Anda di halaman 1dari 2

Menghina, mencela, atau mengolok-

olok orang lain termasuk dalam dosa


besar
Menghina, mencela, atau mengolok-olok orang lain termasuk perbuatan yang terlarang.
Allah Ta’ala berfirman,

‫ْخرْ قَ ْو ٌم ِم ْن قَ ْو ٍم َع َسى َأ ْن يَ ُكونُوا َخ ْيرًا ِم ْنهُ ْم‬ َ ‫ين آ َمنُوا اَل يَس‬َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫َواَل نِ َسا ٌء ِم ْن نِ َسا ٍء َع َسى َأ ْن يَ ُك َّن َخ ْيرًا ِم ْنه َُّن َواَل تَ ْل ِم ُزوا َأ ْنفُ َس ُك ْم َواَل‬
‫ك‬ َ ‫ان َو َم ْن لَ ْم يَتُبْ فَُأولَِئ‬ ِ ‫ق بَ ْع َد اِإْل ي َم‬ُ ‫س ااِل ْس ُم ْالفُسُو‬ ِ ‫تَنَابَ ُزوا بِاَأْل ْلقَا‬
َ ‫ب بِْئ‬
َ ‫هُ ُم الظَّالِ ُم‬
‫ون‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-
wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok)
itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya,
janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang
buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa
yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11)

Bahkan perbuatan tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kategorikan dalam dosa besar.


Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,

‫ َوقِتَالُهُ ُك ْف ٌر‬،‫ق‬
ٌ ‫ِسبَابُ ال ُم ْسلِ ِم فُسُو‬
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar), dan memerangi mereka adalah kekafiran.” (HR.
Bukhari no. 48 dan Muslim no. 64)
Jika seseorang mencela sesama muslim dengan panggilan-panggilan, dia berhak mendapatkan hukuman
dari penguasa.
Diriwayatkan dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau ditanya tentang ucapan
seseorang kepada orang lain, “Wahai orang fasiq!”; “Wahai orang jelek!”; maka beliau radhiyallahu
‘anhu  berkata,

‫هن فواحش فيهن تعزير وليس فيهن حد‬


“Itu perbuatan buruk, terdapat hukuman ta’zir [1],  namun tidak ada
hukuman hadd [2] untuknya.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 8: 253 dan dinilai hasan oleh Al-Albani
dalam Al-Irwa’  no. 2393)
Jangankan mencela sesama muslim, bahkan mencela binatang saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  melarangnya.
Diriwayatkan dari sahabat Zaid bin Khalid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,

َّ ‫ك فَِإنَّهُ يُوقِظُ لِل‬


‫صاَل ِة‬ َ ‫اَل تَ ُسبُّوا ال ِّدي‬
“Janganlah Engkau mencela ayam jantan, karena sesungguhnya ayam jantan itu yang membangunkan
kalian shalat.” (HR. Abu Dawud no. 5101, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Dua orang yang saling mencaci, maka


dosanya ditanggung pihak yang
memulai
Cacian itu seringkali disebabkan karena adanya pertengkaran dan perselisihan. Dalam masalah ini,
hendaknya kita senantiasa mengingat bahwa saling mencaci yang terjadi di antara dua orang yang sedang
berselisih, dosanya akan ditanggung oleh pihak yang memulai.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda,
ْ ‫ َما لَ ْم يَ ْعتَ ِد ْال َم‬، ‫َّان َما قَااَل فَ َعلَى ْالبَا ِدِئ‬
‫ظلُو ُم‬ ِ ‫ْال ُم ْستَب‬
“Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu,
dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui
batas.” (HR. Muslim no. 2587 dan Abu Dawud no. 4894)
Dalam hadits di atas, dosa saling mencaci-maki antara dua orang itu akan ditanggung oleh pihak yang
memulai. Hal ini dengan syarat bahwa pihak yang dicaci itu tidak melampaui batas, yaitu tidak membalas
cacian dengan kuantitas dan kualitas yang lebih jelek.
Jika dia membalas dengan cacian yang lebih jelek (baik secara kuantitas atau kualitas), maka dosa
melampaui batas itu dia tanggung sendiri, sedangkan sisanya ditanggung oleh pihak yang memulai. [3]

Mencela, menghina, atau memanggil


orang lain dengan menyebutkan nama
binatang
Yang lebih parah lagi adalah ketika seseorang mencela, menghina, atau memanggil orang lain dengan
nama binatang.
Sangat disayangkan, keburukan ini begitu tersebar pada jaman ini, salah satunya sebagai akibat buruk pesta
demokrasi di negeri ini beberapa waktu yang lalu dan mungkin berlanjut sampai hari ini.
Betapa mudah kita melihat saudara kita memanggil saudaranya yang lain yang berbeda pilihan politiknya
dengan sebutan, “Dasar kecebong!”; atau “Dia itu cebong”; atau bahkan julukan semisal (maaf), “Bonglaf”
(kecebong salaf, yang dinisbatkan kepada pihak-pihak yang dianggap paham agama, namun menjadi
pendukung salah satu pihak). Bahkan, ucapan dan hinaan semacam itu keluar dari pihak-pihak yang secara
lahiriyah paham agama dan memiliki semangat tinggi dalam menjalankan agama.
Sedangkan di pihak lain, mereka pun tidak mau kalah dengan melontarkan julukan “kampret” (kelelawar)
kepada saudaranya yang berbeda pilihan politik. Demikianlah, satu keburukan akan memunculkan
keburukan berikutnya, dan demikian seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai