Anda di halaman 1dari 3

Name : I Nyoman Ary Wirya Candra

NIM : 1812021190

Class : 4C

Critical Review

The title of the article is EFL Motivation in Primary Education: A Case Study in Seoul’s
Gangnam District by Colin Walker. The article has been published by Korea TESOL Journal
in 2017. Dalam tulisan ini, penulis akan melakukan Critical Review pada artikel artikel itu.
Pada Bagian introduction di jelaskan bahwa dalam penelitianya di daerah distrik Gangnam
Seoul terdapat kesenjangan kemampuan berbahasa inggris antara siswa yang kaya dan siswa
kurang mampu dalam hal ekonomi. Siswa dari blok kaya menghadiri program sekolah
menengah mahal di akademi swasta yang di sebut hagwons. Biasanya siswa beberapa yang
mempunyai taraf ekonumi yang lebih tinggi sudah pernah tinggal di luar negeri yang mana
itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa inggris mereka. Therefore, kesenjangan ini
membuat siswa yang mempunyai ekonomi rendah merasa tidak percaya diri akan
kemampuan bahasa inggris mereka. Menurut saya case seperti ini sudah biasa terjadi di
kehidupan sehari hari seperti yang saya tahu bahwa kebanyakan orang merasa minder jika di
sandingkan dengan taraf ekonomi mereka, yang mana ini dapat membuat motivasi untuk
bersaing dengan siswa yang mempunyai ekonomi yang lebih tinggi. Kemudia pada bagian
introduction di jelskan bahwa Gangnam Office of Education memperkerjakan Native
English instructor (NEI). Pertanyaan saya adalah mengapa Gangnam Office of Education
memperkerjakan NEI ?, Apakah NEI mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
bahasa inggris. Meskipun di bagian introduction tidak di jelaskan dengan pasti apa fungsi
NEI, tapi menurut saya itu keputusan yang bagus untuk belajar bahasa inggris dengan
penutur asli bahasa inggris. Dalam upaya untuk mengatasi kesenjangan ini dalam literatur,
penelitian ini diambil dari wawancara, catatan observasi, dan survei siswa untuk menyelidiki
faktor motivasi yang relevan dalam konteks pengaturan sekolah menengah Korea.

Pada bagian metode, ada cara dua cara yang di lakukan peneliti pada study. Pertama,
metode kualitatif, dalam penelitian ini termasuk data wawancara dari siswa, entri jurnal dari
pengamatan kelas, dan foto. Kedua, metode kuantitatif termasuk skor dari sistem hadiah
kelas dan individu yang dicatat pada akhir setiap kelas, dan survei siswa singkat yang selesai
pada akhir semester. Peseta pada penelitian siswa yang berasal dari Korean middle school
yang terdiri dari 68 siswa laki-laki dan 64 siswi atau siswa perempuan, yang mana usia
mereka 14-15 tahun. Di jelaskan bahwa semua siswa pada penelitian ini sudah pernah
belajara bahasa inggris dan 39 siswa di antara mereka sudah sudah pernah tinggal di luar
negeri. Peserta lainnya yaitu Empat guru NEI dan tiga guru lainnya adalah guru Korea yang
mengajar bahasa Inggris di sistem sekolah umum.

Kemudian pada bagian Result and discussion terdapat dua poin penting. Yang pertama,
foktor-faktor sosial-kontekstual membahas yang mana dikatakan bahwa motivasi siswa EFL
pengaruhi oleh masyarakat atau lingkungan sosial. Siswa EFL merasa tidak terbiasa untuk
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris karena bahasa keseharianya mereka
menggunakan bahasa korea untuk berkomunikasi (Forman,2016). Namun dalam penelitian,
sebagian besar siswa (91%) menjawab bahwa mereka termotivsi secara instrumental untuk
belajar bahasa inggris. Berbahasa inggris merupakan aset yang berharga bagi lapisan
masyarakat. Nilai ujian akhir bahasa ingris dapat mempengaruhi siswa untuk masuk ke
sekolah yang mempunya reputasi baik. (Choi, 2018). Saya setuju pada temuan ini faktor
sosial juga mempengaruhi seseorang dalam berbahasa inggris. Susahnya mencari seseorang
untuk di ajak berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris menjadi salah satu
kendala karena masyarakat atau orang di sekitar kita menggunakan local language. Yang
mana itu dapat menurukan motivasi untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris
mereka.

Kemudian pada poin yang kedua adalah Extrinsic Rewards. Ini adalah faktor motivasi
endogen dalam sikap atau aktivitas yang dibuat oleh guru, yang mana bertujuan
meningkatkan motivasi belajar siswa. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa
guru dapat memiliki dampak positif pada motivasi siswa: Mayoritas siswa merespons positif
penghargaan individu kelompok (Stampfest), imbalan kelompok (Horserace), dan
pengiriman pedagogik. Untuk penghargaan individu, hanya di bawah dua pertiga (62%) dari
siswa melaporkan bahwa mereka termotivasi untuk mendapatkan salah satu sertifikat pada
akhir tahun, sedangkan tiga perempat dari siswa (75%) setuju bahwa mereka senang
menerima perangko sebagai pengakuan atas upaya mereka. In my opinion, guru memberikan
rewards pada proses belajar akan membuat siswa menjadi lebih semagat dan termotivasi
dalam mempelajari bahasa inggris itu di karenakan mereka mempunyai tujuan lebih untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pertanyaan saya adalah apakah siswa masih
semangat dalam mengikuti pelajaran bahasa inggris jika meraka tidak mendapatkan
rewards ? Karena bisa saja guru lupa atau tidak bisa memberikan rewards secara terus
menerus.

Yang terakhir pada bagian conclusion secara jelas di jelaskan bahwa tujuan penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi motivasi EFL di sekolah menengah Korea dari perspektif
instruktur bahasa Inggris asli (NEI). Pendapat saya sebagai pembaca pada artikel ini meresa
cukup mudah untuk mengerti apa isi dari artikel ini karena menggunak simple vocabulary
dan hanya terdiri dari 20 page. Kemudian topic yang di bahas pada materi ini juga cukup
metarik karena membahas motivasi siswa dalam belajar bahasa inggris yang di lihat dari
beberapa faktor. Tapi kendala saya pada saat membaca artikel ini yaitu tidah menemukan
research quastion, mungkin itu implisit atau memang tidak ada pada artikel ini.

Anda mungkin juga menyukai