Anda di halaman 1dari 9

TIPS MEMILIH PESANTREN UNTUK ANAK

Oleh : Ali bin Hamid Al-Hinduan, S.H.I*


Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan agama yang sudah ada sejak Indonesia

belum merdeka. Pendidikan pesantren adalah suatu pendidikan agama yang lebih dominan

dan para pelajarnya atau yang kelak disebut santri akan menetap dalam kurun waktu tertentu

didalam pondok pesantren tersebut. Saat masa pandemi Covid 19, pesantren menjadi pilihan

utama kebanyakan orang tua untuk menyekolahkan anaknya disebabkan sistem daring dan

school from home yang membuat anak-anak tidak maksimal dalam belajarnya.

Hanya saja, akhir-akhir ini citra pesantren disorot karena stigma negatif yang beredar

di media. Banyak anak-anak yang harusnya masa depan mereka cerah dan baik karena

menuntut ilmu di pesantren, justru ternodai oleh ustat bahkan pimpinan pesantrennya sendiri.

Baik itu kasus pembulian hingga pencabulan. Hal ini membuat banyak orang tua menjadi

khawatir untuk memondokkan anaknya. Apakah semua pondok pesantren demikian? Tentu

saja tidak. Masih banyak pondok pesantren yang amanah dan bermutu dalam mendidik

peserta didiknya. Lalu bagaimana kita akan memilih pondok pesantren yang layak dan aman

untuk anak kita?

A. Pesantren

Pesantren adalah sebuah lembaga Pendidikan Islam tradisional yang para siswanya

tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan

Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam

kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan

kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat

mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1
Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama,

umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam

kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama

Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam

pesantren tersebut.

Ditinjau dari segi keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar,

pesantren dapat dibagi menjadi dua: pesantren tradisional (salafi) dan pesantren modern

(khalafi). Pesantren salafi bersifat konservatif, sedangkan pesantren khalafi bersifat

adaptif. Adaptasi dilakukan terhadap perubahan dan pengembangan pendidikan yang

merupakan akibat dari tuntutan perkembangan sains dan teknologi modern. Masing-

masing tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Perbedaan pesantren tradisional dengan pesantren modern dapat diidentifikasi dari

perspektif manajerialnya. Pesantren modern telah dikelola secara rapi dan sistematis

dengan mengikuti kaidah-kaidah (qanun) manajerial yang umum. Sementara itu,

pesantren tradisional berjalan secara alami tanpa berupaya mengelola secara efektif.

Ada juga pesantren yang menggunakan sistem kompherensif. Artinya pesantren

tersebut menggunakan sistem salaf dan modern, menggabungkan kedua sistem tersebut

untuk metode pelajaran dan belajar mereka. Hal ini banyak kita temui di Jawa Barat

misalnya, di samping anak-anak mendapatkan pengetahuan agama yang dominan, mereka

juga mendapatkan tambahan pengetahuan umum seperti Sains, Bahasa Asing,

Matematika, dll. Artinya, kita tinggal memilih mana program yang cocok untuk anak kita.

B. Sejarah Pesantren

Sejak zaman pra kemerdekaan pesantren selalu menjadi pendidikan alternatif warga

pribumi dan menjadi motor pergerakan perjuangan dan kemajuan bangsa. Saat Indonesia

dijajah oleh kolonial Belanda di abad ke-16, Belanda masuk ke Indonesia dan mulai

2
mendirikan sekolah di sana. Memasuki tahun 1627, Belanda memperluas pendidikannya

di Pulau Jawa dengan mendirikan beberapa sekolah di Jakarta. Kemudian, memasuki

abad ke-19, Belanda telah mendirikan sejumlah 20 sekolah untuk Indonesia. Hanya saja

pendidikan Belanda hanya memfokuskan peserta didiknya hanya untuk warga Belanda

saja bukan untuk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak warga pribumi yang memilih

sekolah ke pondok pesantren.

Saat itu pesantren sudah menjadi jawaban atas tuntutan zaman dan itu akan terus

berlangsung sampai saat ini. Pesantren era saat ini banyak menghadirkan perubahan

manajemen pendidikan konservatif menjadi pendidikan modern dan relevan.

Menurut sebuah situs pendidikan, pesantren pertama kali di Indonesia adalah

pesantren Sidogiri yang berada di kecamatan Kraton, Pasuruan. Pesantren ini sudah mulai

berdiri pada tahun 1745 Masehi oleh Syekh Sayyid Sulaiman dari Cirebon. Lalu ada juga

pondok pesantren Jamsaren yang berada di Surakarta, didirikan pada tahun 1750 M.

Pesantren ini didirikan atas prakarsa dari Raja Kasunanan Surakarta Pakubuwono IV. Saat

itu, Pakubuwono IV mendatangkan banyak sekali alim ulama ke kota Surakarta termasuk

Kiai Jamsari dari Banyumas. Nama beliau kemudian dijadikan nama pesantren yang

dikelolanya. Dalam waktu yang bersamaan, terdapat juga pesantren Buntet yang berada di

Cirebon. Pesantren ini berdiri pada tahun 1750 M oleh KH. Muqoyyim bin Abdul Hadi.

C. Tipologi Pesantren

Berdasarkan jenisnya, pesantren terbagi menjadi beberapa bagian. Yaitu :

1. Pesantren dikenal karena pemimpinnya, bukan manajemennya.

2. Pesantren dikenal karena manajemennya, bukan pemimpinnya.

3. Pesantren dikenal karena pemimpin manajemen pendidikannya.

Berikut penjelasannya :

3
a. Pesantren dikenal karena pemimpinnya, bukan manajemennya.

Pesantren ini umum kita temui di beberapa tempat kita. Masyarakat banyak yang

memasukkan anaknya ke pondok karena faktor pimpinan pesantrennya atau

mudirnya. Karena sosok pemimpin yang dikenal alim dan kharismatik, sehingga

membuat masyarakat tertarik memasukkan anaknya ke pondok tersebut dengan

harapan agar anaknya bisa menjadi seperti sosok pemimpin/mudirnya, atau karena

kepercayaan masyarakat kepada sosok mudir tersebut. Santri yang belajar

dipondok pesantren sistem ini akan merasa kagum dan hormat dengan sosok kiyai

tersebut. Ini biasanya dikenal dengan sebutan Personal Brand.

b. Pesantren dikenal karena manajemennya, bukan pemimpinnya.

Pesantren seperti ini juga umum kita temui. Pesantren tersebut bukan berarti tidak

memiliki pemimpin atau stakeholdernya. Hanya saja lebih ditonjolkan terhadap

manajemen standar pendidikan yang menjadi nilai jual mutu pesantren tersebut.

Biasanya, pesantren model seperti ini akan menonjolkan beberapa sisi sebagai

berikut :

 Kompetensi kelulusan

 Standar isi

 Proses

 Penilaian pendidikan

 Tenaga kependidikan

 Sarana & prasarana

 Pengelolaan

 Pembiayaan

4
c. Pesantren dikenal karena pemimpin manajemen pendidikannya.

Dari beberapa jenis pesantren di atas, model pesantren yang seperti inilah yang

terbaik. Di samping pesantren dikenal karena Personal Brand nya, pesantren juga

memiliki manajemen pendidikan yang terarah, efisien, dan terukur. Sehingga

menjadi nilai plus tersendiri bagi lembaga pendidikan tersebut. Sebutlah seperti

pesantren Dalwa yang ada di Pasuruan, Salafiyah, Sidogiri, dll.

D. Memilih Pesantren

Setelah mengenal beberapa tipologi pesantren di atas, maka kita sudah mendapatkan

gambaran “Pesantren apakah yang bagus?”. Jika kita ingin memasukkan anak ke pesantren

karena model pertama yaitu pesantren dikenal karena pemimpinnya, maka harus ada

beberapa komponen yang perlu kita perhatikan. Kita harus kenal siapa sosok kiyai/mudir

tersebut. Yang perlu kita perhatikan adalah :

1) Identitas Islam

Pimpinan tersebut kita harus ketahui dahulu identitas dirinya. Seperti apa

madzhabnya, bagaimana tauhidnya, bagaimana tashawwufnya dan pendidikan

kewarganegaraannya walaupun sederhana. Madzhab, berarti kita harus melihat

bagaimana pandangan kiai tersebut tentang Madzhab khususnya yang empat,

Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali. Jangan sampai

kiyai tersebut anti madzhab. Tauhid, kita harus mengetahui bagaimana aqidah

dari pimpinan pesantren tesebut. Dengan beraqidahkan Imam Abu Hasan Asy’ari

atau Imam Abu Manshur Al Maturidi. Tashawwuf, kita harus melihat bagaimana

padangan kiai tersebut dengan tashawwufnya Imam Ghozali atau Imam Abu

Junaid Al Baghdadi. Setelah kita mendapati sosok pemimpin tersebut sesuai

dengan kriteria di atas, maka anak kita sudah belajar dengan sosok yang Aswaja

dan tepat untuk masa depannya.

5
2) Etika

Etika menjadi syarat utama dalam melihat sosok pemimpin yang akan

membimbing anak kita. Syarat di atas tidaklah cukup untuk menjadi rujukan

memondokkan anak ke pesantren. Bagaimana hubungannya kepada Allah SWT

dan kepada manusia. Seorang kiai apabila tidak memiliki hubungan spiritual atau

hubungan yang kuat kepada Allah SWT maka akan memberikan pengaruh yang

kurang signifikan terhadap pengembangan rohani santrinya. Bagaimana

ibadahnya, tirakatnya, ketaqwa-annya, dll. Itu menjadi prioritas dalam menilai kiai

yang akan menjadi sosok pembimbing anak kita.

Bagaimana hubungannya dengan manusia, ketakutannya terhadap lawan jenis bisa

diidentifikasikan dengan perilaku etika kiai tersebut terhadap lawan jenisnya.

Apalagi jika anak kita adalah perempuan, hal ini harus menjadi tolak ukur orang

tua dalam memasukkan anaknya ke pondok pesantren. Jangan sampai terjadi

seperti berita negatif yang akhir-akhir ini sering diberitakan diberbagai media

massa.

Utamakan pesantren yang memisahkan asrama putra dan putri, dan yang mengajar

putra adalah sosok ustad lelaki, dan yang mengajar putri adalah sosok ustadzah

perempuan atau ustad yang sudah berkeluarga. Hal ini menambah nilai sendiri

bagi lembaga pesantren tersebut.

3) Sanad

Hal ini sudah menjadi standar utama dalam melihat sosok kiai tersebut. Kita harus

mengetahui dimana kiai itu dulunya belajar, bagaimana sanad keilmuannya, siapa

guru-gurunya, dan penguasaannya dalam berbagai disiplin ilmu agama. Walaupun

biasanya masyarakat sudah mengetahui background dan identitas kiai tersebut

sebelumnya tanpa perlu observasi misalkan dari ayahnya yang seorang kiai juga,

6
tetapi jika kita memungkinkan untuk melihat kembali dan meninjau latar belakang

kiai tersebut dimana dia belajar? Siapa guru-gurunya? Bagaimana keluasan

ilmunya? Ini akan menambah keyakinan bahwa anak kita berada di guru yang

tepat.

Jika kita memasukkan anak kita ke pesantren yang model kedua, yaitu pesantren yang

dikenal dengan pengelolaan/manajemen pendidikannya bukan karena sosok pemimpinnya.

Maka hal-hal di atas juga perlu dipertimbangkan dengan beberapa tambahan :

1) Bagaimana pengelolaan kelembagaannya?

Pengelolaan di sini yang dimaksudkan adalah keseriusan dan penanganan

pesantren terhadap perkembangan pendidikan santrinya. Berupa dari perencanaan,

pengorganisasian, aplikasi, dan kontrol peserta didik atau santrinya. Hal ini

menunjukkan keseriusan dan bermutu tidaknya lembaga pesantren tersebut.

2) Bagaimana asrama putra dan putrinya, apakah terpisah atau tidak? Jika terpisah

maka pendidikan tersebut memilik perhatian khusus akan hubungan laki-

perempuan di dalam pesantren. Walaupun pesantren yang asrama putra dan

putrinya satu wilayah bukan berarti tidak bagus juga. Hal itu tergantung

bagaimana manajemen pengelolaan pihak pesantrennya.

3) Input-output, sarana prasarana, dan mutu pendidikan

Kebanyakan wali santri yang memondokkan anaknya biasanya akan bertanya

“Bagaimana makannya? Kamar mandinya? Asramanya?” Dan lain-lain. Tapi

jarang bertanya bagaimana kitabnya, pelajarannya, ibadahnya, dll. Ya, banyak

juga wali santri yang tidak faham apa kitab-kitab yang akan dipelajari di pesantren

tersebut tetapi paling tidak wali santri bisa menanyakan hal berikut ini :

 Bagaimana pelajaran agamanya?

7
Jika menjawab, kami mempelajari kitab fiqh Imam Syafi’i seperti

Safinantun Naja, Mabadi’ Fiqh, matan Taqrib. Tauhidnya belajar Aqidatul

Awam, Al Hushun Al Hamidiyyah, dan kitab-kitab lain yang beraqidahkan

Imam Asy’ari. Maka ini jawaban yang bagus. Jika tidak, maka Anda harus

pertimbangkan dahulu untuk memasukkan anak Anda ke pesantren

tersebut.

 Bagaimana maulidnya?

Jika menjawab, kami membaca maulid Diba’i, Barzanji, Maulid Simthud

Duror, Adh Dhiyaul Lami’, membaca burdah, dll. Maka pesantren tersebut

aqidahnya benar. Jika jawabannya berbeda atau tidak membaca maulid

dengan mengatakan anti maulid, maulid bid’ah, maka Anda harus mencari

pesantren yang lain yang cocok untuk anak Anda.

 Bagaimana wiridnya?

Pertanyaan ini juga penting untuk dilontarkan. Abuya Prof. Dr. Sayyid

Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani pernah menjelaskan :

‫من ليس له الورد فهو كالقرد‬

Artinya : “Siapa yang tidak memiliki wirid pada dirinya, maka dia seperti

binatang kera.”

Pesantren yang identik dengan agama tentu memiliki ciri khas wirid yang

menjadi pegangan santrinya. Sebutlah misalkan Ratib Haddad, Ratib

Attas, Wirdhul Lathif, doa’ Fajar, Hizib, Al Ma’tsurat, dll. Pesantren yang

memiliki wirid seperti yang disebutkan maka pesantren itu bisa dikatakan

cocok untuk anak kita, tetapi jika kebalikannya maka dikhawatirkan

pesantren tersebut bukan termasuk kategori yang kita inginkan untuk

pendidikan anak kita.

8
Tiga pertanyaan di atas, sudah bisa mewakili cocok atau tidaknya

pesantren yang layak untuk anak kita.

Tidak perlu khawatir akan stigma yang beredar di media terkait

berita negatif tentang pondok. Itu semua adalah oknum yang merusak citra

positif pondok pesantren. Jika kita bisa memperhatikan poin di atas, maka

insya Allah anak-anak kita akan berada di lingkungan pesantren yang

tepat. Jangan malu untuk bertanya kepada tokoh masyarakat setempat

terkait rekomendasi pesantren yang bagus dan relevan untuk ana kita.

Anda perlu observasi beberapa pesantren sekaligus untuk menjadi bahan

pertimbangan dimanakan pesantren yang bagus? Lalu Anda bisa

konklusikan dengan musyawarah kepada tokoh, keluarga, atau melalu

searching media terkait citra dan pesantren yang cocok untuk anak Anda.

Wallahu a’lam bish showab.

*Bogor, Sabtu, 28 Januari 2023. Penulis adalah alumni pesantren Darullughah Wad Da’wah Bangil,

Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai