Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Kafein

Kopi sudah bukan lagi menjadi milik kaum tua, saat ini minum kopi sudah
menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Bahkan mengonsumsi kopi
sudah menjadi salah satu gaya hidup yang sering dilakukan sebagai rutinitas
masyarakat di Indonesia. Dari sekian banyak orang yang senang mengonsumsi
kopi beberapa dari mereka dapat meminum kopi 3-4 cangkir dalam satu hari
(Maramis., dkk, 2013:123). Di Era modern, Tren minum kopi bukan hanya untuk
sekedar minikmati waktu luang namun merambah disegi olahraga dan kesehatan.
Survei membuktikan mengonsumsi kopi telah menjadi gaya hidup pada
olahragawan karena kopi memiliki kandungan kafein yang dianggap sebagai
doping alami. Hal ini diperkuat oleh pendapat menurut Yodi Prawira Utama
(3:2010) yang menyatakan bahwa kopi merupakan minuman yang sering
dikonsumsi sebelum latihan untuk meningkatkan performa dan menghambat
terjadinya kelelahan pada otot.
Kafeina atau 1, 3, 7-trimethylxanthine merupakan turunan metilxantin
berbentuk kristal dan berasa pahit sebagai obat perangsang psikoaktif dengan
dioretik ringan yang terdapat dalam teh, kopi, dan coklat (Juan Del Coso 1:2012).
Menurut Yoghi (2010), pada olahraga, kopi sering dikonsumsi sebelum latihan
sebagai doping alami untuk meningkatkan performa latihan dan menghambat
terjadinya kelelahan. Secara teoritis, kopi memiliki kandungan kafein yang
berguna untuk memanipulasi menghambat kelelahan melalui mekanisme utilisasi
lemak menjadi energi dan peningkatan kadar kalsium sel otot, sehingga kafein
dapat meningkatkan performa otot dan menghambat terjadinya kelelahan otot.
Kafein memiliki berbagai efek pada tubuh manusia seperti mempengaruhi
hormon, metabolisme, otot, jantung, ginjal, dan fungsi pernapasan. Kafein juga
mempengaruhi sistem saraf pusat sebagai stimulan dengan mengganggu
pengikatan zat kimia otak, adenosine, pada reseptornya. Adenosine

6
7

mempengaruhi aktivitas sel saraf, dan bekerja berlawanan dengan kafein.


Sementara adenosin memiliki efek menenangkan karena memperlambat aktivitas
sel-sel saraf, kafein akan mempercepat aktivitas sel-sel ini. Dengan demikian,
kafein mengurangi kelelahan, meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan suasana
hati, menimbulkan perasaan berenergi, meningkatkan konsentrasi, dan membantu
mempercepat waktu untuk bereaksi.

Kafein merupakan senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal berwarna


putih dan berasa pahit merupakan zang digunakan sebagai perangsang psikoaktif
yang juga menyebabkan efek dieuretik ringan (Graham dalam Hanifati, 2015:8).
Food and Drug Administration (FDA) dan American Medical Assosiation
(AMA) menyatakan bahwa asupan moderat kafein diakui sebagai asupan yang
aman. Berikut klasifikasi asupan kafein (Kovacs B, 2001) Asupan rendah sampai
moderat: 130 mg-300 mg per hari. Asupan moderat 200 mg-300 mg perhari.
Dosis tinggi: >400 mg per hari. Menurut Internasional Food Council Foundation
(IFIC) kafein yang aman untuk dikonsumsi kedalam tubuh perharinya adalah 100-
150 mg atau 1,73 mg/kgBB, sedangkan untuk anak-anak dibawah 14-22 mg.
Asupan berbahaya untuk dikonsumsi oleh tubuh lebih dari 650 mg dapat
menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus. Efek lain dapat meningkatkan
denyut jantung dan beresiko terhadap penumpukan kolesterol (Anthony 22:2005).
Kafein mempunyai efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma,
terutama untuk meningkatkan ketahanan aerobik dan meningkatkan kemampuan
repetisi pada latihan otot (Adrian, 10:2013). Kafein yang masuk kedalam tubuh
akan didistribusikan ke seluruh tubuh oleh aliran darah dari traktus gastro
intestinal dalam waktu sekitar 5-15 menit dan tahap puncak mencapai darah dalam
waktu 50 menit. Kafein juga dapat merangsang otak (7,5-150 mg) dapat
meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan, dan dapat
memperlambat waktu tidur (Drug Facts Comparisons, 2001). Berdasarkan efek
farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman,
seperti kopi.
Pada jantung, kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut
jantung, sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan
tachikardi, bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia
8

yang berdampak kepada kontraksi ventrikel yang prematur. Dalam pembuluh


darah kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah
koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah. Resistensi
pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan PO 2 di otak, ini
diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosine oleh Xantin (Farmakologi
UI, 1995).
Tabel 2.1 Tabel kandungan kafein berbagai pangan sumber kafein

Jenis Pangan Produk Ukuran Kandunan


Kafein (mg)
Pangan

Kopi Kopi murni 250 ml 150-240


Kopi instan 250 ml 80-120
Kopi dekafeinasi 250 ml 2-6
Kopi espresso 250 ml 105-110
Es krim kopi 30 g 40-60

Teh Teh 150 ml 40-80


Teh hijau 240 ml 25-40
Teh hitam 240 ml 40-70
Es teh 240 ml 9-50

Minuman ringan Coca cola 355 ml 64


Coca cola classic 355 ml 35
Coca cola diet 355 ml 45
Pepsi cola 355 ml 38
Pepsi diet 355 ml 36

Cokelat Cokelat murni 250 ml 30-60


9

Minuman cokelat 240 ml 3-32


Susu cokelat 250 ml 2-7
Cokelat susu bara 55 g 3-20
Cokelat bara 55 g 40-50
Brownies cokelat 35 g 8
Es krim cokelat 50 g 2-5
Cookies cokelat 30 g 3-5

Minuman Red bull 250 ml 80


berenergi Merk lain 250 ml 50-80

(Sumber: a. ADF (2011) b. Kovacs B (2011) c. FDA (2007) d. IFIC


(2008).
Efek ergogenik kafein terhadap performa tubuh disebabkan oleh dua
mekanisme utama (1) Kafein dapat meningkatkan proses penyerapan dan
pelepasan ion kalsium dalam sel otot. (2) Kafein dapat menstimulasi pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa. Mekanisme pertama mampu meningkatkan
performa latihan pada olahraga intensitas tinggi berdurasi singkat dengan
meningkatkan kekuatan serta efisiensi kontraksi otot. Pada mekasnisme kedua
dapat meningkatkan kerahanan dalam olahraga berdurasi panjang karena memakai
asam lemak yang dapat menghemat penggunaan glikogen otot dan glikogen
otothati pada tahap awal saat olahraga baru berlangsung. Penghematan glikogen
membuat seorang atlet memiliki cadangan energi relatif lebih banyak sehingga
daya tahan dan performanya cenderung lebih baik (Bairam, 2007).

B. Farmakologi Kafein
Strategi pemberian kafein saat olahraga dapat dikaitkan pada konsep
farmakologi Kafein. Menurut Brain (2014) kafein diabsorbsi setelah pemberian
oral, rektal dan parenteral, didistribusikan keseluruh tubuh dengan volume
distribusi 400-600 ml/Kg dengan waktu paruh plasma tiga jam. Dalam keadaan
perut kosong sediaan kafein bentuk cair dapat menghasilkan kadar puncak plasma
setelah satu jam pemberian oral. Bioavaibilitas secara oral hampir 100%, makanan
10

dapat memperlambat absorbsi, namun tidak membatasi jumlah yang terabsorbsi.


Kafein terdistribusi ke seluruh tubuh dengan volume distribusi 0,58l/kg dan
berikatan dengan protein plasma sekitar 35%. Takaran 200-600 mg kafein ( 3-5
mg/kg berat badan atau setara dengan 2-3 cangkir kopi) yang di minum 30 sampai
45 menit sebelum latihan adalah takaran dalam batas aman bagi atlet. Kafein
diabsorbsi secara cepat melalui usus ke pembuluh darah dan membutuhkan waktu
20-50 menit untuk mencapai kadar puncak plasma. Tingkat kafein dalam darah
yang mencapai otak akan menunjukkan besarnya efek yang ditimbulkan pada
tubuh. Normalnya SSP dirangsang dalam waktu 40-60 menit (Erowid, 2014).
Kafein berpengaruh terhadap fisiologi tubuh yaitu terhadap sistem saraf pusat dan
kardiovaskuler.
Kafein dapat mempengaruhi SSP dengan cara menghambat aktivitas
enzim phospatdiesterase, memblok reseptor GABA-a, dan mobilisasi kalsium
intraseluler (Drug Facts Comparisons, 2001). Akan tetapi pengaruh kafein yang
paling utama pada SSP disebabkan oleh kapasitas kafein sebagai antagonis
reseptor adenosin. Gugus methilxantin yang terdapat pada kafein akan berikatan
dengan reseptor adenosin di otak dan menyebabkan blokade. Akibatnya terjadi
peningkatan katekolamin plasma satu jam setelah konsumsi kafein. Katekolamin
dalam hal ini adalah epinefrin akan memberikan efek peningkatan frekuensi dan
kekuatan denyut jantung (Graham, 2011). Kafein hampir seluruhnya
dimetabolisme oleh tubuh di hati dalam bentuk Asam Metilurat, hanya 3% yang
diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah melalui urin (Bairam, 2007).
Proses utama metabolisme pada manusia (70-80%) adalah melalui N-3
demethylation menjadi paraxanthine atau 1,7-dimethylxantine (17X). Bentuk
metabolit lainnya antara lain: theobromin (7-8%), theophyline (7-8%) dan
trimethyluric acid (15%). Enzim CYP1A bertanggung jawab pada 95% dari
metabolisme kafein. Waktu paruh kafein dalam tubuh, yaitu 1,9-12,2 jam pada
dewasa dan 40-231 jam pada neonatus (Susprawita, 2004).

C. Kecepatan
Secara umum olahraga merupakan salah satu aktivitas jasmani yang dapat
memberikan efek terhadap kebugaran jasmani. Banyak manfaat yang didapatkan
dalam olahraga antara lain adalah menjadikan jasmani menjadi sehat, bugar,
11

cerdas dan berkarakter bagi pelaku olahraga (Toho, 2007). Kebugaran jasmani
adalah kemampuan jantung, pembuluh darah, paru-paru, dan otot untuk bekerja
dengan efisien dan optimal. Kebugaran jasmani juga terkait dengan kemampuan
untuk melaksanakan aktifitas fisik pada level sedang hingga berat tanpa
mengalami kelelahan yang berlebih serta kemampuan untuk mempertahankannya
sepanjang hidup.
Komponen kebugaran jamani antara lain adalah kekuatan, kecepatan,
kelincahan, kelentukan, dan daya tahan. Menurut Harsono (1988:216) kecepatan
adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara
berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan kelincahan
adalah kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat
pada waktu sedang bergerak tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan
posisi tubuhnya. Kecepatan adalah kemampuan bergerak yang dilakukan dalam
waktu yang singkat. Kecepatan dapat juga berarti berpindahnya badan secepat-
cepatnya ketempat lain. Bompa, Tudor O. (1983:249) mengatakan, kecepatan
adalah kemampuan memindahkan badan atau menggerakkan suatu benda atau
objek secara sangat cepat. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan seluruh
tubuh dengan cepat, akan tetapi dapat pula menggerakkan anggota-anggota tubuh
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kecepatan adalah kemampuan bergerak yang dilakukan dalam waktu yang
singkat. Kecepatan dapat juga berarti berpindahnya badan secepat-cepatnya
ketempat lain merupakan hasil dari jarak per satuan waktu (m/dt). Bompa, Tudor
O. (1983: 249) mengatakan, kecepatan adalah kemampuan memindahkan badan
atau menggerakkan suatu benda atau objek secara sangat cepat. Menurut
Treadwell (1991) yang dikutip oleh Saifudin (1999: 1-11), kecepatan bukan hanya
melibatkan seluruh kecepatan tubuh, tetapi melibatkan waktu reaksi yang
dilakukan oleh seseorang pemain terhadap suatu stimulus. Kemampuan ini
membuat jarak yang lebih pendek untuk memindahkan tubuh. Kecepatan bukan
hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat, akan tetapi dapat pula
menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam lari sprint kecepatan larinya ditentukan oleh gerakan berturut-turut dari
kaki yang dilakukan secara cepat. Kecepatan tergantung dari beberapa faktor yang
12

mempengaruhinya yaitu strength, waktu reaksi, dan fleksibilitas (Harsono


1988:216). Sedangkan menurut fisiologis kecepatan didefinisikan sebagai
kemampuan berdasarkan kemudahan gerak dalam suatu waktu tertentu (Haag dan
Krembel, 1984:19).
Secara garis besar kecepatan dapat dibagi kedalam dua tipe : (1) waktu
reaksi yaitu kecepatan waktu reaksi muncul pada saat adanya stimulus hinggga
mulai terjadi gerakan, dan (2) waktu gerakan adalah waktu yang digunakan atau
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dari permulaan hingga akhir. Dari beberapa
pendapat diatas disimpulkan bahwa kecepatan gerakan dapat dibagi menjadi tiga ,
yaitu : (1) waktu reaksi, (2) waktu gerakan , (3) waktu respon yaitu merupakan
kombinasi dari waktu reaksi dan waktu gerakan.
Kecepatan mengacu pada kecepatan gerakan dalam melakukan suatu
ketrampilan bukan hanya sekedar kecepatan lari. Menggerakkan kaki dengan
cepat merupakan ketrampilan fisik terpenting bagi pemain bertahan dan harus
ditingkatkan kemampuan mengubah arah pada saat teakhir merupakan hal yang
terpenting lainnya. Kecepatan merupakan salah satu dari komponen kondisi fisik.
Menurut Sajoto (1995:9), kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk
mengerjakan gerakan kesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Menurut Moeloek dan Tjokro (1984:7), kecepatan didefinisikan sebagai laju
gerak, dapat berlaku untuk tubuh secara keseluruhan atau bagian tubuh.
Menurut Sukadianto (2002:108), kecepatan adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak secepat mungkin sebagai jawaban
terhadap rangsang. Dengan kata lain kecepatan merupakan kemampuan seseorang
untuk merespon rangsangan dengan bentuk gerakan atau serangkaian gerak dalam
waktu secepat mungkin. Kecepatan lari adalah daya ledak dan kekuatan yaitu
bentuk latihan beban yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan
kecepatan secara bersama-sama dan akan menghasilkan daya ledak dan kekuatan
yang tinggi (Nossek dan Harre dalam jurnal IPTEK Olahraga, 2004:197).
Kecepatan seseorang ditentukan oleh berbagai faktor, secara umum yaitu : (1)
macam fibril otot yang dibawa sejak lahir (pembawaan ), fibril berwarna putih
baik untuk gerakan kecepatan , (2) Pengaturan Nervous system, (3) Kekuatan otot,
13

(4) Kemampuan elastisitas dan relaksasi suatu otot, (5) Kemauan dan disiplin
individu (Suharno HP, 1978:26).

D. Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak
dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai
kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat, sambil berlari hampir dalam
keadaan penuh. Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga yang ekplosif. Besarnya
tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan otot
tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot. Kecepatan kontraksi otot
tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls
saraf. Kedua hal ini merupakan pembawaan atau bersifat genetis, atlet tidak dapat
merubahnya (Baley, James A, 1986:198).
Kelincahan adalah kemampuan mengubah secara cepat arah tubuh atau
bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan. Sajoto (1995:90)
mendefinisikan kelincahan sebagai kemampuan untuk mengubah arah dalam
posisi di arena tertentu. Seseorang yang mampu mengubah arah dari posisi ke
posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik
berarti kelincahannya cukup tinggi. Sedangkan menurut Moeloek dan Tjokro
(1984 : 8) Mengubah arah gerakan tubuh secara berulang-ulang seperti halnya lari
bolakbalik memerlukan kontraksi secara bergantian pada kelompok otot tertentu.
Sebagai contoh saat lari bolak-balik seorang atlet harus mengurangi kecepatan
pada waktu akan mengubah arah. Untuk itu otot perentang otot lutut pinggul
(knee ekstensor and hip ekstensor) mengalami kontraksi eksentris (penguluran),
saat otot ini memperlambat momentum tubuh yang bergerak ke depan. Kemudian
dengan cepat otot ini memacu tubuh ke arah posisi yang baru. Gerakan kelincahan
menuntut terjadinya pengurangan kecepatan dan pemacuan momentum secara
bergantian.
Rumus momentum adalah massa dikalikan kecepatan. Massa tubuh seorang
atlet relatif konstan tetapi kecepatan dapat ditingkatkan melalui pada rogram
latihan dan pengembangan otot. Diantara atlet yang beratnya sama (massa sama),
atlet yang memiliki otot yang lebih kuat dalam kelincahan akan lebih unggul
14

(Baley, James A, 1986:199). Dari beberapa pendapat tersebut tentang kelincahan


dapat ditarik pengertian bahwa kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk
mengubah arah atau posisi tubuh secara cepat dan efektif di arena tertentu tanpa
kehilangan keseimbangan. Seseorang dapat meningkatkan kelincahan dengan
meningkatkan kekuatan otot-ototnya.
Kelincahan biasanya dapat dilihat dari kemampuan bergerak dengan cepat,
mengubah arah dan posisi, menghindari benturan antara pemain dan kemampuan
berkelit dari pemain di lapangan. Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi
tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif
singkat dan cepat. Kelincahan yang dilakukan oleh atlet atau pemain sepakbola
saat berlatih maupun bertanding tergantung pula oleh kemampuan
mengkoordinasikan sistem gerak tubuh dengan respon terhadap situasi dan
kondisi yang dihadapi. Kelincahan ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi,
kemampuan untuk menguasai situasi dan mampu mengendalikan gerakan secara
tiba-tiba.
Suharno HP (1985:33) mengatakan kelincahan adalah kemampuan dari
seseorang untuk berubah arah dan posisi secepat mungkin sesuai dengan situasi
yang dihadapi dan dikehendaki. Jossef (1982:93) lebih lanjut menyebutkan bahwa
kelincahan diidentitaskan dengan kemampuan mengkoordinasikan dari
gerakangerakan, kemampuan keluwesan gerak, kemampuan memanuver sistem
motorik atau deksteritas. Harsono (1988:172) berpendapat kelincahan merupakan
kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan tepat pada waktu
sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi
tubuhnya. Suharno HP (1985:33) mengatakan kegunaan kelincahan adalah untuk
menkoordinasikan gerakan-gerakan berganda atau stimulan, mempermudah
penguasaan teknik-teknik tinggi, gerakan-gerakan efisien, efektif dan ekonomis
serta mempermudah orientasi terhadap lawan dan lingkungan.

E. Sistem Energi
Sistem energi merupakan kemampuan fungsional tubuh untuk
menyediakan energi saat beraktifitas. Sistem energi memiliki beberapa klasifikasi
antara lain sistem energi aerobik dan sistem energi anaerobik. Sistem energi
15

aerobik memiliki kriteria durasi yang panjang dan membutuhkan oksigen,


sementara sistem energi anaerobik tidak memiliki durasi yang lama dan tidak
membutuhkan oksigen. Enegi yang diperlukan untuk melakukan aktifitas tidak
dapat langsung diserap langsung dari makanan tetapi diperoleh dari hasil proses
metabolisme. Olahraga yang berorientasi pada kecepatan dan kelincahan
menggunakan sistem energi anaerobik yang berdurasi 2 detik hingga 1,5 menit.
Pada durasi kurang dari 30 detik menggunakan sistem energi utama ATP-CP,
pada 30 detik menggunakan sistem energi ATP-CP-asam laktat, dan masuk pada
1,5-3 menit menggunakan sistem energi utama asam laktat dan aerobik.
Sistem ATP-CP menggunakan resistensis ATP hanya berasal dari satu
senyawa yaitu kreatin fosfat. Sistem ATP-CP hanya mampu menyediakan energi
untuk aktifitas kurang dari 30 detik. Maka bila aktivitas masih terus berlangsung,
penyediaan ATP dilakukan melalui sistem glikolisis anaerobik. Sistem glikolisis
anaerobik atau sistem asam laktat menyediakan ATP daripemecahan glukosa atau
glikogen secara anaerobik. Pada sistem ini ATP yang dihasilkan hanya mampu
menyediakan energi untuk aktivitas 30 detik- 1,5 menit. Tetapi juga menjadi salah
satu penyebab terjadinya kelelahan yang bersumber dari sistem energi, yang
disebabkan oleh akumulasi asam laktat.mekanisme proses pembentukan ATP
melalui sistem glikolisis anaerobik. Tetapi secara singkat untuk menjamin
keberlangsungan aktivitas fisik tersebut maka resistensi ATP dilakukan melalui
proses metabolisme aerobik.
Lari sprint dengan jarak pendek dan kelincahan membutuhkan waktu yang
singkat dan energi yang maksimal sehingga suplay tidak memerlukan oksigen.
Hal tersebut sesuai dengan teori sistem energi ATP-CP dan asam laktat. Menurut
Sugiharto (29:2014) melakukan sprint kecepatan maksimal dengan jarak 50-110
meter berorientasi pada sistem energi ATP-CP dan asam laktat. Lari sprint dan
kelincahan memiliki intensitas latihan dalam kategori tinggi, yaitu 70%-85% HR
Maksimal.
F. Pengaruh Kafein Pada Tubuh
Tingkat respon fisiologis setiap individu berbeda, salahsatunya berkaitan
dengan kondisi tubuh dan Indek Masa Tubuh (IMT). IMT merupakan hasil
pengukuran dari rumus Berat badan : Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
16

sebagai parameter pengelompokan kriteria tubuh. Pada kriteria tubuh normal


memiliki range hasil 17-25 bagi laki-laki dan 17-30 bagi perempuan. Selain dari
penggunaan energi yang optimal, seseorang yang memiliki kriteia IMT Normal
dapat melakukan gerakan yang baik. Sehingga stumulus yang diberikan dapat
secara cepat di tanggapi oleh fisiologis tubuh. Kafein memiliki pengaruh terhadap
fisiologis tubuh. Salah satu efeknya adalah efek ergogenik kafein. Efek ergogenik
kafein terhadap performa tubuh disebabkan oleh dua mekanisme utama yaitu
kafein dapat meningkatkan proses penyerapan dan pelepasan ion kalsium dalam
sel otot dan kafein dapat menstimulasi pengeluaran asam lemak dari jaringan
adiposa. Mekanisme pertama mampu meningkatkan performa latihan pada
olahraga intensitas tinggi berdurasi singkat dengan meningkatkan kekuatan serta
efisiensi kontraksi otot, sedangkan mekanisme kedua dapat meningkatkan
ketahaan dalam olahraga berdurasi panjang karena pemakaian asam lemak dapat
menghemat penggunaan glikogen otot dan glikogen hati pada tahap awal saat
olahraga baru berlangsung. Penghematan glikogen membuat seorang atlet
memiliki cadangan energi relatif lebih banyak sehingga daya tahan dan
performanya cenderung lebih baik (Bairam, 2007). Menurut Hanifati, (2014:19)
Kafein memiliki efek peningkatan frekuensi jantung (takikardi). Sehingga efek
meningkatnya detak jantung dapat dijadikan strategi bagi atlet untuk menuju pada
zona latihan dalam waktu yang singkat. Menurut Hartwell, (2015:97) HR
Training Zone yaitu 65 % dari HR Max. Untuk mengetahui Zona latihan pada
Heart Rate (HR) dapat diestimasi dengan rumus HR max. Menurut Sugiharto,
(2014:151) estimasi untuk mengetahui Intensitas HR Max adalah 220-usia.
Kafein dapat meningkatkan terjadinya oksidasi sel lemak sehingga lebih
mudah terjadi kehilangan berat badan dan lemak (weight and fat loss) pada
olahragawan sekaligus mengurangi rasa lelah (Hanifati, 2014:20). The Australian
Institute of Sport menemukan bahwa kafein dapat merangsang otot menggunakan
lemak sebagai bahan dasar. Kafein juga banyak digunakan para atlet olahraga
daya tahan seperti marathon dan sepeda jarak jauh untuk mendapat energi ekstra
selama pertandingan. Studi lain di University of Pittsburg juga menemukan hasil
serupa, bahwa kafein memiliki kemampuan untuk melepaskan lemak dari jaringan
adiposa sehingga lebih mudah dibakar. Menurut Bosquet (2010) konsumsi kafein
17

sebelum latihan menghasilkan peningkatan pembakaran lemak tubuh 145mg/mol


banding 120mg/mol, serta rata-rata kemampuan daya tahan atlet endurans
meningkat.
Kafein akan terus memberikan pengaruh dalam tubuh selama belum
diekskresi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeliminasi setengah dari total
kafein pada orang dewasa yang tidak merokok rata-rata 3-4jam (Erowid, 2014).
Oleh karena itu Komite Olimpiade Internasional (2004) menentukan batas
maksimal kafein di urine atlet tidak boleh melebihi 12 mikrogram/ml urine. Hal
ini dapat terjadi bila mengkonsumsi kopi sebanyak 4-7 cangkir (600-800 mg
kafein) 30 menit sebelum bertanding atau 100-140 mg kafein empat jam sebelum
latihan. Pendapat lain dari Halvorsen (278:2005), Kafein mencapai jaringan dalam
waktu lima menit dan tahap puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit.
Kafein juga dapat merangsang otak dengan takaran 7,5-150mg dapat
meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan dan
peningkatan frekuensi jantung (takikardi) akan hilang paling lambat dalam waktu
empat puluh delapan jam setelah pemberian oral kafein dalam bentuk minuman
kopi.

Anda mungkin juga menyukai