Anda di halaman 1dari 118

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NERACA

TRANSAKSI BERJALAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan

Oleh:

M.RAIHAN RAMADHAN.E

NIM. C1A016078

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : M.Raihan Ramadhan.E

NIM : C1A016078

Jurusan : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi :Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca

Transaksi Berjalan Indonesia

Dengan ini menyatakan:

1. Skrispi ini adalah karya asli penulis, Selama proses penulisan penulis tidak

melakukan kegiatan plagiat atas karya ilmiah orang lain, selama penelitian

yang saya ajukan dalam skripsi ini sesungguhnya ada dan disiapkan dengan

kaedah ilmiah penulisan.

2. Bila dikemudian hari didapat ketidaksesuain sebagaimana pada poin (1) maka

saya siap menerima sanksi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang saya

telah peroleh.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jambi, Juli 2021


Yang membuat Pernyataan

M.Raihan Ramadhan.E
NIM. C1A016078

i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Dengan ini Pembimbing Skripsi dan Ketua Prodi Ekonomi Pembangunan,

menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : M.Raihan Ramadhan.E

NIM : C1A016078

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca

Transaksi Berjalan Indonesia

Telah disetujui dan disahkan sesuai dengan prosedur, ketentuan dan

kelaziman yang berlaku dalam Ujian Komprehensif dan Ujian Skripsi pada

tanggal yang tertera dibawah :

Jambi, Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.H.Syamsurijal Tan, S.E, M.A Dra.Emilia, M.E


NIP.195808131986031005 NIP.195906291988032001

Ketua Program Studi


Ekonomi Pembangunan

Dr. Hj. Etik Umiyati, S.E, M.Si


NIP.19680709 199303 2 002

ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi telah dipertahankan di hadapan panitia penguji komprehensif dan


Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 08 Juli 2021

Jam : 10.00-11.00

Tempat : Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PANITIA PENGUJI

Jabatan Nama Tanda Tangan

Dr. Hj. Siti Hodijah, S.E, M.Si


Ketua

Penguji Utama Chandra Mustika, S.E, M.Si

Sekretaris Nurhayani, S.E.,M.Si

Anggota 1. Prof. Dr. H. Syamsurijal Tan, S.E, M.A

2. Dra. Hj. Emilia, M.E

Disahkan Oleh :

Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Dr. Drs. H. Zulgani, M.P Dr. H.Junaidi, S.E., M.Si


NIP. 196205161987031018 NIP. 19670602199203100

iii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, saya panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada saya, sehingga saya

dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan Indonesia”. Tak lupa pula

penulis haturkan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa umat-Nya menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti

saat ini. Penulisan ini dimaksud untuk memenuhi sebagaian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Program Studi Ekonomi Pembangunan,

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jambi.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan waktu dan keterbatasan

berbagai sarana penunjang yang dimiliki menjadi kendala untuk menyelesaikan

skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya

semua permasalahan dapat penulis lalui, terutama berkat bimbingan dan

masukkan dari pembimbing skripsi saya Bapak Prof.Dr.H.Syamsurijal Tan, S.E,

M.A dan Ibu Dra.Emilia, M.E yang telah memberikan bimbingan, bantuan,

masukan dan arahan serta motivasi sebagai pembimbing sehingga selesainya

skripsi ini. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat

dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Hj. Siti Hodijah, S.E, M.Si. sebagai Ketua penguji yang telah

memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis.

iv
2. Bapak Dearmi Artis, S.E., M.Sc sebagai penguji utama yang telah

memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis.

3. Bapak Nurhayani, S.E.,M.Si sebagai sekretaris penguji yang telah

memberikan bantuan, masukan dan arahan kepada penulis

4. Bapak Dr. Muhammad Syafri, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing

akademik selama masa perkuliahan.

5. Bapak Dr. H. Junaidi SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

dan segenap bapak ibu dosen serta pengelola Jurusan Ekonomi Pembangunan

Universitas Jambi

6. Ibu Dr. Hj. Etik Umiyati, SE, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan yang telah membantu dalam hal persetujuan administrasi yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

7. Rekan-rekan seperjuangan Ekonomi Pembangunan Angkatan 2016 terutama

kelas H, PPG, dan GGC yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

selama mengikuti perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

8. Seluruh dosen beserta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Jambi yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah

memberikan kasih sayang, dorongan doa, nasihat, serta motivasinya selama

penulis menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi

sehingga penulis dapat menyelesaikan Pendidikan.

v
Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari berbagai

kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk

pengembangan Ilmu Ekonomi Pembangunan dan dapat digunakan sebagai

referensi untuk penelitian selanjutnya, serta dapat digunakan sebagai acuan oleh

pemerintah dalam mengambil kebijakan yang bersangkutan dengan judul skripsi

ini.

Jambi, 08 Juli 2021

M.Raihan Ramadhan.E

vi
ABSTRAK

Tujuan utama dari penelitian ini adalah: Pertama, mengetahui dan menganalisis
perkembangan nilai tukar rupiah, produk domestik bruto, inflasi, suku bunga dan
neraca transaksi berjalan. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
nilai tukar rupiah, produk domestik bruto, inflasi, suku bunga terhadap neraca
transaksi berjalan. Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini
adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi
linear berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil
penelitian ini bahwa perkembangan neraca transaksi berjalan mengalami fluktuasi
setiap tahunnya dan cenderung terjadi defisit, nilai tukar mengalami fluktuasi
setiap tahunnya dan cenderung terdepresiasi, serta untuk produk domestik bruto
mengalami peningkatan setiap tahunnya, inflasi mengalami fluktuasi setiap
tahunnya dan suku bunga mengalami inflasi setiap tahunnya. Adapun hasil dari
regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, produk domestik
bruto, inflasi berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan,
sedangkan variabel suku bunga tidak signifikan terhadap neraca transaksi
berjalan.
Kata Kunci: neraca transaksi berjalan, nilai tukar rupiah, produk domestik bruto,
inflasi dan suku bunga.

vii
ABSTRACT

The main objectives of this study are: First, to identify and analyze the
development of the rupiah exchange rate, gross domestic product, inflation,
interest rates and the current account balance. Second, to determine and analyze
the effect of the rupiah exchange rate, gross domestic product, inflation, interest
rates on the current account balance. The method used to analyze this research is
descriptive quantitative. This study uses multiple linear regression analysis based
on Ordinary Least Square (OLS). Based on the results of this study that the
development of the current account balance fluctuates every year and tends to be
deficit, the exchange rate fluctuates every year and tends to depreciate, and for
gross domestic product has increased every year, inflation fluctuates every year
and interest rates experience inflation every year. The results of the multiple
linear regression indicate that the rupiah exchange rate, gross domestic product,
inflation have a significant effect on the current account, while the interest rate
variable is not significant to the current account.
Keywords: current account balance, rupiah exchange rate, gross domestic
product, inflation and interest rates.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACK ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
2.1 Landasan Teori .........................................................................................9
2.1.1 Neraca Pembayaran ........................................................................9
2.1.2 Neraca Transaksi Berjalan ............................................................12
2.1.3 Nilai Tukar....................................................................................14
2.1.4 Produk Domestik Bruto ................................................................19
2.1.5 Inflasi ............................................................................................23
2.1.6 Suku Bunga ..................................................................................26
2.2 Hubungan Antar Variabel .......................................................................28
2.3 Penelitian Terdahulu ...............................................................................30
2.3 Kerangka Pemikiran ...............................................................................34
2.4 Hipotesis .................................................................................................37
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................38
3.1 Jenis Data dan Sumber Data ...................................................................38
3.1.1 Jenis Data ......................................................................................38
3.1.2 Sumber Data .................................................................................38
3.2 Metode Analisis Data .............................................................................39
3.2.1 Analisis Deskriptif ........................................................................39
3.2.2 Analisis Kuantitatif .......................................................................39
3.3 Alat Analisis Data ...................................................................................39
3.3.1 Analisis Deskriptif ........................................................................39
3.3.2 Analisis Kuantitatif .......................................................................40
3.3.3 Uji Asumsi Klasik .........................................................................41
3.4 Pengujian Hipotesis ................................................................................42
3.4.1 Uji-F ..............................................................................................42
3.4.2 Uji-t ...............................................................................................43

ix
2
3.4.3 Koefisien Determinasi (R )...........................................................44
3.5 Operasional Variabel ..............................................................................44
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ..................................59
4.1 Struktur Umum Indonesia.......................................................................59
4.2 Neraca Pembayaran ................................................................................59
4,3 Ekspor Indonesia ....................................................................................63
4.4 Impor Indonesia ......................................................................................66
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................67
5.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan, Nilai Tukar, Produk
Domestik Bruto, Inflasi dan Suku Bunga ..............................................67
5.1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia ..................69
5.1.2 Perkembangan Nilai Tukar ...........................................................75
5.1.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto .......................................79
5.1.4 Perkembangan Inflasi ...................................................................88
5.1.5 Perkembangan Suku Bunga ..........................................................62
5.2 Pengaruh Nilai Tukar, Produk Dometik Bruto, Inflasi dan Suku Bunga
Terhadap Neraca Transaksi Berjalan ......................................................95
5.3 Pengujian Hipotesis ................................................................................96
5.3.1 Uji F ..............................................................................................96
5.3.2 Uji t ...............................................................................................96
5.3.3 Koefisien Determinasi (R2) ...........................................................98
5.4 Pengujian Asumsi Klasik ........................................................................98
5.4.1 Uji Normalitas ..............................................................................98
5.4.2 Uji Multikolinearitas .....................................................................99
5.4.3 Uji Heteroskedastisitas................................................................100
5.4.4 Uji Autokorelasi ..........................................................................101
5.5 Analisis Ekonomi ..................................................................................102
5.6 Implikasi Kebijakan ..............................................................................104
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................106
6.1 Kesimpulan ...........................................................................................106
6.2 Saran .....................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................108
LAMPIRAN ........................................................................................................111

x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia ............................47
Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar ....................................................................53
Tabel 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto .................................................58
Tabel 4.4 Perkembangan Inflasi .............................................................................65
Tabel 4.5 Perkembangan Suku Bunga ...................................................................70
Tabel 5.1 Hasil Estimasi Regresi ...........................................................................72
Tabel 5.2 Uji Multikoliearitas ................................................................................77
Tabel 5.2 Uji Heteroskedastisitas...........................................................................78
Tabel 5.4 Uji Autokorelasi .....................................................................................78
Tabel 5.6 Uji t ........................................................................................................74

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ...........................................................................37
Gambar 5.1 Uji Normalitas ....................................................................................76

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Olahan ........................................................................................88

Lampiran 2 Hasil Regresi ......................................................................................89

Lampiran 3 Hasil Uji Multikolinearitas .................................................................90

Lampiran 4 Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................91

Lampiran 5 Hasil Uji Autokorelasi ........................................................................92

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ...........................................................................93

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

perekonomian ke arah perekonomian terbuka antar negara. Perekonomian terbuka

disini mengacu pada perdagangan internasional. Secara sederhana kegiatan

perdagangan internasional yaitu ekspor yang merupakan kegiatan menjual barang

atau jasa ke luar negeri dan impor yang merupakan kegiatan membeli barang atau

jasa dari luar negeri. Kegiatan perdagangan internasional ini terjadi antara dua

negara atau lebih dengan landasan akan saling menguntungkan satu sama lain.

Dimana salah satu pihak mendapatkan keuntungan berupa uang atau pendapatan,

sementara pihak lain menerima barang atau jasa yang dibutuhkan dalam

negerinya.

Dengan adanya keterbukaan perekonomian negara, kondisi dan

kecenderungan umum perekonomian dunia dapat dipastikan akan berimbas

kepada perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Keterbukaan

perdagangan dapat membawa pengaruh yang positif maupun negatif terhadap

perekonomian suatu negara. Pada saat perekonomian dunia mengalami kelesuan

maka perdagangan antar negara akan mengalami kelesuan juga, tidak terkecuali

Indonesia.

Dalam perdagangan internasional transaksi-transaksi kegiatan perdagangan

internasional negara-negara di dunia tersebut dicatat dalam neraca pembayaran

internasional (Balance of Payments). Neraca Pembayaran adalah catatan yang

14
sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara itu

dengan negara lain dalam jangka waktu tertentu (Nopirin, 2010).

Salah satu komponen di dalam neraca pembayaran adalah neraca transaksi

berjalan. Neraca transaksi berjalan terdiri dari empat komponen, yaitu neraca

perdagangan barang, neraca perdagangan jasa, neraca pendapatan, dan neraca

transfer. Defisit atau surplus neraca transaksi berjalan sangat ditentukan oleh

kondisi defisit atau surplus dalam empat neraca tersebut (Adiningsih, 2008).

Neraca transaksi berjalan merupakan salah satu indikator penting dalam

menunjukkan performa makroekonomi suatu negara dari sisi eksternal, yang juga

merupakan cerminan dari perekonomian internal, seperti ekspor dan impor di

sektor riil serta penerimaan dan pengeluaran di sektor fiskal (pemerintah). Apabila

jumlah impor suatu negara melebihi jumlah ekspornya maka negara itu dikatakan

mengalami defisit neraca transaksi berjalan sebaliknya apabila suatu negara

mengalami surplus neraca transaksi berjalan apabila jumlah ekspor lebih besar

dari pada jumlah impornya.

Transaksi berjalan begitu penting artinya bagi suatu negara karena

transaksi berjalan menggambarkan situasi atau keadaan perekonomian di suatu

negara. selain itu juga defisitnya transaksi berjalan dapat mengakibatkan krisis

negara yang bersangkutan. maka dari itu sangatlah penting bagi pemerintah untuk

memperhatikan perkembangan transaksi berjalan dan faktor-faktor ekonomi yang

mempengaruhinya.

15
Grafik 1.1 Grafik Neraca Transaksi Berjalan Tahun 2015-2019 (Juta USD)
Neraca Transaksi Berjalan 2015-2019
0
2015 2016 2017 2018 2019
-5.000
-10.000
Juta Dollar

-15.000
-20.000
-25.000
-30.000
-35.000

Sumber: Bank Indonesia (data diolah 2020).

Dalam beberapa tahun terakhir neraca transaksi berjalan Indonesia

mengalami defisit. Dilihat dari grafik diatas bahwa pada tahun 2015 defisit neraca

transaksi berjalan sebesar -17.519 juta USD kemudian pada tahun 2016 neraca

transaksi berjalan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar

-16.952 juta USD dilanjutkan pada tahun berikutnya kinerja neraca transaksi

berjalan terus membaik terbukti pada tahun 2017 neraca transksi berjalan

peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi -16.196 juta USD. Namun, pada

tahun 2018 kinerja neraca transaksi berjalan mengalami penurunan yang sangat

tajam dari tahun 2017 menjadi sebesar -30.633 juta USD, kemudian pada tahun

2019 sedikit membaik menjadi sebesar -30.376 juta USD.

Fluktuasi yang terjadi pada neraca transaksi berjalan tentunya tidak hanya

disebabkan oleh kinerja ekspor dan impor saja, tetapi banyak faktor yang

mempengaruhi neraca transaksi berjalan, salah satunya adalah faktor makro

ekonomi. Semakin baik dan stabil kondisi makro ekonomi maka diharapkan

16
neraca transaksi berjalan akan semakin surplus yang juga pada akhirnya akan

mempengaruhi neraca pembayaran suatu negara.

Adapun faktor yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan adalah nilai

tukar. Nilai tukar yang merupakan alat transaksi yang digunakan dalam transaksi

perdagangan internasional, nilai tukar dapat memberi dampak pada neraca

transaksi berjalan ketika mengalami apresiasi maupun depresiasi. Secara teori jika

kurs mengalami apresiasi maka ekspor negara tersebut akan mengalami

penurunan dan meningkatkan impor yang nantinya akan menyebabkan defisit

transaksi berjalan karena harga relatif yang semakin murah. Jika kurs terdepresiasi

maka harga relatif akan semakin mahal. Hal tersebut menyebakan menurunnya

impor dan pada giliran berikutnya akan meningkatkan ekspor.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia nilai tukar rupiah terhadap dollar

amaerika mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Dimana nilai tukar rupiah terhadap

USD pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 12.440. Kemudian pada tahun 2015 nilai

tukar rupiah terhadap USD mengalami depresiasi sebesar Rp 13.795. Dan pada

tahun 2016 nilai tukar rupiah kembali menguat dari tahun sebelumnya menjadi Rp

13.436. Pada tahun 2017 nilai tukar rupiah kembali mengalami depresiasi sebesar

Rp 13.795. Dan pada tahun 2018 nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin

melemah menjadi Rp 14.481. selanjutnya pada tahun 2019 nilai tukar rupiah

mengalami apersiasi sebesar Rp 13.901.

Selain itu, perubahan nilai tukar dapat merubah harga relatif produk

menjadi lebih mahal atau murah secara relatif terhadap produk negara lain

sehingga nilai tukar terkadang digunakan alat untuk meningkatkan daya saing

17
(mendorong ekspor). Perubahan posisi ekspor inilah yang kemudian berguna

untuk memperbaiki posisi neraca transaksi berjalan

Pertumbuhan produk domestik bruto merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi transaksi berjalan. Pertumbuhan produk domestik bruto

menggambarkan perekonomian suatu negara, sehat atau tidaknya perekonomian

suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan produk domestik bruto-nya.

pertumbuhan PDB Indonesia mengalami kenaikan meskipun tidak cukup

besar setiap tahunnya. Pada tahun 2015 PDB Indonesia senilai 988.129 Juta USD,

selanjutnya pada tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi 1.037.862 Juta USD.

Kemudian di tahun 2017 terjadi kenaikan menjadi 1.090.479 Juta USD. Pada

tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 1.146.854 Juta USD dan pada tahun

2019 menjadi 1.204.480 Juta USD.

Pertumbuhan PDB mempunyai pengaruh yang negatif maupun positif

terhadap kondisi saldo transaksi berjalan. Apabila semakin meningkatnya

pertumbuhan PDB akan meningkatkan ekspor suatu negara yang mana dapat

menyebabkan keseimbangan pada neraca transaksi berjalan. Kemudian

pertumbuhan PDB bisa menjadi indikasi baik atau tidaknya daya beli suatu

masyarakat. Bila masyarakat mempunyai daya beli yang meningkat maka

masyarakat cendrung mengkonsumsi, dalam hal ini adalah mengimpor, yang

menyebabkan saldo transaksi berjalan menurun (Madura, 2003).

Faktor lainnya yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan adalah

Inflasi. Inflasi mengukur rata-rata kenaikan tingkat harga barang dan jasa selama

periode tertentu. Menurut Sukirno, Inflasi menyebabkan harga-harga dalam negeri

18
lebih mahal dari harga-harga luar negeri, oleh karena itu inflasi berkecenderungan

menambah impor. Kemudian inflasi juga dapat menyebabkan harga barang ekspor

menjadi lebih mahal sehingga akan menyebabkan mengurangi ekspor, hal

tersebutlah yang dapat menyebabkan neraca transaksi berjalan menjadi defisit.

Berdasarkan data BPS, data inflasi Indonesia cenderung stabil. Pada tahun

2015 inflasi Indonesia sebesar 3,35% kemudian pada tahun 2016 mengalami

penurunan menjadi 3,02%. Namun pada tahun 2017 mengalami peningkatan

sebesar 3,61% dan selanjutnya pada tahun 2018 kembali mengalami penurunan

menjadi 3,13% dan pada tahun 2019 mengalami penurunan Kembali menjadi

2,72%.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan adalah

suku bunga. Peran Bank Indonesia dalam kebijakan moneter juga semakin penting

sejak tahun 2005 menetapkan suku bunga acuan. Kenaikan tingkat suku bunga

acuan ini diharapkan diikuti oleh kenaikan tingkat suku bunga lainnya. Menurut

Permana (2014) kenaikan suku bunga acuan ini diharapkan mampu menciptakan

stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran yang sehat. Naiknya suku bunga

acuan akan memicu naiknya suku bunga di dalam negeri yang diharapkan mampu

menahan capital outflow dan menarik capital inflow yang pada akhirnya akan

memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan dan menguatkan nilai tukar rupiah.

Menurut Bank Indonesia, suku bunga Indonesia mengalami fluktuatif.

Pada tahun 2015 suku bunga sebesar 7,50% kemudian pada tahun 2016

mengalami penurunan menjadi 4,75% diikuti pada tahun 2017 menurun kembali

19
menjadi 4,25%. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan kembali menjadi 6,00%,

dan pada tahun 2019 suku bunga Indonesia sebesar 5,00%

Kebijakan suku bunga yang mempengaruhi aliran modal nantinya akan

berdampak pada perubahan nilai tukar rupiah. Nilai tukar yang terapresiasi akan

menyebabkan harga ekspor menjadi lebih tinggi dan sebaliknya saat nilai tukar

terdepresiasi maka harga ekspor lebih rendah. Melalui mekanisme demikian suku

bunga dan nilai tukar berfungsi sebagai alat mekanisme penyesuaian neraca

transaksi berjalan yang penting sehingga neraca pembayaran internasional

diharapkan selalu dalam keadaan yang stabil.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, neraca pembayaran khususnya

neraca transaksi berjalan merupakan catatan atau pembukuan yang dijadikan salah

satu tolok ukur perekonomian yang sehat suatu negara. Hal ini menyebabkan

pentingnya untuk menjaga agar neraca transaksi berjalan selalu stabil dan tidak

lupa penting untuk memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhinya,

maka dari itu penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut dalam penelitian

ini yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca

Transaksi Berjalan Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka

penulis merumuskan pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, suku

bunga dan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode 2000-2019.

20
2. Bagaimana pengaruh nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, suku bunga

terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode 2000-2019.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan nilai tukar, produk

domestik bruto, inflasi, suku bunga terhadap neraca transaksi berjalan

Indonesia selama periode 2000-2019.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh nilai tukar, produk domestik

bruto, inflasi, suku bunga terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia selama

periode 2000-2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian

ini mencakup ke dalam dua hal, yaitu:

1. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang neraca

transaksi berjalan dan memgetahui faktor yang mempengaruhinya dan menjadi

pertimbangan bagi mahasiswa yang akan meneliti terkait neraca transaksi berjalan

2. Bagi Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi ilmiah dan acuan

sebagai pengambil keputusan bagi pemerintah yang berhubungan dengan neraca

transaksi berjalan.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai

transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan

penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono,

2002).

Menurut Tan (2010) Neraca Pembayaran (Balance of Payment) merupakan

dokumen sistematis dari semua transaksi ekonomi antara penduduk suatu negara

dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun.

Penduduk disini adalah individu, badan hukum dan pemerintah, individu

dimaksud orang yang bertempat tinggal dan mempunyai mata pencaharian di

negara tersebut. Wisatawan, mahasiswa yang belajar diluar negeri, korp

diplomatik adalah penduduk dari negara yang diwakilinya (negara asalnya).

Demikian pula dengan badan hukum merupakan penduduk dari negara yang

memberi izin usaha badan hukum tersebut, cabang-cabang yang ada di luar negeri

dianggap penduduk luar negeri.

Transaksi yang dicatat dalam neraca pembayaran hanyalah transaksi

ekonomi. Transaksi yang sifatnya hibah dan transaksi militer tidak termasuk ke

dalamnya, karena bantuan tersebut hanyalah merupakan bantuan yang sifatnya

tidak imbal beli.

22
Menurut Tambunan (2001) Neraca Pembayaran atau Balance of Payment

(BOP) adalah catatan sistematis dari semua transaksi ekonomi internasional

(perdagangan, investasi, pinjaman, dan sebagainya) yang terjadi antara penduduk

dalam negeri suatu negara dengan penduduk luar negeri selama jangka waktu

tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya dinyatakan dalam dolar Amerika

Serikat. Oleh karena itu, BOP sangat berguna karena menunjukkan struktur dan

komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional suatu negara.

Lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-

negara donor juga menggunakan BOP sebagai salah satu indikator dalam

mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu negara. Selain itu,

BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara

disamping variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti laju pertumbuhan

PDB, tingkat pendapatan perkapita, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai

tukar mata uang domestik.

Kemudian Kuncoro (2009) menjelaskan masing-masing unsur neraca

pembayaran sebagai berikut :

a. Transaksi berjalan (neraca perdagangan) merupakan bagian dari neraca

pembayaran yang mencatat seluruh transaksi barang dan jasa. Rekening ini terdiri

atas tiga bagian yaitu : (a) neraca perdagangan (balance of trade), yang mencatat

selisih antara ekspor dan impor barang yang diperdagangkan dalam perdagangan

internasional; (b) neraca jasa (services balance), yang mencatat transaksi ekspor

dan impor jasa, termasuk pembayaran bunga dan dividen, pengeluaran militer dan

turis; (c) neraca transfer unilateral (unilateral transfers balance), yang mencatat

23
hibah baik dari perseorangan maupun pemerintah (misalnya bantuan luar negeri

dan bantuan militer). Sumber-sumber dana ditunjukkan oleh tanda positif (kredit),

sedang penggunaan dana ditunjukkan oleh tanda negatif (debit).

b. Transaksi modal (neraca modal) merupakan bagian dari NPI yang

menunjukkan aliran modal finansial, baik yang langsung diperdagangkan

(perubahan portofolio dalam bentuk saham, obligasi dan surat berharga

internasional yang lain) maupun untuk membayar barang dan jasa. Dengan kata

lain,rekening ini mencerminkan perubahan kepemilikan jangka panjang dari suatu

negara (baik berupa investasi asing langsung maupun pembelian surat-surat

berharga dengan jatuh tempo lebih dari satu tahun), dan kekayaan finansial jangka

pendek (surat-surat berharga dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun). Dengan

demikian, transaksi dalam rekening modal diklasifikasikan sebagai : (a) investasi

portofolio (pembelian aset finansial dengan masa jatuh tempo lebih dari satu

tahun); (b) investasi jangka pendek (surat berharga dengan jatuh tempo kurang

dari satu tahun); (c) investasi asing langsung dimana terdapat kontrol manajemen

baik parsial maupun penuh; (d) pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh

pemerintah.

c. Cadangan Devisa merupakan bagian dari NPI yang mencatat hasil bersih

dari cadangan devisa suatu negara dalam yang dimiliki dalam bentuk valuta -

valuta asing.

24
2.1.2 Neraca Transaksi Berjalan

Neraca transaksi berjalan adalah komponen dari neraca pembayaran yang

mencatat neraca perdagangan, jasa, pendapatan atas investasi dan transaksi

utilateral atau pembayaran hibah. Pembayaran hibah ini dapat di berikan pada

individu maupaun pemerintah. Pembayaran bunga dan deviden atas penggunaan

modal asing dicatat di sisi debit begitu pula sebaliknya pendapatan bunga, deviden

serta royalti di catat di sisi kredit atau arus pemasukan.

Transaksi berjalan merupakan semua transaksi barang-barang dan jasa-jasa

atau transaksi ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa antar dua negara.

Transaksi barang-barang (Visible trade) yaitu transaksi yang dapat dilihat dengan

mata, sedangkan transkasi jasa-jasa (Invisible trade) yaitu transaksi meliputi

pelayanan, pendapatan dan investasi, sewa, penjualan jasa-jasa angkutan, dan

asuransi. Jelas bahwa transaksi berjalan mempunyai pengaruh besar terhadap

pendapatan nasional, karena ekspor dan impor merupakan komponen dari

pendapatan nasional (Tan, 2010).

Neraca transaksi berjalan (current account) merupakan laporan yang

berisikan tentang catatan transaksi barang dan jasa suatu negara dengan negara

lain selama periode tertentu (Murni, 2013). Ada empat faktor utama yang

mempengaruhi saldo transaksi berjalan yaitu inflasi, pendapatan nasional, nilai

tukar dan restriksi pemerintah (Madura, 2003)

25
A. Komponen-komponen Neraca Transaksi Berjalan

Menurut Tambunan (2001), neraca transaksi berjalan (current account)

merupakan bagian dari neraca pembayaran yang berisi arus pembayaran jangka

pendek (mencatat transaksi ekspor-impor barang dan jasa), yang meliputi:

a. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan yang merupakan salah satu komponen penting dari

neraca pembayaran mencatat arus barang atau ekspor dan impor yang biasanya

dinyatakan dalam USD ekspor barang dan jasa dicatat di sisi kredit sedangkan

impor barang dan jasa dicatat di sisi debit. Di dalam neraca perdagangan biasanya

dibedakan antara ekspor dan impor primer (pertambangan dan pertanian) dengan

ekspor dan impor non primer dan di Indonesia hal ini di bagi menjadi dua kategori

yaitu ekspor-impor migas dan ekspor-impor non migas. Saldo neraca perdagangan

Indonesia berbeda menurut negara mitra dagangnya, karena struktur atau pola

perdagangan luar negeri Indonesia tidak sama dengan setiap negara. Misalnya,

perdagangan luar negeri Indonesia dengan negara-negara sedang berkembang

lainnya lebih didominasi oleh komoditas-komoditas pertanian dan pertambangan,

sedangkan negara-negara maju lebih banyak dari kategori produk-produk

manufaktur, mulai dari barang konsumsi sederhana, hingga berbagai macam

mesin dan alat-alat transportasi.

b. Neraca Jasa

Neraca jasa mencatat ekspor-impor jasa seperti ongkos pengangkutan

untuk perdagangan, ongkos transportasi lainnya, asuransi, perjalanan luar negeri

dan jasa-jasa lainnya. Neraca jasa di Indonesia selalu menjadi masalah dalam

26
neraca transaksi berjalan karena neraca transaksi jasa saldonya tiap tahun selalu

negatif. Defisit ini disebabkan oleh nilai impor Indonesia dalam transaksi jasa

(migas dan nonmigas) selalu lebih besar daripada nilai ekspornya. Hal ini

menunjukan bahwa sektor jasa di Indonesia, termasuk sektor transportasi,

komunikasi dan asuransi, memang masih relative underdeveloped jika

dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Thailand. Jika

transaksi barang disebut visible trade, maka transaksi jasa disebut invisible trade.

Neraca jasa terdiri dari banyak pos, seperti ongkos pengangkutan untuk

perdagangan dan ongkos transportasi lainnya, asuransi, perjalanan luar negeri,

pengeluaran pemerintah, dan jasa-jasa lainnya

c. Pendapatan Atas Investasi

Pendapatan yang didapat dari investasi langsung maupun investasi

portofolio dan pendapatan ini bisa dalam bentuk bunga, dividen, fee, royalti dan

lain-lain. Pendapatan dicatat di sisi kredit dan pembayaran di sisi debit

d. Transaksi Unilateral

Merupakan transaksi satu arah yang tidak menimbulkan hak maupun

kewajiban secara yuridis bagi si penerima dan juga tidak menimbulkan kewajiban

untuk melakukan pembayaran bagi si pemberi. Termasuk dalam pos ini adalah

pemberian hadiah (gift) dan bantuan (aid).

2.1.3 Nilai Tukar

Menurut Tan (2011), Kurs atau Nilai Tukar mata uang adalah Nilai satu

mata uang relative terhadap mata uang lainnya, misalnya satu Dollar AS diukur

dengan nilai rupiah. Nilai tukar satu mata uang mempengaruhi perekonomian jika

27
nilai tukar mata uang tersebut terapresiasi ataupun tersdepresiasi. Apabila nilai

tukar mata uang rupiah mengalami depresiasi, barang atau jasa luar negeri

menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan barang ataupun jasa, sebaliknya

apabila nilai tukar mata uang rupiah mengalami apresiasi maka barang atau jasa

luar negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang atau jasa. Kurs adalah

harga mata uang suatu Negara terhadap mata uang Negara lain. Kurs dapat

diartikan sebagai jumlah suatu mata uang yang diperlukan untuk membeli satu

satuan mata uang lain. (Haryadi 2013).

Menurut Sukirno (2002), nilai tukar mata uang (kurs) adalah nilai yang

menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat

satu unit mata uang asing. Kurs valuta asing adalah nilai pertukaran dari mata

uang suatu negara terhadap negara lainnya. nilai tukar merupakan salah satu yang

mempengaruhi neraca transaksi berjalan di Indonesia. Apabila nilai tukar rupiah

(kurs) mengalami depresiasi (penurunan nilai mata uang domestik) menyebabkan

harga barang luar negeri naik sehingga cenderung menurunkan impor dengan

begitu neraca transaksi berjalan mengalami surplus.

Nilai tukar atau kurs adalah harga salah satu mata uang terhadap mata uang

lainnya yang ditetapkan yang terjadi dalam hubungan dengan lalu lintas

perdagangan dan moneter antar negara. Terjadinya fluktuasi. Kurs dilatar

belakangi oleh permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan akan valuta

asing (valas) berasal dari pemegang uang dalam negeri yang memerlukan valas

untuk membeli barang dan jasa luar negeri. Penawaran valuta asing berasal dari

28
orang asing atau pihak luar negeri yang hendak membeli barang dan jasa dalam

negeri (ekspor) yang dibayar dalam mata uang dalam negeri.

Perubahan kurs akan secara langsung mengubah harga suatu barang dan

jasa. Perubahan kurs tersebut disebut sebagai depresiasi atau apresiasi. Apabila

mata uang suatu negara mengalami depresiasi, ekspornya bagi pihak luar negeri

menjadi semakin murah, sedangkan impor bagi penduduk negara itu menjadi

semakin mahal. Apresiasi menimbulkan dampak yang sebaliknya yakni harga

produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi semakin mahal, sedangkan harga

impor bagi penduduk domestik langsung menjadi murah.

A. Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar adalah suatu kebijakan atau mekanisme yang digunakan oleh

suatu negara merujuk pada tingkat nilai mata uang saat ditukar dengan mata uang

negara lain. Berdasarkan kebijakan tingkat pengendalian nilai tukar mata uang

yang diterapkan suatu negara, sistem nilai tukar mata uang secara umum dapat

digolongkan menjadi empat kategori, yaitu (Jeff, 2008):

a. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Dalam sistem nilai tukar mata uang tetap, nilai tukar mata uang akan diatur

oleh otoritas moneter untuk selalu konstan atau dapat berfluktuasi namun hanya

dalam suatu batas yang kecil. Dalam hal ini, otoritas moneter memelihara nilai

tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing pada nilai tertentu dengan

cara membeli atau menjual mata uang asing untuk mata uang domestik pada harga

yang tetap.

29
b. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Mengambang Bebas (Free Floating Exchange

Rate System)

Dalam sistem nilai tukar mata uang mengambang bebas, nilai tukar mata

uang ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Berbeda

dengan sistem nilai tukar mata uang tetap, dengan sistem nilai tukar mata uang

mengambang bebas fluktuasi nilai mata uang dibiarkan sehingga nilainya sangat

fleksibel. Dalam sistem ini, otoritas moneter diberikan keleluasaan untuk

menerapkan kebijakan moneter secara independen tanpa harus memelihara nilai

tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing pada nilai tertentu. Dengan

sistem ini, negara akan terhindar dari inflasi terhadap negara lain serta masalah-

masalah ekonomi yang dialami suatu negara tidak akan mudah untuk menyebar ke

negara lain

c. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Mengambang Terkendali (Managed Float

Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar mata uang mengambang terkendali merupakan perpaduan

antara sistem nilai tukar mata uang tetap dan nilai tukar mata uang mengambang

bebas. Dalam sistem ini, nilai tukar mata uang dibiarkan berfluktuasi setiap waktu

tanpa ada batasan nilai yang ditetapkan. Namun demikian, pemerintah sewaktu

waktu dapat melakukan intervensi untuk mencegah nilai tukar mata uang berubah

terlalu jauh.

d. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Terikat (Pegged Exchange Rate System)

30
Dalam sistem nilai tukar mata uang terikat, nilai tukar mata uang domestik

diikatkan atau ditetapkan terhadap satu atau beberapa mata uang asing, biasanya

dengan mata uang asing yang cenderung stabil misalnya dolar Amerika Serikat.

Dengan demikian, nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing

selain dolar Amerika Serikat akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi nilai tukar

dolar Amerika Serikat. Namun demikian, oleh karena nilai tukar dolar Amerika

Serikat yang cenderung stabil, maka nilai tukar mata uang domestik pun

cenderung stabil terhadap mata uang asing lainnya.

Seperti diketahui, variebel ekonomi yang paling sensitif terhadap gejolak,

baik dalam bidang ekonomi maupun non ekonomi, adalah nilai tukar. Melalui

mekanisme langsung maupun tidak langsung fluktuasi nilai tukar akan

berpengaruh kepada variabel ekonomi yang lain, dimana pengaruh tersebut dapat

bersifat positif maupun negatif. Dalam suatu perekonomian, stabilnya nilai tukar

mempunyai dampak positif terhadap variabel ekonomi yang lain. Hal ini berarti

fluktuasi nilai tukar mempunyai peran yang sangat penting dalam stabilisasi

perekonomian secara makro suatu negara.

valuta suatu negara di nilai dari perspektif valuta negara lain memakai

konsep nilai tukar, agar valuta-valuta dapat saling ditukarkan demi mempermudah

transaksi-transaksi internasional. Nilai dari sebagian besar valuta berfluktuasi

sepanjang waktu karena dipengaruhi pasar ( penawaran dan permintaan). Jika nilai

valuta sebuah negara mulai naik relatif terhadap valuta negara-negara lain, cateris

paribus, saldo neraca transaksi berjalan akan menurun. Produk-produk yang

diekspor negara tersebut menjadi lebih mahal bagi negara-negara pengimpor.

31
Konsekuansinya permintaan barang dari negara yang mengalami apresiasi nilai

tukar akan berkurang.

2.1.4 Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (GDP- Gross Domestic Products) adalah nilai total

atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang

dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang orang

dinegara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. PDB adalah nilai

barang dan juga jasa di dalam sebuah negara yang telah diproduksi dalam kurun

waktu 1 tahun oleh faktor-faktor produksi. Baik oleh produksi yang dimiliki oleh

negara tersebut maupunnegara asing, selama berada pada wilayah negara yang

sama (Sukirno, 2002).

GNP sama dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestik

yang dikirim dari negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor produksi di

luar negeri dikurangi pendapatan milik orang asing atas faktor produksi yang ada

di negara domestik. Pendapatan nasional dalam hal ini tercermin dalam PDB.

Produk Domestik Bruto adalah (PDB) adalah jumlah output total yang dihasilkan

dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. PDB terbagi atas PDB harga

berlaku atau nominal dan PDB harga konstan atau riil. PDB pada harga berlaku

adalah nilai barang barang dan jasa jasa yang dihasilkan suatu negaradalam satu

tahun dan dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB pada

harga konstan, yaitu harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya

digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang

lain.

32
Produk domestik bruto adalah nilai produk barang dan jasa yang

dihasilkan di wilayah suatu negara, baik yang dilakukan oleh warga negara yang

bersangkutan maupun warga negara asing yang bekerja di wilayah negara

tersebut. Produk domestik bruto bisa menjadi indikasi baik atau tidaknya daya beli

masyarakat. Bila masyarakat mempunyai daya beli yang meningkat maka

masyarakat cenderung mengkonsumsi, dalam hal ini adalah mengimpor, yang

memyebabkan saldo transaksi berjalan menurun.

Krugman (1999) mengatakan bahwa PDB meningkat, kemudian diikuti

dengan peningkatan pendapatan per kapita mengakibatkan para konsumen

domestik menjadi konsumtif sehingga lebih banyak melakukan impor barang-

barang luar negeri

Produk Domestik Bruto dapat dihitung dengan memakai tiga pendekatan,

yaitu pendekatan pengeluaran, pendekatan pendapatan dan pendekatan produuksi.

a. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran ini artinya menjumlahkan seluruh barang dan

jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun.

Rumus umum untuk PDB pendekatan pengeluaran adalah

PDB = C + I + G + (X-M) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.1)

Keterangan :

C = Konsumsi
I = Investasi
G = Pengeluaran pemerintah
X = Ekspor
M = Impor

33
Dimana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga,

investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor

dan impor melibatkan sektor luar negeri.

b. Pendekatan Pendapatan

Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang

diterimafaktor produksi . Pendekatan ini artinya pendapatan dihitung dengan

menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang diwujudkan oleh berbagai

sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian.

PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba .. . . . . . . . . . . . . . . . . (2.2)

Dimana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti

tanah, upah untuk tenaga kerja, Bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk

pengusaha.Secara teori PDB dengan pendekatan pengeluaran dan harus

menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB

dengan pendekatan pendapatan sulit, maka yang sering digunakan adalah dengan

pendapatan pengeluaran.

c. Pendekatan Produksi

Pendekatan Produksi adalah nilai tambah yang di ciptakan dalam suatu

proses produksi.Metode ini untuk menghitung pendapatan nasional dengan cara

menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di

berbagai lapangan usaha dalam perekonomian.Pendekatan produksi merupakan

pendapatan yang berasal dari penggunaan beberapa faktor-faktor produksi untuk

34
menghasilkan sesuatu. Nilai produksi suatu sektor menggambarkan nilai tambah

yang diwujudkan oleh suatu sektor tersebut. Pada sembilan sektor atau lapangan

usaha terbagi dalam tiga kelompok yaitu sektor primer,sektor sekunder dan

tersier. Sektor Primer seperti pertanian, pertenakan, kehutanan, perikanan,

pertambangan dan penggalian. Sektor Sekunder seperti Industri pengolahan,

Listrik, air, dan Bangunan.Sektor tersier diantaranya adalah Perdagangan,

hoteldan restoran, pengangkutan dan telekomunikasi, Jasa dan lain-lain.

Pendekatan Produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y=(P1X Q1)+(P2X Q2)+….(PnX Qn) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.3)

Keterangan :

Y= Pendapatan nasional

P1= harga barang ke-1

Pn= harga barang ke-n

Q1= jenis barang ke-1

Qn= jenis barang ke-n

Fungsi dari Produk Domestik Bruto yaitu logika yang sama berlaku untuk

perekonomian suatu negara secara keseluruhan dalam menilai apakah

perekonomian berjalan dengan baik atau buruk, merupakan hal alamiah untuk

melihat pendapatan total yang diperoleh semua orang dalam perekonomian

tersebut. Alasan PDB dapat mengukur pendapatan total dan pengeluaran secara

bersamaan adalah kedua hal ini pada dasarnya sama. Untuk suatu perekonomian

secara keseluruhan, pendapatan harus sama dengan pengeluaran total. PDB

mengukur nilai produksi yang dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Rentang

35
waktu tersebut biasanya selama rentang waktu tertentu. Rentang waktu tersebut

biasanya selama 1 tahun atau triwulan (3 bulan). Ketika melaporkan PDB untuk 1

triwulan, pemerintah biasanya menyajikan PDB “pada tingkat tahunan”. Ini berati

bahwa angka PDB triwulan yang dilaporkan adalah pendapatan total dan

pengeluaran selama 1 triwulan dikali 4. Selain itu, ketika melaporkan PDB

triwulanan, pemerintah menyajikan data yang telah dimodifikasi melalui prosedur

statistik yang disebut dengan penyesuaian musiman.

2.1.5 Inflasi

Menurut Boediono (2002) inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan

harga-harga secara umum dan terus-menerus. Namun jika kenaikan harga hanya

terjadi pada satu atau dua barang saja fenomena tersebut tidak bisa dikatakan

inflasi. Fenomena kenaikan harga bisa di katakan inflasi apabila kenaikan terjadi

secara umum atau menyeluruh. Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan

untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat

(demand agregat) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter

tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang

bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan

sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Kenaikan harga dari satu atau dua

jenis barang saja yang tidak berdampak bagi kenaikan harga barang lain tidak bisa

disebut dengan inflasi.

Teori yang dikemukan oleh David Hume juga mengatakan bahwa neraca

perdagangan suatu negara dapat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar

melalui mekanisme harga barang ekspor dan harga barang impor. Apabila jumlah

36
uang yang beredar naik, harga domestik naik dan harga barang impor turun. Hal

ini menyebabkan ekspor turun dan impor naik. Akibatnya, posisi neraca

perdagangan akan defisit, demikian sebaliknya.

Menurut Sukirno (2002), inflasi menyebabkan harga-harga dalam negeri

lebih mahal dari harga-harga di luar negeri, oleh karena itu inflasi

berkecenderungan menambah impor. Inflasi juga dapat menyebabkan harga

barang ekspor menjadi mahal, sehingga inflasi berkecenderungan untuk

mengurangi ekspor. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan neraca transaksi

berjalan defisit.

Terdapat beberapa macam inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian,

baik berdasrakan parah atau tidaknya suatu inflasi dan didasarkan pada sebab-

sebab awal terjadinya inflasi. Inflasi dapat dikelompokkan dalam beberapa

golongan jika didasarkan atas parah tidaknya suatu inflasi, sebagai berikut:

a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)

b. Inflasi sedang (antara 10%-30% setahun)

c. Inflasi berat (antara 30%-100% setahun)

d. Hiperinflasi (di atas 100%)

Parah tidaknya suatu inflasi dapat diukur dengan suatu indikator yang

dapat dihitung sehingga dapat ditentukan, inflasi yang terjadi termasuk pada

inflasi yang ringan, sedang, berat atau bahkan hiperinflasi. Ukuran inflasi yang

paling banyak digunakan ialah indek harga konsumen (IHK) yang juga dikenal

dengan consumer price index (CPI). CPI mengukur pembelian standar untuk

barang pada waktu yang beralainan, meliputi harga makanan, pakaian,

37
perumahan, bahan bakar, transportasi, perawatan medis, biaya perkuliahan, dan

barang juga jasa lain yang dibeli untuk kehidupan sehari-hari.

Laju inflasi merupakan gabungan harga-harga. Harga yang melambung

tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara itu, harga yang relatif stabil

tergambar dalam angka inflasi yang rendah. Kenaikan harga ini diukur

menggunakan indeks hargaPerhitungan tingkat inflasi dengan menggunakan

indikator Indeks harga konsumen ialah sebagai berikut :

Tingkat Inflasi : ……………………………..…..(2.1)

Tingkat inflasi dapat diperoleh dengan menghitung indeks harga

konsumen tahun berjalan dikurangi dengan indeks harga konsumen tahun

sebelumnya dan kemudian dibagi dengan indeks harga konsumen tahun

sebelumnyadengan demikian akan diperoleh berapa persen tingkat inflasi yang

sedang berlangsung pada tahun tersebut yang dapat dikategorikan pada tingkat

ringan, sedang, berat atau hiperinflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh beberapa hal jika didasarkan pada sebab-

sebab awalnya. Pertama, inflasi yang timbul dikarenakan permintaan masyarakat

yang kuat, kenaikan harga produk akhir mendahului kenaikan harga input yang

disebut dengan demand pull inflation. Kedua, inflasi yang timbul karena kenaikan

ongkos produksi, sebaliknya dari demand pull inflation, harga input mendahului

kenaikan harga produk akhir. Inflasi dapat memberikan pengaruh yang negatif

ataupun positif terhadap ekspor. Pengaruh negatif dari inflasi yaitu ketika terjadi

inflasi, maka harga komoditi akan meningkat. Peningkatan harga komoditi

38
disebabkan produksi untuk menghasilkan komoditi menghabiskan banyak biaya.

Harga komoditi yang mahal akan membuat komoditi tersebut tidak bersaing di

pasar global. Ball menyatakan bahwa ketika tingkat inflasi tinggi akan

mengakibatkan harga barang dan jasa yang dihasilkan atau ditawarkan oleh suatu

negara akan meningkat sehingga barang dan jasa tersebut menjadi kurang

kompetitif dan ekspor akan turun. Selain memiliki pengaruh negatif, inflasi juga

dapat berpengaruh positif terhadap ekspor. Pengaruh positif dari inflasi yaitu

ekspor suatu negara dapat meningkat karena modal dari hutang atau pinjaman

untuk menghasilkan barang dan jasa meningkat.

2.1.6 Suku Bunga

Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan

dengan presentase dari uang yang dipinjamkan. Suku bunga adalah tingkat bunga

yang dinyatakan dalam persen, jangka waktu tertentu (perbulan atau pertahun).

Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur

yang harus dibayarkan kepada kreditur.

Suku bunga juga berarti penghasilan yang diperoleh oleh orang-orang

yang memberikan kelebihan uangnya atau surplus spending unit untuk digunakan

sementara waktu oleh orang-orang yang membutuhkan dan menggunakan uang

tersebut untuk menutupi kekurangannya (Judiseno, 2005). Suku bunga adalah

biaya pinjaman atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut

(biasanya dinyatakan sebagai persentase per tahun) (Mishkin, 2008)

Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi

(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indicator dalam

39
menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung

(Boediono, 1994). Menurut Permana (2014), kenaikan suku bunga acuan

diharapkan mampu menciptakan stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran yang

sehat. Naiknya suku bunga acuan akan memicu naiknya suku bunga didalam

negeri yang diharapkan mampu menahan capital outflow dan menarik capital

inflow yang pada akhirnya akan memperbaiki deficit neraca transaksi berjalan dan

menguatkan nilai tukar rupiah.

A. Teori Tingkat Suku Bunga

1) Teori Klasik

Tabungan, simpanan menurut teori klasik adalah fungsi tingkat bunga,

semakin tinggi tingkat bunga, maka semakin tinggi pada keinginan masyarakat

untuk menyimpan dananya di bank. Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi,

masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran

untuk berkonsumsi guna menambah tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga”

dari (penggunaan) loanable funds, atau dapat diartikan sebagai dana yang tersedia

untuk di pinjamkan atau dana investasi, karena menurut teori klasik, bunga adalah

“harga” yang terjadi di pasar investasi (Boediono, 2001).

2) Teori Keynes tentang Suku Bunga

Teori Keynes menyebutkan bahwa, tingkat bunga ditentukan oleh

permintaan dan penawaran uang, menurut teori ini ada tiga motif, mengapa

seseorang bersedia untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjaga-

jaga dan spekulasi. Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya

permintaan uang yang diberi istilah Liquidity preference (Nopirin, 2002), adanya

40
permintaan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa

umumnya orang menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif

tersebut. Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan

orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan

akan uang untuk tujuan spekulasi, dalam hal ini permintaan besar apabila tingkat

bunga rendah dan permintaan kecil apabila bunga tinggi.

3) Teori Paritas

Suku Bunga Merupakan teori yang paling dikenal dalam keuangan

international. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai tukar berdasarkan

tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem nilai

tukar bebas, tingkat bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan tingkat

bunga luar negeri (i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata

uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain.

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Hubungan Nilai Tukar dengan Neraca Transaksi Berjalan

Nilai tukar merupakan salah satu yang mempengaruhi neraca transaksi

berjalan di Indonesia. Apabila nilai tukar rupiah (kurs) mengalami depresiasi

(penurunan nilai mata uang domestik) akan menyebabkan harga barang luar

negeri naik sehingga cenderung menurunkan impor dengan begitu neraca

transaksi berjalan mengalami surplus. Sebaliknya jika nilai tukar rupiah (kurs)

mengalami apresiasi (kenaikan nilai mata uang domestik) akan menyebabkan

harga barang luar negeri turun sehingga cenderung akan menaikan impor dan

41
mengurangi ekspor. Hal tersebut berpengaruh pada neraca transaksi berjalan yang

akan mengalami defisit.

2.2.2 Hubungan Produk Domestik Bruto dengan Neraca Transaksi Berjalan

Krugman (1999) mengatakan bahwa PDB meningkat, kemudian diikuti

dengan peningkatan pendapatan per kapita mengakibatkan para konsumen

domestik menjadi konsumtif sehingga lebih banyak melakukan impor barang-

barang luar negeri. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Santosa (2012) bahwa peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan

kemampuan (daya beli) meningkat sehingga akan meningkatkan pula konsumsi

barang atau jasa. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kenaikan

PDB akan menyebabkan permintaan barang atau jasa impor meningkat, sehingga

cenderung akan menurunkan surplus neraca transaksi berjalan. Sehingga

hubungan antara PDB dan neraca tranasksi berjalan memiliki hubungan yang

negatif.

2.2.3 Hubungan Inflasi dengan Neraca Transaksi Berjalan

Inflasi secara sederhana dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus menerus. Menurut Sukirno (2002) tingkat inflasi yang

tinggi dapat memicu bertambahnya nilai impor. Inflasi juga dapat menyebabkan

harga barang-barang ekspor menjadi mahal, sehingga inflasi berkecenderungan

untuk mengurangi ekspor dan menambah impor. Hal tersebutlah yang dapat

menyebabkan deficit pada neraca transaksi berjalan.

42
2.2.4 Hubungan Suku Bunga dengan Neraca Transaksi Berjalan

Apabila suku bunga rendah maka akan menyebabkan cosh of money atau

biaya yang harus dibayar perusahaan atas penggunaan uang dari pihak yang

menjadi lebih murah dan akhirnya akan memperkuat daya saing ekspor dipasar

dunia sehingga akan membuat dunia usaha meningkat untuk melakukan investasi

ke dalam negeri. Dengan begitu produksi akan naik dan pertumbuhan ekonomi

akan membaik yang akan berdampak pada meningkatnya neraca transaksi

berjalan.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Eric Wijaya (2019) tentang Kondisi

Makroekonomi Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan

Periode 1999 – 2016. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1999

sampai dengan tahun 2016. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah neraca

transaksi berjalan, sedangkan variabe independennya adalah pendapatan nasional,

tingkat suku bunga SBI, inflasi dan nilai tukar. Adapun model penelitian ini

menggunakan metode uji kointegrasi dan Error Correction Model (ECM). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada jangka panjang, variabel makroekonomi

pendapatan nasional (GDP) dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap neraca

transaksi berjalan. Sedangkan pada jangka pendek, variabel makro ekonomi

inflasi dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, variabel inflasi merupakan variabel utama

makroekonomi yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan baik pada jangka

panjang maupun pada jangka pendek.

43
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Marviony Lapian, Tri Oldy

Rotinsulu dan Patrick C. Wauran (2018) tentang Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan Di Indonesia Periode 2010:Q1-

2017:Q4. Dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Data

yang digunakan adalah data sekunder berbentuk runtut waktu (time series) yang

merupakan data kuartalan selama periode 2010:Q1 – 2017:Q4. Variabel dependen

yang digunakan adalah neraca transaksi berjalan, sedangkan variabel

independennya adalah inflasi dalam negeri, inflasi china, PDB dan nilai tukar

rupiah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi China dan nilai tukar

berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia pada

jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan inflasi dalam negeri dan PDB

hanya berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia.

pada jangka panjang.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Toni Saputra dan R.Maryatmo

(2016) tentang Pengaruhi Nilai Tukar Dan Suku Bunga Acuan Terhadap Neraca

Transaksi Berjalan Di Indonesia Periode 2005:1 – 2015:1 Pendekatan Error

Correction Model. Variabel dependen pada penelitian ini adalah neraca transaksi

berjalan, sedangkan variabel independennya adalah nilai tukar dan suku bunga

acuan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data kuartal

selama periode 2005:Q1 – 2015:Q4. Penelitian ini menggunakan metode Error

Correction Model (ECM). Penelitian ini menghasilkan dua hal. Pertama, dalam

jangka pendek nilai tukar tidak berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan

Indonesia. Dalam jangka panjang nilai tukar memiliki pengaruh positif dan

44
signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Kedua, dalam jangka pendek suku

bunga acuan tidak berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia.

Dalam jangka panjang suku bunga acuan memiliki pengaruh negatif terhadap

neraca transaksi berjalan.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rido Sitompul (2016) tentang

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan Indonesia

(Periode 2001:Q1-2014:Q4). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

neraca transaksi berjalan, sedangkan variabel independennya adalah inflasi dalam

negeri, inflasi luar negeri, nilai tukar, dan PDB. Data yang digunakan adalah data

sekunder yang merupakan data kuartal selama periode 2001:Q1 – 2014:Q4.

Penelitian ini menggunakan Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa Nilai tukar, pertumbuhan PDB dan inflasi luar negeri

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap transaksi berjalan Indonesia,

Sedangkan inflasi dalam negeri memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap

pertumbuhan transaksi berjalan Indonesia.

Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani dan Murni Daulay

(2014) tentang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Transaksi Berjalan

Indonesia Periode 2006 – 2013. Data yang digunakan adalah data sekunder dalam

bentuk time series dalam kurun waktu 2006 sampai 2013. Variabel dependen yang

digunakan adalah neraca transaksi berganda sedangkan variabel independennya

adalah suku bunga Bank Indonesia, nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. Model

penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda dari

45
variabel Suku Bunga Bank Indonesia, Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi,

secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif terhadap Transaksi Berjalan

Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari Fitri (2012) tentang Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan : Studi Kasus

Indonesia Tahun 1990-2011. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun

1990 sampai dengan tahun 2011. Dengan menggunakan metode Ordinary Least

Square (OLS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah neraca transaksi

berjalan, sedangkan variabel independennya adalah kurs, pengeluaran pemerintah,

dan pertumbuhan ekonomi dunia. Hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel

bebas yang mempengaruhi neraca transaksi berjalan Indonesia adalah kurs rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat sedangkan variabel pengeluaran pemerintah dan

pertumbuhan ekonomi dunia tidak signifikan terhadap neraca transaksi berjalan

Indonesia.

Peneltian selanjutnya yang dilakukan oleh Susana Farajwati (2010)

tentang Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi

Asing, Dan Utang Luar Negeri Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Di Indonesia

Tahun 1988:1 – 2007:4. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa

data neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil , produk domestik bruto, investasi

asing, dan data utang luar negeri Indonesia. penelitian ini dilaksanakan dengan

menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang

luar negeri berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara

46
variabel investasi asing berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan.

Hasil keempat variabel ini tidak sesuai dengan teori.

Penelitian yang dilakukan oleh Arintoko dan Faried Wijaya (2005) tentang

Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Neraca Transaksi Berjalan

Indonesia, Periode 1990.I – 2004.II (Kasus Indonesia - Amerika Serikat). Variabel

yang digunakan adalah nilai tukar, neraca transaksi berjalan, GDP rill dan efek J-

Kurva. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah vector

autoregression (VAR) dan error correction model (ECM). Penelitian ini

menemukan bukti lemah adanya efek kurva-J pada neraca transaksi berjalan di

Indonesia karena hasil-hasil empirik dengan beberapa uji dan model menolak

hipotesis kurva-J. Studi empirik ini menemukan sedikit bukti bahwa depresiasi

rupiah menyebabkan defisit transaksi berjalan secara bilateral antara Indonesia

dengan AS dalam jangka pendek, dan tidak menemukan bukti adanya pengaruh

nilai tukar rupiah terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia dalam jangka

panjang.

2.3 Kerangka Pemikiran

Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi impor dan

ekspor barang dan jasa. Pada neraca transaksi berjalan, ekspor dicatat sebagai

kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai

debit karena menghilangkan /mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan

impor, transaksi lain yang termasuk dalam neraca transaksi berjalan adalah

pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers

47
Seperti yang telah disebutkan bahwa neraca transaksi brejalan merupakan

sesuatu yang penting karena mencerminkan kemampuan suatu negara berserta

penduduknya dalam perdagangan internasional dan setiap dana yang masuk yang

berasal dari transaksi berjalan adalah hasil perdagangan dan investasi yang

dilakukan pemerintah maupun masyarakat yang berupa dana segar. Selain itu juga

neraca transaksi berjalan menggambarkan kesehatan perekonomian suatu negara.

Oleh karena itu penting untuk menjaga neraca transaksi berjalan agar stabil dan

juga memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti nilai tukar,

produk domestic bruto, inflasi dan suku bunga

Dalam perdagangan internasional nilai tukar merupakan faktor penting

dalam transaksi perdagangan internasional, Besarnya nilai tukar mata uang suatu

negara terhadap negara lainnya selalu mengikuti permintaan dan penawaran. Yang

berarti nilai tukar sangat berperan dalam menentukannya besarnya saldo transaksi

berjalan. Menurut teori jika kurs suatu negara mengalami apresiasi maka harga

relatif poduk luar negeri terhadap harga dalam negeri lebih murah yang

meningkatkan permintaan barang luar negeri yang menyebabkan impor

meningkat.

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai seluruh produk barang dan jasa

yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil

dihitung berdasarkan harga konstan yang dinyatakan dalam juta rupiah. Produk

domestik bruto meningkat, kemudian diikuti dengan peningkatan pada pendapatan

per kapita dapat mengakibatkan para konsumen domestik menjadi konsumtif.

Sehingga banyak melakukan impor barang-barang luar negeri. Bila tidak

48
diimbangi dengan pemasukan dalam ekspor dapat mengakibatkan defisit pada

neraca transaksi berjalan.

Inflasi secara sederhana dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus menerus. Inflasi menyebabkan harga-harga dalam negeri

lebih mahal dari harga-harga di luar negeri, oleh karena itu inflasi

berkecenderungan menambah impor. Inflasi juga dapat menyebabkan harga

barang ekspor menjadi mahal, sehingga inflasi berkecenderungan untuk

mengurangi ekspor. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan neraca transaksi

berjalan defisit

Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi. Tingkat

suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang

akan melakukan investasi atau menabung. Menurut Permana (2014) kenaikan

suku bunga acuan diharapkan mampu menciptakan stabilitas nilai tukar dan

neraca pembayaran yang sehat. Naiknya suku bunga acuan akan memicu naiknya

suku bunga di dalam negeri yang diharapkan mampu menahan capital outflow dan

menarik capital inflow yang pada akhirnya akan memperbaiki defisit neraca

transaksi berjalan dan menguatkan nilai tukar rupiah.

49
Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini:

Nilai
Tukar

Produk
Domestik Neraca
Bruto Transaksi
Berjalan

Inflasi

Suku
Bunga

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Berdasarkan teori, penelitian sebelumnya dan kerangka pemikiran, maka

hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian adalah: Nilai Tukar, Produk

Domestik Bruto, Inflasi dan Suku Bunga mempengaruhi Neraca Transaksi

Berjalan secara signifikan.

50
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

3.1.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang didapat dari catatan, buku, dan majalah berupa

laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, artikel, buku-buku

sebagai teori, majalah dan sebagainya (Sujarweni, 2015).

Jenis data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data deret

waktu (time series). Data deret waktu atau (time series) meliputi data tahunan

selama 20 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2019 sesuai dengan

ketersediaan data.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Data Transaksi Berjalan Indonesia periode 2000-2019

2. Data Nilai Tukar Rupiah periode 2000-2019

3. Data Produk Domestik Bruto periode 2000-2019

4. Data Inflasi periode 2000-2019

5. Data Suku Bunga periode 2000-2019

3.1.2 Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari:

51
1. Bank Indonesia

2. Badan Pusat Statistik

3. World Bank

3.2 Metode Analisis Data

3.2.1 Analisis Deskriptif

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

nilai masing-masing variabel, baik satu variabel atau lebih sifatnya independen

tanpa membuat hubungan maupun perbandingan dengan variabel yang lain.

Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai

populasi atau mengenai bidang tertentu (Sujarweni, 2015).

3.2.1 Analisis Kuantitatif

Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-

penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedu-prosedur

statistic atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dalam pendekatan

kuantitatif hakikat hubungan di antara variabel-variabel dianalisis dengan

menggunakan teori yang objektif (Sujarweni, 2015).

3.3 Alat Analisis Data

3.3.1 Analisis Deskriptif

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui dan menganalisis

perkembangan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Adapun untuk menjawab tujuan yang pertama digunakan rumus

perkembangan sebagai berikut:

52
Gx = ...........................................................(3.1)

Dimana :

Gx = Laju perkembangan X
Xt = Data x tahun tertentu
Xt-1 = Data x tahun sebelumnya

3.3.2 Analisis Kuantitatif

Untuk menjawab tujuan kedua pada penelitian ini menggunakan metode

regresi linier berganda. Dalam menganalisa besarnya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan

variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Odrdinary

Least Square/ OLS).

Persamaan regresi linear berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:

NTBt = β0t + β1NTt + β2PDBt + β3INFt + β4SBt + et

Keterangan:

NTB : Neraca Transaksi Berjalan

Β0 : Konstanta

NT : Nilai Tukar

PDB : Produk Domestik Bruto

INF : Inflasi

SB : Suku Bunga

t : Periode

e : Standar eror (erorr terms)

53
3.3.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan

dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat

model analisis regresi linear berganda ini meliputi Uji Normalitas,

Heteroskedastisitas (Uji White), Uji Multikoleniaritas, Autokerolasi.

a. Uji-Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,

varibel bebas /variabel terikat kedua-duanya mempunyai distribusi normal atau

tidak. Atau untuk mendeteksi apakah residualnya berdistribusi normal atau tidak

dengan membandingkan nilai Probabilitas, yaitu:

1. Jika nilai probabilitas > α (0.05), maka data berdistribusi normal.

2. Jika nilai probabilitas < α (0.05), maka data tidak berdistribusi normal.

b. Multikolinieritas

Multikolinieritas terjadi jika koefisien korelasi antar varibel bebas lebih besar

dari 0.80 (pendapat lain: 0.50 dan 0.90). Dikatakan tidak terjadi multikolinieritas

jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil atau sama dengan 0.80 (r<

0.80).

c. Heteroskedastisitas

Pada uji heteroskedastisitas dilakukan juga uji white dengan cross terms dan no

cross terms. Apabila nilai Probabilitas (Obs* R squared) > α (0.05), misal dengan

derajat kepercayaan α = 5%, baik untuk cross terms dan no cross terms maka

dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak terdapat heteroskedastisitas.

d. Autokorelasi

54
Model regresi klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi itu tidak terdapat

dalam disturbance atau gangguan µ. autokorelasi sering terjadi dalam data

timeseries. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari

autokorelasi. Untuk mengetahui atau tidaknya autokorelasi maka digunakan uji

Breusch-Godfrey dengan pedoman:

1. Bila probabilitas Obs* R-Squared > α, berarti tidak ada autokorelasi

2. Bila probabilitas Obs* R-Squared < α, berarti terdapat autokorelasi

3.4 Pengujian Hipotesis

3.4.1 Uji-F

Uji F adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara simultan.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen

yang terdapat di dalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependen. Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikasi

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.

Menurut Sugiyono (2014) dirumuskan sebagai berikut:

( ) ( )

Keterangan:

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen

n = Jumlah anggota data atau kasus

55
F hasil perhitungan ini dibandingkan dengan yang diperoleh dengan

menggunakan tingkat resiko atau signifikan level 5% atau dengan degree freedom

= k(n-k-1) dengan kriterian sebagai berikut :

- ditolak jika > atau nilai sig < α

- diterima jika < atau nilai sig > α

3.4.2 Uji-t

Uji t melakukan pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial,

pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara

variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa

variabel independen lain dianggap konstan. Menurut Sugiyono (2014),

menggunakan rumus:


t=

Keterangan:

t = Distribusi t

r = Koefisien korelasi parsial

= Koefisien determinasi

n= jumlah data

Hasil perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan t tabel dengan

menggunaka tingkat kesalahan 0,05. Kriteria yang digunakan adalah sebagai

berikut:

- diterima jika nilai ≤ atau nilai sig > α

- ditolak jika nilai ≥ atau nilai sig < α

56
Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

pengaruh signifikan, sedangkan bila Ho ditolak artinya terdapat pengaruh yang

signifikan. Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

- Ho: β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan

- Ha : β ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan.

3.4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) mempunyai kegunaan, yaitu sebagai ukuran

ketepatan suatu garis yang diterapkan pada suatu kelompok data hasil observasi (a

measure of the goodness of fit). Makin besar nilai R2 maka semakin tepat atau

cocok garis regresi, dan sebaliknya apabila nilai R2 semakin kecil, maka semakin

tidak tepat garis regresi tersebut untuk mewakili data hasil observasi. Nilai R2

antara 0 dan 1. Jika R2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis

regresi dengan data sempurna (Widarjono,2009).

3.5 Operasional Variabel

1. Neraca Transaksi Berjalan adalah jumlah total neraca transaksi berjalan

Indonesia dalam satuan juta USD selama periode tahun 2000-2019.

2. Nilai tukar adalah nilai tukar rata-rata rupiah terhadap US$ pertahun dalam

satuan rupiah selama periode tahun 2000-2019.

3. Produk Domestik Bruto adalah total jumlah nilai barang dan jasa yang di

produksi terhadap suatu negara dalam periode tahunan dalam satuan juta USD

selama periode tahun 2000-2019.

57
4. Inflasi adalah tingkat inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)

pertahun dalam satuan persen selama periode tahun 2000-2019.

5. Suku Bunga adalah suku bunga BI Rate dalam satuan persen selama periode

tahun 2000-2019.

58
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Struktur Ekonomi Indonesia

Sturktur perekonomian Indonesia sudah banyak berubah. Indoensia

memiliki ekonomi campuran dimana sektor swasta dan pemerintah memainkan

peran yang sangat penting dan memiliki ekonomi terbesar dikawasan asia

tenggara dan diklasifikasikan negara industri baru. Indonesia memiliki sumber

daya alam yang melimpah seperti, minyak dan gas alam, batu bara, timah,

tembaga, emas, dan nikel. Sedangkan pertanian menghasilkan beras, kelapa sawit,

teh, kopi, kakao, tanaman obat, rempah-rempah, dan karet. Komoditas ini

merupakan bagian terbesar dari ekspor negara, dengan minyak sawit dan briket

batu bara sebagai komoditas ekspor unggulan. Selain minyak sulingan dan minyak

mentah sebagai impor utama, telepon, suku cadang kendaraan,dan gandum

menutupi sebagian besar impor tambahan. Cina, Amerika Serikat, Jepas,

Singapura, India, Malaysia Korea Selatan, dan Thailand adalah pasar ekspor dan

mitra impor utama Indonesia.

4.2 Neraca Pembayaran

Pada dasarnya neraca pembayaran adalah sebuah catatan sistematis dari

semua transaksi ekonomi internasional (perdagangan, investasi, dan pinjaman)

yang terjadi antara penduduk dalam negeri pada suatu negara dengan penduduk

luar negeri selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun dan dinyatakan

dalam dolar AS. Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang

dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial.
59
Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan

neraca modal dan finansial, dan item-item financial. Selain itu, neraca

pembayaran luar negeri atau balance of payment juga diidentifikasikan sebagai

suatu ringkasan pernyataan atau laporan yang pada intinya menyebutkan semua

transaksi yang dilakukan oleh penduduk negara lain, dan kesemuanya dicatat

dengan menggunakan metode dan dalam waktu tertentu. Neraca pembayaran ini

sangat berguna karena dapat menunjukan struktur dan komposisi transaksi

ekonomi dan posisi keuangan internasional dari suatu negara dengan mengetahui

secara terperinci. Lembaga keuangan seperti IMF, bank dunia dan negara-negara

donor juga menggunakan pemberi bantuan keuangan kepada suatu negara.

Rekening neraca pembayaran luar negeri umumnya digunakan dalam upaya

mengetahui apa yang sedang berlangsung pada perdagangan internasional.

Dengan mengunakan rekening pembayaran tersebut, maka pemerintah dapat

mengawasi transaksi antar negara yang telah disusun didalamnya. Pencatatan

transaksi pembayaran tersebut muncul dari perdagangan barang dan jasa serta dari

pendapatan berupa bunga, keuntungan, dan deviden dari modal yang dimiliki di

satu negara dan di investasikan di negara lain.

60
Tabel 4.1 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Periode 2000-2019

Perkembangan
Tahun Neraca Pembayaran (Juta USD)
(%)
2000 3.918 0%
2001 -3 -100%
2002 5.027 -167%
2003 3.653 -27%
2004 -674 -118%
2005 -663 -2%
2006 6.902 -1142%
2007 12.715 84%
2008 -1.945 -115%
2009 12.506 -743%
2010 30.343 143%
2011 11.857 -61%
2012 215 -98%
2013 -7.325 -3505%
2014 15.249 -308%
2015 -1.098 -107%
2016 12.089 -1201%
2017 11.586 -4%
2018 -7.131 -162%
2019 4.676 -166%
-8765%
Rata-Rata
Sumber: Asian Development Bank

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa perkembangan neraca pembayaran

tertinggi pada tahun 2007 sebesar 84 persen. Hal ini dikarenakan oleh neraca

transaksi berjalan maupun transaksi modal finansial memberikan surplus terhadap

neraca pembayaran. Sedangkan perkembangan neraca pembayaran terendah

terjadi pada tahun 2013 sebesar 3505 persen, penurunan ini tidak terlepas dari

terjadinya krisis pada tahun sebelumnya dan defisit pada neraca transaksi berjalan

kemudian diikuti pemulihan ekonomi global yang belum membaik sehingga

61
permintaan barang dan jasa serta harga-harga barang dan jasa belum membaik.

Rata-rata perkembangan neraca pembayaran selama periode 2000-2019 sebesar -

8765 persen.

Pada tahun 2000 neraca pembayaran sebesar 3.198 juta USD, kemudian

pada tahun 2001 mengalami penurunan sebesar -3 juta USD dengan

perkembangan -100 persen. Tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 5.027

dengan perkembangan 167666 persen. Kemudian pada tahun 2003 mengalami

penurunan sebesar 3.653 juta USD dengan perkembangan -27 persen, diikuti pada

tahun 2004 kinerja neraca pembayaran kembali mengalami penurunan sebesar -

674 juta USD ddengan perkembangan 118 persen. Pada tahun 2005 mengalami

penurunan kembali sebesar -663 juta USD dengan perkembangan -2 persen cukup

kecil. Selanjutnya pada tahun tahun 2006 mengalami surplus sebesar 6.902 juta

USD dengan perkembangan sebesar -1142 persen kembali membaik pada tahun

2007 sebesar 12.715 juta USD dengan perkembangan 84 persen. Pada tahun 2008

sebesar -1.945 juta USD dengan perkembangan sebesar 115 persen. Selanjutnya

pada tahun 2009 kembali membaik dengan sebesar 12.506 juta USD dengan

perkembangan -743%. Pada tahun 2010 kembali membaik sebesar 30.343 juta

USD dengan perkembangan 143 persen. Pada tahun 2011 mengalami sedikit

penurunan sebesar 11.857 juta USD dengan perkembangan -61 persen, dan pada

tahun 2012 sebesar 215 juta USD -98 persen. Pada tahun 2012 hingga 2019 nilai

neraca pembayaran selalu mengalami defisit.

62
4.3 Ekspor Indonesia

Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasonal, pengaruh

ekspor terhadap perdagangan internasional dan perkembangan ekonomi sebuah

negara sangat besar (Nopirin, 2011). Hal ini disebabkan karena tidak semua

negara memiliki potensi sumber daya alam atau tenaga yang sama, ada negara

yang kaya dengan sumber daya tertentu namun tidak memiliki sumber daya lain

untuk masyarakat. Sementara setiap negara selalu membutuhkan berbagai jenis

sumber daya tersebut untuk menjalankan kehidupan. Ekspor juga dapat

berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, dimana jika ekspor Indonesia meningkat

maka nilai tukar rupiah akan meningkat juga atau mengalami apresiasi. Hal ini

dikerenakan meningkatnya permintaan akan mata uang rupiah tersebut.

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa perkembangan total nilai ekspor

Indonesia tertinggi yaitu terjadi pada tahun 2010 sebesar 35,42 persen. Hal ini

disebabkan karena kenaikan harga berbagai komoditi dunia seperti CPO,

karet batubara, emas dan tembaga. Sedangkan perkembangan total nilai ekspor

Indonesiaterendah terjadi pada tahun 2009 sebesar -14,97 persen, dikarenakan

akibat dari krisis global pada tahun 2008. Penurunan ekspor Indonesia tidak

lepas dari krisis yang dialami oleh hampir semua negara di Eropa dan

Amerika. Rata-rata perkembangan total nilai ekspor Indonesia selama periode

2000-2019 yaitu sebesar7,72persen.

63
Tabel 4.2 Total Nilai Ekspor Indonesia periode 2000-2019

Tahun Ekspor Indonesia Perkembangan


(jt US$) (%)

2000 62.124 -
2001 56.321 -9,34
2002 57.159 1,49
2003 61.058 6,82
2004 71.585 17,24
2005 85.660 19,66
2006 100.799 17,67
2007 114.101 13,20
2008 137.020 20,09
2009 116.510 -14,97
2010 157.779 35,42
2011 203.497 28,98
2012 190.032 -6,62
2013 182.552 -3,94
2014 175.981 -3,60
2015 150.366 -14,56
2016 145.186 -3,44
2017 168.811 16,27
2018 180.215 6,76
2019 166.079 -7,84

Rata-rata 7,72
Sumber: Asian Development Bank

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa perkembangan total nilai ekspor

Indonesia tertinggi yaitu terjadi pada tahun 2010 sebesar 35,42 persen. Hal ini

disebabkan karena kenaikan harga berbagai komoditi dunia seperti CPO,

64
karet batubara, emas dan tembaga. Sedangkan perkembangan total nilai ekspor

Indonesiaterendah terjadi pada tahun 2009 sebesar -14,97 persen, dikarenakan

akibat dari krisis global pada tahun 2008. Penurunan ekspor Indonesia tidak

lepas dari krisis yang dialami oleh hampir semua negara di Eropa dan

Amerika. Rata-rata perkembangan total nilai ekspor Indonesia selama periode

2000-2019 yaitu sebesar7,72persen.

Tahun 2000 nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan 62.124 jt

US$. Pada tahun 2001 nilai ekspor Indonesia mengalami penurun sebesar

56.321 jt US$ dengan perkembangan -9,34 persen. Tahun 2002-2005 nilai

ekspor Indonesia mengalami peningkatan hingga sebesar 85.660 jt US$.

Setelah itu, nilai ekspor Indonesia mengalami penurun pada tahun 2005-2007

hingga sebesar 114.101 jt US$. Pada tahun 2008 nilai ekspor Indonesia

mengalami peningkatan sebesar 137.020 jt US$ dengan perkembangan 20,09

persen. Kemudian, nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan

tahun 2009 sebesar 116.510 jt US$ dengan perkembangan - 14,97 persen.

Tahun 2010 nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 157.779 jt

US$, tahun 2011 masih mengalami peningkatan sebesar 203.497 jt US$

dengan perkembangan 28,98 persen. Pada tahun 2012-2016 nilai ekspor

Indonesia mengalami penurunan hingga menjadi 145.186 jt US$. Kemudian,

nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 168.811 jt US$

dengan perkembangan 16,27 persen dan pada tahun 2018 masih mengalami

peningkatan sebesar 180.215 jt US$ dengan perkembangan 6,76 persen.

Kemudian pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 166.079 jt US$

65
dengan perkembangan -7,84 persen.

4.4 Impor Indonesia

Impor adalah proses pembelian barang atau jasa asing dari suatu negara

ke negara lain. Impor merupakan bagian penting dari perdagangan

internasional. Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat dihasilkan atau

negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan

rakyat. Pertumbuhan impor yang tinggi akan memperburuk neraca transaksi

berjalan dan biasanya menimbulkan indikasi akan terjadinya krisis nilai tukar.

Banyaknya peningkatan permintaan terhadap komoditas luar negeri

(peningkatan impor) akan cenderung mendepresiasi nilai mata uang rupiah.

Peningkatan impor ini akan cenderung meningkatkan peluang terjadinya

krisis nilai tukar.

Pada tabel dibawah ini menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia

tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu 73,48 persen sebesar 129.197 jt

US$. Hal ini disebabkan oleh tingginya impor dan kenaikan harga minyak

dunia. Peningkatan nilai impor migas ini dipicu oleh naiknya nilai impor

seluruh komponen migas. Peningkatan impor migas secara kumulatif masih

disebabkan oleh kenaikan harga minyak dan naiknya impor seluruh

komponen migas, yaitu minyak mentah, hasil minyak, dan gas. Sedangkan

nilai impor Indonesia terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu -25,05 persen

sebesar 142.695 jt US$. Hal ini dikarenakan terjadinya krisis ekonomi pada

tahun ini yang berdampak terhadap pertumbuhan nilai impor migas dan non

66
migas. Rata-rata perkembangan nilai impor Indonesia selama periode 2000-

2019 yaitu 12,55 persen.

Tabel 4.3 Total Nilai Impor Indonesia Periode 2000-2019

Tahun Impor Indonesia Perkembangan


(jt US$) (%)

2000 33.515 -
2001 30.962 -7,62
2002 31.289 1,06
2003 32.551 4,03
2004 46.525 42,93
2005 57.701 24,02
2006 61.066 5,83
2007 74.473 21,96
2008 129.197 73,48
2009 96.829 -25,05
2010 135.663 40,11
2011 177.436 30,79
2012 191.691 8,03
2013 186.629 -2,64
2014 178.179 -4,53
2015 142.695 -19,91
2016 135.653 -4,93
2017 156.925 15,68
2018 188.711 20,26
2019 144.974 -23,18
Rata-rata 12,55
Sumber: Asian Development Bank

67
Pada tahun 2000 nilai impor Indonesia sebesar 35.515 jt US$. Tahun

2001 mengalami penurunan menjadi 30.962 jt US$ dengan perkembangan -

7,62 persen. Nilai impor Indonesia mengalami peningkatan tahun 2002-2008

hingga menjadi 129.197 jt US$ dengan perkembangan tertinggi yaitu 73,48

persen. Tahun 2009 nilai impor Indonesia mengalami penurunan sebesar

96.829 jt US$ dengan perkembangan -25,05 persen. Nilai impor Indonesia

kembali meningkat dari tahun 2010-2012 menjadi 191.691 jtUS$.

Kemudian, nilai impor Indonesia mengalami penurunan dari tahun

2013-2016 hingga menjadi 135.653 jt US$. Pada tahun 2017 nilai impor

Indonesia mengalami peningkatan sebesar 156.925 jt US$ dengan

perkembangan 15,68 persen dan tahun 2018 nilai impor Indonesia terus

mengalami peningkatan hingga menjadi 188.711 dengan perkembangan

sebesar 20,26 persen. Dan pada tahun 2019 impor Indonesia mengalami

penurunan sebesar 144.74 jt US$ dengan perkembangan -23,18 persen.

68
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Nilai Tukar, Produk


Domestik Bruto, Inflasi, dan Suku Bunga

5.1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia

Neraca transaksi berjalan (current account) merupakan bagian dari Neraca

Pembayaran Indonesia yang berisi arus pembayaran jangka pendek (mencatat

transaksi ekspor-impor barang dan jasa), yang meliputi neraca perdagangan,

neraca jasa, pendapatan atas investasi dan transaksi unilateral.

Neraca transaksi berjalan merupakan salah satu indicator makro ekonomi

yang sering dijadikan acuan dalam menilai stabilitas eksternal ekonomi suatu

negara. Salah satu alasannya bahwa neraca transaksi berjalan mencerminkan

kekuatan daya saing internasional suatu bangsa dan sejauh mana bangsa tersebut

memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.

Neraca transaksi berjalan akan terjadi surplus apabila ekspor lebih besar

dari impor ditambah transfer neto keluar negeri, yaitu apabila penerimaan dari

perdagangan barang dan jasa serta transfer lebih besar dari pembayarannya.

Sebaliknya, neraca transaksi berjalan akan mengalami defisit apabila ekspor lebih

rendah dari impor dan penerimaan dari perdagangan barang dan jasa serta transfer

lebih kecil dari pembayarannya.

69
Tabel 5.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun
2000-2019
Neraca Transaksi Berjalan (Juta Perkembangan
Tahun
USD) (%)
2000 7.992 -
2001 6.900 -13.66
2002 7.823 13.38
2003 8.106 3.62
2004 1.563 -80.72
2005 278 -82.21
2006 10.859 3806.12
2007 10.491 -3.39
2008 126 -98.80
2009 10.628 8334.92
2010 5.144 -51.60
2011 1.685 -67.24
2012 -24.418 -1549.14
2013 -29,109 19.21
2014 -27,510 -5.49
2015 -17,519 -36.32
2016 -16,952 -3.24
2017 -16,196 -4.46
2018 -30,633 89.14
2019 -30.376 -0.84
Rata-Rata 540.49

Sumber : Bank Indonesia (data diolah 2021)

Rata-rata perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia tahun 2000-

2019 sebesar 540.49%. Terlihat pada tahun 2000 neraca transaksi berjalan

menunjukkan jumlah 7.992 Juta USD Ini disebabkan terjadi penurunan surplus

perdagangan migas dan non migas. Pada tahun 2001 neraca transaksi berjalan

mengalamai penurunan sebesar 6.900 juta USD dengan perkembangan 13.66%

hal ini dikarenakan lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia telah menyebabkan

turunnya tingkat ekspor terutama di negara / kawasan tujuan ekspor yang harga

70
komoditas utamanya telah turun. Ditahun 2002 dan 2003 neraca transaksi berjalan

mengalami kenaikan masing masing 7.823 juta USD dan 8.106 juta USD dengan

perkembangan 13.38% dan 3.62% penyababmya dikarenakan naiknya neraca

perdagangan dari kenaikan ekspor migas dan non migas. Di tahun 2004 neraca

transaksi berjalan kembali mengalami penurunan yang signifikan menjadi 1.563

juta USD dengan perkembangan dari tahun sebelumnya sebesar -80.72% , hal ini

dikarenakan nilai ekspor yang menurun dari nilai impor.

Pada tahun 2005 perkembangan neraca transaksi berjalan kembali mengalami

penurunan dari tahun sebelumnya sebesar -82.21% dengan jumlah sebesar 278

juta USD . Penurunan di tahun 2005 disebabkan oleh penurunan kinerja transaksi

berjalan migas. Defisit transaksi berjalan migas disumbang oleh penurunan neraca

perdagangan setelah impor migas tumbuh lebih tinggi dibandingkan ekspor migas,

sehingga surplus neraca perdagangan menurun dan peningkatan defisit transaksi

jasa migas. Kinerja transaksi berjalan yang secara keseluruhan menurun tidak

terlepas dari pengaruh melonjaknya harga minyak dunia.

Di tahun 2006 dan 2007 perkembangan neraca transaksi berjalan kembali

menunjukkan kemajuan dengan menunjukkan peningkatan yang luar biasa dari

tahun 2005 sebesar 3806.12% pada tahun 2006 neraca transaksi berjalan menjadi

10.859 juta USD dan pada tahun 2007 sebesar 10.491 juta USD dengan

perkembangan -3.39% . Hal ini di karenakan oleh perkembangan ekonomi global

selama 2006 yang kondusif, khususnya tercermin pada kenaikan permintaan dunia

dan harga komoditas, cukup besar pengaruhnya terhadap peningkatan ekspor

Indonesia. Sebagai respons terhadap perkembangan ekonomi global tersebut,

71
volume ekspor pada sebagian besar komoditas juga mengalami peningkatan.

Namun di tahun 2008 terjadi penurunan transaksi berjalan yang cukup tajam

sebesar 126 juta dengan perkembangan sebesar -98.80%, dikarenakan

memburuknya pasar finansial global, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia

dan turunnya harga komoditas global. Memburuknya pasar financial global

mendorong aliran modal ke emerging countries semakin rentan terhadap

terjadinya arus pembalikan (capital reversal). Penyebab perlambatan pertumbuhan

ekonomi global yang terus berlangsung tidak terlepas dari semakin kuatnya imbas

perlambatan ekonomi negara maju terhadap tingkat pertumbuhan negara

berkembang. Sebagai akibat, tingkat pertumbuhan negara berkembang yang relatif

masih tinggi tidak dapat lagi menopang pertumbuhan ekonomi global

sebagaimana tahun sebelumnya. Seiring dengan semakin lemahnya pertumbuhan

ekonomi, permintaan komoditas juga semakin menurun sehingga mendorong

turunnya berbagai harga komoditas di pasar global.

Neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 mencatat kenaikan sebesar 10.628

juta USD dengan perkembangan dari tahun sebelumnya sebesar 8334.92%.

Peningkatan ini didukung oleh kinerja ekspor, yang meskipun mengalami

kontraksi akibat penurunan pertumbuhan ekonomi global, tercatat tidak sebesar

kontraksi pada impor. Kinerja ekspor tidak terlepas dari pengaruh permintaan

ekspor untuk barang berbasis sumber daya alam, khususnya barang pertambangan,

yang tetap tumbuh positif dalam periode kontraksi ekonomi global. Sementara itu,

impor melambat cukup signifikan terutama dipengaruhi oleh menurunnya

permintaan domestik sejalan dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi

72
domestik. Dan di tahun 2010 neraca transaksi berjalan mengalami penurunan

kembali menjadi sebesar 5.144 juta USD dengan perkembangan sebesar -51.60%

di sebabkan karena kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas dan gas yang

terjadi pada tahun 2010 lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan defisit neraca

perdagangan minyak dan neraca pendapatan. Kemudian pada tahun 2011

mengalami penurunan -67.24% menjadi 1.685 juta USD Penyebab penurunan

tersebut akibat ketidakpastian penyelesaian krisis utang di Eropa dan perlambatan

ekonomi AS yang mengakibatkan pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan

ekspor

Selama periode 2012-2019, neraca transaksi berjalan mengalami defisit dari

tahun ke tahun hal tersebut merupakan imbas dari penurunan pertumbuhan

ekonomi dunia, khususnya perkembangan dan pertumbuhan Republik Rakyat

China (mitra dagang utama Indonesia). Penurunan permintaan dan harga

komoditas global telah menyebabkan guncangan perdagangan yang besar, selain

itu besarnya biaya impor minyak Indonesia menjadi penyebab defisitnya neraca

transaksi berjalan Indonesia.

Tercatat pada tahun 2012 neraca transaksi berjalan mengalami penurunan

yang sangat tajam sebesar -24.418 juta USD dengan perkembangan 1549,1% hal

ini disebabkan oleh berkurangnya surplus neraca perdagangan barang yang

disertai dengan deficit neraca jasa dan pedapatan yang presisten, pada tahun 2013

kembali mengalami penurunan sebesar -29.109 dengan perkembangan 19,21% ini

disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang kemudian

73
berdampak pada turunnya harga komoditas global yang kemudian berdampak

pada penurunan ekspor Indonesia yang berbasis pada sumber daya alam,

Pada itahun 2014 neraca transaksi berjalan sebesar -27.510 dengan

perkembangan -5,49% sedikit membaik dari pada tahun sebelumnya hal ini

ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan non migas, neraca jasa dan

neraca pendapatan sekunder ditengah deficit neraca perdagangan migas dan

neraca pendapatan primer yang meningkat, tahun 2015 neraca transaksi berjalan

membaik dari tahun seblumnya dengan -17.519 juta USD dengan perkembangan

sebesar -36,32% perbaikan kinerja neraca transaksi berjalan tersebut ditopang

oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang dan neraca pendaptan

sekunder didukung pula penururnan deficit neraca jasa dan neraca perdagangan

primer. pada tahun 2016 neraca transaksi berjalan semakin membaik dari pada

tahun sebelumnya sebesar -16.952 dengan perkembangan -3,24% hal ini

disebabkan kinerja ekspor nonmigas meningkat tinggi, dipicu kenaikan harga

komoditas dunia.

Kemudian pada tahun 2017 kinerja neraca transaksi berjalan Kembali

membaik sebesar -16.196 juta USD dengan perkembangan sebesar -4,46

perbaikan tersebut disebakan oleh peningkatan surplus neraca perdagangan

barang, khususnya nonmigas, hal ini didorong kenaikann nilai ekspor akibat

perbaikan harga komoditas global dan peningkatan permintaan negara-negara

mitra dagang utama. dan pada 2018 neraca tranksi berjalan Indonesia mengalami

defisit yang cukup tajam dari tahun sebelumnya yakni sebesar -30.633 juta USD

dengan perkembangan sebesar 89,14% hal ini disebabkan penurunan kinerja

74
perdagangan barang nonmigas akibat masih tingginya impor sejalan dengan masih

kuatnya permintaan domestik di tengah kinerja ekspor yang terbatas. Selanjutnya

pada tahun 2019 kinerja defisit neraca transaksi berjalan Indonesia membaik

menjadi sebesar -30.376 juta USD dengan perkembangan -0,84 hal ini disebabkan

oleh turunnya impor minyak sejalan dengan kebijakan pengendalian impor seperti

program B20, program 20 persen bio diesel berbahan baku minyak kelapa sawit.

5.1.2 Perkembangan Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga

satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan

harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Dalam konsep perdagangan

internasional setiap negara yang tergabung di dalamnya harus menyamakan dulu

sistem moneternya yaitu alat pembayarannya dalam melakukan transaksi

perdagangan digunakan kurs valuta asing. Nilai tukar atau kurs menunjukan

seberapa besar rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh uang asing.

Kurs adalah harga satuan mata uang asing dengan uang dalam negeri,

dengan kata lain kurs merupakan harga suatu mata uang jika ditukarkan dengan

mata uang lainnya. Nilai tukar yang sering digunakan adalah nilai tukar rupiah

terhadap dollar, karena dolar adalah mata uang yang relatif stabil dalam

perekonomian. Beberapa tahun belakang ini nilai tukar Indonesia terus mengalami

depresiasi terhadap dollar AS yang disebabkan perang dagang antara amerika dan

china yang terus menerus.

75
Tabel 5.2 Perkembangan Nilai Tukar terhadap US$ Tahun 2000-2019

Perkembangan
Tahun Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ (Rp)
(%)
2000 9.595 -
2001 10.400 8.39
2002 8.940 -14.04
2003 8.465 -5.31
2004 9.290 9.75
2005 9.830 5.81
2006 9.020 -8.24
2007 9.419 4.42
2008 10.950 16.25
2009 9.400 -14.16
2010 8.991 -4.35
2011 9.068 0.86
2012 9.670 6.64
2013 12.189 26.05
2014 12.440 2.06
2015 13.795 10.89
2016 13.436 -2.60
2017 13.548 0.83
2018 14.481 6.89
2019 13.901 -4.01
Rata-Rata 2,43
Sumber : Bank Indonesia (data diolah 2021)

Rata-rata perkembangan nilai tukar terhadap dolar tahun 2000-2019

sebesar 2.43%. Pada tahun 2000 nilai tukar Indonesia terhadap US$ Rp9.595 dan

tahun 2001 nilai tukar mengalami depresiasi dari tahun sebelumnya sebesar

8,39%. Depresiasi yang terjadi pada tahun 2001 ini dipengaruhi oleh situasi dan

politik yang terjadi di dalam negeri. Pada tahun 2002 nilai tukar mengalami

apresiasi sebesar -14,04% hal ini terjadi karena pelaku pasar diliputi kecemasan

akibat muncUtang Luar Negeri ya berbagai ketidakpastian. Akan tetapi, sejumlah

76
ketidakpastian yang muncul, dapat ditutup sinyal positif yang mencuat Pada tahun

2003 mengalami apresiasi sebesar -5,31% hal ini terjadi karena hal-hal yang bisa

merusak kecenderungan membaik.

Pada tahun 2004 mengalami depresiasi sebesar 9,75% hal ini disebabkan

antara lain meningkatnya ketidakpastian menjelang sidang MPR dan persiapan

menjelang Pemilu 2004 serta kemungkinan melemahnya mata uang regional

akibat flight to safety jika terjadi serangan Amerika Serikat ke Irak. Setelah tahun

2004 nilai tukar kembali mengalami depresiasi pada tahun 2005 efek lain dari

meningkatnya ketidakpastian setelah sidang MPR dan Pemilu 2004 sebesar

5,81%.

Pada tahun 2006 nilai tukar mengalami apresiasi sebesar -8,24% hal ini

terjadi karena meningkatnya ekspor dengan masuknya investasi portofolio serta

meningkatnya cadangan devisa. Pada tahun 2007 nilai tukar kembali depresiasi

sebesar 4,42% membaiknya kinerja ekspor, kewajiban pemerintah Indonesia

terhadap utang luar negeri, termasuk juga pembayaran bunga hutang dan

principalnya. Pada tahun 2008 nilai tukar mengalami depresiasi sebesar 16,25%

hal ini disebabkan oleh krisis global yang melanda Amerika Serikat dan

memberikan imbas bagi perekonomian. Setelah terjadinya krisis, kemudian pada

tahun 2009 nilai tukar mengalami apresiasi kembali yaitu sebesar -14,16%

pelemahan rupiah terjadi setelah krisis finansial berakhir dan mata uang negara-

negara barat mulai pulih.

Pada tahun 2010 nilai tukar apresiasi sebesar -4,35% dollar AS akan terus

melemah dikarenakan kebijakan AS yang masih akan terus menjual aset-aset

77
sektor keuangan dan AS masih akan terus menutup defisitnya dengan cara

mengurangi konsumsi. Pada tahun 2011 nilai tukar terdepresiasi lagi sebesar

0,86% karena besarnya tekanan para investor dan perusahaan asing yang

mengambil keuntungannya dalam rangka tutup tahun dan selain masalah global

utamanya juga beberapa investor luar negeri mengambil profitnya, kemudian

perusahaan-perusahaan luar negeri dalam rangka tutup buku, mengambil beberapa

investasi mereka untuk bonus.

Selanjutnya pada tahun 2012 nilai tukar kembali terdepresiasi sebesar

6,64% dipengaruhi oleh kondisi nilai tukar global, khususnya dollar AS. Pada

tahun 2013 nilai tukar mengalami depresiasi sebesar 26,05% hal ini disebabkan

oleh defisit neraca pembayaran, khususnya neraca berjalan (current account).

Ketidakpastian penyelesaian krisis utang Eropa, investor asing cenderung mencari

safe haven, Likuiditas valas terbatas dan rencana pengurangan stimulus di

Amerika Serikat.

Pada tahun 2014 nilai tukar terdepresiasi kembali sebesar 2,06% yang

disebabkan oleh kebijakan pengetatan stimulus moneter oleh Bank Sentral

Amerika Serikat, kekhawatiran investor terhadap perkembangan ekonomi di

negara-negara emerging market, terutama China, India, dan Brasil. Ini berdampak

pada aktivitas transaksi perekonomian di pasar internasional. Gejolak harga

minyak dunia akibat gejolak geopolitik beberapa negara produsen di kawasan

Timur Tengah. Pada tahun 2015 nilai tukar mengalami depresiasi hingga 10,89%

yang disebabkan oleh kelanjutan krisis berkepanjangan di Yunani, pemulihan

78
ekonomi AS, penghentian quantitative easing di AS dan dinamika politik di masa

transisi pemerintahan.

Pada tahun 2016 nilai tukar terapresiasi sebesar -2,60% produk domestik

bruto tumbuh cukup akseleratif dibandingkan tahun lalu, dengan indeks harga

konsumen yang dapat dikelola di bawah 3,5 persen. Perbaikan ekonomi ini juga

tak lepas dari membaiknya harga sejumlah komoditas seperti batubara dan nikel.

Kemudian pada tahun 2017 nilai tukar mengalami depresiasi sebesar 0,83%

penguatan dolar berlanjut didukung juga oleh perbaikan dan konsistensi data-data

ekonomi AS, penguatan dolar AS terhadap rupiah salah satunya karena rencana

pemerintahan Donald Trump melakukan pemangkasan pajak, serta beberapa

situasi dan isu politik global.

Pada tahun 2018 nilai tukar mengalami depresiasi sebesar 6,89% tekanan

terhadap rupiah kembali meningkat seiring kuatnya ketidakpastian pasar keuangan

global. Hal ini memicu penguatan dolar AS secara meluas. Selanjutnya pada tahun

2019 nilai tukar mengalami apresiasi sebesar -4,01% dari tahun sebelumnya hal

ini disebabkan oleh ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit menurun

turut memberikan sentimen positif terhadap Rupiah.

5.1.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto

Untuk mengetahui keadaan ekonomi suatu negara dalam kurun waktu

tertentu, salah satu indikator pengukuran yang digunakan adalah data PDB

berdasarkan harga saat ini dan harga konstan. PDB pada dasarnya adalah jumlah

nilai tambah yang dihasilkan oleh semua sektor bisnis di negara tertentu, atau

jumlah dari produk dan jasa akhir yang dihasilkan oleh semua sektor ekonomi.

79
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia secara

umum menggunakan data PDB dengan harga konstan. Karena PDB harga konstan

(aktual) dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahunan

atau tingkat pertumbuhan setiap sektor, atau menunjukkan nilai tambah dari

barang dan jasa tersebut, nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung

berdasarkan harga saat ini pada tahun tertentu.

Perkembangan PDB Indonesia periode 2000-2019 rata-rata mengalami

pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya sebesar 5.28%. Berikut dibawah ini

merupakan data PDB Indonesia dan perkembangannya disetiap tahunnya dari

tahun 2000 sampai 2019:

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2000 sebesar 453.414

miliar, selanjutnya pada tahun 2001 PDB Indonesia mengalami peningkatan

sebesar 3.64 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan PDB Indonesia pasca

krisis ini diperkirakan dipicu oleh peningkatan hasil produksi pertanian yang

sedang mengalami musim panen dan juga peningkatan dari sektor perdagangan,

sektor industri pengolahan juga ikut memberi kontribusi terhadap peningkatan

PDB pada tahun tersebut. Selanjutnya pada tahun 2002 PDB mengalami

peningkatan sebesar 4.50 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi

pada sektor pertanian ditunjukkan dengan harga crude palm oil (CPO) yang

menjadi salah satu penyumbang peningkatan pertumbuhan ekonomi, walaupun

secara keseluruhan kondisi perekonomian menunjukkan perbaikan yang positif.

80
Tabel 5.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2000-2019

Tahun Produk Domestik Bruto Perkembangan


Indonesia (%)
(Milliar Rupiah)
2000 453.414 -
2001 469.934 3.64
2002 491.078 4.50
2003 514.553 4.78
2004 540.440 5.03
2005 571.205 5.69
2006 602.627 5.50
2007 640.863 6.35
2008 679.403 6.01
2009 710.852 4.63
2010 755.094 6.22
2011 801.682 6.17
2012 850.024 6.03
2013 897.262 5.56
2014 942.185 5.01
2015 988.129 4.88
2016 1.037.862 5.03
2017 1.090.479 5.07
2018 1.146.854 5.17
2019 1.204.480 5.02
Rata-rata 5.28

Sumber : World Bank (data diolah 2021)

Pada tahun 2003, pertumbuhan PDB Indonesia bila dibandingka dengan

tahun sebelumnya hanya sedikit mengalami peningkatan yaitu sebesar 4.78

persen. Kemudian pada tahun 2004 mengalami perlambatan laju pertumbuhan

dari tahun 2003 sebesar 4.78 persen menjadi 5.03 persen. Selanjutnya pada tahun

81
2005 PDB Indonesia hanya tumbuh sebesar 5.69 persen. Penurunan pertumbuhan

ekonomi terasa pada triwulan IV 2005 ini disebabkan dampak pemerintah

menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) 2 kali lipat , kenaikan tersebut

serta merta membuat daya beli masyarakat menurun yang berakibat pada

penurunan daya beli produksi. Seiring dengan tingginya laju inflasi tahun 2005

yang merupakan dampak langsung dari kenaikan harga BBM.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 tercatat sebesar 5.50 persen

Angka tersebut lebih rendah dibanding tahun 2005 dan juga masih dibawah target

pemerintah dalam APBN sebesar 5,9 persen. Melambatnya laju pertumbuhan pada

tahun ini masih dipengaruhi oleh dampuk kenaikan BBM dan tingginya suku

bunga sebagai konsekuensi dari penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

ditempuh untuk mengatasi guncangan kestabilan makroekonomi selama tahun

2005. Selama tahun 2006 semua sektor mengalami pertumbuhan positif bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun dibandingkan dengan laju

pertumbuhan tahun 2005 sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas

dan air minum serta sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami

perlambatan laju pertumbuhan.

Pada tahun 2007 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar

6.35 persen. Mencapai pertumbuhan tertinggi pada lima tahun terkahir. Dari sisi

produksi, semua sektor mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi pada sektor

pengangkutan dan komunikasi (14,385), diikuti oleh sektor listrik, gas dan air

bersih (10,40%) dan sektor bangunan (8,61%). Pada awal tahun 2008

pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang tinggi sampai

82
dengan triwulan 1I-2008. Adanya krisis ekonomi global yang melanda dunia

menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2008 masih

mengalami peningkatan walaupun mengalami perlambatan, seiring dengan

semakin melambatnya ekonomi dunia. Namun demikian, perlambatan pada

triwulan IV-2008 masih dapat mempertahankan PDB Indonesia sebesar 6,01

persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu membendung krisis

gobal dengan mengandalkan kegiatan ekonomi domestik. Dilihat dari sumberny

pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi

swasta dan ekspor.

Pada tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,63 persen

mengalami perlambatan dari tahun sebelumnya. Kontraksi perekonomian global

tidak dapat dihindari memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun

2009. Hal itu tidak terlepas dari pengaruh ekspor yang mencatat pertumbuhan

negatif sejalan dengan dampak kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia.

perlambatan ekonomi domestik akibat kontraksi ekspor tersebut, serta suku bunga

perbankan yang masih tinggi, pada gilirinnya berkontribusi pada melambatnya

pertumbuhan investasi. Dengan penurunan ekspor dan investasi tersebut,

pertumbuhan ekonomi tahun 2009 secara umum banyak ditopang oleh kegiatan

konsumsi domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah.

Peran konsumsi secara keseluruhan masih mampu menopang kegiatan ekonomi

Indonesia tahun 2009 untuk tetap tumbuh positif sebesar 4,5 persen.

Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global, perekonomian

Indonesia tahun 2010 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun

83
sebelumnya. Pertumbuhan PDB 2010 mencapai 6,22 persen. Di sisi permintaan,

meningkatnya pertumbuhan ekonomi didukung oleh kinerja ekspor dan investasi

yang tumbuh tinggi, disertai konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Kenaikan

harga komoditas internasional turut menunjang tingginya pertumbuhan ekspor

nasional. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang tetap kuat ditopang oleh

daya beli masyarakat yang terjaga didukung meningkatnya peran pembiayaan

lembaga keuangan.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang

kuat ditengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada

kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dari kestabilan makroekonomi yang

tetap terjaga. Pertumbuhan PDB mencapai 6,17 persen, peningkatan kinerja

tersebut disertai dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang tercermin dari

tingginya peran investasi dan ekspor sebagai sumber pertumbuhan, penurunan

angkat pengangguran dan kemiskinan, serta pemerataan pertumbuhan ekonomi

yang semakin membaik. Dari sisi eksternal, NPI mengalami surplus yang relatif

besar dengan cadangan devisa yang meningkat dan nilai tukar rupiah yang

mengalami apresiasi.

Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 tumbuh sebesar 6,03 persen

dibandingkan dengan tahun 2011. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor

ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi

9,98 persen dan terendah di sektor pertambangan dan penggalian 1,49 persen.

Meski lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 6,48 persen. Ditengah

Menurunnnya kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh

84
permintaan domestik yang tetap kuat. Kondisi ini didukung oleh ekonomi makro

dan sistem keuangan yang kondusif sehingga memungkinkan sektor rumah tangga

dan sektor usaha melakukan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Selain itu,

kuatnya permintaan domestic ditengah melemahnya kinerja ekspor menyebabkan

terjadinya ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan.

PDB Indonesia tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 5.56 persen jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2012 dengan laju pertumbuhan 6.03

persen. perubahan ekonomi global yang tidak sesuai harapan di tengah topangan

struktur ekonomi domestik yang belum kuat memberikan dampak kurang

menguntungkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013. Ekonomi global

2013 yang ditandai melambatnya pertumbuhan, menurunnya harga komoditas dan

berbaliknya arus modal, telah memberikan tekanan kepada ekonomi Indonesia

baik melalui jalur perdagangan maupun finanasial.

Pada saat bersamaan, struktur domestik kurang dapat menopang perubahan

eksternal tersebut sehingga penyesuaian ekonomi menjadi terhambat. Di satu sisi,

impor tetap besar mengingat kapasitas sektor industri domestik yang belum cukup

memadai dalam memenuhi kuatnya permintaan domestik dari kelas menengah

yang terus meningkat. Di sisi lain, investasi, khususnya mvestasi nonbangunan,

berada dalam tren menurun mengingat ada keterkaitan erat antara investasi

nonbangunan dengan kinerja ekspor dan juga ketidakpastian ekonomi yang

meningkat. Bank Indonesia mengetatkan kebijakan moneternya dalam rangka

melawan inflasi yang tinggi, mengurangi defisit transaksi berjalan yang lebar dan

mendukung rupiah yang dibebani oleh tekanan-tekanan berat mulai pertengahan

85
tahun 2013 karena pengetatan moneter di Amenka Seriat. Kebijakan Bank

Indonesia tersebut bertujuan untuk mendorong ekonomi bergerak ketingkat yang

lebih seimbang dan mengendalikan stabilitas makroekonomi

Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 mengalami moderasi pertumbuhan.

Pertumbuhan menghadapi perkembangan ekonomi global yang kurang kondusif

ditengah permasalahan struktural yang masih mengemuka, bauran kebijakan yang

ditempuh oleh Bank Indonesia dan pemerintah selama tahun 2014 mampu

menjaga stabilitas perekonomian domestik. Kombinasi kebijakan moneter bias

ketat yang dibarengi dengan kebijakan fiskal untuk menjaga sustainabilitas

mampu membuat laju inflasi terkendali ditengah kenaikan BBM, defisit transaksi

modal dan finansial meningkat, volatilitas nilai tukar yang menurun dan defisit

fiskal yang terkendali. Namun, ditengah belum optimalnya reformasi struktural

perkembangan ekonomi global yang tidak sebaik perkiraan semula dan kebijakan

sabilisasi makroekonomi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami

perlambatan menjadi 5,01 persen pada tahun 2014..

Pada tahun 2015, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami penurunan

menjadi 4,88 persen. Pertumbuhan ekonomi domestik terus melambat sampai

semester I 2015, sejalan dengan pelemahan ekonomi global, penurunan harga

permasalahan komoditas, dan tersendatnya belanja pemerintah akibat

permasalahan nomenklatur.

Pada tahun tahun 2016 PDB Indonesia tumbuh sebesar 5,02 persen,

meningkat jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu tumbuh sebesar 4,88

persen. penyesuaian ekonomi domestik yang baik serta respons kebijakan

86
makroekonomi yang solid dapat memitigasi risiko dari ekonomi global dan

mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 5,02 persen. Pada

triwulan IV 2016, beberapa perkembangan mengindikasikan peningkatan peran

investasi non bangunan dan ekspor dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan

diharapkan akan terus berlanjut pada 2017. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

meningkat berkontribusi positif pada penurunan tingkat pengangguran,

kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pada 2016.

Perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang membaik dan

melanjutkan perkembangan positif pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana

bertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2017 mencapai 5,07 persen. Sumber

pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2017 adalah industry pengolahan

yakni sebesar 0.91 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan ini dipengaruhi

oleh peningkatan ekspor sebagai dampak positif pemulihan ekonomi dunia, yang

pada akhrinya meningkatkan harga komoditas. Selain itu peningkatan impor

bahan baku dan barang modal digunakan untuk mendukung investasi dan

produksi dalam negeri.

Selanjutnya pada tahun 2018 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia

mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 5.17

persen. Angka ini merupakan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun

2014. sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari lapangan usaha industri

pengolahan sebesar 0,91 persen. Kemudian diikuti oleh perdagangan besar eceran,

reparasi mobil sepeda motor sebesar 0,61 persen, dan kehutanan perikanan

mencapai sebesar 0,50 persen. Selain itu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi

87
sepanjang 2018 adalah konsumsi dan investasi. Sementara itu ekspor belum

terlalu menggeliat disebabkan oleh perlambatan yang terjadi selama beberapa

bulan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 turun menjadi 5,02 persen, dari

capaian 2018 yang mencapai 5,17 persen. salah satu penyebabnya adalah

pertumbuhan sektor industri pengolahan yang melemah. Dikarenakan sektori ini

memiliki peran tertinggi dalam ekonomi Indonesia. Pada 2019, sektor industri

pengolahan hanya tumbuh 3,8 persen, turun dari tahun sebelumnya yang

mencapai 4,27 persen. Sehingga, kontribusi industri di struktur ekonomi

Indonesia turun jadi 19,7 persen, dari tahun sebelumnya 19,86 persen. Dari

pertumbuhan 5,02 persen, sektor industri sebenarnya masih menjadi

penyumbang tertinggi dengan angka 0,8 persen. Namun, angka ini terus turun

setiap tahun. Dari 0,92 persen pada 2017, lalu 0,91 persen pada 2018. Tak hanya

industri pengolahan, tiga sektor yang memiliki kontribusi besar pada ekonomi

Indonesia juga mengalami penurunan. Keduanya yaitu perdagangan, pertanian,

dan konstruksi.

5.1.4 Perkembangan Inflasi

Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus

dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan

kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi dapat digolongkan menjadi dua

yaitu, inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar

negeri. Inflasi yang berasal dari dalam negeri terjadi akibat defisit anggaran

88
belanja yang dibiayai dengan cara menyetak uang baru dan gagalnya pasar yang

berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi yang

berasal dari luar negeri terjadi akibat naiknya harga barang impor.

Tabel 5.4 Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 2000-2019


Tahun Inflasi (%)
2000 9,35
2001 12,55
2002 10,3
2003 5,06
2004 6,4
2005 17,11
2006 6,6
2007 6,59
2008 11,06
2009 2,78
2010 6,96
2011 3,79
2012 4,3
2013 8,38
2014 8,36
2015 3,35
2016 3,02
2017 3,61
2018 3,13
2019 2,72
Rata-Rata 6,95
Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah 2021)

Rata-rata perkembangan tingkat inflasi tahun 2000-2019 sebesar 6,95%.

Perkembangan tingkat inflasi mengalami fluktuasi setiap tahunya. Inflasi yang

tinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 17,11% diakibatkan oleh adanya isu

kenikan harga bahan bakar minyak dan Inflasi yang paling rendah terjadi pada

89
tahun 2019 sebesar 2,72% ini meningkatnya cadangan devisa serta nilai tukar

rupiah mengalami apresiasi.

Pada tahun 2000 inflasi naik sebesar 9,35% terjadi akibat kenaikan indeks

seluruh kelompok barang dan jasa seiring sektor riil yang mulai bergerak pada

kelompok bahan makanan, sandang, transpor dan komunikasi. Pada tahun 2001

inflasi meningkat dari tahun sebelumnya sebesar yaitu sebesar 12,55% akibat

kenaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti beras dan daging. Kemudian

pada tahun 2002 inflasi menurun menjadi 10,3% hal ini merupakan akibat dari

kebijakan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif dasar

listrik, dan telepon.

Pada tahun 2003 inflasi kembali menurun sebesar sebesar 5,06% Inflasi

terjadi karena adanya kenaikan harga pada semua kelompok barang dan jasa

seperti kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau,

perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olahraga, kelompok

transpor & komunikasi. Pada tahun 2004 inflasi mengalami kenaikan sebesar

6,4% terjadi karena kenaikan indeks pada semua kelompok barang dan jasa

seperti kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau,

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan naik, pendidikan,

rekreasi dan olah raga, transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Adapun

kelompok yang memberikan andil inflasi tertinggi selama 2004 adalah kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sedangkan komoditas yang paling

dominan memberikan andil inflasi nasional selama tahun 2004 adalah tarif

kontrak rumah.

90
Pada tahun 2005 inflasi naik kembali sebesar 17,11% hal ini diakibatkan

oleh adanya isu kenikan harga bahan bakar minyak. Pada tahun 2006 inflasi

mengalami penurunan sebesar 6,6% prospek ekonomi yang terus membaik,

pertumbuhan ekonomi sedikit lebih tinggi dan membaiknya kinerja ekspor serta

pulihnya daya beli serta membaiknya kinerja investasi. Pada tahun 2007 inflasi

turun sebesar 6,59% kenaikan harga pada kelompok barang dan jasa sebagai

seperti bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau,

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan,

rekreasi dan olahraga dan transpor, komunikasi, jasa keuangann.

Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak dan krisis

ekonomi melanda Amerika Serikat yang menjadikan inflasi naik sebesar 11,06%.

Meningkatnya cadangan devisa serta nilai tukar rupiah mengalami apresiasi

sehingga menyebabkan inflasi menurun sebesar 2,78% pada tahun 2009. Pada

tahun 2010 inflasi kembali naik diangka 6,96%. karena adanya kenaikan harga

yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan, kelompok

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan, air, listrik,

gas dan bahan bakar, kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan

Kemudian pada tahun 2011 inflasi menurun sebesar 3,79% karena

tekanan inflasi inti yang masih dapat dikenadalikan serta rendahnya inflasi bahan

pangan dan minimnya inflasi administered prices. Pada tahun berikut nya yaitu

2012 inflasi kembai mengalami kenaikan sebesar 4,3% hal ini dikarenakan

91
kenikan harga bahan makanan seperti beras, ikan segar, emas perhiasan, rokok

keretek filter, tarif angkutan, daging sapi, dan gula pasir.

Dilanjutkan pada tahun 2013 inflai mengalami peningkatan sebesar 8,38%

hal ini dikarenakan meningkatnya harga bahan bakar minyak dan pada tahun

2014 inflasi turun sebesar 8,36%. Pada tahun 2015 turun sebesar 3,35%

rendahnya konsumsi rumah tangga dan pesimisme konsumen atas ketersediaan

lapangan. Pada tahun 2016 inflasi turun sebesar 3,02% akibat daya dorong

pertumbuhan ekonomi kurang, daya beli masyarakat jadi rendah harga berbagai

komoditas relatif terkendali. Pada tahun 2017 inflasi sebesar 3,61% dipengaruhi

oleh harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices). Pada tahun 2018

naik sebesar 3,13% dapat terkendali tanpa adanya kenaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) bersubsidi dan tarif listrik, inflasi cukup stabil di tahun ini.

Kemudian pada tahun 2019 inflasi Indonesia mengalami penurunan menjadi

2,72% hal ini disebabkan oleh harga-harga barang yang bergejolak yang relatif

terkendali.

5.1.5 Perkembangan Suku Bunga

Suku bunga adalah nilai, tingkat, biaya atau manfaat yang diberikan

kepada penanam saham dari penggunaan aset spekulasi berdasarkan penghitungan

nilai moneter dalam jangka waktu tertentu. Harga pembiayaan dapat

mempengaruhi bunga tunai. Harga pembiayaan Bank digunakan untuk

mengendalikan perekonomian suatu negara sehingga jika biaya pinjaman

meningkat maka masyarakat akan menyisihkan uangnya untuk mendapatkan

biaya pinjaman yang lebih tinggi.

92
Tabel 5.5 Perkembangan Suku Bunga

Tahun Suku Bunga (%)

2000 14,53
2001 17,62
2002 12,93
2003 8,31
2004 7,43
2005 12,75
2006 9,75
2007 8
2008 9,25
2009 6,5
2010 6,5
2011 6
2012 5,75
2013 7,5
2014 7,5
2015 7,5
2016 6,5
2017 4,25
2018 6
2019 5
Rata-Rata 8,4
Sumber: Bank Indonesia (data diolah 2021)

Dari tabel diatas terdapat perkembangan tingkat suku bunga Indonesia dari

tahun 2000-2019 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2001

tingkat suku bunga meningkat dari tahun sebelumnya dengan nilai sebesar

17,62%. Nilai ini merupakan tingkat suku bunga tertinggi selama tahun 2000-

2019. Hal ini dikarenakan situasi politik dan keamanan pasca pemilu tahun 1999

memberikan dampak yang tidak diinginkan. Kemudian pada tahun 2002-2004

suku bunga mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2005 suku bunga

93
kembali mengalami peningkatan sebesar 12,75% hal ini dikarenakan ada risiko

kenaikan inflasi sebagai dampak rencana pemerintah menaikkan BBM.

Kemudian tahun 2006 sampai tahun 2007 tingkat suku bunga kembali

menurun. Pada tahun 2008 tingkat suku bunga meningkat sebesar 9,25% dan

menurun kembali pada tahun 2009-2010 dengan tingkat suku bunga pada kedua

tahun ini tetap sebesar 6,5%.

Pada tahun 2011-2012 tingkat suku bunga mengalami penurunan dari

tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 suku bunga meningkat sebesar 7,5% dan

tahun 2014 juga mengalami peningkatan sebesar 7,75%. Pada tahun 2015-2017

tingkat suku bunga kembali menurun. Suku bunga tahun 2017 memiliki nilai yang

paling rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Terdapat 4 alasan BI menurunkan

suku bunga acuannya. Pertama, pembengkakan nilai inflasi hingga pertengahan

tahun 2017 lebih rendah dari yang diperkirakan baru-baru ini, kedua, neraca

transaksi berjalan mengalami defisit sehingga dapat terkendali dengan dugaan

berada di level 1,5 hingga 2 persen dari total output nasional (Produk domestik

bruto), tiga faktor bahaya luar telah diredakan, sebagian besar dari pendekatan

bank nasional AS, bank sentral (The Fed), terakhir, penurunan suku bunga acuan

yang diharapkan dapat menyalurkan kredit-kredit di perbankan kemudian dapat

mendukung pertumbuhan laju perekonomian secara terus menerus. Pada tahun

2018 tingkat suku bunga meningkat lagi sebesar 6% dan pada tahun 2019 turun

kembali dengan nilai sebesar 5%.

94
5.2 Pengaruh Nilai Tukar, Produk Dometik Bruto, Inflasi dan Suku Bunga

Terhadap Neraca Transaksi Berjalan

Unuk membuktikan adanya pengaruh dari Nilai Tukar, Produk Domestik

Bruto, inflasi dan suku bunga terhadap Neraca Transaksi Berjalan Indonesia, yang

sudah dijelaskan sesuai dengan teori-teori sebelumnya maka akan dianalisis secara

kuantitatif. Untuk menguji ada tidaknya, pengaruh setiap variabel independen

yaitu Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, inflasi dan suku bunga terhadap

variabel dependen yaitu Neraca Transaksi Berjalan. Maka dilakukan pengujian

model regresi liniear berganda OLS (Ordinary Least Square) menggunakan

bantuan software Eviews 10.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak Eviews-

10 diperoleh hasil persamaan regresi sebagai berikut:

Tabel 5.6 Hasil Estimasi Regresi

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 69677.47 15749.26 4.424175 0.0005


NT -2.330462 0.576414 -4.043034 0.0011
PDB -0.045537 0.010676 -4.265306 0.0007
INF -2244.751 785.1303 -2.859081 0.0119
SB -171.5241 984.0502 -0.174304 0.8640

R-squared 0.796099
Adjusted R-squared 0.741725
Prob(F-statistic) 0.000046
Sumber: Data diolah melalui eviews 10

Berdasarkan hasil regresi linear berganda pada tabel 5.1 diatas, maka

diperoleh model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

NTB = 69677.47– 2.330462NT – 0.045537PDB– -2244.751INF-171.5241SB

95
5.3 Pengujian Hipotesis

Dari persamaan yang dihasilkan maka dapat dilakukan uji hipotesis yang

meliputi pengujian pengaruh variabel independent secara simultan (uji F-statistik),

pengujian pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent secara

parsial (t-statistik) dan pengukuran persentase pengaruh semua variabel

independent terhadap variabel dependent atau uji koefisian determinasi (R2 ).

5.3.1 Uji F

Uji F-statistik dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independent

yaitu Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, inflasi dan suku bunga secara

bersama-sama terhadap variabel dependent yaitu Neraca Transaksi Berjalan.

Berdasarkan hasil regresi secara simultan melalui program E-views 10 diperoleh

nilai probalitas F statistik sebesar 0.000046 yang lebih kecil dibandingkan dengan

nilai alfa 5% (0.05) maka dapat disimpulkan secara bersama-sama variabel Nilai

Tukar, Produk Domestik Bruto, inflasi dan suku bunga berpengaruh signifikan

terhadap Neraca Transaksi Berjalan.

5.3.2 Uji t

Uji ini digunakan untuk menentukan apakah variabel-variabel independent

dalam persamaan regresi secara individu signifikan dalam memprediksi nilai

variabel dependent dengan menggunakan tingkat signifikan α = 5% atau 0.05.

Dari hasil regresi diperoleh t-hitung masing-masing variable sebagai berikut:

96
Tabel 5.7 Hasil Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 69677.47 15749.26 4.424175 0.0005
NT -2.330462 0.576414 -4.043034 0.0011
PDB -0.045537 0.010676 -4.265306 0.0007
INF -2244.751 785.1303 -2.859081 0.0119
SB -171.5241 984.0502 -0.174304 0.8640
Sumber: Data diolah melalui Eviews 10

Berdasarkan olahan data diatas diperoleh:

1. Uji statistik variabel nilai tukar bahwa nilai t-statistik -4.043034 dengan

nilai probabilitas 0.0011 angka ini lebih kecil dari α = 5% atau 0.05. Hal ini

berarti variabel nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi

berjalan.

2. Uji statistik variabel produk domestik bruto bahwa nilai t-statistik sebesar --

4.265306nilai probabilitas 0.0007 angka ini lebih kecil dari α = 5% atau 0.05. Hal

ini berarti variabel produk domestik berpengaruh signifikan terhadap neraca

transaksi berjalan.

3. Uji statistik variabel inflasi bahwa nilai t-statistik sebesar -2.859081dengan

nilai probabilitas 0.0119 angka ini lebih kecil dari α = 5% atau 0.05. Hal ini

berarti variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan.

4. Uji statistik variabel suku bunga bahwa nilai t-statistik sebesar -0.174304

dengan nilai probabilitas 0.8640 angka ini lebih besar dari α = 5% atau 0.05. Hal

ini berarti variabel suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap neraca

transaksi berjalan.

97
5.3.3 Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan pengujian regresi diperoleh, koefisien determinasi digunakan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh utang luar negeri, nilai tukar dan

produk domestic bruto terhadap neraca transaksi berjalan. Semakin tinggi

koefisien determinasi atau mendekati satu maka akan semakin baik model tersebut

artinya seberapa besar pengaruh variabel variabel independen terhadap variabel

dependen.

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh nilai R2 sebesar 0.796099 yang

artinya variabel independen nilai tukar, produk domestic bruto, inflasi dan suku

bunga mempengaruhi variabel dependen neraca transaksi berjalan sebesar 79,60

% sedangkan sisanya sebesar 20,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar

penelitian ini.

5.4 Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik ini digunakan agar hasil prediksi tidak bias atau valid

dan memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yang

meliputi Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan, Uji

Autokorelasi.

5.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengatahui apakah data yang digunakan

dalam analisis terdistribusi dengan normal atau tidak. Salah satu alat yang

digunakan dalam melakukan tahapan uji normalitas yakni menggunakan uji

Jargue-bera. Dengan tingkat kesalahan yakni 5% atau 0,05. Berikut ini hasil uji

normalitas.

98
Gambar 5.1 Hasil Uji Normalitas
8
Series: Residuals
7 Sample 2000 2019
Observations 20
6
Mean 2.12e-11
5 Median -489.8868
Maximum 13318.36
4 Minimum -9424.729
Std. Dev. 6499.586
3 Skewness 0.287355
Kurtosis 1.942238
2
Jarque-Bera 1.207627
1 Probability 0.546723

0
-10000 -5000 0 5000 10000 15000

Sumber: Data diolah melalui Eviews 10

Berdasarkan gambar diatas diperoleh nilai Jarque-Bera Probality sebesar

(0.546723) > (0,05) artinya model lolos dari ketidak normalan distribusi residual

atau berdistribusi normal.

5.2.2 Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk memastikan apakah model

regresi menunjukkan adanya korelasi atau hubungan kuat antara dua varibel bebas

atau lebih dalam sebuah model regresi berganda. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas salah satunya dengan

melihat nilai variance inflation factor (VIF) pada model regresi, dengan ketentuan

VIF < 10 dideteksi model bebas multikolinearitas, VIF > 10 dideteksi model

mengandung multikolinearitas.

99
Tabel 5.8 Hasil Uji Multiokolinearitas
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF

C 2.48E+08 92.70781 NA
KURS 0.332253 14.12927 1.158396
PDB 0.000114 26.37264 4.446607
INF 616429.5 13.81643 3.253480
SB 968354.9 30.11017 4.092481

Sumber: Data diolah melalui Eviews 10

Pada tabel diatas penelitian pengujian Variance Inflation Factor (VIF) pada

setiap variabel bebas, diperoleh nilai VIF variabel kurs diperoleh nilai VIF

sebesar 1.158396< 10, variabel pdb sebesar 4.446607< 10, variabel INF

diperoleh nilai VIF sebesar 3.253480< 10, variable SB diperoleh nilai VIF

sebesar 4.092481<10. Maka ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas dari

multikolinearitas.

5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Ada beberapa cara yang

dapat dilakukan untuk mendeteksi heteroskedastisitas yaitu, uji Park, uji Gletser,

uji White, grafik Scatterplot, dan uji koefisien korelasi spearman. Dalam

penelitian ini digunakan uji White pada tabel berikut:

100
Tabel 5.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.854067 Prob. F(14,5) 0.1264


Obs*R-squared 17.77565 Prob. Chi-Square(14) 0.2172
Scaled explained SS 4.710624 Prob. Chi-Square(14) 0.9894

Sumber: Data diolah melalui Eviews 10

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa probabilitas Chi-Square lebih besar

dari nilai probabilitas α 5% (0.05) atau 0.2172 > 0.05 dimana dengan ini

mengartikan bahwa nilai tukar, produk domestic bruto, inflasi dan suku bunga

terhadap Neraca Transaksi Berjalan menunjukkan bebas heteroskedastisitas.

5.2.4 Uji Autokerelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara

variabel yang ada didalam model prediksi dengan perubahan waktu atau untuk

memeriksanya terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu dengan periode t

dengan kesalahan periode t-1 yang berarti kondisi saat ini dipengaruhi oleh

kondisi sebelumnya dengan kata lain autokorelasi sering terjadi pada data time

series. Data yang baik adalah data yang tidak terdapat autokorelasi didalamnya.

Tabel 5.10 Hasil Uji Autokorelasi


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.701800 Prob. F(2,13) 0.5135


Obs*R-squared 1.948957 Prob. Chi-Square(2) 0.3774

Sumber: Data diolah melalui Eviews 10

101
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai probabilitas Chi-Square

sebesar 0.3774 > 0.05 dimana dengan ini dalam model pengujian Breusch-

Godfrey Serial Correlation LM Test tidak terjadinya autokorelasi atau bebas dari

autokorelasi.

5.4 Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi ditujukan untuk menginterpretasikan hasil dari analisis

berdasarkan ilmu ekonomi terhadap keseluruhan hasil analisis. Untuk mengetahui

besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas (utang luar negeri, nilai tukar

dan produk domestik bruto) terhadap variabel terikat (neraca transaksi berjalan)

dapat dilihat dari besarnya masing-masing variabel.

1. Pengaruh nilai tukar terhadap neraca transaksi berjalan

Dari hasil regresi menunjukkan bahwa variabel nilai tukar memiliki

hubungan negatif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Apabila nilai

tukar mengalami kenaikan atau terdepresiasi sebesar 1 rupiah maka defisit neraca

transaksi berjalan akan menurun. apabila mata uang rupiah mengalami depresiasi,

maka harga barang ekspor dalam mata uang asing akan menurun sedangkan harga

barang impor meningkat, yang pada akhirnya permintaan barang ekspor akan

meningkat dan permintaan barang impor akan menurun. Ketika terjadinya ekspor

maka mampu meningkatkan posisi neraca perdagangan dan mengurangi defisit

neraca transaksi berjalan. Namun depresiasi nilai tukar ini hanya dalam jangka

pendek, apabila dalam jangka panjang maka akan membuat perekonomian

menjadi buruk karena harga barang impor lebih mahal yang mana bahan baku

produksi di Indonesia masih menggunkan produk Impor maka hal tersebut dapat

102
menyebabkan mahalnya barang ekspor dan dapat menyebabkan menurunnya

ekspor.

2. Pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan

Dari hasil regresi menunjukkan bahwa variabel produk domestik bruto

memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi mencerminkan peningkatan pendapatan

rumah tangga, swasta maupun pemerintah, dengan peningkatan pendapatan

tersebut maka menyebabkan kemampuan (daya beli) meningkat, sehingga akan

meningkatkan pula konsumsi barang atau jasa. apabila produksi dalam negeri

tidak dapat memenuhi permintaan kebutuhan domestik, maka akan menyebabkan

terjadinya impor barang dan jasa sehingga cenderung akan menyebabkan defisit

pada neraca transaksi berjalan.

3. Pengaruh inflasi terhadap neraca transaksi berjalan

Dari hasil regresi menunjukkan bahwa variable inflasi memiliki hubungan

negatif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini menunjukkan

bahwa tingginya tingkat inflasi dalam negeri membuat harga-harga dalam negeri

lebih mahal ketimbang harga-harga diluar negeri, oleh karena itu inflasi

berkecenderungan menambah impor, inflasi juga dapat menyebabkan harga

barang ekspor menjadi lebih mahal sehingga hal tersebut dapat membuat ekspor

menjadi menurun dan dengan begitu neraca transaksi berjalan akan mengalami

defisit.

4. Pengaruh suku bunga terhadap neraca transaksi berjalan

103
Dari hasil regresi menunjukkan bahwa suku bunga tidak berpengaruh

signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Apabila suku bunga rendah maka

akan menyebabkan cosh of money atau biaya yang harus dibayar perusahaan atas

penggunaan uang dari pihak yang menjadi lebih murah dan akhirnya akan

memperkuat daya saing ekspor dipasar dunia sehingga akan membuat dunia usaha

meningkat untuk melakukan investasi ke dalam negeri. Dengan begitu produksi

akan naik dan pertumbuhan ekonomi akan membaik yang akan berdampak pada

meningkatnya neraca transaksi berjalan.

5.6 Implikasi Kebijakan

Impilasi merupakan suatu konsekuensi atau dampak lamgsung akibat

adanya penelitian atau penemuan. Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan

bebarapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau instansi yang berkaitan

dengan neraca transaksi berjalan.

1. Pemerintah dan otoritas moneter diharapkan lebih menjaga kestabilan nilai

mata uang rupiah terhadap mata uang asing agar menciptakan iklim

perekonomian yang kondusif dan stabil tanpa menimbulkan gejolak

ketidakpastian akibat fluktuasi nilai tukar.

2. Pemerintah diharapkan dapat mendorong masyarakat dan mengkampanyekan

untuk lebih mencintai dan menggunakan produk-produk yang ada di dalam

negeri dan berjiwa wirausaha khususnya meningkatkan kreativitas dan

menciptakan inovasi-inovasi baru yang dapat berdaya saing sehingga dapat

meningkatkan ekspor Indonesia. Masyarakat juga harus lebih produktif dan

tidak konsumtif agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lagi ditopang

104
oleh konsumsi masyarakat yang tinggi melainkan dengan produktifitas yang

tinggi dengan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pasar

domestik dan internasional.

3. Kemudian pemerintah diharapkan agar lebih memperkuat fundamental

ekonomi Indonesia, khususnya ketersediaan sumber daya di dalam negeri

seperti BBM, beras, garam, cabai, bawang dan kebutuhan pokok lainnya agar

supaya bisa memenuhi permintaan dalam negeri.

4. Pemerintah menetapkan celling price terhadap barang dan jasa (untuk

mencegah fluktuasi harga) dan untuk mengurangi adanya impor dikarenakan

harga domestik yang cenderung mahal diakibatkan dari inflasi sehingga orang

lebih memilih impor untuk harga barang yang lebih murah

105
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

beberapa hal dari penelitian ini yaitu :

1. Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode tahun 2000-

2019 mengalami fluktuatif dengan rata-rata perkembangan sebesar 540.49%

pertahun. Perkembangan nilai tukar selama periode tahun 2000-2019

mengalami fluktuasi dengan rata-rata perkembangan sebesar 2.43% pertahun.

Perkembangan produk domestik bruto selama periode tahun 2000-2019

mengalami fluktuasi dengan rata-rata perkembangan sebesar 5.28% pertahun.

Perkembangan inflasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya dengan rata-rata

perkembangan sebesar 6,95% pertahun. Suku Bunga mengalami fluktuasi

setiap tahun dengan rata-rata 8,40% pertahun.

2. Berdasarkan hasil regresi variabel nilai tukar, produk domestic bruto dan

inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan,

sedangkan variabel suku bunga berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap neraca transaksi berjalan.

6.2 Saran

1. Pemerintah dan Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan dapat

menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan menjaga

kestabilan tingkat inflasi dalam negeri.

106
2. Pemerintah diharapkan membatu pelaku usaha/produsen dalam kualitas dan

mutu produksi sehingga dapat menghasilkan nilai tambah produk yang dapat

bersaing di pasar internasional sehingga meningkatkan ekspor dan

memperbaiki defisit pada neraca transaksi berjalan.

107
DAFTAR PUSTAKA

Arintoko, A., & Wijaya, F. (2005). Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Indonesia, Periode 1990. I–2004. II
(Kasus Indonesia-Amerika Serikat). Buletin Ekonomi Moneter Dan
Perbankan, 8(3), 1-21.

Asmarani, T. E., & Falianty, T. A. (2015). The Persistency and The Sustainability
of The Indonesia's Current Account Deficit. Buletin Ekonomi Moneter Dan
Perbankan, 17(3), 315-338.

Badan Pusat Statitik. 2021. Indeks Harga Konsumen.


https://www.bps.go.id/subject/3/inflasi.html#subjekViewTab1. Diakses
pada tanggal 12 Mei 2021

Bank Indoenesia. 2019. Statistik Ekonomi dan Keuangan


Indonesia.https://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/eksternal/Contents/D
efault.aspx.diakses pada tanggal 30 September 2020

Bank Indonesia. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. Berbagai series Tahun


2000 – 2019.

Boediono, Ekonomi Moneter: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi,


(Yogyakarta: BPFE, 1994), h. 76

Boediono. 2001. Ekonomi Moneter edisi ke-3. Yogyakarta: BPFE.


Debora, Y. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Neraca Transaksi Berjalan
di Indonesia: pendekatan model dinamis.

Fahmi, Irham. 2018. Pengantar Perekonomian Indonesia: Teori, Konsep dan


Realitas. Bandung: ALFABETA.

Fitri, W. (2014). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi neraca transaksi


berjalan: studi kasus Indonesia tahun 1990-2011. Economics Development
Analysis Journal, 3(1).
Handoko, R. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Transaksi
Berjalan Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan, 14(4), 35-35.

Haryadi. 2018. Ekonomi Internasional Buku Lengkap: Teori dan Aplikasi. Jambi:

Jeff, Madura. 2003. Internasional Financial Management, 7 TH Edition West


Publishing Comp.

Jeff, Madura. 2008. Introduction to Business, Pengantar Bisnis. edisi 4: Salemba


Empat.

108
Krugman, Paul dan Obstfeld Maurice. 1999. “Ekonomi Internasional: Teori dan
Kebijakan”. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Kuncoro, M. (2001). Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan).


BPFE UGM Yogyakarta. Yogyakarta.

Lapian, M., Rotinsulu, T. O., & Wauran, P. C. (2018). ANALISIS FAKTOR-


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NERACA TRANSAKSI
BERJALAN DI INDONESIA PERIODE 2010: Q1-2017: Q4. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(2).
Lapian, M., Rotinsulu, T. O., & Wauran, P. C. (2018). ANALISIS FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NERACA TRANSAKSI
BERJALAN DI INDONESIA PERIODE 2010: Q1-2017: Q4. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 18(2).

Mankiw, N Gregory.(2015).Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro.


Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Marliantika, D. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neraca
Transaksi Berjalan Indonesia (Periode 1988-2002) (Doctoral Dissertation,
Universitas Airlangga).

Mishkin, Frederic S. (2008). Ekonomi, Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan.


Edisi 8.Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Muelgini, Y., & Khoirunnisa, D. Analisis Neraca Transaksi Berjalan Di


Indonesia: Pendekatan Mundell-Fleming. Analisis Neraca Transaksi
Berjalan Di Indonesia: Pendekatan Mundell-Fleming.

Murni, Asfia. 2013. Ekonomika Makro Edisi Revisi. Bandung: PT Refika


Aditama.

Nopirin. 2010. Ekonomi Internasional edisi 3. Yogyakarta: BPFE.

Permana, Sony, Hendra., (2014), Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan (BI Rate)
Info: Ekonomi dan Kebijakan Publik, Vol. VI, No. 22/II/P3DI/
November/2014 Hal 1-4.

Ramadhani, dan Daulay, Murni.2014. Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Transaksi Berjalan Indonesia Periode 2006 – 2013. Jurmal
Ekonomi dan Keuangan. Vol.2 No.90.

Salvatore, D. (2014). Ekonomi Internasional, Jakarta: Salemba Empat Ed.9 .

Saputra, T., & Maryatmo, R. (2017). Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga
Acuan Terhadap Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia Periode 2005: 1–
2015: 1 (Pendekatan Error Correction Model).

109
Santosa, Agus Budi. 2010.” Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Neraca Transaksi Berjalan”. Vol. 2 No. 2 p. 169-181 ISSN: 1979-4878.
Universitas Stikubank Semarang.

Simorangkir, Iskandar, dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Seri .

Sitompul, Rido. 2016. Skripsi Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi


transaksi berjalan Indonesia (Periode 2001:Q1 – 2014:Q4). Bandar
Lampung: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Sugiyono, F. X. (2002). Neraca Pembayaran: Konsep, Metodologi, dan


Penerapan. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.

Sujarweni, V Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sukirno, Sadono, 2002. Makro Ekonomi Modern, P.T.Rajawali Grafindo Persada


: Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta :


PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan, proses, masalah, dan dasar


kebijakan. Kencana Predana Media Group. Jakarta.

Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran.


Jakarta: Pustaka LP3ES.

Ukhrowiyah, Nurul. 2014. Skripsi: Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi


Defisit Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia melalui Pendekatan Error
Correction Model (ECM). Surakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wijaya, E. (2019). Kondisi Makroekonomi Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi


Neraca Transaksi Berjalan Periode 1999-2016. Ekspansi: Jurnal Ekonomi,
Keuangan, Perbankan dan Akuntansi, 11(1), 87-100.

World Bank. 2021. GDP (constant 2010 US$) Indonesia.


https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD?locations=ID

World Bank. 2021. Lending Interest Rate (%) Indonesia.


https://data.worldbank.org/indicator/FR.INR.LEND?locations=ID.

110
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Diolah

Neraca Produk
Transaksi Domestik Suku
Tahun Inflasi Nilai Tukar
Berjalan Bruto Bunga
( Juta USD) (Miliar)
2000 7.992 9,35 9.595 453.414 14,53
2001 6.900 12,55 10.400 469.934 17,62
2002 7.823 10,3 8.940 491.078 12,93
2003 8.106 5 8.465 514.553 8,31
2004 1.563 6,4 9.290 540.440 7,43
2005 278 17,11 9.830 571.205 12,75
2006 10.859 6,6 9.020 602.627 9,75
2007 10.491 6,59 9.419 640.863 8
2008 126 11,06 10.950 679.403 9,25
2009 10.628 2,78 9.400 710.852 6,5
2010 5.144 6,96 8.991 755.094 6,5
2011 1.685 3,79 9.068 801.682 6
2012 -24.418 4,3 9.670 850.024 5,75
2013 -29,109 8 12.189 897.262 7,5
2014 -27,510 8,36 12.440 942.185 7,5
2015 -17,519 3,35 13.795 988.129 7,5
2016 -16,952 3,02 13.436 1.037.862 6,5
2017 -16,196 3,61 13.548 1.090.479 4,25
2018 -30,633 3,13 14.481 1.146.854 6
2019 -30.376 2,72 13.901 1.204.480 5

111
Lampiran 2. Hasil Regresi

Dependent Variable: NTB


Method: Least Squares
Date: 07/05/21 Time: 13:18
Sample: 2000 2019
Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 69677.47 15749.26 4.424175 0.0005


KURS -2.330462 0.576414 -4.043034 0.0011
PDB -0.045537 0.010676 -4.265306 0.0007
INF -2244.751 785.1303 -2.859081 0.0119
SB -171.5241 984.0502 -0.174304 0.8640

R-squared 0.796099 Mean dependent var -3462.096


Adjusted R-squared 0.741725 S.D. dependent var 14393.80
S.E. of regression 7315.043 Akaike info criterion 20.84557
Sum squared resid 8.03E+08 Schwarz criterion 21.09450
Log likelihood -203.4557 Hannan-Quinn criter. 20.89417
F-statistic 14.64123 Durbin-Watson stat 1.483843
Prob(F-statistic) 0.000046

112
Lampiran 3. Uji Multikolinearitas

Variance Inflation Factors


Date: 07/05/21 Time: 13:19
Sample: 2000 2019
Included observations: 20

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 2.48E+08 274.8013 NA
KURS 0.332253 34.53626 5.823048
PDB 0.000114 14.28985 1.171562
INF 616429.5 13.56987 3.195420
SB 968354.9 87.30562 2.921715
Variance Inflation Factors

113
Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.854067 Prob. F(14,5) 0.0527


Obs*R-squared 17.77565 Prob. Chi-Square(14) 0.1835
Scaled explained SS 4.710624 Prob. Chi-Square(14) 0.9593

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/05/21 Time: 13:21
Sample: 2000 2019
Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.42E+08 3.70E+09 -1.810406 0.1300


KURS^2 -0.983654 0.000891 -1.617809 0.1666
KURS*PDB 0.073968 0.112349 0.170647 0.8712
KURS*INF -4459.589 68.52831 -0.027907 0.9788
KURS*SB 6717.536 106.2774 -2.706107 0.0425
KURS -64128.02 3158.303 1.827647 0.1272
PDB^2 -0.000252 2.989863 -0.757434 0.4829
PDB*INF 87.71219 8602.560 -0.764266 0.4792
PDB*SB -104.6126 10070.60 -0.139818 0.8943
PDB -83.92255 283279.6 0.287948 0.7849
INF^2 3411641. 2204517. 1.502091 0.1934
INF*SB -1060781. 4533799. -1.104450 0.3197
INF -33416540 1.32E+08 0.847223 0.4355
SB^2 -3139539. 4045515. -3.100402 0.0268
SB 58278817 2.18E+08 2.679642 0.0438

R-squared 0.888782 Mean dependent var 36411512


Adjusted R-squared 0.577373 S.D. dependent var 40966721
S.E. of regression 25983155 Akaike info criterion 36.72940
Sum squared resid 3.38E+15 Schwarz criterion 37.47620
Log likelihood -355.9750 Hannan-Quinn criter. 36.87518
F-statistic 2.854067 Durbin-Watson stat 2.455427
Prob(F-statistic) 0.126431

114
Lampiran 5. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.701800 Prob. F(2,13) 0.2037


Obs*R-squared 1.948957 Prob. Chi-Square(2) 0.1140

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/05/21 Time: 13:21
Sample: 2000 2019
Included observations: 20
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -6309.403 25341.61 -0.468780 0.6470


KURS 0.009986 0.011776 0.402868 0.6936
PDB 0.003748 0.591159 0.082084 0.9358
INF 146.6193 743.0385 0.451127 0.6593
SB 274.8469 1003.251 0.394351 0.6997
RESID(-1) 0.234945 0.308016 1.310828 0.2126
RESID(-2) 0.208795 0.325406 0.559116 0.5856

R-squared 0.097448 Mean dependent var 4.55E-12


Adjusted R-squared -0.319115 S.D. dependent var 6190.954
S.E. of regression 7464.952 Akaike info criterion 20.70348
Sum squared resid 7.24E+08 Schwarz criterion 21.05199
Log likelihood -202.4304 Hannan-Quinn criter. 20.77152
F-statistic 0.233933 Durbin-Watson stat 1.775775
Prob(F-statistic) 0.957680

115
Lampiran 6. Uji Normalitas
8
Series: Residuals
7 Sample 2000 2019
Observations 20
6
Mean 2.12e-11
5 Median -489.8868
Maximum 13318.36
4 Minimum -9424.729
Std. Dev. 6499.586
3 Skewness 0.287355
Kurtosis 1.942238
2
Jarque-Bera 1.207627
1 Probability 0.546723

0
-10000 -5000 0 5000 10000 15000

116
1

Anda mungkin juga menyukai