PROSEDUR TETAP
PENEGAKAN HUKUM DAN PENJAGAAN KEAMANAN
DI WILAYAH LAUT YURISDIKSI NASIONAL OLEH TNI AL
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
a. Secara universal Angkatan Laut mengemban tiga peran yaitu peran militer,
peran polisionil dan peran diplomasi yang dilandasi oleh kenyataan bahwa laut
merupakan wahana kegiatan Angkatan Laut. Peran polisionil dilaksanakan dalam
rangka menegakkan hukum di laut, melindungi sumberdaya dan kekayaan laut
nasional, memelihara keamanan di laut serta mendukung pembangunan bangsa.
b. Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut Internasional (United Nations
Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982) telah diratifikasi oleh Indonesia
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 secara yuridis formal memberikan
kewenangan penegakan hukum bagi kapal perang terhadap berbagai bentuk tindak
pidana yang dilakukan di dan atau lewat laut, terutama kejahatan yang bersifat trans
nasional. Di samping itu dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional
juga memberikan kewenangan kepada TNI AL sebagai pelaksana penegakan
hukum dan menjaga keamanan di laut.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup Protap ini meliputi langkah-langkah
penegakan hukum dan penjagaan keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional yang
dilaksanakan oleh KRI/KAL maupun Pangkalan TNI AL, mulai dari tindakan pengejaran,
penangkapan, penyelidikan dan penyidikan, dengan tata urut sebagai berikut:
a. Bab I Pendahuluan.
g. Bab VIIPenutup.
BAB II
KETENTUAN UMUM
4. Pengertian Umum.
a. Penegakan hukum dilaut adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh TNI
AL dalam rangka menegakkan hukum dan menjaga keamanan di laut.
k. Laporan Kejadian adalah laporan yang dibuat oleh Perwira Jaga tentang telah
atau sedang terjadinya suatu tindak pidana dan diserahkan kepada penyidik yang
berwenang.
a. Perairan Pedalaman.
b. Perairan Kepulauan.
c. Laut Teritorial.
d. Zona Tambahan.
e. ZEE.
f. Landas Kontinen.
g. Laut Lepas.
Indonesia sebagai Negara Kepulauan menurut UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 memiliki perairan sebagai berikut:
b. Zona Tambahan.
1) ZEEI adalah suatu area laut di luar dan berdampingan dengan laut
teritorial Indonesia yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal
darimana lebar laut teritorial diukur.
2) Kewenangan:
e. Laut Lepas.
1) Laut lepas adalah semua bagian laut yang tidak termasuk dalam Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE), Laut Teritorial, Perairan Kepulauan atau Perairan
Pedalaman suatu negara.
a) Perompakan/pembajakan.
b) Perdagangan manusia.
c) Penyiaran gelap.
f) Terorisme di laut.
7
BAB III
DASAR KEWENANGAN TNI AL DALAM PENEGAKAN HUKUM
DAN PENJAGAAN KEAMANAN DI WILAYAH LAUT YURISDIKSI NASIONAL
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Dalam pasal
40 ayat (5) “Bahwa penyidikan tindak pidana di lingkungan hidup di perairan Indonesia dan
zona ekonomi eksklusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (lihat pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983).
15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentangPelayaran. Dalam pasal 282 ayat
(1) : “Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik lainnya,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pelayaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Adapun dalam penjelasannya yang
dimaksud dengan “penyidik lainnya” adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan antara lain Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan
dipertegas pada pasal 340 untuk di ZEEI.
16. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dalam Pasal 7
disebutkan “Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di wilayah
Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional”. Dan Pasal 22 disebutkan “Negara Indonesia berhak melakukan
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut di laut bebas serta dasar
laut internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional.
BAB IV
TINDAK PIDANA DI LAUT
9
a. Definisi.
10) Bekerja sebagai nakhoda atau ABK di kapal yang digunakan untuk
pembajak, melanggar pasal 450 atau pasal 451 KUHP.
19. Tindak Pidana Senjata Api dan Bahan Peledak (Undang-Undang Drt. Nomor 12
Tahun 1951).
a. Tindak pidana senjata api dan bahan peledak adalah perbuatan tanpa hak
untuk memasukkan, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan
atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan
dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau bahan peledak.
b. Kualifikasi tindak pidana pengangkutan senjata api dan bahan peledak lewat
laut melanggar pasal 1 Undang-Undang Drt Nomor 12 Tahun 1951 tentang
perubahan STBL 1948 Nomor 17 atau Pasal 13 Undang-Undang Senjata Api Tahun
1939 LN. Nomor 279.
2) Serahkan ke Polri.
11
a. Definisi.
1) Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan
termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
2) Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya
alam hayati yang terdapat di dasar laut dan ruang air ZEEI.
21. Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990).
a. Definisi.
12
1) Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang
hidup di darat maupun di air.
2) Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di
darat, dan/atau di air, dan/atau di udara.
4) Dengan sengaja:
Melanggar pasal 40 ayat (2) jo pasal 21 ayat (2). Jika karena kelalaian
melanggar pasal 40 ayat (4) jo pasal 21 ayat (2).
22. Tindak Pidana Benda Cagar Budaya (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992).
a. Definisi.
a. Definisi.
4) Orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau
pernah diusir/deportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak
sah, melanggar pasal 53.
c. Penyidik dan Dasar Hukum. Polri dan PPNS tertentu bidang keimigrasian
berdasarkan pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.
1) Definisi.
3) Penyidik dan Dasar Hukumnya. Polri atau PPNS tertentu yang diberi
wewenang khusus berdasarkan pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997.
1) Definisi.
a) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
3) Penyidik dan Dasar Hukumnya. Polri atau PPNS tertentu yang diberi
wewenang khusus berdasarkan pasal 65 ayat (1)Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997.
a. Definisi.
a. Definisi.
3) Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang berupa Hasil Hutan Kayu
(HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) selain tumbuhan dan satwa liar
yang dipungut dari hutan negara.
c. Penyidik dan dasar hukum. Polri dan PPNS Kehutanan berdasarkan pasal
77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
a. Definisi.
2) Obyek vital yang strategis adalah tempat, lokasi, atau bangunan yang
mempunyai nilai ekonomis, politik, sosial, budaya dan pertahanan keamanan
yang sangat tinggi termasuk fasilitas internasional.
2) Serahkan ke Polri.
a. Definisi.
3) Setiap orang yang mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 102, pasal 102A, atau pasal 102B (pasal
104).
c. Penyidik dan Dasar Hukum. PPNS tertentu di lingkungan Dirjen Bea dan
Cukai berdasarkan pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995.
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan
merugikan dan/atau membahayakan kelestarian SDA dan/atau
lingkungannya, melanggar pasal 84 ayat (4).
21) Kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memiliki ijin
menangkap ikan, yang selama berada di perairan Indonesia/ZEEI tidak
menyimpan alat tangkap di dalam palkah, melanggar pasal 97 ayat (1).
23) Kapal penangkap ikan berbendera asing yang memiliki ijin tetapi tidak
menyimpan alat tangkap di palkah selama berada di luar daerah
penangkapan yang diijinkan, melanggar pasal 97 ayat (3).
24) Kapal perikanan yang berlayar tanpa Surat Ijin Berlayar, melanggar
pasal 98.
k) Suaka perikanan.
c. Penyidik dan Dasar Hukum. TNI AL, Polri dan PPNS Perikanan berdasarkan
pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004.
a. Definisi.
2) Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan
bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk
dilayari.
pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 338 melanggar pasal 297 ayat (2) jo
pasal 338.
dimaksud dalam pasal 131 ayat (1) melanggar pasal 306 jo pasal 131 ayat
(1).
35) Nakhoda yang sedang berlayar dan mengetahui adanya cuaca buruk
yang membahayakan keselamatan berlayar namun tidak
menyebarluaskannya kepada pihak lain dan/atau instansi Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 132 ayat (3) melanggar pasal 309 jo
pasal 132 ayat (3).
39) Setiap orang dilarang menggunakan peti kemas sebagai bagian dari
alat angkut tanpa memenuhi persyaratan kelaikan peti kemas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 149 ayat (1) melanggar pasal 313 Jo pasal 149 ayat
(1).
40) Setiap orang yang tidak memasang tanda pendaftaran pada kapalyang
telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 ayat (5) melanggar
pasal 314 Jo pasal 158 ayat (5).
42) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan
yang mengakibatkan tidak berfungsinya Sarana Bantu Navigasi-
Pelayarandan fasilitas alur-pelayaran di laut, sungai dan danau serta
Telekomunikasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 174
melanggar pasal 316 ayat (1) Jo pasal 174.
62) Setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi
kecelakaan dalam batas kemampuannya tidak memberikan pertolongan dan
melaporkan kecelakaan kepada Nahkoda dan/atau Anak Buah Kapal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 246 melanggar pasal 331 Jo pasal 246.
63) Setiap orang mengoperasikan kapal atau pesawat udara yang tidak
membantu usaha pencarian dan pertolonganterhadap setiap orang yang
mengalami musibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 258 ayat (2)
melanggar pasal 332 Jo pasal 258 ayat (2).
65) Dalam hal tindak pidana di bidang pelayaran dilakukan oleh suatu
korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan,
penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya melanggar pasal 333 ayat (2).
67) Dalam hal tindak pidana di bidang pelayaran dilakukan oleh suatu
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya melanggar
pasal 335.
69) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat
dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat
dari jabatannyamelanggar pasal 336 ayat (2).
c. Penyidik dan Dasar Hukum. Polri, PPNS dan Penyidik lainnya (TNI AL)
berdasarkan pasal 282 ayat (1) dan penjelasannya.
a. Definisi.
c. Penyidik dan Dasar Hukumnya. TNI AL dan Penyidik lain sesuai Pasal 7 jo
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008.
c. Penyidik dan Dasar Hukum. Polri dan PPNS sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.
BAB V
PROSEDUR PELAKSANAAN PENINDAKAN
1) Data/informasi intelijen.
2) Analisa Daerah Operasi (ADO).
a. Penghentian Kapal.
(2) Optis lampu “KKK” (pada batas cuaca yang dapat dilihat).
1) Melaksanakan pemeriksaan.
(4) Dalam hal buku jurnal kapal tidak ada, agar nahkoda
membuat surat pernyataan tentang tidak adanya buku jurnal
kapal.
Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuattentang telah
terjadi suatu tindak pidana:
1) Di ad hoc.
2) Dikawal.
3) Digandeng/ditunda/ditarik.
37
1) Laporan kejadian.
10) Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi dari KRI/KAL (min. 2 orang).
11) Berita acara pengambilan sumpah/ janji saksi dari KRI/KAL (minimal
dua orang).
12) Berita acara serah terima kapal dan perlengkapannya, Nahkoda dan
ABK, dokumen kapal serta berkas perkara.
2) Pemeriksaan saksi.
3) Pemeriksaan Tersangka.
6) Penahanan tersangka.
BAB VI
PENERIMAAN DAN PENYERAHAN PERKARA
DARI/KEPADA INSTANSI DI LUAR TNI AL
a. Penerimaan tersangka dan barang bukti dari instansi di luar TNI AL dapat
dilakukan apabila tindak pidana yang diduga dilakukan, penyidikannya merupakan
kewenangan penyidik TNI AL.
1) Tindak Pidana dalam TZMKO Stbl. 1939 No. 442, sesuai pasal 13 ayat
(1) TZMKO.
7) Tindak Pidana Pelayaran, sesuai ketentuan pasal 282 ayat (1) dan
penjelasannya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
c. Dalam hal TNI AL menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari
pihak/instansi lain, didahului dengan pembuatan Berita Acara Serah Terima dan
disertai penyerahan:
1) Tersangka.
2) Barang bukti.
1) Tersangka.
2) Barang bukti.
BAB VII
PENUTUP
39. Perlakuan.
40. Penerapan.
b. Dalam penerapannya, prosedur tetap ini akan selalu dikaji dan dievaluasi,
serta bila perlu diadakan perubahan sesuai dengan perkembangan peraturan
perundangan.
48
c. Pada saat berlakunya prosedur tetap ini, apabila terdapat kekeliruan dan/atau
adanya perubahan peraturan perundang-undangan, maka akan direvisi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
TENTANG
PROSEDUR TETAP
PENEGAKAN HUKUM DAN PENJAGAAN KEAMANAN
DI WILAYAH LAUT YURISDIKSI NASIONAL OLEH TNI AL
49
4 Mei 2009