Anda di halaman 1dari 3

HOME NASIONAL ESAI WARTA KHUTBAH UBUDIYAH CERPEN DAERAH FRAGMEN QURAN SENI BUDAYA

INTERNASIONAL SIRAH NABAWIYAH KEISLAMAN TAFSIR RISALAH REDAKSI HIKMAH ENGLISH


NIKAH/KELUARGA OBITUARI OPINI TOKOH HIKMAH DOWNLOAD RAMADHAN KESEHATAN PUSTAKA
LAINNYA HUMOR

OPINI

Langkah Gus Dur Membangun Kemandirian Ekonomi

Ahad, 30 Januari 2022 | 18:01 WIB

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat menjadi Presiden RI
beberapa kali membuat IMF gerah. Karena kebijakan ekonomi Gus Dur sepenuhnya berpihak kepada
rakyat dalam rangka membangun kedaulatan dan kemandirian ekonomi, bukan bergantung pada
kehendak ekonomi IMF yang cenderung menjerat.

Gus Dur saat itu juga menolak desakan IMF untuk mendapatkan kebebasan membuka supermarket
tanpa batas. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959 yang digagas NU, Gus
Dur menolak desakan IMF dengan tujuan untuk melindungi usaha kecil dan menengah. Perkembangan
ini yang oleh para ekonom diistilahkan sebagai sebuah economic miracle (keajaiban ekonomi). (baca
Abdul Mun’im DZ, Fragmen Sejarah NU, 2017)

Selain menciptakan keajaiban, Gus Dur juga mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional secara
istimewa. Hal ini dicatat oleh Peneliti Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra (2017) bahwa Gus Dur dua
kali lompatan growth tersebut dilakukan tim ekonomi Gus Dur dengan sambil mengurangi beban utang.
Sebuah kondisi yang pasti sangat sulit dilakukan oleh tim ekonomi kabinet-kabinet setelah atau sebelum
Gus Dur. Selama era Gus Dur, tim ekonomi sukses mengurangi beban utang negara sebesar USD 4,15
miliar.
Selain itu yang juga istimewa, ternyata growth yang terjadi di era Gus Dur sangat berkualitas.
Pertumbuhan ekonomi dibagi dengan adil bagi seluruh masyarakat. Kualitas yang berbeda dari era
pasca-Gus Dur yang pertumbuhan ekonominya diikuti dengan memburuknya distribusi pendapatan.

Berikut langkah-langkah dan kebijakan ekonomi Gus Dur sehingga berhasil menciptakan kedaulatan dan
pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat tanpa utang seperti diungkapkan oleh Gede Sandra:

Pertama, tim ekonomi Gus Dur menolak resep IMF dan Bank Dunia (World Bank) yang menganjurkan
dilakukannya austerity policy (pengetatan anggaran). Sebaliknya, yang ditawarkan oleh tim ekonomi Gus
Dur adalah growth story (strategi pertumbuhan).

Indonesia pada tahun 2000 mendapatkan kenaikan peringkat investasi dari lembaga-lembaga rating
seperti Moody dan S&P setelah tim ekonomi Indonesia berangkat ke kantor pusat lembaga-lembaga
tersebut di AS mempresentasikan growth story Indonesia -bukan dengan proposal austerity policy. Pada
era Gus Dur, pertumbuhan konsumsi pemerintah bertumbuh dari 0,69 persen di tahun 1999, menjadi
6,49 persen di tahun 2000 dan 8,98 persen di tahun 2001.

Akibat strategi growth story di era Gus Dur ekspor Indonesia meningkat sebesar 60 persen, dari Rp390
triliun di tahun 1999 ke Rp624 triliun di tahun 2001. Meningkatkan porsi ekspor terhadap PDB dari 35
persen (1999) ke 43 persen (2001). Neraca perdagangan selalu surplus selama era ini: Rp 76 triliun
(1999), Rp 119 triliun (2000), dan Rp120 triliun (2001), di tengah impor yang juga mengalami
peningkatan hampir 60 persen pada periode yang sama.
Pada era Gus Dur, sektor properti dibangkitkan dari kehancurannya pasca krisis 1998. Sektor properti,
yang disebut sebagai kepala naga karena merupakan indikator utama kebangkitan perekonomian di
banyak negara, mendapatkan program restruktrurisasi utang sehingga mampu kembali bangkit dan
mengajak bangkit pula lebih dari 200 jenis industri bersamanya.

Kedua, tim ekonomi Gus Dur piawai dalam melakukan optimum debt management. Contohnya seperti
teknik debt to nature swap, yang menukar utang kita dengan kewajiban pelestarian hutan, dilakukan
pada masa ini. Karena piawai bernegosiasi untuk utangnya, negara seperti Kuwait sampai
membangunkan proyek jembatan layang Pasopati di Bandung secara cuma-cuma bagi Indonesia.

Pada era Gus Dur ini juga Indonesia berhasil mendapatkan berbagai dana hibah yang besar nilainya.
Sehingga pada akhir masa pemerintahannya utang Indonesia bukannya bertambah, namun malah
berkurang.

Ketiga, tim ekonomi Gus Dur sukses menjaga harga beras stabil di level rendah sehingga mengakibatkan
daya beli masyarakat bawah perkotaan terus terjaga. Kesejahteraan petani di pedesaan juga terjaga
karena Bulog melakukan pembelian gabah, bukan membeli beras. Inilah alasan mengapa ketimpangan
pendapatan paling rendah di era Gus Dur.

Anda mungkin juga menyukai