitas yang tinggi terhadap reseptor A1, A2A, dan A2B
namun merupakan antagonis yang lemah bagi reseptor subtipe A3.Sedangkan theobromine
memiliki afinitas yang lebih rendah dibangingkan dengan methylxanthine pada reseptor A1
Selain itu, kafein juga dapat bersifat kompetitif non-selektif reversibel untuk
menghambat enzim fosfodiesterase, terlebih lagi pada fosdodesterase-4 (PDE4). Hal ini
dapat mencegah degradasi siklus cAMP adenosine dan meningkatkan konsentrasi cAMP.
cAMP merupakan komponen yang penting pada respon selular terhadap hormone dan
dapat menimbulkan dilatasi bronkus yang kemudian digunakan untuk mengobati asma.
Mekanisme yang keempat, efek kafein dalam menghambat modulasi terhadap reseptor
GABA ini berpengaruh terhadap transportasi ion pada otak. Pelepasan kalsium
intraselular melalui aktifasi reseptor ryanodine yang terdapat pada retikulum endoplasma
(Monteiro, 2016).
2.1.4 Efek Farmakologis Kafein
Kafein memiliki efek farmakologis dan biologis yang luas. Kafein memiliki beberapa
keuntungan bagi tubuh. Beberapa efek menguntungkan dari kafein adalah kafein dapat
membantu seseorang untuk tetap terjaga, menjadi lebih fokus, produktif, dan dapat
mengatasi stres (Rogers et al., 2008). Selain itu, Smith (2004), juga mengatakan bahwa
kafein dalam dosis rendah dapat mengubah suasana hati yang ditandai dengan
reseptor ryanodine yang terdapat banyak pada sistem saraf dan sistem kardiovaskular
yang memliki peran dalam regulasi pelepasan kalsium intaselular, peredaran darah
koronaria, dan angiogenesis (Yeh et al., 2012). Penekanan terhadap reseptor adenosine
Kafein dapat bersifat sebagai vasodilator pembuluh darah jika berikatan dengan
reseptor ryanodine. Hal tersebut disebabkan karena ikatan kafein dengan reseptor
ryanodine dapat menginduksi pelepasan nitrat oksida (NO) yang disintesis di reticulum
endothelium pembuluh (Umemura, 2006). Nitrat oksida merupakan mediator yang paling
penting disintesis oleh sel endotel, yang merupakan vasodilator, anti-platelet, anti-
penelitian yang dilakukan oleh Umemura (2006), efek kafein sebagai vasodilator dihambat
sepenuhya oleh L-NMMA yang merupakan inhibitor dari sintesa nitrat oksida.
yang hidrofobik (Yeh et al., 2012). Kafein mengandung paraxanthine yang merupakan
derivat xanthine yaitu sumber penting dari terjadinya pembentukan radikal bebas (pro-
oksidan yang dapat meningkatkan keadaan stres oksidatif yang dapat menginduksi
kerusakan komponen seluler yang bersifat ireversibel dan menyebabkan kematian sel
melalui jalur apoptosis intrinsik melalui mitokondria, sehingga memicu kerusakan DNA
mitokondria, disfungsi, dan peningkatan apoptosis sel. Selain itu, stress oksidatif juga
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah (Zalukhu, 2016). Batas konsumsi kafein yang
aman menurut Food and Drug Administration (FDA) adalah sebanyak 200 mg (~200
mg/L), dan dosis aman untuk ibu hamil adalah sebanyak 144 mg/hari (Chen, 2008).
dengan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum, yaitu kurangnya antioksidan dan
produksi radikal bebas yang berlebihan (Rush et al., 2005). Akibatnya intensitas proses oksidasi
sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih
banyak. Radikal bebas merupakan elemen hidrogen dengan satu proton dan satu elektron.
Radikal bebas juga dapat didefinisikan sebagai spesies kimia reaktif yang memiliki elektron
tidak berpasangan di orbital terluarnya, sehingga radikal bebas akan berikatan dengan molekul
di sekitarnya, seperti protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat (Zalukhu, 2016).
dikenal sebagai Reactive-Oxygen Species (ROS). ROS dibentuk oleh sel-sel organisme aerobik
yang dapatmenginiasi reaksi autokatalitik. Molekul yang bereaksi dengan ROS akan diubah
menjadi radikal bebas, sehingga memperluas rantai sehingga memperluas rantai kerusakan.
Radikal bebas yang berlebih menyebabkan antioksidan seluler natural kewalahan, memicu
Akumulasi radikal oksigen pada sel dan modifikasi oksidatif molekul biologi (lipid,
protein, dan asam nukleat) berperan pada penuaan dan kematian sel (Fusco, 2007). Pada
pengaturan jalur interseluler. Stres oksidatif terjadi jika produksi ROS alamiah tidak dapat
diseimbangkan oleh kapasitas antioksidan jaringan. ROS berlebihan dapat menginduksi
kerusakan komponen seluler yang bersifat ireversibel dan menyebabkan kematian sel melalui
jalur apoptosis intrinsik melalui mitokondria, sehingga memicu kerusakan DNA mitokondria,
disfungsi, dan peningkatan apoptosis sel (Zalukhu, 2016). Akumulasi mutasi DNA mitokondria,
Penurunan stres oksidatif dapat dicapai melalui 3 tahap, yaitu dengan menurunkan
endogendan eksogen, dan menurunkan stres oksidatif dengan menstabilkan produksi dan
efisiensi energi mitokondria. Stres oksidatif endogen dapat dipengaruhi dengan dua cara, yaitu
dengan mencegah formasi ROS atau menghilangkan efek ROS dengan antioksidan (Zalukhu,
2016). Antioksidan merupakan zat yang dapat membersihkan radikal bebas dan mencegah
radikal bebas merusak sel. Antioksidan memiliki efek protektif dengan menetralkan radikal
bebas yang bersifat toksik dengan memproduksi metabolisme sel alami. Tubuh secara alami
menghasilkan antioksidan, tapi prosesnya tidak efektif 100% jika dalam keadaan produksi
radikal bebas melimpah di udara dan keefektifannya juga menurun karena penuaan (Sen et al.,
2010).
Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau
lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya. Ini menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron di sekitarnya. Apabila
senyawa yang diikiat oleh senyawa radikal bebas tersebut merupakan seyawa kovalen maka
akan menjadi berbahaya. Senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar
(bioakromolekul) seperti lipid, protein, polisakarida, dan DNA. Semakin besar molekul yang
mengalami kerusakan, semakin parah akibatnya. Kerusakan sel akan berdampak negatif pada
komponen lipid dari membran sel dan sitosol sehingga menyebabkan serangkaian reduksi
asam lemak yang mengakibatkan kerusakan membran; kerusakan DNA yang dapat
menyebabkan mutasi DNA bahkan dapat menimbulkan kematian sel; ketiga yaitu dengan
modifikasi protein teroksidasi oleh karena terbentuknya cross linking protein, melalui ,ediator
sulfidril atas beberapa asam amino labil seoerti sistein, metionin, lisin, dan histidin. Reaktivitas
radikal bebas dapat dihambat melalui 3 cara, yaitu mencegah atau menghambat pembentukan
radikal bebas baru, menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi
(pemutusan rantai), serta memperbaiki (repair) kerusakan akibat radikal (Winarsi, 2011).
2.4 Antioksidan
2.4.1 Definisi
atau menunda oksidasi sebuah substrat. Oksidan endogen dapat dibedakan menjadi
terbanyak antioksidan berasal dari nutrisi terutama golongan fenol (Rahman, 2007).
4. Menetralisir ROS melalui metabolisme lipid, asam lemak bebas rantai pendek,
2.4.2 Klasifikasi
1. Antioksidan primer
Mencegah terjadinya reaksi inisiasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan
memutus reaksi berantai oksidasi serta mengubah radikal bebas menjadi produk baru
yang lebih stabil, lebih larut air, dan bisa diekskresi tubuh. Contohnya antara lain
2. Antioksidan Sekunder
3. Antioksidan Tersier
Memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang rusak akibat R*. Contohnya antara lain
enzim reduktase, kofaktor enzim (Q10), mineral (zinc dan selenium), peptida
(glutation), asam fenolik, asam fenolat, dan senyawa nitrogen (asam urea) (Sayuti,
2015).
Delima (Punica granatum L.) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh
hingga 5-8 meter. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Iran, namun tanaman ini sudah
bisa banyak ditemukan di daerah Mediterania, Spanyol, Cina Selatan dan Asia Tenggara
(Morton, 1987). Tanaman ini menyukai tanah yang gembur, dan tidak terendam dengan
air. Delima (Punica granatum L.) sering ditanam sebagai tanaman hias, obat atau karena
Delima (Punica granatum L.) memiliki bentuk pohon perdu atau pohon kecil yang
setelah tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun
bentuknya lonjong, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip,
(Morton, 1987).
Buah delima (Punica granatum L.) dapat dikonsumsi yang mengandung dengan
daging buah yang berbentuk pulp. Ukuran diameter buah bervariasi dari 5 cm hingga 12
cm dengan bentuk yang bulat, tebal dengan kulit yang berwarna kemerahan (Morton,
1987). Pada buah yang matang, buah akan terasa asam karena ukuran pH yang rendah
yaitu sebesar 4,4 dan kaya akan kandungan polyphenol. Pewarnaan pada buah delima
(Punica granatum L.) disebabkan karena adanya antocyanin dan ellagitannin (Fernandes,
2015). Adapun klasifikasi berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di UPT Materi
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Punica
Pada penelitian Guo (2003), kulit buah delima memiliki aktivitas antioksidan yang
paling tinggi dibandingkan dengan 28 jenis buah yang sering dikonsumsi di China
dengan menggunakan penilaian FRAP (ferric reducing anti-oxidant power). Berikut ini
adalah hasil penelitian Guo (2003) mengenai aktivitas antioksidan pada 28 buah yang
Tabel 2.2 Aktivitas Antioksidan pada 28 Buah (mmol/100g w) (Guo et al, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2006), juga menunjukkan bahwa
kandungan fenol pada ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) hampir 10 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daging buah delima (Punica granatum L.) itu
sendiri. Tingginya kandungan fenol pada ekstrak kulit buah delima ini menandakan
bahwa ekstrak kulit buah delima mengandung antioksidan yang lebih tinggi dibandingan
Tabel 2.3 Perbandingan Kandungan Antioksidan Ekstrak Daging Buah Delima dengan
Ekstrak Kulit Buah Delima (Li et al., 2006)
Asam
Hasil Fenol Flavonoid Proanthocyanidins
Ekstrak Askorbat Air (%)
(%) (mg/g) (mg/g) (mg.g)
(mg/g)
14.5 24.4 0.85 10.9
Pulp 17.2 ± 3.3 5.3 ± 0.7
± 1.7 ± 2.7 ± 0.02 ± 1.1
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tzulker et al. (2007), menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan pada kulit buah delima (Punica granatum L.) dua kali lebih tinggi dibandingkan
dengan aktivitas antioksidan pada buah delima (Punica granatum L.) secara keseluruhan.
Kandungan zat tanin terhidrolisa yang terdapat kulit buah delima (Punica granatum L.)
bertanggung jawab sebanyak 92% terhadap aktivitas antioksidan pada buah delima (Punica
granatum L.). Zat tannin terhidrolisa yang bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan tersebut
adalah punicalagin, ellagic acid, gallagic acid, dan punicalin. Punicalagin merupakan komponen
utama pada kulit buah delima (Punica granatum L.). Kandungan punicalagin pada kulit buah
delima (Punica granatum L.) 30x, 50x, dan 500x lebih tinggi dibandingkan dengan punicalin,
Flavonoid, punicalagin, punicalin dan gallagic acid memiliki fungsi sebagai anti-inflamasi,
anti-proliferasi, anti-apoptosis sel serta antigenotoksik (Tzulker et al., 2007; Lansky et al., 2006).
Sedangkan ellagic acid dapat memiliki fungsi sebagai anti-kanker yang dapat menghambat
siklus sel kanker serta apoptosis sel kanker. Mekanisme buah delima (Punica granatum L.)
terhadap melawan ROS sampai saat ini masih belum jelas (Mena et al., 2011). Hal tersebut
disebabkan karena fitokimia dalam buah delima (Punica granatum L.) dapat mengatur ekspresi
gen yang menghasilkan antiokida, sehingga dapat meningkatkan kadar protein yang
2.6.1 Klasifikasi
Ikan zebra (Danio rerio) merupakan ikan yang berukuran kecil, habitat
spesiesnya di air segar dan aquarium. Ikan zebra atau zebrafish (Danio rerio) termasuk
dalam kelompok famili ikan air tawar Cyprinidae dan kelas Actinopterygii, dan subkelas
Teleostei (Carpio, 2006). Dikatakan bahwa saat ini terdapat 44 spesies danionim yang
tersebar sampai dengan timur laut India, Bangladesh, dan Myanmar (Spence, 2006).
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Deuterostomia
Subfilum : Vertebra
Filum : Chordata
Infrafilum : Gnathostomata
Superkelas : Actinopterygii
Kelas : Teleostei
Ordo : Cypriniformes
Genus : Danio
Ikan zebra (Danio rerio) memiliki beberapa keuntungan untuk dijadikan sebuah subyek
penelitian. Keuntungan yang dimiliki ikan zebra (Danio rerio) untuk dijadikan sebagai
subyek penelitian adalah ikan zebra memiliki fekunditas yang tinggi, pertumbuhan ex
utero yang cepat, serta dari segi ekonomi ikan zebra (Danio rerio) tidak membutuhkan
Penghitungan usia pada ikan zebra (Danio rerio) dimulai sejak 1 jam setelah
pengambilan telur atau setelah lampu dinyalakan yang kemudian disebut dengan 0 hpf
(hours post fertilization). Ikan zebra (Danio rerio) memiliki siklus hidup 14 jam terang,
dan 10 jam gelap yang disesuaikan dengan sistem kerja kardiovaskularnya. Suhu
optimal untuk perkembangan ikan zebra (Denio rerio) adalah pada suhu 28,5℃. Dalam
pertumbuhannya, ikan zebra (Danio rerio) dibagi menjadi 7 periode pada tahap
embriogenesisnya yang terjadi dalam waktu 3 hari yaitu; zigot, cleavage, blastula,
2.6.2 Karakteristik
Secara morfologi, ikan zebra memiliki panjang tubuh <40 mm ukuran panjang
standar atau Standard Length (SL) yakni dari ujung hidung sampai dengan daerah
tulang kaudal. Ikan ini memiliki bentuk Torpedo dengan tubuh ramping, dengan mulut
terminal oblique yang langsung menconet ke atas. Rahang bawah lebih menonjol
dibandingkan rahang atas dan letak mata berada di tengah dan tidak terlihat dari atas.
Perbedaan spesies didasarkan pada garis lateral yang tidak lengkap pada dasar tulang
pelvis, dua pasang barbel, dan lima hingga tujuh garis longitudinal berwarna biru tua dari
belakang operkulum hingga sirip kaudal. Sirip anal biasanya bergaris sama, sedangkan
sirip bagian dorsal mempunyai garis dengan tepi berwarna biru tua, dibatasi dengan
putih. Pola warna tersebut didasarkan pada tiga tipe pigmen yang berbeda, yakni
Ikan jantan dan betina mempunyai warna yang sama, walaupun ikan jantan mempunyai
sirip yang lebih besar dengan pewarnaan warna kuning. Pengidentifikasian jenis kelamin
akan susah ditegakkan tanpa menggunakan diseksi atau pembedahan, kemudian pada
ikan betina gravid biasanya mempunyai bentuk tubuh yang lebih bulat, dan paling
mudah untuk dibedakan dengan adanya papila genital kecil di depan sirip bagian anal
(Spence, 2006)
Pada tahap zygot, ikan zebra (Danio rerio) terhitung pada 0 – ¾ hpf. Kemudian
tahap cleavage (¾ hpf), mulai terbentuk 2-7 sel yang terjadi secara cepat dan
tersinkronisasi antar individu. Pada tahap blastula (2¼ hpf), terjadi siklus sel secara
metasinkronis, dan pertumbuhan epiblast juga dimulai pada tahap ini. Pada tahap
gastrula (5¼ hpf) terjadi pergerakan involusi morfologis, dan ekstensi bagian epiblast,
hipoblas serta axis embrionik. Pada taham segmentasi (10 hpf) terjadi organogenesis
pharyngula (24 hpf), axis tubuh ikan zebra mulai lurus dari awal kurvatura dalam
yolksac, timbulnya sirkulasi, pigmentasi dan insang mulai terbentuk. Pada periode
hatching (48 hpf) atau periode menetas, merupakan periode penyelesaian dari
pembentukan organogenesis primer, pertumbuhan kepala dan insang ikan zebra (Danio
rerio) yang terjadi secara asinkronis. Waktu menetas ikan zebra terjadi secara
asinkronis, karena cepat atau lambatnya waktu menetas tidak menentukan kecepatan
Telur ikan zebra (Danio rerio) juga tampak transparan sejak ferlilisasi hingga
tahap pharyngula pada saat jaringan mulai padat dan mulai adanya pigmentasi. Hal ini
menjadikan ikan zebra (Danio rerio) mudah untuk di observasi tanpa adanya obstruksi
yang perlu dilakukan (Selderslaghs, 2009). Ikan zebra (Denio rerio) jugasensitif terhadap
paparan senyawa kimia sehingga menjadikan ikan zebra cocok untuk dijadikan model
untuk dilakukan suatu penelitian. Ikan zebra juga telah digunakan dalam berbagai model
dalam penelitian untuk melihat mekanisme dan menilai toksisitas suatu senyawa kimia
(Selderslaghs, 2009).
Sekitar 75 % sekuen DNA ikan zebra memiliki kemiripan dengan manusia (Hsu,
2007). Beberapa penelitian menunjukkan zat kimia maupun obat mempunyai kesamaan
efek toksik antara embrio ikan zebra dengan manusia (Wang, 2010).
Periode menetas dari ikan zebra yaitu 48-72 hpf (hours post fertilization), namun
tidak dimasukkan kedalam index tahap perkembangan karena setiap individu yang
berada didalam telur menetas secara sporadic dalam waktu 3 hari perkembangan
(dalam suhu standar). Meskipun embrio belum menetas, terdapat kemajuan dalam
perkembangan, dari jam ke jam, dan secara umum individu yang mempunyai
Tabel 2.4 Tabel pertumbuhan dan perkembangan ikan zebra (Kimmel, 1995).
Tahap Waktu Keterangan
Periode Larva 120 dpf Pada usia ini larva ikan zebra dapat berenang
Berenang Bebas bebas untuk mengeksplorasi lingkungannya
serta mencari makanan.
Kemampuan motoric dari larva ikan zebra (Danio rerio) mulai dapat diamati mulai
dari 17 jam pascafertilisasi. Kemampuan motoric ini masih sangat awal, belum matur
seutuhnya dan bersifat spontan. Pergerakan yang terjadi hanya berupa pembelokan ekor
(coiling) untuk beberapa jam sampai pada tingkat maturitas selanjutnya, mencapai 1 Hz
pada 19 jam pascafertilisasi dan mulai menurun hingga 0.1 Hz pada 26 jam
pascafertilisasi. Gerakan spontan dari ikan zebra (Danio rerio) muncul seiring dengan
perkembangan dari spinal cord, walaupun untuk berbagai neuromotor mulai membentuk
hubungan dengan jaringan otot, dimulai dari 17 jam pascafertilisasi. Sebelum mencapai
26 jam pascafertilisasi hanya tiga jenis motorneuron yang sudah terbentuk, yaitu jaras
primer kaudal, primer tengah, dan primer rostral dan bertambah seiring waktu (Saint-
Amant, L.,2006). Pada hari kedua pascafertilisasi, kemampuan motoric dari larva ikan
zebra (Danio rerio) menunjukkan kemampuan berenang secara terus menerus dengan
gerakan ekor hingga mencapai frekuensi 100 Hz. Pada hari ketiga, terdapat fase
intermiten dari gerakan ikan, terdapat fase dimana ikan akan berenang dan terdapat fase
dimana ikan akan diam secara periodic (Saint-Amant, L.,2006). Pada hari keempat, larva
ikan memiliki kemampuan motoric yang dapat diamati dengan baik yaitu slow swim dan
burst swim. Slow swim menunjukan gerakan rutin dari ikan tanpa adanya pemberian
stimulasi dari luar berupa respon taktil maupun adanya stimulant berbahaya seperti
diasosiasikan sebagai respon taktil akibat dari stimulasi tertentu. Pada hari kelima
perkembangan spinal cord dari larva ikan zebra (Danio rerio) mengalami perubahan yang
signifikan dari hari pertama (Saint-Amant, L.,2006). Hal ini dapat digunakan sebagai
acuan terhadap kemampuan motoric ikan yang semakin baik dan kompleks, walaupun
seiring perkembangannya spinal cord dari ikan zebra ini akan mengalami maturasi lebih
Respon taktil pada ikan zebra (Danio rerio) menandakan bahwa pada fase tersebut,
larva sudah mulai mengalami perkembangan motoric. Respon ini muncul pertama kali
ketimbang berbagai jenis gerakan motoric lainnya, muncul dimulai saat 17 jam
perkembangan axon dari spinal cord yang sudah mulai terjadi sejak 15 jam pacafertilisasi.
Walaupun respon motoric dari larva ikan zebra sudah muncul, namun respon ini hanya
merupakan respon spontan berupa gerakan melingkar dari ekor selama beberapa jam
motoric larva Zebra memungkinkan untuk diamati menggunakan respon sentuhan. Hal ini
dikarenakan mulai 21 jam pascafertilisasi, koneksi baru antara saraf sensoris dan juga
saraf motoric mulai terbentuk (Saint-Amant, L.,2006). Ketika telur menetas pada kurang
lebih 48 jam pascafertilisasi, kemampuan motoric larva zebra masih belum dapat terlihat
dengan baik, tetapi dapat dipicu dengan memberikan respon taktil berupa sentuhan
(Saint-Amant, L.,2006).