Anda di halaman 1dari 2

.

Oleh karenanya, mayoritas ulama berpendapat bahwa tiga ayat tersebut menjelaskan
awal mula turunnya al-Qur’an secara keseluruhan di Bulan Ramadlan ke lauh al-
mahfudh, kemudian Jibril as. menurunkan al-Qur’an kepada Nabi saw. sesuai dengan
kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang lebih 23 tahun. [2]
Saya sepakat dengan pendapat kedua ini sebab al-Qur’an dengan tegas menjelaskan
bahwa al-Qur’an tidak diturunkan seperti Taurat, Injil atau Zabur yang diturunkan
sekaligus, perhatikan ayat berikut:
Berkatalah orang-orang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?. Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannyadan Kami
membacakannya kelompok demi kelompok. {QS. al-Furqan (25): 32}
 
Ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang mengatakan hal tersebut; Ibn ‘Abbas
mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan orang kafir bangsa Quraisy.
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa ayat tersebut berkaitan dengan
setelah orang Yahudi menmgetagyi bahwa al-Qur’an diturunkan terpisah-pisah,
kemudian mereka meminta agar al-Qur’an diturunkan sekaligus seperti taurat
diturunkan kepada Musa as., Injil kepada Isa as. dan Zabur kepada Daud as.[3]
Siapapun yang mengharapkan al-Qur’an turun sekaligus tersebut bukan masalah kita di
sini, yang ingin ditunjukkan di sini bahwa ayat ini mengaskan bahwa Allah menolak
permintaan untuk menurunkan al-Qur’an sekaligus, sebaliknya Allah kemudian
berfirman bahwa Dia menurunkan al-Qur’an tidak secara sekaligus untuk menguatkan
hati Nabi saw. Tegasnya, ayat ini menjadi dalil bahwa al-Qur’an diturunkan
barangsur-angsur, tidak turun sekaligus seperti Taurat kepada Musa as., Injil
kepada Isa as., atau Zabur kepada Daud as. Bahkan, QS. Al-Isra’ (17): 106
menegaskan:
“Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.”
 
Ayat di atas menjelaskan bahwa al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan 
berangsur-angsur. Adapun hikmah al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur tersebut bagi
pribadi Nabi saw adalah untuk:
1.      Menepis keraguan hati Nabi saw akan kebenaran wahyu yang diterimanya.[4]
2.      Menghilangkan kegelisahan yang sering dihadapi Nabi saw ketika lama tidak
menerima wahyu.[5]
3.      Memberikan kekuatan kepada Nabi saw dalam menghadapi tekanan dan intimidasi
orang-orang Quraisy.[6]
4.      Meneguhkan hati Nabi saw dengan menceritakan kisah-kisah para nabi
sebelumnya.[7]
Sedangkan bagi masyarakat Arab ketika masa al-Qur’an diturunkan adalah untuk: 1)
Mempermudah sahabat dalam menghafalkan, memahami, dan mengamalkan al-Qur’an;[8] 2)
Merubah tradisi secara bertahap sehingga tidak terjadi kejutan dan locatan tradisi
yang mengakibatkan masyarakat antipati terhadap ajaran al-Qur’an.[9]
Sementara bagi umat setelah masa sahabat, turunnya al-Qur’an secara berangsur
adalah untuk: 1) Mempermudah memahami tahapan-tahapan penetapan hukum;[10] 2)
Mempermudah mengetahui  urutan turunnya ayat al-Qur’an sehingga dapat diketahui
mana ayat-ayat yang tergolong dalam makiyah dan yang madaniyah;[11] dan 3)
Mempermudah mengetahui nasikh dan mansukh.[12]
Pendapat sebagian besar ulama mengatakan bahwa tahapan turunnya al-Qur’an dapat
dibagi pada dua; makiyah (sebelum hijrah) dan madaniyah (setelah hijrah), dimana
penentuannya bisa ditentukan berdasarkan dalil naqli (menurut riwayah hadis) atau 
ijtihadiy (berdasar ijtihad sahabat). Sementara itu, M. Quraish Shihab membagi
periodisasi turunnya al-Qur’an secara global dalam tiga periode.[13]
Periode Pertama adalah periode pengangkatan sebagai nabi, rasul, dan selanjutnya
berkisar dalam tiga hal: (1) Pendidikan dan bimbingan dalam membentuk kepribadian
Nabi saw; (2) Pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af’al Allah swt.;
dan (3) Keterangan mengenai dasr-dsar akhlak islamiah, serta bantahan-bantahan
secara umum pandangan hidup masyarakat jahiliyah. Periode ini berlangsung sekitar 4
– 5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi  dikalangan masyarakat Arab
ketika itu. Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik dan sebagian besar
masyarakat menolak karena kebodohan mereka untuk mempertahankan tradisi atau karena
adanya maksud-maksud tertentu. Pada periode ini dakwah al-Qur’an sudah melebar
melampaui batas-batas Kota Makkah.
Periode Kedua adalah fase dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam
melawan tradisi jahiliyah. Pada masa yang berlangsung antara 8 hingga 9 tahun ini,
gerakan oposisi menggunakan berbagai cara untuk menentang dakwah al-Qur’an, mulai
dari fitnah, intimidasi hingga penganiayaan fisik. Penentangan yang luar biasa ini
mengakibatkan para pengikut ajaran al-Qur’an pindah (hijrah) ke Habsyah dan
kemudian ke Madinah.[14]
Secara historis, ayat-ayat yang turun pada fase ini telah berhasil meruntuhkan dan
bahkan menghancurkan seluruh argumentasi keyakinan jahiliyah. Ayat-ayat al-Qur’an
yang diturunkan pada fase ini secara silih berganti berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan: 1) Kewajiban-kewajiban prinsipil; 2) Kecaman dan ancaman yang pedas
kepada kaum musyrik; dan 3) Argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Allah swt dan
kepastian hari kiamat.
Periode Ketiga adalah fase dimana dakwah al-Qur’an mencapai puncak prestasinya yang
didukung oleh suasana kondusif para pengikutnya yang sudah terbebas dari tekanan-
tekanan para oposan al-Qur’an. Fase ini berlangsung selama 10 tahun dengan muatan
doktrin-doktrin tentang: 1) Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat bahagia; 2)
Sikap-sikap yang harus diambil dalam menghadapi orang-orang munafik, ahli kitab,
dan orang-orang kafir; dan 3) Akhlak dan suluk yang harus diikuti untuk berjiha


❤️

Anda mungkin juga menyukai