Laporan Kasus KDPK
Laporan Kasus KDPK
Oleh:
Pembimbing Praktik
(…………………………)
Pembimbing Akademik
(…………………………..)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Program
Profesi Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua
Bd.G.F.Gustina Siregar,SST,M.Kes
NIP. 19880808 201109 2 001
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan kasus yang berjudul Asuhan
Kebidanan Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan Di Ruangan Flamboyan Rsu
Sembiring Tanggal 06 - 09 September 2022. Asuhan kebidanan ini merupakan
salah satu tugas dalam rangkaian Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Program Profesi Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua.
Saya sadari bahwa asuhan kebidanan ini masih kurang sempurna, maka
dari itu saya berharap kritik dan saran dari pembaca dan semoga bermanfaat bagi
pembaca.
ii
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3 1.3
Tujuan Khusus.............................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN TEORI ....................................................................... 4 2.1
Konsep Dasar Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan .................. 4 2.2
Konsep Dasar Post Apendiktomi................................................... 6 2.3
Asuhan Post Apendiktomi............................................................. 10
BAB 3. STUDI KASUS............................................................................... 15
3.1 Pengkajian .................................................................................... 15
3.2 Data Fokus.................................................................................... 16 3.3
Perumusan Masalah ...................................................................... 17 3.4
Rencana Tindakan Keperawatan.................................................... 18 3.5
Implementasi dan Evaluasi............................................................ 21
BAB 4. PEMBAHASAN............................................................................. 29
4.1 Pengkajian .................................................................................... 29 4.2
Dignosa Keperawatan ................................................................... 30 4.3
Intervensi...................................................................................... 32 4.4
Implementasi ................................................................................ 33 4.5
Evaluasi ........................................................................................ 34
BAB 5. PENUTUP ...................................................................................... 36
5.1 Kesimpulan................................................................................... 36 5.2
Saran............................................................................................. 37 DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................. 38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara operasi.
Operasi apendisitis dapat dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan
suatu tindakan membuang apendiks. Adapun respon yang timbul setelah
apendiktomy untuk dalah nyeri (Udkhiyah, 2020). Pasien anak dengan pasca
operasi biasanya mengalami gangguan rasa nyaman nyeri, jika nyeri tidak diatasi
akan menghambat proses penyembuhan, keterbatasan lingkup gerak sendi
sehingga mempersulit pasien memenuhi aktivitas sehari hari (Purwanti, 2021).
Pembedahan ini dapat menimbulkan sensasi nyeri pada pasien sehingga
diperlukan perawatan yang khusus. Nyeri merupakan kondisi dimana klien
mengalami ketidaknyamanan. Nyeri merupakan sensasi tidak nyaman yang
bersifat individual. Klien mengekspresikan terhadap nyeri yang dialaminya dengan
cara, seperti meringis, berteriak dan lain-lain (Lasander et al., 2016). Akibat nyeri
yang tidak adekuat 75% penderita mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan dan pasien merasakan nyeri hebat pada pasca operasi
(pembedahan). Bila pasien mengeluh nyeri maka yang mereka inginkan hanyalah
mengurangi rasa nyeri yang mereka rasakan (Lubis, 2019).
Terdapat dua manajemen dalam penanganan nyeri yaitu secara
farmakologi maupun non farmakologi. Tindakan farmakologis biasanya diberikan
analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri, terapi non farmakologis digunakan
sebagai pendamping obat untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung
relatife singat dengan menggunakan teknik pengelolaan nyeri seperti:, kompres
hangat dan dingin, teknik ditraksi, stimulasi saraf elektris transkutan (TENS),
hipnosis, imajinasi terbimbing (guided imagery), stimulasi dan masase kutaneus ,
dan teknik relaksasi; seperti tarik nafas dalam. Dan terapi musik dapat membantu
mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri yang dirasakan (Ulya, 2017).
Dalam setiap tindakan perawatan terhadap pasien post appendectomy,
terdapat keterampilan dasar dalam praktik kebidanan yang dilakukan seperti
tindakan mencuci tangan, pencegahan infeksi, pemenuhan kebutuhan cairan dan
nutrisi serta pemberian obat.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui asuhan
yang diberikan pada pasien post operasi apendiktomy dengan intervensi
farmakologi yang berfokus pada keterampilan dasar dalam praktik kebidanan
diruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Sembiring.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
f. Memastikan ketepatan pemberian obat pada saat transisi pelayanan maka untuk
menghindari kesalahan dalam menuliskan perintah medikasi dan komunikasi
daftar obat kepetugas layanan yang berikutnya dimana pasien akan ditranfer
perlu adanya formulir transfer pasien pada rekam medis yang berisi catatan
tentang obat yang diberikan bila pasien dipindahkan keruangan rawat lain/
transfer .
g. Mencegah kesalahan memasang kateter dan salah sambung selang
h. Memakai spuit disposable
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi.
5 Pencegahan Infeksi
a. Kebersihan tangan
b. Alat Pelindung Diri (APD)
c. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
d. Kesehatan lingkungan
e. Pengelolaan limbah
f. Penatalaksanaan linen
g. Perlindungan kesehatan petugas
h. Penempatan pasien
i. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
j. Praktik menyuntik yang aman
k. Praktik lumbal pungsi yang aman.
6 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan cairan elektrolit, oksigen,
nutrisi, istirahat/tidur, mekanik tubuh, posisi, ambulansi, mobilisasi, personal
hygiene dan eliminasi. Oleh karena itu sebagai seorang bidan kita harus
menguasai cara pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti cara pemenuhan
cariran elektrolit melalui intravena, pemberian oksigen, pemberian obat,
pemberian diet, membantu mobilisasi, eliminasi dan menjaga persomal hygene
pasien.
7 Pemberian Obat
Dalam tindakan pemberian obat, bidan harus mengetahui dan menerapkan
prinsip prinsip dalam pemberian obat yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis,
5
benar waktu, benar rute, benar informasi, benar respon, dan benar dokumentasi.
Ada beberapa teknik dalam pemberian obat yaitu peroral, parenteral, topical dan
inhalasi. Pemberian obat peroral adalah memberikan obat kepada pasien melalui
mulut dan selanjutnya ditelan. Pemberian obat parenteral Adalah memberikan obat
melalui parenteral yaitu memasukkan obat ke dalam jaringan tubuh dengan
mengggunakan spuit atau semprit dan jarum suntik steril. Pemberian obat topical
adalah pemberian obat pada kulit yang dioleskan pada permukaan kulit dengan
tujuan mendapatkan efek local. Sedangkan pemberian obat melalui inhalasi adalah
pemberian obat dengan cara meneteskan obat ke organ mata, hidung dan telinga.
6
2.2.2 Etiologi
Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis
dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat
menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica
(Sjamsuhidayat, 2011).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut
Haryono (2012) diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing,
dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadipeningkatan stagnasi feses
dalam lumen apendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi
antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari
organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya
yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekolit dan menyebabkan obstruksi lumen.
7
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang
pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru
negara berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola
makan rendah serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.
8
2.2.4 Patofisiologis
Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan
ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendiksitis fokal yang ditandai nyeri
epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah,
keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene, stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
apendisitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendukularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.
Adanya hiperplasia, folikel limpoid, benda asing yang masuk pada apendiks,
erosi mukosa apendiks, tumor apendiks. Tnja yang terperangkap atau tertimbun
pada apendiks (fekalit) dan juga struktur dapat menyebabkan obstruksi pada
apendiks sehiingga terjadi apendisiti. Pada apendsitis kemudian dilakukan
apendiktomi untuk menghilangkan obstruksi, karena tindakan apendiktomi dapat
menyebabkan trauma jaringan. Trauma jaringan menimbulkan adanya nyeri
sehingga penderita takut untuk bergerak dan menimbulkan kecemasan (Mansjoer,
2003).
9
2.3 Asuhan Post Apendiktomi
2.3.1 Fokus Pengkajian
1. Pengkajian pasien (post operasi) apendiktomi yaitu :
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk
rumah sakit, nomer register, diagnosa, nama orang tua, umur, pendidikan,
pekerjaan, agama dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayar penyakit sekarang klien dengan post appendiktomi mempunyai
keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi,
operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-obatan
yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang
pernah didapatkan.
d. Riwayat keperawatan keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya upaya yang dilakukan dan
bagaimana genogramnya.
e. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi keluarga
kebiasaan merokok dalam mempengaruhi penyembuhan luka.
2) Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
menggganggu kenyamanan pola tidur klien.
3) Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri
luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus badrest berapa waktu lama
seterlah pembedahan.
10
4) Pola hubungan dan peran.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami emosi
yang tidak stabil.
5) Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran serta
pendengaran, kemampuan, berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang
tua, waktu dan tempat.
6) Pola penanggulangan stres
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
7) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
f. Pemeriksaan fisik.
1) Status kesehatan umum.
Kesadaran biasanya compos mentis, ekspresi wajah menahan sakit ada
tidaknya kelemahan.
2) Integumen
Ada tidaknya oedema, sianosis,pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah.
3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva apakah ada warna pucat.
4) Thorak dan paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan
cuping hidung maupun alat bantu nafas, frekwensi pernafasan biasanya normal (
16-20 kali permenit). Apakah ada ronchi , whezing, stidor.
5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya peristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing
spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah menglir lancar,
tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
11
6) Ekstermitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat
dan apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
12
proses penyembuhan), inflamasi peritonium dengan cairan asing. a. Kriteria
hasil yang diharapkan mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh
kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda tanda vital stabil dan
secara individual haluaran urin adekuat.
b. Intervensi
Awasi tekanan darah dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler
1. Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional :
indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
2. Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis
diduga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan
3. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus Rasional :
indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral 4.
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan
lanjutkan diet sesuai toleransi
Rasional : menurunkan iritasi gaster atau muntah untuk meminimalkan
kehilangan cairan
5. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada
perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah
pecah
6. Beriakn cairan IV dan elektrolit
Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume
sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi dan dapat terjadi
ketidak seimbngan elektrolit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, laporan nyeri, wajah
mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi.
a. Kriteria hasil yang diharapkan melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak
rileks, mempu tidur atau istirahat dengan cepat.
13
b. Intervensi
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Rasional :
berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat dalam abdomen bawah/pervis,
menghilangkan ketegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3) Dorong ambulansi dini.
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
4) Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan nyeri.
14
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Pengkajian
Klien bernama Ny. Y berumur 20 tahun, jenis kelamin perempuan, beragama
kristen protestan, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas, klien berstatus
sebagai mahasiswa, alamat Desa Namo Mbelin, Kecamatan Namorambe,
Kabupaten Deli Serdang. Klien masuk ke rumah sakit pada tanggal 06 September
2022 jam 09.00 WIB di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua
dengan diagnose terapi lanjutan post operasi appendic. penulis melakukan
pengkajian pada tanggal 06 September 2022 pada jam 10.00 WIB. Sebagai
penanggung jawab Tn. C selaku teman klien, umur 20 tahun, agama Kristen
protestan, status sebagai mahasiswa, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas,
alamat Nias Utara.
Riwayat penyakit dahulu menurut keterangan klien dan temannya 2 bulan
yang lalu klien pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit appendicitis. Klien
mengeluh sakit dan nyeri pada perut kanan bawah. Pada tanggal 7 Juli 2022 klien
menjalani operasi apendiktomi oleh dr. Q dari pukul 09.15 WIB dan selesai pukul
11.00 WIB. Setelah operasi selesai Ny. Y dirawat selama 5 hari di ruangan
Flamboyan untuk perawatan post operasi. Kemudian pada tanggal 06 September
2022 pasien datang kembali dengan keluhan utama pada saat pengkajian
didapatkan data subjektif klien menyatakan nyeri pada luka operasi, nyeri skala 6
seperti diremas-remas, berdenyut nyeri terus menerus pada saat bergerak di bagian
perut, klien mengatakan setelah 2 bulan menjalani operasi, klien mengatakan nyeri
di bagian luka bekas operasi kembali muncul sehingga untuk beraktivitas sulit dan
terasa sakit, klien tampak lemas, hanya berbaring di tepat tidur, klien dibantu
teman dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan data objektif yang diapat KU
sedang, kesadaran compos menthis, adanya luka operasi panjang 8 cm dan lebar 2
cm di perut kanan bawah luka masih basah, wajah tampak pucat, klien tampak
lemas, perilaku berhati-hati, ekstremitas hangat, TD: 110/80 mmHg, N 80 x/menit,
Rr 19 x/menit, suhu 380C . Aktifitas dibantu oleh teman karena klien merasa sakit
pada bekas luka operasi dan lemas. Pemeriksaan laboratorium yang
15
diperoleh pada tanggal 07 September 2022 adalah pemeriksaan laboratorium :
leukosit 8.300/mm³, terapi tanggal 06 September 2022 adalah injeki ceftriaxone
3x1 gram, injeksi ranitidine 2x50 mg injeksi ketorolac 2x30mg, infuse RL 20
tetes/menit.
bekas operasi.
3. Leukosit 8.300/mm³.
3. klien mengatakan untuk beraktifitas
4. Klien terlihat lemas.
sulit terasa sakit dan lemas
sehingga semua aktivitas dibantu
5. Tekanan darah 110/80 mmHg,
temannya.
suhu 380C, nadi 80x/menit,
Respiratori rate 19x/menit.
16
3.3 Perumusan Masalah
Nama Pasien : Ny. Y Nama Mahasiswa : Tifani
No Rekam Medik : - Nim : -
Ruang Rawat : Ruang Flamboyan
No Masalah Kemungkinan D
penyebab (pohon masalah)
Nyeri
17
2. Hambatan mobilitas fisik Pembedahan apendiktomi Data subjektif:
- klien mengatakan un
Keterbatasan gerakterhambat
18
N Diagnosa RENCANA
o keperawatan KEPERAWATAN
19
5. Menghi
. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. Kaji repon pasien 1. Menyeb
berhubungan dengan tindakan terhadap aktivitas, memba
peningkatan kebutuhan keperawatan selama dipsnea atau nyeri fisiolog
metabolik sekunder akibat 3 x 24 jam dada, keletihan dan aktivita
operasi apendiktomi ditandai diharapkan klien kelemahan merupa
dengan: akan mampu berlebihan, kelebih
Data subjektif: beraktivitas sesuai diaphoresis, pusing berkait
- klien mengatakan untuk kemampuan dengan atau pingsan. 2. Tehnik
beraktifitas sulit terasa sakit kriteria hasil: 2. Instruksikan pasien mengur
dan lemas sehingga semu - Klien mampu tentang tehknik energi,
aktivitas dibantu suaminya. beraktivitas sesuai penghematan energi keseim
Data objektif: toleran tanpa misalnya, dan keb
- klien terlihat lemas bantuan menggunakan kursi 3. Kemaju
- tekanan darah 110/80 mmHg, - Tampak segar dan saat mandi, duduk menceg
suhu 380C, nadi 80x/menit, tidak lemas saat menyisir atau jantung
respiratori rate 19x/menit menyikat gigi, Membe
melakukan istirahat sebatas
dengan perlahan. mendor
3. Beri dorongan untuk dalam m
melakukan aktivitas
20
perawatan diri 4. M
bertahap jika dapat penyem
ditoleransi. Berikan rileks tu
bantuan sesuai
kebutuhan.
4. Ajarkan rom pasif
pada keluarga pasien
10.
10
22
3. Mendorong ambulansi dini 10 analgesic se
Hasil: klien mengatakan agak
kaku dan takut bergerak, klien
tampak berhati-hati bergerak
4. Memberikan aktivitas hiburan .2
Hasil: klien mengatakan ingin
mendengarkan lagu-lagu islami,
klien tampak
tenangmendengarkan lagu 0
5. Memberikan analgesic sesuai
indikasi
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
10
.3
11
.0
0
Hambatan Selasa, 1. Mengkaji respon pasien 10.1 Selasa, Subjektif:
mobilitas 06 terhadap aktivitas 5 06 - klien meng
fisik September Hasil: klien mengatakan pusing September pusing Objek
berhubungan 2022 dan susah bangun tidur, klien 2022 - klien terlih
dengan jam 10.00 tampak lemah jam 17.00 lemah Asesm
peningkat sampai jam 2. Menginstruksikan pasien tehnik WIB Masalah into
an 16.00 WIB penghematan energy belum terata
kebutuhan Hasil: istirahat dengan perlahan, 10.2 Planning:
metabolik selalu meminta bantuan 5 Kaji respon
sekunder keluarga bila ingin bergerak aktivitas, aja
akibat bangun penghematan
operasi 3. Memberikan dorongan untuk untuk
apendiktomi melakukan aktivitas melakukan p
perawatan diri keluarga car
14.4
5
23
Hasil: pasien diajarkan mandiri
menyisir rambut dan merapikan
kancing pakaiannya sendiri 10.4
4. Mengajarkan keluarga pasien 0
rom pasif
Hasil: klien mengatakan takut
bergerak, klien tampak hati-hati
saat melakukan rom pasif,
keluarga dapat mempraktekkan
rom pasif
Nyeri akut Rabu, 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 10 Rabu, Subjektif:
berhubung 08 karakteristik dan beratnya .0 08 - klien men
an dengan September Hasil: klien mengatakan 5 September (sedang)
insisi 2022 nyeri dengan skala angka 10 2022 bagian p
bedah Jam 10.00 nyeri 4 (sedang), lokasi nyeri .4 Jam Objektif:
sampai jam disekitar luka, karakteristik 5 17.00 - klien terlih
16.00 terasa teriris, nyeri terasa 11 WIB rileks Asesm
WIB hilang timbul .0 Masalah nye
2. Mempertahankan istirahat 0 teratasi Plan
dengan posisi semi fowler 11 kaji ulang ny
Hasil: klien mengatakan .2 istirahat den
agaknyaman posisi setengah 0 dorong amb
duduk, klien tampak tenang dengan dokt
3. Mendorong ambulansi dini analgesic se
Hasil: klien mengatakan
agak kaku dan takut
bergerak, klien tampak
berhati-hati bergerak
24
4. Memberikan aktivitas
hiburan Hasil: klien
mengatakan ingin
25
pakaiannya sendiri 11.0
4. Mengajarkan keluarga pasien 0
rom pasif
Hasil: klien mengatakan takut
bergerak, klien tampak
hati-hati
.00
11.
00
26
Hasil: klien mengatakan 12.0
ingin mendengarkan 0
lagu-lagu
islami, klien
tampak tenang
mendengarkan lagu
5. Memberikan analgesic
sesuai indikasi
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Hambatan Kamis, 1. Mengkaji respon pasien terhadap 08. Kamis, Subjektif:
mobilitas 09 aktivitas 09 - klien meng
fisik September Hasil: klien mengatakan sudah September bergerak
berhubungan nyaman bergerak tapi barhati 00 - Klien me
2022 jam 2022
dengan 07.30 WIB hati, klien mengatakan jam14.15 kekamar
peningkat sampai jam sudahjalan kekamar mandi WIB pelan-pe
an 14.15 WIB sendiri tapi pelan-pelan Objektif:
kebutuhan 2. Menginstruksikan pasien tehnik - klien tampa
metabolik penghematan energy Asesment:
sekunder Hasil: istirahat dengan Masalah into
akibat perlahan, selalu meminta 09. teratasi Plan
operasi bantuan keluarga bila ingin Pertahankan
apendiktomi berjalan dalam berge
3. Memberikan dorongan untuk untuk melak
melakukan aktivitas secara mand
perawatan diri 00
Hasil: pasien diajarkan
mandiri menyisir rambut, lap
basah badan sendiri,
merapikan
10.
00
27
pakaiannya sendiri dan sikat 11.0
gigi dikamar mandi 0
4. Mengajarkan keluarga pasien
rom pasif
Hasil: klien tampak hati-hati
saat melakukan rom pasif,
keluarga dapat
mempraktekkan rom pasif
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. Y di ruang Flamboyan
Rumah Sakit Umum Sembiring dengan diagnosa Perawatan Lanjutan post operasi
apendiktomi, perlu kiranya dilakukan pembahasan untuk mengetahui perbedaan
antara teori dan praktek di lapangan.
4.1 Pengkajian
Klien bernama Ny. Y berumur 20 tahun dirawat di ruang Flamboyan Rumah
Sakit Umum Sembiring dengan diagnosa medis perawatan lanjutan post operasi
apendiktomi, penulis melakukan pengkajian pada tanggal 06 September 2022 pada
jam 10.00 WIB. Didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri dan
berdenyut pada luka operasi, nyeri skala 6 seperti diremas-remas, nyeri terus
menerus pada saat bergerak di bagian perut. Menurut potter & perry ( 2006,
h.1504 ) Nyeri timbul karena terdapat terputusnya kontinuitas jaringan sehingga
menjadi stimulus nyeri yang akan menyebabkan pelepasan subtansi kimia seperti
histamin, bradikin dan kalium. Subtansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul implus
saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut saraf perifer yang akan
membawa implus nsaraf ada dua jenis , yaitu serabut A-delta dan serabut c. Implus
nyeri akan dibawa ke konu dorsalis melepaskann neurotrasmiter (substansi P).
Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traknus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan implus syaraf ditransmisikan lebih jauh
kedalam system saraf pusat. Setelah implus saraf sampai di otak, otak mengolah
implus sarafkemudian akan timbul respon reflek nyeri.
Klien mengatakan untuk beraktivitas sulit dan terasa sakit, klien lemas, hanya
berbaring di tepat tidur, klien dibantu teman dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Menurut Menurut potter & perry ( 2006, h.1508 ) pada saat implus
nyeri naik ke medulla spinalis menuju kebatang otak dan talamus, sistem saraf
otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan
intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulakan reaksi
29
flight yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis
pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis lamah karena
pengeluaran energi fisik yang disebabkan oleh peredaeran darah yang tidak sampai
ke otot dan akann terjadi pucat yang disebabkan oleh suplai darah berpindah dari
perifer.
Data objektif yang diapat KU sedang, kesadaran compos menthis, adanya
luka operasi panjang 8 cm dan lebar 2 cm di perut kanan bawah luka masih basah,
wajah tampak pucat, klien tampak lemas, perilaku berhati-hati, ekstremitas hangat,
tekanan darah; 110/80 mm/hg, nadi; 80x/m, suhu; 380C, pernapasan;
19x/m.
30
klien mengeluh nyeri pada luka insisi, hal ini tentu akan mengganggu proses
hospitalisasi dan aktivitas klien. Klien juga mengeluhkan masalah nyeri sebagai
masalah utama.
4.2.2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi.
Hambatan mobilitas fisik adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang
untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan.
Dengan batasan karakteristik mayor: pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas,
frekuensi pernafasan lebih dari 24 x/menit dan batasan karakteristik mayor: pucat
atau sianosis, konvusi, vertigo(Carpenito, 2006, h. 3).
Diagnosa ini penulis angkat karena saat pengkajian didapat data: klien
mengatakan untuk beraktivitas sulit dan terasa sakit, klien tampak lemas, klien
dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 19 x/menit, suhu 380C. Penulis mengangkat
diagnosa intoleransi aktivitas sebagai diagnosa ketiga karena ketidak mampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dapat mengganggu fungsi
fisiologis secara bertahap. Adapun diagnosa keperawatan yang tidak muncul
dalam kasus Ny.Y diantaranya yaitu:
a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan (iritasi saraf abdominal dan
pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral); diuresis pascaobstruksi.
Kekurangan volume cairan adalah keadaan dimana seorang individu yang tidak
menjalani puasa mengalami atau beresiko mengalami dehidrasi vascular,
interstisial atau intravaskular (Carpenito, 2000, h. 139). Masalah ini tidak
dimunculkan karena tidak ditemukannya data yang mendukung diagnosa, yaitu
kulit/membran mukosa kering, ketidakseimbangan negatif antara masukan dan
haluaran, penurunan turgor kulit, rasa haus, urin memekat. Sehingga diagnosa
resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak bisa ditegakkan.
b. Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau
kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan ketrampilan
psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000,
h. 223). Masalah ini tidak dimunculkan karena tidak ditemukannya data yang
mendukung diagnosa, yaitu klien mengungkapkan
31
kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/ permintaan informasi,
mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi ststus kesehatan, melakukan
dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan.
Sehingga diagnosa kurang pengetahuan tidak dapat ditegakan.
4.3 Intervensi
Untuk diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
Sesuai masalah yang muncul, penulis menyusun intervensi yaitu tentukan
karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan dan beratnya (skala 0-10) nyeri, hal ini
dilakukan untuk mengetahui perkembangan kualitas nyeri klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan atau kolaborasi. Anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi
semi fowler, hal ini dilakukan untuk menghilangkan tegangan pada abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang. Dorong ambulasi dini (duduk atau berjalan),
hal ini dilakukan untuk meningkatkan normalisasi fungsi organ misalnya
merangsang peristaltik, kelancaran flatus dan menurunkan ketidaknyamanan
abdomen. Penulis juga berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan terapi
analgesik sesuai dengan indikasi, hal ini dilakukan untuk menghilangkan nyeri
dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain, contohnya ambulasi
dan batuk. (Doengoes, 2000, h. 511).
Untuk diagnosa kedua yaitu yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi.
Sesuai masalah yang ditemukan penulis menyusun intervensi yaitu mengkaji
respon individu terhadap aktivitas, hal ini dilakukan
mengetahui respon fisiologis terhadap stres. Aktivitas secara bertahap, hal
ini dilakukan untuk meningkatkan aktivitas klien agar klien mampu beradaptasi
saat proses penyembuhan. Ajarkan klien metode penghematan energi untuk
aktivitas, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan saat klien
melakukan aktivitas kembali secara bertahap.
32
4.4 Implementasi
Kemudian berdasarkan intervensi di atas pada diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan insisi bedah, penulis melakukan implementasi pada tanggal
26 Juni sampai 28 Juni 2018 sebagai berikut: kaji tingkat nyeri, mencatat intensitas
karakteristik nyeri. Kekuatan klien kooperatif saat dilakukan
pemeriksaan tingkat nyeri, sedangakan kelemahan dari tindakan ini adalah bisa
memunculkan hasil yang salah saat mengakaji skala nyeri sehingga dapat
mempengaruhi tindakan yang lain. Solusinya adalah harus ada alat yang dapat
mengukur tingkat rasa nyeri. Menganjurkan klien istirahat dengan posisi semi
fowler. Kekuatan dari implementasi ini adalah klien mau beristirahat dengan posisi
setengah duduk, sedangkan kelemahan dari tindakan ini adalah klien merasakan
nyeri saat bergerak. Solusinya saat merubah posisi dari posisi tidur ke setengah
duduk harus berhati-hati dan memperhatikan respon dari wajah klien. Dorong
ambulasi dini (duduk). Kekuatan dari implementasi ini adalah klien mau untuk
duduk, sedangkan kelemahan dari tindakan ini adalah kelurarga klien melarang
klien untuk duduk karena belum sembuh. Solusi untuk intervensi ini adalah
memberikan pengetahuan kepada keluarga klien bahwa pergerakan secara
perlahan lahan akan mempercepat penyembuhan dan fungsi organ. Memberikan
terapi injeksi ketorolac 30 mg, kekuatan dari implementasi ini adalah klien
bersedia saat diberikan injeksi, sedangkan kelemahan dari tindakan ini pada saat
memberiakan injeksi tidak menggunakan prosedur pemberian obat yang lengkap
dan benar. Solusinya untuk tindakn ini adalah pada saat pemberian obat harus
dijelaskan efek samping dan kegunaan dari obat tersebut (Doengoes, 2000, h.
511).
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi
apendiktomi. Kemudian penulis melakukan implementasi pada tanggal 26 Juni
sampai 28 Juni 2018 sebagai berikut: mengkaji respon terhadap aktivitas.
Kekuatan tindakan ini klien mengatakn sejujurnya sejauh mana tingkat
kemandirian klien pada saakt melakukan sesuatu atau aktivitas, sedangkan
kelemahan tindakan ini klien kadang memaksakan diri untuk melakukan aktivitas
yang dapat memperberat nyeri. Solusinya untuk tindakan ini adalah memberika
33
penjelasan tentang aktivitas yang bisa dilakukan klien. Mendorong klien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap. Kekuatan klien mencoba berjalan ke kamar
mandi. Kelemahan tindakan ini adalah dengan adanya nyeri yang masih dirasakan
klien dapat membuat keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Solusi tindakan ini
sebaiknya klien berlatih aktivitas setelah minum obat anti nyeri. Menganjurkan
klien untuk melakukan penghematan energi. Kekuatan dari implementasi ini
adalah klien beristirahat saat merasa lelah, sedangakan kelemahan dari tindakan
ini lingkungan berisik, solusi untuk tindakan ini sebaiknya saat waktu istirahat
klien pengunjung sebaiknya dibatasi agar tidak terlalu berisik.
4.5 Evaluasi
Kemudian berdasarkan implementasi di atas, penulis melakukan evaluasi
untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah pada terakhir pada
tanggal 28 Juni 2018 sebagai berikut: masalah nyeri akut berhubungan dengan
insisi bedah belum teratasi sebagian dengan data klien mengatakan nyeri skala 2
terasa teriris pada bagian perut saat bergerak, klien terlihat sudah rileks dan
mampu berjalan mandiri ke kamar mandi, lanjutkan intervensi dengan kaji ulang
nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk memberikan analgesic sesuai indikasi.
Kekuatan yang dimiliki adalah klien mau mengikuti instruksi perawat saat dibantu
perawat dalam memberikan klien posisi yang nyaman semi fowler, sedangkan
kelemahannya adalah klien saat mengubah ke posisi semi fowler terkadang klien
masih merasakan nyeri.
Kemudian untuk diagnosa yang kedua hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat operasi
apendiktomi, penulis melakukan evaluasi pada tanggal 28 Juni 2018 sebagai
berikut: masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi teratasi dengan data klien
mengatakan sudah bisa beraktivitas mandiri dan klien mengatakan berlatih
kekamar mandi, klien tampak rileks dan mampu duduk sendiri klien terlihat ke
kamar mandi tanpa bantuan, pertahankan kondisi. Kekuatan yang dimiliki klien
adalah mampu mematuhi intruksi pada saat dilakukan tindakan keperawatan.
Klien merasa senang saat berlatih untuk duduk dan berjalan kekamar mandi
34
karena dapat mengurangi stres, sedangkan kelemahannya adalah saat dilakukan
latihan aktivitas secara bertahap, klien masih merasakan nyeri sehingga
mengganggu aktivitas.
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada saat melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan perawatan
lanjutan post operasi apendiktomi di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum
Sembiring Deli Tua, penulis menggunakan tahap-tahap proses keperawatan yang
antara lain : pengkajian, pola fungsional Gordon, pemeriksaan fisik, analisa data,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 06 September 2022 pukul 10.00
WIB didapatkan diagnosa keperawatan pada Ny.Y, yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
Dengan didukung data subjektif: klien mengatakan nyeri pada luka operasi
seperti di remas-remas dan berdenyut skala 6 dan nyeri dirasaakan saat bergerak
dibagian perut. Data objektifnya: klien terlihat meringis menahan nyeri dan ada
luka bekas operasi di bagian perut. Penulis melakukan implementasi dari tanggal
06 September sampai 08 September 2022 dengan evaluasi masalah teratasi
sebagian dengan data klien mengatakan nyeri skala 2 terasa teriris pada bagian
perut saat bergerak, klien terlihat sudah rileks dan mampu berjalan mandiri ke
kamar mandi, lanjutkan intervensi dengan kaji ulang nyeri, kolaborasi dengan
dokter untuk memberikan analgesic sesuai indikasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi.
Dengan didukung data subjektif: klien mengatakan untuk beraktifitas sulit C
terasa sakit dan lemas sehingga semua aktivitas dibantu temannya. Data
objektifnya: klien terlihat lemas, tekanan darah; 110/80 mm/hg, nadi; 80x/m, suhu;
380C , pernapasan; 19x/m. Penulis melakukan implementasi pada tanggal tanggal
06 September sampai 08 September 2022 dengan evaluasi masalah teratasi dengan
data klien mengatakan sudah bisa beraktivitas mandiri dan klien mengatakan
berlatih kekamar mandi, klien tampak rileks dan mampu duduk sendiri klien
terlihat ke kamar mandi tanpa bantuan.
36
5.2 Saran
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien post operasi apendiktomi,
hendaknya dilakukan pengkajian secara lengkap dan menyeluruh. Penetapan
diagnosa keperawatan harus berdasarkan pada data dan keluhan yang
dikeluhkan pasien. Perencanaan keperawatan dilakukan dengan
mempertahankan konsep dan teori yang ada. Implementasi keperawatan harus
sesuai dengan perencanaan dengan memperhatikan kondisi pasien dan
kemampuan keluarga. Dan evaluasi yang dilakukan harus sesuai dengan
waktu yang sudah ditentukan.
2. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hendaknya menggunakan
pendekatan proses keperawatan secara komprehensif dengan melibatkan
peran serta aktif keluarga sebagai asuhan keperawatan sehingga tercapai sesuai
tujuan.
3. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga dengan
memberikan penyuluhan tentang perawatan pasien post operasi apendiktomi
di rumah sebelum pasien pulang.
37
DAFTAR PUSTAKA
38