Anda di halaman 1dari 4

Kerangka berfikir

Secara etismologis, kata manajemen berasal dari bahasa inggris, yakni management,
yang dikembangkan dari kata to manager, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata
manage itu sendiri berasal dari bahasa italia, maneggiom yang diadopsi dari bahasa latin
managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan (Sadili Samsudin, 2006:15).
Sedangkan secara terminologi, manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang
dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemangfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Sedangkan menurut stoner manajemen
adalah proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(Actuating), dan pengawasan (controling). Usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan (Handoko, 1986:8).

Manajemen merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan salah satu aspek
penting dalam mewujudkan suatu tujuan yang telah di tetapkan oleh organisasi. Manajemen
adalah upaya mengatur dan mengarahkan berbagai sumber daya , mencakup 6 M
(man,money,methods,market,material,and matchine). (Zaenal muchtarom, 1996:35).

Dalam manajemen terdapat 4 fungsi umum yang sering digunakan oleh para ahli
manajemen diantaranya Planning,organizing,actuating dan Controling. Keempat fungsi ini
sangat bermangfaat dalam roda perputaran sebuah kinerja perusahaan atau organisasi.

Zakat merupakan refleksi tekad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit


kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran−ajaran Islam yang
terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa membedakan
suku, ras, dan kelompok. Zakat merupakan komitmen seorang Muslim dalam bidang
sosio−ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang,
tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem
sosialisme dan negara kesejahteraan modern
Dalam kenyataan yang terjadi saat ini di Indonesia, zakat yang diterima oleh Badan
atau Lembaga Amil Zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim yang ada.
Kecilnya penerimaan zakat oleh Amil Zakat bukan hanya disebabkan oleh rendahnya
pengetahuan agama masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Hal itu mengakibatkan masyarakat condong menyalurkan zakat secara langsung
kepada orang, yang menurut mereka, berhak menerimanya. Sehingga tujuan dari zakat
sebagai dana pengembangan ekonomi tidak terwujud, tetapi tidak lebih hanya sebagai dana
sumbangan konsumtif yang sifatnya sangat temporer.
Seperti halnya contoh, hampir setiap menjelang Idul Fitri kita mendengar, membaca,
dan melihat pemandangan yang menyedihkan. Ribuan orang berdesak-desakan sampai
beberapa orang pingsan untuk berebut zakat mal dari seorang pengusaha dan atau pejabat
publik. Tentu kita tidak menginginkan peristiwa itu terulang. Warga miskin mempertaruhkan
jiwanya untuk mendapatkan sedikit uang (antara 10 ribu sampai 25 ribu rupiah).
Pendistribusian adalah penyaluran sebuah barang/jasa dari seorang produsen kepada
seorang konsumen. Dalam segi zakat pendistribusian merupakan penyaluran dana zakat dari
seorang lembaga pengelola zakat yang mendapat dana zakat dari muzzaki untuk di salurkan
kepada yang wajib membutuhkan dalam islam (mustahiq) seperti dalam firman allah Swt :
Orang-orang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan, semuanya sudah dijelaskan 
Allah dalam Surat At-Taubah ayat 60:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang


miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan  Allah; dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 60)

Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha; atau mempunyai usaha
atau harta yang kurang dari seperdua kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban
memberi belanjanya.

Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua
kecukupannya atau lebih, tetapi tidak sampai mencukupi. Yang dimaksud dengan kecukupan,
cukup menurut umur biasa 62 tahun, maka mencukupi dalam masa tersebut dinamakan
“kaya”, ia tidak boleh diberi zakat, ini dinamakan kaya dengan harta. Adapun kaya dengan
usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu tiap-tiap hari atau tiap bulan,
maka kecukupannya dihitung setiap hari atau setiap bulan.

‘Amil adalah semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedang dia tidak mendapat
upah selain dari zakat itu.
Mualaf adalah (a) orang yang baru masuk Islam, sedang imannya belum kuat. (b)
orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya yang masih kafir, dan kita berharap, kalau dia
diberi zakat, orang lain dari kaumnya akan masuk Islam. (c) orang Islam yang berpengaruh
terhadap kafir kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah
pengaruhnya. (d) orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.

Hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya, hamba itu
diberi zakat sekedar untuk memerdekakan dirinya.

Berutang adalah (a) orang yang berutang karena mendamaikan antara dua orang/pihak
yang berselisih. (b) orang yang berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan
yang mubah atau yang tidak mubah, tetapi dia sudah tobat. (c) orang yang berutang karena
menjamin utang orang lain, sedang dia dan yang dijaminnya itu tidak dapat membayar utang
itu. Dari pembagian ini, maka yang poin b dan c diberi zakat kalau dia tidak kuasa membayar
utangnya, tetapi yang poin a diberi zakat, sekalipun dia kaya.

Fi sabilillah adalah tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri, sedang dia
tidak mendapat gaji dan tidak pula mendapat bahagian dari harta yang disediakan untuk
keperluan peperangan dalam barisan bala tentara. Orang ini diberi zakat, meskipun dia kaya,
sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan perang, seperti belanja, membeli senjata,
kuda, dan alat peperangan lainnya.

Dalam optimalisasi pendistribusian zakat sangat diperlukan langkah-langkah


manajemen supaya pelaksanaan kegaitan penyaluran dapat dinilai efektif. Perencanaan dalam
penyaluran zakat juga perlu di perhatikan kepada siapa, dimana dan apa kriteria seorang
mustahiq bagi sebuah lembaga zakat, dengan perencanaan yang optimal tentu penyaluran
dana zakat akan tepat sasaran dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain perencanaan fungsi manajemen yang lainnya pun sangatlah penting bagi
pendistribusian dana zakat, pengorganisasian pun berpengaruh besar saat dana zakat yang
dibagikan terbagi dalam 2 jenis: zakat konsumtif dan dana produktif. Pengelompokan
mustahiq yang tepat tentu akan bermangfaat besar pada mustahiq sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Mustahiq yang sangat kurang dapat diberikan zakat
produktif dan di berikan arahan (Actuating) dalam fungsi manajemen yang ke-tiga.
Pengarahan akan dana zakat produktif dinilai dapat mengefektifkan kegiatan mustahiq yang
menggolangkan dana zakat produktifnya sebagai modal usaha.
Skema penyaluran dana zakat produktif yang dilakukan oleh Baznas prov jawa barat:

Ada juga penyaluran dana zakat produktif yang memanfaatkan skema mudharabah.
Lembaga BAZIS membuat inovasi dimana lembaga amil tersebut berlaku sebagai investor
(mudharib) yang menginvestasikan dana hasil pengumpulan ZIS kepada mustahiq sendiri,
sebagai peminjam dana yang dituntut tingkat pengembalian tertentu khusus bagi para
pedagang kecil di pasar tradisional, dengan angsuran pinjaman dan tingkat pengembalian
dibayarkan per hari. Berikut skema penyaluran produktif dana zakat dengan pola
mudharabah: antara pola mudharabah dan qardul hasan hampir sama. Namun yang
membedakan adalah apabila usaha tersebut untung, maka mustahiq dan BAZ/LAZ saling
membagi hasil keuntungan. Mustahiq mengambil sejumlah persen laba dan sejumlah persen
dikembalikan kepada BAZ/LAZ berikut modalnya. BAZ/LAZ menerima modal kembali
berikut persentase keuntungan usaha.

Arief Mufraini, Akuntansi & Manajemen Zakat (Jakarta: Kencana, 2008), 154.
Fachruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), 314.
Amiruddin, dkk. Anatomi Fiqh Zakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 3.

Anda mungkin juga menyukai