Anda di halaman 1dari 28

USULAN PENELITIAN

PEMEROLEHAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI

MELALUI METODE BERCERITA PADA SISWA CREATIVE

KINDERGARTEN BUAHATI SCHOOL DENPASAR

RANI TRI MUNINGGAR

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2022
USULAN PENELITIAN

PEMEROLEHAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI

MELALUI METODE BERCERITA PADA SISWA CREATIVE

KINDERGARTEN BUAHATI SCHOOL DENPASAR

RANI TRI MUNINGGAR

2180111010

PROGRAM STUDI MAGISTER LINGUISTIK

KONSENTRASI PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengajak anak kecil sering berbicara akan berpengaruh pada akuisisi bahasa

si anak tersebut, karena dengan kita memberi stimulus akan merangsang anak untuk

mengucapkan beberapa kata baru yang keluar. Pemerolehan bahasa anak- anak usia

dini terutama di lingkungan taman kanak-kanak sangat unik dan menarik untuk di

kaji lebih jauh lagi. Hal ini harus dilakukan karena seorang anak mengucapkan

sebuah kata atau kalimat dari apa yang mereka dengar dan mereka lihat. Menurut

(Chaer, 2009) mengungkapkan bahwa bahasa lisan yang keluar dari mulut anak-anak

ini banyak sekali penafsirannya yang pada umumnya ibu mereka yang mampu

menafsirkannya dengan tepat. Selain ucapan yang keluar, kita harus mengetahui

pesan yang diujarkan oleh anak-anak. Dua hal ilmu yang dipelajari tersebut

dinamakan psikolinguistik.

Dalam menyempurnakan bahasa lisan anak diperlukan seseorang

mengarahkkan setiap kata maupun kalimat yang dikeluarkan. Kita ketahui usia anak

dengan kisaran 4-6 tahun merupakan masa keemasan yang penting bagi anak untuk

mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk memfasiltasi

masa tumbuh kembang anak dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang

sesuai dengan umur dan kebutuhan anak. Dalam hal ini, peran gurulah yang sangat

penting dalam memilih model, metode dan strategi yang digunakan dalam proses

pembelajaran di kelas.
Dalam mengajarkan anak usia dini terutama pada taman kanak-kanak, seorang

guru harus mampu mengenali karakteristik anak terlebih dahulu sebelum memilih

metode dan media yang tepat untuk mereka. Upaya inilah yang dilakukan oleh guru

agar mengembangkan seluruh aspek perkembangan pada anak, salah satunya aspek

kemampuan bahasa. Bahasa merupakan aspek terpenting yang digunakan manusia

dalam berkomunikasi. Menurut Dardjowijojo (2018:16) bahasa merupakan suatu

sistem simbol lisan yang arbiter yang dipakai oleh anggota masyarakat bahasa untuk

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama.

Pengembangan berbahasa pada siswa di TK lebih menekankan pada

mendengar dan berbicara. Melihat perkembangan berbahasa pada anak usia dini

terutama fokus pada bahasa lisan, maka pemerintah merancang kurikulum TK yang

mengarah pada memotivasi anak supaya mendengarkan dan berbahasa lisan yang

baik dan benar. Berdasarkan Permendiknas nomor 58 tahun 2009, ruang lingkup

aspek perkembangan pembelajaran di TK yang saling terkait adalah pengembangan

moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial, emosional dan kemandirian,

pengembangan kemampuan berbahasa, kognitif, danfisik/motorik. Apabila salah satu

dari aspek perkembangan tersebut mendapat masalah, maka tujuan pendidikan di TK

tidak tercapai. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada TK Kreatif

Buahati Denpasar, didapatkan beberapa anak masih kurang mampu dalam

mengembangkan kemampuan bahasanya dikarenakan guru masih menggunakan

metode ceramah dan itu yang membuat anak merasa bosan di dalam kelas.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penggunaan metode

dan media pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam
proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode bercerita dapat menarik

perhatian anak-anak, karena dalam pengajarannya selalu diselingi dengan ekspresi,

intonasi dan gerak tubuh dari seorang guru. Selain itu, bila isi cerita juga dikaitkan

dengan kehidupan anak-anak, mereka akan mudah menangkap isi cerita dan

mendengarkan dengan penuh perhatian.

menurut Sujono (2005: 7.7) metode bercerita adalah cara menyampaikan

sesuatu dengan bertutur atau memberikan penerangan/ penjelasan secara lisan melalui

cerita. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan

kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan

yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita

merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau

materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didiknya. Dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak metode bercerita digunakan dalam

upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru

dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai

kompetensi dasar Taman Kanak-Kanak.

Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan

untuk mendengarkan cerita dari guru. Dengan jelas metode bercerita disajikan kepada

peserta didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran agama dan dapat berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan sehari-

hari. Pada usia 4-6 tahun merupakan masa yang sangat penting bagi anak untuk dapat

mengembangkan kemampuan bahasanya, hal tersebut dapat dilihat dari stimulasi


yang diberikan oleh lingkungan kepada anak. Penerapan metode bercerita dalam

kegiatan pengembangan kemampuan berbahasa pada anak usia dini sangatlah

menarik dan tentunya menyenangkan, apalagi ditunjang dengan media gambar yang

dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah proses pemerolehan kosakata bahasa Inggris melalui metode

bercerita pada siswa Creative Kindergarten Buahati School Denpasar?

1.2.2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemerolehan kosakata bahasa

Inggris melalui metode bercerita pada siswa Creative Kindergarten Buahati

School Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemerolehan

bahasa lisan yang terjadi pada anak usia dini dengan menggunakan metode bercerita

pada Creative Kindergarten Buahati School Denpasar.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

inggris anak usia dini dengan menggunakan metode bercerita.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui proses pemerolehan kosakata bahasa inggris anak usia dini

melalui metode bercerita di Creative Kindergarten Buahati School Denpasar.


1.3.2.2 Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemerolehan

bahasa Inggris anak usia dini melalui metode bercerita di Creative

Kindergarten Buahati School Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terkait

kurikulum di Taman kanak-Kanak yang terus berkembang, sehingga disesuaikan

dengan kebutuhan perkembangan anak usia dini dan meningkatkan kualitas proses

pembelajaran.

Memberikan sebuah inovasi tentang rencana pelaksanaan pembelajaran dalam

penggunaan metode bercerita pada pemerolehan bahasa Inggris anak usia dini.

Selain itu, sebagai referensi pada penelitian selanjutnya yang berhubungan

pada pemerolehan bahasa Inggris anak usia dini dan menjadi bahan kajian lebih lanjut

lagi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta membantu

pihak-pihak tertentu, seperti pendidik, siswa, sekolah, dan peneliti.

1.4.2.1 Untuk pendidik, penelitian ini diharapkan membantu para pendidik untuk

menerapkan stimulus response dengan menggunakan metode bercerita untuk

meningkatkan pemerolehan Bahasa Inggris pada anak Taman Kanak-Kanak.


1.4.2.2 Untuk siswa yang sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh

pengalaman langsung mengenai pembelajaran yang aktif, kreatif dan

menyenangkan melalui metode Bercerita.

1.4.2.3 Untuk sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam meyusun program

pembelajaran yang menyenangkan bagi anak usia dini dengan menggunakan

metode bercerita dan menggunakan media pembelajaran yang tepat untuk

meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris anak.

1.4.2.4 Untuk peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

selanjutnya yang ingin meneliti lebih jauh lagi terkait dengan judul ini.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kumpulan referensi dari penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian saat ini yang akan dijadikan dasar dari sebuah ide

penelitian. Terdapat beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan penulisan

ini yaitu sebagai berikut:

Pertama, Pada penelitian yang ditulis oleh Nugraheni dan Ahsin (2021) yang

berjudul Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia Dini di Desa Hadiwarno Kecamatan

Mejobo Kabupaten Kudus. Dalam penelitian ini menuliskan rumusan masalah yakni:

bagaimana pemerolehan bahasa pada anak usia dini di desa Hadiwarno, Mejobo

Kudus. Untuk Batasan pemerolehan bahasa hanya meliputi beberapa aspek yang

digunakan yaitu kata anggota keluarga, benda di dalam maupun diluar rumah, alat

transportasi, hewan, warna, nama buah-buahan dan fenomena alam. Jenis penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif dimana

untuk mengetahui pemerolehan bahasa anak yang terjadi didaerah tersebut dengan

latar belakang anak yang bervariasi. Sedangkan untuk objek penelitian menggunakan

dua anak yang memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Pertama anak

berinisial “Z” umur 3,8 tahun dan yang kedua anak berinisial “B” dengan umur 3,1

tahun. Dalam teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara

dan dokumentasi. Selain itu, dalam menganalisis data deskriptif ini menggunakan
kerangka invention of tradition. Dari data yang peroleh, pemerolehan bahasa yang

paling banyak diucapkan adalah menyebutkan anggota keluarga dan benda-benda

yang ada didalam maupun diluar rumah. Bisa dikatakan bahwa anak-anak sering

menjumpai benda-benda atau orang yang selalu ada di sekitar dia sehingga

mempermudah mengucapkan. Selain itu, dari pengamatan pola asuh “Z” dan “B”

juga berbeda, misalkan pada anak “Z” kosa kata yang dimiliki cenderung lebih

banyak. Hal ini dikarenakan bahwa “Z” mempunyai orang tua yang selalu mengajak

interaksi dan memberikan stimulus supaya anak berlatih berbiacara dan juga sering

diberikan buku-buku misalkan gambar-gambar sehingga dia lebih banyak

mengungkapkan kata sesuai apa yang diajarkan orang tuanya. Akan tetapi,

kekurangan dari penelitian ini adalah kurangnya memberikan data. Terlihat dari

pengumpulan data observasi, sebaiknya memberikan catatan harian yang diberikan

kepada orang tua anak tersebut sebagai penunjang data observasi langsung yang

dilakukan oleh peneliti. Selain itu, pada penelitian ini juga tidak memberikan data

secara detail dalam pembahasan.

Kedua, penelitian yang berjudul Metode Bercerita Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berbicara Pada Anak Usia 5-6 Tahun yang ditulis oleh Nurjannah dan

Anggraini (2020) merupakan penelitian kualitatif yang berfokus pada kemampuan

berbicara anak dengan menggunakan metode bercerita. Jenis penelitian yang

digunakan adalah metode observasi langsung. Penelitian ini dilakukan pada TK Al

Huda Surakarta, dengan subjek penelitian adalah TK-B yang berjumlah 16, yang

terdiri atas 7 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Teknik pengumpulan data melalui
observasi, wawancara dan data pendukungnya menggunakan lembar harian penilaian

checklist. Selain itu, untuk menganalisis data menggunakan deskripstif kualitatif.

Dalam penelitian ini hanya melihat siswa yang aktif dan merespon pembelajaran

dikelas dianggap mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Akan tetapi, hasil

yang diperlihatkan hanya 50 % siswa saja yang merespon, sehingga perlu dikaji ulang

lagi untuk merancang pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita yang

lebih bervariasi lagi.

2.2 Konsep

2.2.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (language acquisition) masuk dalam lingkup

psikolinguistik yakni ilmu bahasa yang objeknya adalah pengetahuan bahasa,

pemakaian bahasa, dan hal lain yang ada hubungannnya dengan aspek-aspek tersebut.

Menurut Dardjowidjojo (2018:225) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah

proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia

belajar bahasa ibunya (native language). Pemerolehan bahasa akan terus berkembang

seiring usia anak yang semakin bertambah. Pada saat anak belajar memperoleh suatu

bahasa, maka dalam hal ini si anak mendapatkan kemampuan untuk menangkap,

menghasilkan, dan menggunakan kata dipahami dan berkomunikasi. Oleh karena itu,

dalam pemerolehan bahasa ada 3 aspek yang meliputi: aspek fonologi, aspek sintaksis

dan aspek semantic (Dardjowidjojo, 2018:244).

2.2.2 Kemampuan Bahasa Lisan

Menurut Windor (1995), Kemampuan bahasa lisan adalah kemampuan anak

dalam berinteraksi sosial. Bentuk kemampuan bahasa lisan, bentuk reseptifnya


mendengarkan dan ekspresifnya berbicara. Bahasa lisan memberikan dasar dari

perolehan pengetahuan bahasa tulis. Kemampuan bahasa lisan anak mempengaruhi

perkembangan kemampuan membaca dan menulisnya karena baik membaca maupun

menulis melibatkan bagaimana memproses dan menggunakan bahasa. Dasar dari

kemampuan bahasa lisan yang berkaitan dengan perkembangan kemampuan

membaca dan menulis meliputi kosakata, produksi dan pemahaman sintaksis,

kesadaran fonemik, dan produksi serta kesadaran naratif. Aspek-aspek bahasa lisan

meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Kemampuan bahasa

lisan adalah kemampuan dalam memahami suatu cerita yang dibuktikan dengan

mampu menjawab beberapa pertanyaan mengenai suatu cerita dan menceritakan

kembali suatu cerita yang digunakan untuk berinteraksi sosial.

2.2.2.1 Aspek Bahasa Lisan

Bahasa lisan memiliki beberapa aspek. Berikut ini akan dijelaskan beberapa

aspek-aspek bahasa lisan anak usia dini yaitu sebagai berikut:

a) Fonetik Sistem simbol-bunyi, berbasis fonem.

b) Semantik Penggunaan bahasa lisan bersama dengan bahasa tubuh, eskpresi wajah,

dan intonasi.

c) Sintaksis Susunan frasa dan kalimat/tata bahasa.

d) Morfemik Infleksi dan susunan kata dalam cara pengucapan bahasa lisan.

e) Pragmatik Penggunaan bahasa secara berbeda dalam ragam interaksi saling

berhadapan; termasuk didalamnya semua aspek pengeahuan bahasa.

Aspek lain kesuksesan sekolah dalam hubungannya dengan kemampuan

bahasa lisan yakni kemampuan interaksi social anak. Anak-anak yang memiliki
kemampuan bahasa lisan akan lebih berhasil dalam berkomunikasi, baik dengan guru

maupun teman sebaya. Keberhasilannya dalam melakukan percakapan dan merespons

pada kegiatan pembelajaran berkontribusi terhadap keberhasilan yang lebih lanjut di

sekolah.

2.2.2.2 Karakteristik Bahasa Lisan Anak Usia Dini

Menurut Ormrod (2008), selama periode taman kanak-kanak, mereka mulai

mampu menyusun kalimat yang semakin panjang dan kompleks. Saat mereka mulai

memasuki sekolah (pada usia 5 atau 6 tahun), mereka menggunakan bahasa yang

telah meyerupai bahasa orang dewasa. Kemampuan bahasa tersebut terus

berkembang dan menjadi matang sepanjang masa kanak-kanak dan remaja.

Karakteristik bahasa lisan pada tingkat usia 5-6 tahun menurut Ormrod (2008),

memiliki karakteristik sesuai usia: (1) Pengetahuan sebanyak 8.000-14.000 kata pada

usia 6 tahun, (2) kesulitan memahami kalimat-klimat kompleks (misalnya kalimat

yang disertai beberapa anak kalimat), (3) Ketergantungan berlebih pada urutan kata

dan konteks (alih-alih pada sintaksis) saat menafsirkan pesan, (4) Pemahaman yang

masih dangkal mengenai “menjadi pendengar yang baik” (misalnya hanya duduk

diam tanpa komentar), (5) Pemahaman harfiah terhadap pesan dan cerita, (6)

Peningkatan kemampuan menceritakan suatu cerita, (7) Penguasaan sebagian besar

bunyi; kesulitan melafalkan r; kesulitan melafalkan diftong (seperti dalam amboi,

imbau, harimau, sepoi), (8) Penggunaan akhiran yang kadang-kadang tidak tepat.

Seorang anak berusia 6 tahun lebih pintar bicara daripada anak berusia 2 tahun. Pada

usia prasekolah, anak-anak meningkatkan penguasaan karakteristik bahasa yang

dikenal sebagai displacement. Selain itu, menurut Kementerian Pendidikan Nasional


(2010) mengenai karakteristik pencapaian perkembangan bahasa lisan anak

berdasarkan indikator pengelompokan usia 5-6 tahun, terdapat 2 karakteristik

kemampuan bahasa lisan anak usia dini, yaitu kemampuan untuk menerima bahasa

dan kemampuan untuk mengungkapkan bahasa.

Kesimpulannya, anak usia 5-6 tahun memiliki karakteristik kemampuan

bahasa lisan, yaitu: mulai memahami pesan maupun cerita, mampu mengulang

kalimat yang lebih kompleks, mampu menjawab pertanyaan yang diajukan mengenai

cerita, dan memiliki kemampuan menceritakan suatu cerita. Karakteristik lain adalah

anak-anak suka bermain displacement atau pura-pura.

2.2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Bahasa Lisan Anak Usia Dini

Menurut Yusuf (2006) perkembangan bahasa dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Faktor-faktor kesehatan, intelegensi, status social ekonomi, jenis kelamin, dan

hubungan keluarga.

1. Faktor kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang sangat memengaruhi

perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada

usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus menerus, maka anak tersebut

cenderung akan mengalami hambatan, kelambatan, dan kesulitan dalam

perkembangan bahasanya.

2. Intelegensi. Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya.

Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai

intelegensi noral atau di atas normal.

3. Status sosial ekonomi keluarga. Beberapa studi tentang hubungan antara

perkembangan bahasa dengan status social ekonomi keluarga menunjukkan bahwa


anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam

perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga

yang lebih baik.

4. Jenis kelamin (sex). Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam

vokalisasi antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita

menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dibanding anak pria.

5. Hubungan keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman

berinteraksi dan berkomunikasi degan lingkungan keluarga, terutama dengan

orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada

anak.

2.2.3 Metode Bercerita

2.2.3.3 Definisi Metode Bercerita

Metode merupakan cara kerja yang sistematis yang fungsinya merupakan alat

untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan

metode pembelajaran adalah adalah suatu cara atau ssstem yang digunakan dalam

pembelajaran yang bertujuan agar anak didik dapat mengetahui, memahami,

menggunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu (Fadilah, 2012:161). Oleh

karena itu dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam program

kegiatan anak di taman kanak-kanak harus mempunyai alasan yang kuat dan faktor-

faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut. Anak lebih mudah belajar

melalui metode-metode yang menarik dan menyenangkan.

Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada taman kanak-

kanak salah satunya adalah metode bercerita. Bercerita adalah suatu kegiatan yang
dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat tentang apa yang

harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi, atau hanya sebuah dongeng yang

dikemas dalam bentuk cerita yang dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi

anak. Seorang guru ketika bercerita harus mampu menguasai isi dari cerita tersebut

agar anak akan lebih mudah menangkap isi cerita tersebut. Selain itu isi cerita nya

pun harus sesuatu yang dekat dengan anak, misal cerita tentang binatang.

Menurut Masitoh (2008: 35) metode bercerita adalah cara penyampaian atau

penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak

didik. Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi

anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang

digunakan harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak terlepas dari

tujuan pendidikan bagi anak (Moeslichatoen,2004).

2.2.3.4 Tujuan Bercerita

Kegiatan bercerita merupakan kegiatan pemberian pengalaman belajar pada

anak agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang telah disampaikan dengan

baik. Tujuan kegiatan bercerita adalah:

1. Menghibur para siswanya untuk menikmati sajian cerita yang dikemas dengan

ide yang menarik, pengimajinasian yang luas, dan penyajian yang memukau.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan umum bagi para siswa.

3. Memakai gaya bahasa penyampaian yang indah.

4. Membersihkan akhlak.
5. Melatih para siswanya untuk mengungkapkan ide cerita dengan kata-kata

sederhana.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode bercerita

bertujuan untuk menghibur, melatih anak berkomunikasi dengan baik, memahami

pesan dari cerita dan mampu mengungkapkan ide cerita serta menambah wawasan

dan pengetahuan bahasa secara luas

2.2.3.5 Manfaat Metode Bercerita

Menurut Madyawati ( 2016:168) dengan bercerita sebagai salah satu metode

mengajar di pendidikan anak usia dini khususnya, maka ada beberapa manfaat yang

dapat diperoleh dari penyampaian cerita, meliputi:

a) Kegiatan bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak, memberikan

sejumlah pengetahuan sosial nilai-nilai moral keagamaan.

b) Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk melatih pendengaran

dan konsentrasi anak.

c) Memberikan pengalaman belajar dan memungkinkan anak mengembangkan

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.

d) Memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik, serta dapat mengatakan

perasaan, membangkitkan semangat dan menimbulkan keasyikan tersendiri.

e) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi. Pada saat menyimak cerita,

imajinasi anak mulai di rangsang. Imajinasi yang dibangun anak saat menyimak

cerita memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan anak dalam

menyelesaikan masalah secara kreatif.


f) Memacu kemampuan verbal anak. Melalui cerita anak bukan saja senang

menyimak cerita tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tata

cara berdialog dan bernarasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak sekali

manfaat metode bercerita. Oleh sebab itu, metode bercerita dapat dijadikan salah satu

referensi dalam pemilihan metode pembelajaran karena banyak mengandung nilai

positif, salah satunya yaitu memberikan kemampuan berbicara pada anak usia dini.

2.2.3.6 Macam-Macam Metode Bercerita

Menurut Moeslichatoen (2004, 158-160) ada beberapa teknik metode

bercerita yang dapat digunakan yaitu:

a) Membaca langsung dari buku cerita,

b) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dalam buku,

c) Menceritakan dongeng,

d) Bercerita dengan menggunakan papan flannel,

e) Bercerita dengan menggunakan media boneka,

f) Dramatisasi suatu cerita,

g) Bercerita sambil memainkan jari tangan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, metode bercerita dapat dijadikan salah satu

pilihan sehingga penggunaan metode bercerita tidak membosankan bagi anak serta

membuat anak tertarik dan antusias mendengar cerita. Melalui pemilihan tekhnik

dalam metode tersebut anak-anak tidak akan merasa bosan dalam mendengarkan

cerita.

2.2.3.7 Bentuk-Bentuk Metode Bercerita


Menurut Dhien (2009: 6-12) penggunaan metode bercerita pada pembelajaran

anak usia dini selain disajikan melalui berbagai cara, dapat juga menggunakan media

pembelajaran dengan tujuan untuk mengoptimalkan penyampaian materi

pembelajaran sehingga pembelajaran tidak membosankan bagi anak. Dalam

penyampaiannya, metode bercerita dibagi menjadi dua bentuk agar anak tidak bosan

dalam mendengarkan cerita dan juga akan terlihat lebih bervariasi, yaitu:

a) Bercerita tanpa alat peraga. Bercerita tanpa alat peraga adalah bentuk cerita yang

mengandalkan kemampuan pencerita dengan menggunakan mimik (ekspresi

muka), pantomim (gerak tubuh), dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan

dapat menghidupkan kembali dalam fantasi dan imajinasinya.

b) Bercerita dengan alat peraga. Bercerita dengan menggunakan alat peraga adalah

bentuk bercerita yang mempergunakan alat peraga bantu untuk menghidupkan

cerita. Fungsi alat peraga ini untuk menghidupkan fantasi dan imajinasi sehingga

terarah sesuai dengan yang diharapkan si pencerita. Bentuk bercerita dengan alat

peraga terbagi menjadi dua, yaitu alat peraga langsung dan alat peraga tidak

langsung.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode bercerita

merupakan metode yang bertujuan membawakan cerita kepada anak dengan

meninggalkan tujuan dari pembelajaran tersebut. Dalam penggunaan metode bercerita

juga harus memperhatikan beberapa hal yaitu, cerita yang disampaikan harus dikemas

menarik dan sesederhana mungkin sehingga anak akan akan tertarik dan merespon

serta memberi kesempatan kepada anak untuk bertanya dan menanggapi isi dari cerita

tersebut.
2.2.3.8 Rancangan Metode Bercerita

Menurut Moeslichaton (2004:175-180) Dalam membahas rancangan kegatan

bercerita akan dibicarakan rancangan persiapan guru, rancangan pelaksanaan kegiatan

bercerita, dan rancangan penilaian kegiatan bercerita. Secara umum persiapan guru

untuk merancang kegiatan bercerita adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih, sebagaimana telah dijelaskan tujuan

metode bercerita terutama dalam rangka memberikan pengalaman belajar melalui

cerita guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih apabila kita telah menetapkan rancangan

tujuan dan tema selanjutnya guru memilih salah satu diantara bentuk-bentuk

bercerita.

3) Menentukan rancangan atau alat yang digunakan dalam bercerita.

4) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita, yaitu:

a) Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada anak,

b) Mengatur tempat duduk anak,

c) Pembukaan kegiatan bercerita,

d) Pengembangan cerita yang dituturkan guru,

e) Menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan

anak,

f) Penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang

berkaitan dengan isi cerita,

g) Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita.

2.3 Landasan Teori


2.3.2 Teori Pembelajaran Behaviorisme

Thorndike (1911) mengungkapkan bahwa teori behaviorisme dikaitkan

dengan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa pikiran, perasaan,

atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan). Lebih

jelas Thorndike menyatakan bahwa perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu

yang konkret (dapat diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati).

Berdasarkan pendapat tersebut, teori behaviorisme menekankan bahwa

seseorang dikatakan telah belajar apabila dapat menunjukkan perubahan perilakunya

sebagai hasil dari pengalaman dan peran lingkungan. Perubahan tersebut menyangkut

perubahan internal maupun eksternal dari seseorang yang telah diberi pembelajaran,

sehingga teori behaviorisme dalam pembelajaran disebut juga dengan pembelajaran

stimulus respon.

2.3.3 Teori Pendekatan Lisan dan Pengajaran Bahasa Situasi ( The oral

approach and the situasional Language Teaching)

Rafli (2015: 152) mengungkapkan bahwa teori ini lebih menitikberatkan pada

proses dari pada kondisi belajar. Karena dalam pengajaran bahasa situasional

membutuhkan sebuah pendekatan situasional untuk mempresentasikan pola kalimat

baru. Selain itu, berbicara dipandang sebagai kemampuan dasar berbahasa; dan

pemahaman struktur dipandang sebagai inti dari kemampuan berbicara. Situasi

seperti ini akan dikontrol dengan hati-hati untuk mengajarkan bahan bahasa baru

dengan cara dimana tidak terdapat kesalahan makna dalam pikiran si pembelajar dari

yang dia dengar.


Berdasarkan penjelasan diatas, prinsip- prinsip dari pengajaran bahasa

situasional, dengan perhatian utamanya pada praktik lisan, tata bahasa dan pola

kalimat.

2.4 Model Penelitian

Pemerolehan Bahasa Lisan Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita

Pada Tk Kreatif Buahati Denpasar

Model pembelajaran

1. Mengumpulkan
Rumusan masalah: Landasan Teori:
data (Observasi,
wawancara, dan 1. Karakteristik pemerolehan 1. Teori behaviorisme.
dokumentasi). bahasa lisan saat 2. Teori Pendekatan Lisan
2. Analisis data: menggunakan metode dan Pengajaran Bahasa
Kualitatif bercerita. Situasi ( The oral
2. Faktor apa saja yang approach and the
mempengaruhi pemerolehan situasional Language
bahasa lisan menggunakan Teaching).
metode bercerita.
Data Analisis

Hasil Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2021:2-3) metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata kunci

yang diperhatikan yaitu, dengan cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah

berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuwan, yaitu rasional,

empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan

cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris

berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga

orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. (Bedakan

cara yang tidak ilmiah, misalnya mencari uang yang hilang, atau provokator, atau

tahanan yang melarikan diri melalui paranormal). Sistematis artinya, proses yang
digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat

logis.

Penelitian akan menghasilkan manfaat bagi manusia. Data yang telah

diperoleh dalam penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan

mengantisipasi masalah. Memahami adalah memperjelas suatu masalah atau

informasi yang sebelumnya tidak diketahui, selanjutnya menjadi diketahui.

Memecahkan memiliki arti meminimalkan atau meniadakan masalah dan

mengantisipasi merupakan suatu upaya yang dilakukan agar masalah tidak terjadi.

Dalam sebuah penelitian terdapat rancangan penelitian, lokasi dan waktu, prosedur

yang harus dilakukan, jenis dan sumber data, instrumen penelitian, metode dan teknik

pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data yang akan

dijelaskan dalam rangkaian kata-kata dan tabel pada bab ini.

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada salah satu sekolah islam yang ada di

Denpasar yang Bernama TK- Kreatif Buahati. Penelitian dilakukan saat pembelajaran

aktif sekitar bulan Juli – September 2022. Dalam melakukan penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan faktor-faktor dalam pemerolehan

bahasa lisan dengan menggunkan suatu metode yakni metode bercerita. Penelitian ini
akan menggunakan kelas TK-A dimana dengan jumlah siswanya berjumlah 7 orang.

Dimana terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. Dalam kelas TK-A juga

terdapat satu anak yang hiperaktif, sehingga ini akan menjadi keunikan tersendiri

pada penelitian ini. Dalam melakukan penelitian, membutuhkan waktu tiga hari

yakni: hari senin, selasa dan kamis disetiap minggunya, karena dihari tersebut

melakukan pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, lokasi pengambilan data di

lakukan di TK Buahati Denpasar yang berlokasi di jalan Jaya Giri X/ no.09.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa – siswa TK-A

Buahati Denpasar yang berjumlah 7 orang dengan kisaran siswa yang berumur 4- 5

tahun. Sumber data pendukung lainnya adalah dari orang tua siswa dan guru TK-A

Buahati Denpasar. Selain itu, untuk memperkuat data penelitian melakukan

dokumentasi dan rekaman dalam setiap proses pembelajaran dikelas.

3.4 Instrument Penelitian

Instrument penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan observasi didalam kelas, wawancara dengan orang tua dan guru dari

siswa-siswi TK-A Buahati Denpasar, dan memberikan catatan harian untuk orang tua

dalam memantau pemerolehan bahasa lisan setelah melakukan pembelajaran dengan

metode bercerita.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:


3.5.1 Observasi

Menurut Hardani (2020) menyatakan bahwa observasi (observation) atau

pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan

tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah

yang sedang memberikan pengarahan, personil bidang kepegawaian yang sedang

rapat, dan sebagainya. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun

nonpartisipatif. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti melakukan obervasi

partisipatif karena memudahkan untuk mendapatkan data yang valid. Selain itu,

mempermudah peneliti mengetahui perkembangan peserta didik secara bertahap.

3.5.2 Wawancara

Dalam wawancara ini, peneliti melakukannya secara sistematis supaya data

yang diperoleh sesuai dengan permasalahan yang ada. Selain itu dalam wawancara ini

dilakukan setiap bulan sekali untuk mengetahui perkembangan siswa tersebut.

Wawancara ini terutama dilakukan guru dan orang tua secara berkala, karena untuk

mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa lisan yang didapatkan siswa dalam

mengikut pembelajaran dikelas dengan metode bercerita.

3.5.3 Dokumentasi

Peneliti melakukan dokumentasi yang dilakukan disekolah dan dirumah. Di

sekolah, mendapatkan data dengan rekaman video pembelajaran dan foto-foto


kegiatan saat proses pembelajaran dikelas. Selain itu dirumah, dengan membuat video

aktivitas anak-anak saat berinteraksi dengan lingkungan keluarganya.

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisa pada penelitian ini yaitu dengan menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap data penelitian. Data dianalisis secara deskriptif kemudian

disajikan dalam bentuk narasi yang detail dalam kegiatan pengajaran setiap bulan

dikelas untuk mengetahui pemerolehan bahasa lisan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi dengan metode bercerita. Analisis data pemerolehan bahasa lisan anak

usia dini dengan metode bercerita dijelaskan secara deskriptif berdasarkan hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A. (2009). Psikolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depdiknas. 2005. Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2018. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Fadilah, M. 2012. Desain Pembelajaran PAUD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media


Hardani,dkk. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Cv.

Pustaka Ilmu Group

Hurlock, E. 2000. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Lust, Barbara. (2006). Child Language Acquisition and Growth. New York:

Cambridge University Press

Madyawati, Lilis. 2016. Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Jakarta:

Prenada Media Group, 2016), hal.168

Masitoh. 2008. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT.

Rhinneka.

Nurbiana, Dhien. dkk. 2009. Materi Pokok Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Nurbiana, Dhien, dkk. 2011. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Jilid I. Jakarta: Erlangga

Rafli, Zainal dkk. 2015. Teori Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Garudhawaca.

Sujono, dkk. 2005. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai