Anda di halaman 1dari 4

Apakah Anda Pria Dewasa?

Ayah saya adalah anak ketiga, putra pertama, dari 11 bersaudara. Pada waktu itu mitos “banyak anak banyak
rejeki” masih mengakar kuat dan belum ada KB ataupun alat kontrasepsi, jadi orang-orang pada jaman itu
beranak pinak seperti kelinci. Logika orang pada waktu itu sederhana, bagi warga desa yang sebagian besar
adalah petani, memiliki anak banyak akan sangat bermanfaat karena anak-anak mereka bisa menjadi tenaga
kerja murah meriah. Punya banyak anak adalah sebuah trend di kalangan suami-istri di jaman itu.

Masalahnya, kakek saya bukan petani. Beliau membuka usaha toko foto di sebuah kota kecil di Lampung, dan
untuk membiayai  11 anak bukanlah hal yang mudah. Solusi yang dilakukan para orang tua pada jaman itu
adalah: anak wanita secepatnya dinikahkan agar lepas dari tanggung jawab finansial orang tua, anak pria pergi
merantau dan hidup mandiri menjalani  kehidupannya sendiri.

Ayah saya mulai merantau dan pergi dari rumahnya sejak usia 17 tahun. Keluar dari pulau Sumatera dan tiba di
pulau Jawa untuk mengadu nasib. Mulai dari kerja membantu saudara, hingga menjadi salesman keliling. Pada
masa itulah beliau bertemu dengan ibu saya, keduanya jatuh cinta, dan menikah. Ayah saya berusia 25 tahun
dan ibu saya 20 tahun ketika menikah. Setahun kemudian, lahirlah saya. Anak pertama yang chubby dan super
imut. Di usianya yang baru 26 tahun, ayah saya sudah menjadi seorang wiraswatawan, suami, dan ayah
sekaligus.

Tapi kisah ayah saya bukan sebuah kisah yang unik. Pada waktu itu hampir semua pria melakukan hal yang
sama. Saya yakin kisah yang mirip juga terjadi dalam keluaga Anda. Bagaimana ayah Anda merantau, keluar
dari rumah, hidup mandiri, dan membentuk keluarga di usia yang relatif masih muda untuk ukuran jaman
sekarang. Itu pula sebabnya ayah saya dan ayah Anda terlihat begitu matang dan penuh pengalaman, seorang
pria dewasa yang seutuhnya.

Apakah Artinya Dewasa?

Seseorang dianggap dewasa secara biologis ketika sudah melewati masa pubertas dan matang secara seksual
yang memungkinkan dia untuk bereproduksi dan memiliki keturunan. Dewasa secara hukum di negara kita
adalah ketika seseorang mencapai usia 17 tahun, di mana dia dianggap sebagi sebuah entitas yang independen,
memiliki KTP, berhak untuk bekerja, untuk menikah, dan untuk ikut serta dalam pemilu. Seseorang juga
biasanya dianggap dewasa ketika sudah menikah, tapi di jaman modern ini, pernikahan adalah sebuah pilihan
dan tidak lagi menjadi sebuah keharusan. 

Tentu saja kita semua mengerti, bahwa kedewasaan bukan hanya soal biologis, legalitas dan pernikahan, tapi
juga tentang kematangan emosional dan karakter seseorang. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang
benar, dan bersikap dalam berinteraksi dengan dunianya serta orang lain.Lalu bagaimana caranya mengukur
kedewasaan emosional seseorang? 

Coba lihat kisah yang terjadi di sekitar kita sekarang. Kedewasaan dalam diri seorang pria sudah menjadi 
sebuah unsur yang sangat teramat langka. Pria dewasa yang matang adalah spesies langka di jaman sekarang,
coba saja tanya pada para wanita bila Anda tidak percaya. Itu sebabnya banyak wanita lebih tertarik pada pria
yang jauh lebih tua, itu sebabnya Anda banyak melihat wanita muda cantik rela menjalin hubungan dengan pria
beristri, karena citra kedewasaan yang terpancar dari mereka. Meskipun pria tersebut belum tentu juga memiliki
kedewasaan emosional, tapi paling tidak, menjalin hubungan dengan pria yang TERLIHAT dewasa terasa lebih
nyaman bagi wanita dibanding dengan pria yang sebaya.

Begitu banyak permasalahan hubungan romansa yang saya dengar, baik itu dari teman, klien konsultasi,
maupun sekedar dengar sana-sini, berakar dari ketidakdewasaan sang pria. Ketidakmampuan sang pria untuk
bertanggung jawab, mengambil keputusan, menerima konsekuensi, dan mengatasi konflik, berujung menjadi
masalah serius yang membawa penderitaan dan kesedihan: hamil di luar nikah, MBA (Married By Accident --
nikah terpaksa karena hamil), aborsi, perceraian, kekerasan dan penganiayaan dalam hubungan, dan
sebagainya.

Kebanyakan pria jaman sekarang adalah bocah-bocah egois kekanakkan, bedanya hanya pada bulu kemaluan
dan jenggot. Pria-pria egois anak mami yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, memiliki emosi yang tidak
stabil, suka ngambek, pencemburu, posesif, ngarep kronis, selalu nurut pada orang tua, dan yang terparah,
bersikap kasar dan memakai kekerasan terhadap wanita untuk mengatasi konflik. Persis seperti seorang bocah
cilik yang suka ngambek dan hobi menjahati anak lain yang lebih lemah daripadanya. Saya melihat ini sebagai
sebuah permasalahan sosial yang serius.

Kenapa bisa jadi begini? Apa yang sebenarnya terjadi? Jawabannya ada pada kisah ayah saya, dan cerita ayah-
ayah Anda semua yang mirip dengan kisah diatas.

Kisah Pria Masa Kini

Pertumbuhan dan kemajuan ekonomi membuat generasi kita tidak perlu lagi mengalami keterpaksaan untuk
hidup mandiri seperti ayah-ayah kita dulu. Begitu lahir, segala sesuatunya sudah tersedia. Makanan, tempat
tinggal, edukasi, dan uang jajan, adalah hal-hal yang langsung kita miliki. Hal-hal yang pada jaman dulu adalah
sebuah kemewahan sudah menjadi hal yang normal dan wajar. Ditambah lagi dengan orang tua kita yang ingin
memastikan anaknya selalu terpelihara tanpa kekurangan suatu apapun, membuat mereka enggan untuk
melepas anaknya untuk hidup mandiri. Tanpa disadari, hal ini membuat pria-pria menjadi anak mami yang
manja.

Dewasa ini kita bisa melihat di sekeliling kita, pria-pria yang bahkan di usia di atas 30 tahun masih tinggal
dengan orang tuanya dan bergantung secara emosional pada orang tuanya. Khususnya, sang ibu tercinta.
Makan masih dimasakin mama, pergi larut malam masih dicariin mama, segala keputusan besar harus dengan
persetujuan mama, masalah pacar pun harus sesuai kriteria yang mama inginkan. Jujur saja, tinggal bersama
orang tua memang nyaman tapi ketika Anda tidak bisa mengurus diri sendiri dan mengambil keputusan sendiri,
Anda tidak akan pernah bisa menjadi seorang pria dewasa seutuhnya.

Satu hal yang harus diingat, kedewasaan yang saya maksud tidak ada hubungannya dengan mandiri secara
finasial. Karena saya melihat begitu banyak pria dengan karir dan bisnis yang sukses tapi memiliki sifat egois
yang kekanakkan bila berhadapan dengan pasangannya dan menjadi bocah tukang ngambek di hadapan orang
tuanya. Seorang bocah ceroboh yang tidak pernah berpikir panjang, karena dia tahu bahwa bila terjadi sesuatu
yang tidak enak, dia tinggal berlindung ke balik ketiak mamanya.

Bagaimana mungkin Anda menjadi pria dewasa yang seutuhnya bila orang tua Anda saja tidak menganggap
Anda dewasa dan selalu melihat Anda sebagai anak kecil yang harus diatur-atur dan dijaga? Coba dipikirkan..

Konflik Anak vs. Orang Tua

Saya TIDAK menganjurkan Anda untuk melawan dan menentang orang tua, jangan sampai salah paham!  Justru
tindakan melawan dan menentang adalah sikap seorang bocah ingusan yang tidak memiliki kendali. Seorang
pria dewasa harus memiliki kapasitas emosional untuk tidak melawan, tetap mencintai orang tuanya, tapi juga
mengerti bahwa yang menjalani hidupnya adalah dirinya sendiri. Saya mengajak Anda untuk mulai bersikap
sebagai pria dewasa yang mampu mengambil keputusan bagi hidup Anda sendiri. 

Orang tua ingin anaknya aman sejahtera dalam kandang, tapi anak ingin terbang bebas dan mengarungi
kehidupan, terciptalah sebuah konflik kepentingan.  Konflik antara anak dan orang tuanya adalah salah satu
konflik utama dalam perkembangan diri seorang manusia, bagaimana cara Anda mengatasi konflik inilah yang
akan menentukan kedewasaan Anda di mata orang tua. 

Bila Anda tidak bisa menyelesaikan konflik dengan orang tua Anda sendiri, bagaimana mungkin Anda bisa
menyelesaikan konflik dengan orang lain dan pasangan Anda? Bila Anda tidak bisa mengkomunikasikan dengan
baik dan membuat orang tua Anda sendiri mengerti tentang keinginan hati Anda, bagaimana mungkin Anda bisa
melakukan hal tersebut pada orang lain dan pasangan Anda? Bila jalan hidup Anda masih ditentukan oleh orang
tua Anda, bagaimana mungkin Anda bisa menjadi pemimpin bagi wanita yang menjadi pasangan Anda? 

Bila Anda sendiri manja dan selalu mencoba menyelesaikan konflik dengan cara marah, ngambek, ataupun cuek
menghindari masalah, bagaimana mungkin Anda bisa mengayomi wanita pasangan Anda yang juga manja dan
tukang ngambek? Wajar saja bila hubungan Anda dengan wanita selama ini selalu penuh dengan konflik yang
tidak terselesaikan, Anda dan pasangan Anda seperti dua bocah egois yang selalu bertengkar dan saling
ngambekan. Putus-nyambung, putus-nyambung seperti koneksi intrenet dengan modem murahan.

Menjadi Pria Dewasa

Menjadi dewasa adalah sebuah proses yang akan terus berlanjut seumur hidup, sebuah proses tiada henti untuk
menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Saya juga tidak bisa mengaku bahwa saya sudah dewasa
sepenuhnya, tapi paling tidak saya bisa memberikan beberapa tips dan acuan untuk membantu Anda:

1. Mandiri secara finansial. Ini adalah langkah pertama menuju kedewasaan. Tidak mungkin Anda bisa
dianggap dewasa oleh siapapun, bila makan dan beli hand-phone saja masih minta pada orang tua.
Miliki pekerjaan yang layak dan hidupi diri Anda sendiri, ini adalah ukuran kedewasaan universal yang
berlaku di seluruh dunia.

2. Bersikaplah sebagai individu yang independen di hadapan orang tua Anda. Ingat, meskipun
mereka adalah sosok yang membesarkan Anda, tapi saat ini posisi Anda dan mereka sama-sama
manusia dewasa dengan harkat dan martabat yang setara. Anda wajib menghormati orang tua Anda,
sebagaimana orang tua Anda juga wajib menghargai Anda sebagai individu yang dewasa. Bicarakan
segala konflik dengan baik-baik, Anda tidak perlu menentang tapi Anda juga tidak harus menuruti
segala keinginan mereka. Tentukan batasan yang jelas tentang apa yang bisa mereka atur dalam hidup
Anda, dan apa yang menjadi hak asasi Anda.

3. Berpikir panjang dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan segala resiko. Ada


begitu banyak masalah dalam hidup Anda yang bisa dihindari dan tidak perlu dialami, bila Anda mau
sedikit saja berpikir dan melihat segala resiko yang ada. Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan.
Sebagai pria dewasa, sudah seharusnya Anda memiliki kemampuan untuk menganalisa setiap
permasalahan dengan logis dan mengambil keputusan yang terbaik, terutama bagi diri Anda sendiri,
dan juga bagi orang lain di sekitar Anda. Penyesalan terjadi akibat kelalaian seseorang
mempertimbangkan resiko ketika mengambil keputusan, dan ketika penyesalan datang, segala
sesuatunya sudah terlambat.

4. Terima segala konsekuensi dan jangan menyalahkan orang lain. Meskipun sudah berpikir matang 
dalam mengambil keputusan, tapi terkadang hal-hal tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan
dan Anda harus mengalami pengalaman yang pahit dan tidak enak. Tapi sebagai pria dewasa, tugas
Anda adalah untuk menerima semua itu dengan lapang dada dan tidak menyalahkan siapapun, ingat
semuanya adalah hasil keputusan Anda. Jadikan itu sebagai pelajaran berharga.

5. Kendalikan diri dan emosi dalam menghadapi konflik. Hanya bocah ingusan yang selalu mengikuti
emosinya dan tidak bisa mengendalikan dirinya, tapi Anda sudah bukan bocah lagi sekarang, jadi
belajarlah mengendalikan diri dan emosi Anda. Memang tidak bisa instan, karena pengendalian diri
adalah sebuah skill yang hanya bisa dikuasai lewat proses latihan yang panjang. Buang kebiasaan
memaki dan berkata-kata kasar, dan ganti dengan kebiasaan mengekspresikan pikiran lewat
komunikasi baik-baik.

6. Hormati dan hargai setiap orang sebagai sesama manusia. Sebagaimana Anda berhak untuk
diperlakukan dengan baik selayaknya seorang manusia, maka Anda juga wajib untuk memperlakukan
orang lain dengan baik dan menghargai hak individunya. Sebagai anggota masyarakat, Anda harus
mengerti  norma-norma sosial yang berlaku dan bersikap sesuai norma-norma tersebut ketika
berinteraksi dengan setiap orang. Hargai dan terima perbedaan, karena Anda hidup dalam dunia yang
terdiri dari beragam jenis orang.

Ketika Anda terbiasa melakukan hal-hal diatas, maka tidak akan sulit bagi Anda untuk menerapkannya dalam
konteks hubungan romansa dengan pasangan Anda. Hubungan Anda akan menjadi lebih sehat, saling
menghargai, lebih memuaskan, dan Anda pun akan merasa lebih bahagia. Ketika Anda bahagia, pasangan Anda
pun akan bahagia. Bukankah itu yang Anda inginkan?

Tinggalkan sang bocah dalam diri Anda, dan berdirilah sebagai pria dewasa

Anda mungkin juga menyukai