Anda di halaman 1dari 12

STANDAR ASUHAN KEPERAAWATAN (SAK)

TUMOR MAMMAE

A. Defenisi
Tumor mammae merupakan benjolan abnormal akibat terbentuknya
perkembangan sel-sel mammae secara tidak wajar kemudian berkembang lalu
menyerang jaringan limfe serta pembuluh darah. Tumor mammae bisa berasal
dari epitel dan kelenjar. Tumor yang berasal dari epitel sering menyebabkan
terjadinya keganasan payudara (Goud et al., 2012).
B. Etiologi
Meski ilmu pengetahuan menjadi semakin kompleks, sampai sekarang
penyebab tumor/kanker payudara belum bisa dipastikan dengan tepat,
diperkirakan ada hal penentu yang dianggap sebagai faktor penyebab yang
berhubungan dengan tumor/kanker mammae yaitu;
1. Usia lanjut
Resiko peningkatan tumor/kanker payudara adalah saat beranjak dewasa
atau pada saat bertambahnya usia, hal ini sangat mungkin terjadi
perkembangan kanker payudara pada usia yang menginjak 40 tahun lebih.
2. Jenis kelamin
Perempuan lebih beresiko 100 kali dibanding laki-laki, faktor genetik
(riwayat keluarga terutama ibu dan saudara perempuan yang menderita
tumor/kanker mammae).
3. Usia
Semakin tua saat menopause Jika dibandingan dengan yang belum
menopause, resiko tumor payudara lebih tinggi saat menopause. Biasanya
kanker payudara terjadi 75% kasus setelah menopause di usia lebih dari
50 tahun. Usia menopause setelah 55 tahun dua kali lebih tinggi terserang
kanker payudara dibandingan mengalami menopause sebelum usia 45
tahun. Ini karena lebih banyak wanita terpapar hormon esterogen dalam
waktu lama yang menjadi peluang kemungkinan mengalami kanker
payudara.
4. Penggunaan kontrasepsi hormonal
Diduga menjadi faktor resiko yang membuat peningkatan angka kejadian
tumor/kanker payudara di seluruh dunia (termasuk Indonesia)adalah
penggunaan kontrasepsi oral yaitu kombinasi antara esterogen dan
progesteron. Pengguna kontrasepsi beresiko lebih tinggi 3,63 kali
dibanding dengan yang tidak menggunakan pil kontrasepsi.

Obesitas, tingkat pendidikan, stress, latihan fisik, kurang konsumsi


sayur dan buah tidak ada kaitannya dengan kejadian tumor payudara. Selain
itu, tidak ditemukannya hubungan antara usia awalnya haid kurang dari 12
tahun, melahirkan pertama di usia 30 tahun ke atas, pernah melakukan operasi
kista ovarium dan lebih dari sekali oprasi tumor payudara. (Sihombing &
Sapardin, 2014).

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tumor payudara adalah (Astuti, 2019):
1. Benjolan pada payudara Biasanya pada payudara benjolan ini tidak
menimbulkan rasa sakit. Benjolan mulai dari kecil kemudian menjadi
besar sewaktu waktu, lalu menempel pada kulit atau biasanya dapat
menyebabkan perubahan kulit pada payudara atau puting payudara.
2. Erosi pada puting payudara atau eksim Terjadi penarikan ke dalam pada
puting payudara atau retraksi dan terjadi perubahan warna menjadi
merah muda pada payudara.

D. Patofisiologi
Sejauh ini, penyebab tumor mammae tidak jelas (ideopatik). Namun
ada beberapa pemicu yang mendukung terjadinya tumor mammae, yaitu
siklus haid yang tidak teratur. Suatu teori menyatakan bahwa selama fase
luteal dari siklus haid , kadar esterogen meningkat dan kadar progesteron
menurun. Pada saat yang sama, secara fisiologis esterogen dan progesteron
meningkat, dan keduanya menurun dua hari sebelum akhir menstruasi.
Umumnya estrogen berfungsi untuk pertumbuhan sistem duktus yang luas,
serta penumpukan lemak pada payudara, perkembangan pada jaringan stroma
di payudara. Sedangkan untuk fungsi progesteron adalah meningkatkan
perkembangan lobulus payudara dan alveoli yang mengarah pada proliferasi,
pembesaran dan sekresi alveolar. Pembesaran jaringan payudara disebabkan
oleh peningkatan kadar esterogen dan defisiensi progesteron disebabkan
karena siklus haid yang benar-benar tidak teratur dengan baik. Hal ini
menyebabkan peningkatan timbunan lemak dan perkembangan jaringan
payudara. Ini juga mengurangi pembentukan lobulus dan alveoli. Jika
kejadian ini terjadi secara terus menerus maka dpat menyebabkan terjadinya
tumor mammae. (Nugroho & Taufan, 2011).
Sebagian besar benjolan payudara berasal dari perubahan
perkembangan payudara, siklus hormonal dan perubahan reproduksi. Ada 3
siklus hidup yang dapat menggambarkan tahapan yang berbeda pada
reproduksi wanita yaitu (Price & Willsone, 2015):
1. Tahap awal reproduksi (usia 15-25 tahun) Terbenuknya duktus
dan stroma payudara. Pada fase ini biasanya terjadi nodul tumor
jinak dan perkembangan payudara yang berlebihan (juvenil
hipertrofi).
2. Tahap reproduksi matang (usia 25-40 tahun) Kelenjar dan stroma
payudara dipengaruhi oleh perubahan hormonal
3. Tahap ketiga (usia 33-35 tahun) Yaitu pertumbuhan lobulus dan
duktus yang terjadi pada umur 33-35 tahun

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Mammografi Mammografi merupakan pemerikaan yang menggunakn
sinar X pada jaringan yang telah dikompresi pada payudara. Mammografi
tepat untuk pemeriksaan pada wanita dengan usia 35 tahun atau lebih,
sebab payudara orang Indoneisa pada umumnya lebih padat maka hasil
tebaik didapat pada usia kurang lebih 40 tahun. Mammografi dihitunng
sejak hari awal menstruasi lalu dilakukan pemeriksaan pada hari ke 7-10.
2. Ultrasonografi (USG) Penggunaan ulrasonografi (USG) untuk tambahan
pemeriksaan pada mammografi akurasinya meningkat menjadi 7,4%.
Tetapi USG tidak disarankan untuk modal skrining dikarenakan hasil dari
penelitian, USG gagal membuktikan keefektifannya. Pemeriksaan ini
berfungsi untuk:
a) Klarifikasi ada atau tidaknya lesi tidak normal
b) Identifikasi kista yang dalam
c) Pedoman untuk biopsi jarum
3. Pemeriksaan Sitologi Sitologi adalah bagian dari tiga diagnosis pada
tumor payudara yang teraba atau tidak teraba
4. Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan ini adalah kriteria standar
diagnosis yang jelas. Pemeriksaan ini diakukan pada spesimen biopsi
jaringan (biopsi inti, eksisi, insisi, potong beku) dan spesimen
Mastektomi. (Harahap, 2015).

F. Komplikasi
1. Transmisi langsung. Infiltrasi lokal pada kulit yang menutupi dan bagian
bawah otot secara klinis bisa terdeteksi, hal tersebut mengakibatkan
adanya kerutan (ulserasi).
2. Limfogen. Pembuluh limfatik yang meresap ke dalam kulit menyebabkan
tanda klinis peau d’orange. Kelenjar getah bening aksila adalah lokasi
awal penularan limfogen yang sering terjadi, kurang lebih 40% hingga
50% wanita mengalami kelenjar getah bening di aksila pada pemeriksaan
pertama penderita kanker payudara.
3. Hematogen. Bagian yamg sering terkena metastasis hematogen adalah
pulmo (paru-paru) dan tulang. Kelenjar adrenal, hati dan otak juga
terkadang terpengaruh. Pleura di sisi sama dengan terdapatnya kanker
menjadi tempat berkembang, dan menyebabkan efusi. Infiltrasi sumsum
tulang yang ekstensif dapat menyebabkan terjadinya anemia sel darah
merah leukosit. Destruksi tulang dapat menyebabkan hiperkalsemia,
disertai dengan komplikasi pada ginjal.
4. Transelomik. Akan terjadi penyebaran jika tumor menyebar ke rongga
dalam tubuh, semisal pada pleura parietalis atau peritoneum.
5. Implantasi tumor. Kontaminasi sel-sel ganas dari tumor ke bagian luka
selama operasi diawal, bisa menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan, sel
tersebut berada di tempat bekas luka yang muncul kembali. Meskipun
seperti itu, kekambuhan yang banyak terjadi di area bekas luka
disebabkan oleh pertumbuhan limfatik sebelumnya. f. Duktus atau saluran
payudara. Metode penyebaran ke puting payudara dari lumen duktus
penting unutk penyakit paget. (Fattah et al., 2011)
G. Penatalaksanaan
Penanganan dilakukan berupa pembedahan, kemoterapi, terapi
hormon, terapi radiasi dan yang baru adalah imunoterapi (antibodi). Tujuan
dari perawatan ini adalah menghancurkan kanker atau memebrikan batasan
perkembang biakan penyakit dan meringankan gejalanya. Ada beberapa jenis
pengobatan antara lain:
1. Pembedahan
a) Biopsi eksisi Biopsi eksisi merupakan pengangkatan semua
jaringan yang sakit hingga ujung jaringan yang masih sehat
jika tumor berukuran kurang lebih 5cm. Prosedur ini
membutuhkan sayatan pada kulit. Hal tersebut kemungkinan
akan menimbulkan resiko infeksi atau perdarahan. Tetapi
resiko ini pada dasarnya tidak terlalu tinggi sebab sayatannya
seringkali sangat kecil. Metode ini dilakukan dengan anestesi
umum atau lokal tergantung letak benjolan dan terkadang
dilakukan jika tumor bermassa kecil dan belum ada
penyebaran tumor.
b) Eksterfasi FAM Merupakan tindakan pengangkatan tumor
dimana tumor tersebut masih bersifat jinak, tapi jika dibiarkan
massa dari tumor akan bertambah. Tumor ini terletak dibagian
bawah kulit dan memiliki bentuk membran atau seperti kapsul,
dapat digerakkan dan bertekstur lunak. Terapi pembedahan
FAM hanya meninggalkan jaringan parut dan tidak merubah
bentuk payudara.
c) Biopsi insisi Cara ini yaitu membuang beberapa jaringan paa
tumor serta sejumblah kecil jaringan yang sehat, sangat
diarankan pada pembedahan tumor yang memiliki massa lebih
besar dari 5 cm. Pada penderita kanker payudara hal ini
tergantung dari tahap-tahap penyakit, jenis tumor, usia serta
keadaan umum pasien. Ahli bedah melakukan pembedahan
pada sebagian payudara yang mengandung sel kanker
(lumpektomi) atau keseluruhan payudara (mastektomi).
Lumpektomi yaitu pemotongan kecil serta pengangkatan
benjolan pada payudara kira-kira 1-2 cm jaringan yang sehat.
Pemotongan hanya bisa di lakukan jika benjolannya kecil.
2. Terapi Radiasi Dilaksanakan dengan pancaran sinar-X yang
memerlukan tinggi intensitas untuk memusnahkan selsel pada
kanker yang selama operasi tidak diangkat.
3. Terapi Hormon Terapi hormon untuk memperlambat
perkembangan tumor serta bisa digunakan untuk terapi pada
stadium akhir dan atau bersamaan setelah pembedahan.
4. Kemoterapi Obat-obatan ini dapat dikonsumsi sendiri atau dalam
kombinasi. Salah satunya yaitu Capecitabine dari Roche, yaitu
obat antikanker oral yang terbuat dari enzim yang terdapat dalam
sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker. Obat kemo
digunakan pada tahap awal dan akhir penyakit (tidak bisa
dilakukan pmbedahan kembali) (UTAMI, 2019)

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian menurut (Nurarif & Kusuma, 2013)
yaitu:
a) Pengkajian
1) Identitas
2) Keluhan utama: biasanya terdapat massa di payudara, riwayat
penyakit (perjalanan penyakit, pengobatan yang sudah diberikan),
faktor resiko.
3) Konsep diri pada sebagian besar pasien akan mengalami
perubahan.
4) Pemeriksaan klinis
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan saat setelah menstruasi kurang
lebih seminggu di akhir waktu. Pasien duduk dengan posisi tangan
ke samping lalu pemeriksa berdiri didepan, posisi sejajar.
5) Inspeksi
Biasanya simetris payudara kanan dan kiri, terdapat kelainan dari
payudara normal seperti kelainan kulitm tanda radang, dimpling,
ulserasi dan lain sebagainya.
6) Palpasi
i. Cek konsistensi, banyaknya benjolan, lokasi, infiltrasi,
ukurannya
ii. Lakukan pemeriksaan kelenjar getah bening pada aksila
(kelenjar aksila
7) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaannya yaitu:
i. Pemeriksaan radiologis
ii. Pemeriksaan laboratorium
iii. Pemeriksaan sitologis/patologis

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


a) Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisiologis.
c) Risiko infeksi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No Outcome Intervensi
Keperawatan
1. Kecemasan Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan
berhubungan keperawatan ... x ....... jam yang menenangkan
dengan krisis tingkat kecemasan klien dapat 2. Jelaskan semua
situasional menurun, dengan kriteria hasil : tindakan dan apa yang
a. Tidak mengatakan akan dirasakan selama
terjadi kecemasan. tindakan
b. Tidak terjadi gangguan 3. Berikan informasi
tidur. yang aktual tentang
c. Tidak terjadi serangan diagnosa, tindakan dan
panik. prognosis
d. Tangan tidak 4. Dorong secara tepat
gemetaran. kepda keluarga untuk
e. Tidak marah yang mendampingi klien
berlebihan 5. Dukung perilaku klien
secara tepat
6. Dengarkan klien
dengan penuh
perhatian
7. Ciptakan suasana
saling percaya dengan
klien
8. Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaan, persepsi dan
ketakutan
9. Anjurkan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
10. Kaji tanda-tanda cemas
secara verbal dan
nonverbal

2. Nyeri akut Setelah dilakuka asuhan 1. Lakukan pengkajian


berhubungan keperawatan .... x 24 jam klien nyeri secara
dengan agen dapat menurunkan nyeri dengan komprehensif termasuk
injuri fisiologis kriteria hasil : lokasi , karakteristik,
a. Tidak melaporkan nyeri durasi, frekuensi,
b. Tidak menunjukan kualitas, intensitas dan
ekspresi nyeri faktor pencetus nyeri
c. Tidak mengerang dan 2. Kontrol lingkungan
menangis yang dapat
d. Tidak meringis mempengaruhi nyeri
e. Tidak menggosok area (misal : suhu ruangan,
nyeri pencahayaan , dan
kebisingan)
3. Observasi reaksi
nonverbal dari nyeri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
(misal : hipnosis,
relaksasi, akupresur,
pijatan, sensasi
dingin/panas, distraksi,
terapi bermain, terapi
aktivitas, terapi
musik,) baik sebelum,
setelah, bahkan selama
terjadi nyeri bila
memungkinkan
5. Berikan medikasi
untuk mengurangi
nyeri
6. Tingkatkan istirahat
7. Dorong klien untuk
mengungkapkan
pengalaman nyerinya
8. Berikan infoirmasi
tentang nyeri, termasuk
penyebab nyeri, berapa
lama akan terjadi,
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
9. Turunkan faktor –
faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri

3. Risiko infeksi. Setelah dilakukan .... x 24 1. Bersihkan


jam klien tidak terjadi lingkungan setelah
peningkatan infeksi dengan dipakai klien lain.
kriteria hasil: 2. Batasi jumlah
a. Tidak ada kemerahan pengunjung
b. Tidak ada discharge 3. Ajarkan teknik cuci
yang berbau busuk tangan pada klien
c. Tidak ada sputum dan keluarga
purulen 4. Cuci tangan sebelum
d. Tidak ada demam dan setelah
e. Ada nafsu makan melakukan tindakan
di tempat klien
5. Terapkan universal
precaution
6. Pakai sarung tangan
steril sesuai indikasi
7. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat (tindakan
invasif)
8. Pastikan
menggunakan teknik
perawatan luka
secara tepat
9. Dorong klien untuk
meningkatkan
pemasukan nutrisi
10. Berikan antibiotik
bila perlu
11. Ajarkan kepada
klien dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, ajeng dwi. (2019). TUMOR MAMMAE DENGAN NYERI AKUT


Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Prestasi Pustaka.
Berman, A., Snyder, S., Levett-Jones, T., Dwyer, T., Hales, M., Harvery, N.,
Luxford, Y., Moxham, L., Park, T., Parker, B., Reid-Searl, K., & Stanley, D.
(2012). Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing. In Kozier and Erb’s
Fundamentals of Nursing.
Fattah, R. A., Surury, I., & Fauzi, R. (2011). Kaitan Gizi dengan Kanker Payudara
Pada Wanita. Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Goud, K., Dayakar, S., Vijayalaxmi, K., Babu, S., & V, R. P. (2012). Evaluation
of HER-2/neu status in breast cancer specimens using
immunohistochemistry (IHC) & fluorescence in-situ hybridization (FISH)
assay. Indian Journal of Medical Research, 135(3), 312–317.
https://www.ijmr.org.in/text.asp?2012/135/3/312/95605
Harahap, W. A. (2015). Pembedahan Pada Tumor Ganas Payudara. Majalah
Kedokteran Andalas, 38, 57.

Ningsih, W., & Sowwan, M. (2018). Upaya Peningkatan Koping Untuk


Meningkatkan Citra Tubuh Pada Asuhan Keperawatan Kanker Payudara.
Journal Keperawatan Care, 8(2), 67–81.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Revisi Jil). Mediaction.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi: Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC Jilid 1. Media Action.

Price, & Willsone. (2015). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.


Volume 2.EGC. http://ucs.sulsellib.net//index.php?p=show_detail&id=44190
Sihombing, M., & Sapardin, N. (2014). The risk factors of breast tumor among
women aged 25-65 years old in five villages of Bogor Tengah district.
FAKTOR RISIKO TUMOR PAYUDARA PADA PEREMPUAN UMUR 25-65
TAHUN DI LIMA KELURAHAN KECAMATAN BOGOR TENGAH.
UTAMI, W. F. T. (2019). BIOPSI EKSISI MAMMAE ATAS INDIKASI TUMOR
MAMMAESINISTRADENGANNYERIAKUT.http://repository.bku.ac.id/xmlu
i/bitstream/handle/123456789/746/WELLY FERRYZIA TRI UTAMI
AKX16139 %282019%29-1-64.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai