Anda di halaman 1dari 49

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK BEHAVIOR

CONTRACT UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA


KELAS X1 MAN 1 BUTON

PROPOSAL

SERLLAN PRAMATA SARI


011901039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2023
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Penelitian : Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Teknik


Behavior Contract Untuk Meningkatkan Kedisiplinan
Siswa Kelas X1 MAN 1 Buton
Nama Mahasiswa : SERLLAN PRAMATA SARI
NPM : 011901039
Program Studi : Bimbingan dan konseling
Fakultas : Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk diajukan dan dipertahankan

dihadapan penguji proposal.

Baubau, Januari 2023


Disahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Maria Ulfa, S.Pd.,M.Si Samsaifil, S.Pd.,M.Pd


NIDN. 0921058802 NIDN. 0902048706

Mengetehui,

KetuaProgram Studi
Bimbingan Konseling

Wa Ode Husniah, S.Pd.,M.Pd


NIDN. 0916096803
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GRAFIK.......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penlitian.................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II LANDASAN TEORITIK.................................................................... 7
A. Konsep Dasar Kedisiplinan Siswa........................................................ 7
1. Pengertian Kedisiplinan siswa........................................................ 7
2. Tujuan Kedisiplinan........................................................................ 8
3. Manfaat Kedisiplinan ..................................................................... 9
4. Aspek-Aspek Kedisiplinan............................................................. 10
5. Unsur-Unsur Kedisiplinan.............................................................. 10
6. Faktor-Faktor yang Mmempengaruhi Kedisiplinan....................... 11
B. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok................................................... 12
1. Pengertian Bimbingan Kelompok................................................... 12
2. Tujuan Bimbingan Kelompok........................................................ 13
3. Fungsi Bimbingan Kelompok ....................................................... 14
4. Asas-Asas Bimbingan Kelompok.................................................. 14
5. Tahap-Tahap Bimbingan Kelompok............................................. 15
C. Konseling Konseling Teknik Behavior Contract ................................ 21
1. Pengertian Behavior Contract....................................................... 21
2. Tujuan Behavior Contract............................................................. 22
3. Komponen-Komponen Behavior Contract ................................... 23
4. Syarat-Syarat dalam Memantapkan Kontrak Perilaku................... 23
5. Prinsip Dasar Behavior Contract................................................... 24
6. Langkah-Langkah Teknik Behavior Contract.............................. 24
7. Kelebihan Dan Kekurangan Behavior Contract............................ 26
D. Hasil Penelitian Terdahulu................................................................... 26
E. Kerangka Berpikir................................................................................ 27
F. Hipotesisi Penelitian............................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 30
A. Pendekatan Dan Desain Penelitian....................................................... 30
1. Pendekatan Penelitian..................................................................... 30
2. Desain Penelitian............................................................................ 30
B. Tempat Dan Waktu Penelitian.............................................................. 30
1. Tempat Penelitian........................................................................... 30
2. Waktu Penelitian............................................................................. 31
C. Populasi Dan Sampel Penelitian........................................................... 31
1. Populasi........................................................................................... 31
2. Sampel............................................................................................ 31
D. Definisi Operasional Variabel.............................................................. 32
1. Pengertian Bimbingan Kelompok Melalui Behavior Contract...... 32
2. Pengertian Kedisiplinan.................................................................. 33
E. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 33
1. Pengembangan Instrumen............................................................... 33
2. Uji Instrumen.................................................................................. 34
F. Teknk Analisis Data............................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 37
LAMPIRAN..................................................................................................... 39
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest-Postest Design..................... 30

Tabel 3.2 Distribusi Populasi dalam Penelitian................................................ 31

Tabel 3.3 Distribusi Item Kedisiplinan Siswa Sebelum Uji Validitas.............. 34


DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Kerangka Pikir................................................................................. 28


DAFTAR LAMPIRAN

Skala Sikap Kedisiplinan.................................................................................. 39


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kedisiplinan siswa di sekolah merupakan suatu cerminan langsung
dari kepatuhan siswa dalam melakukan peraturan yang ada di sekolah.
Kepatuhan siswa dalam menjalankan segala peraturan yang berlaku dapat
mendukung terciptanya kondisi belajar mengajar yang nyaman, efektif dan
berguna sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Dewi Puspitaningru,
(2014) Oleh karena itu, pembentukan kedisiplinan pada siswa sangat penting
dilakukan karena kedisiplinan merupakan sikap yang menentukan
keberhasilan siswa.
Sikap kedisiplinan yang tertanam dalam diri siswa dapat membentuk
sikap yang teratur sehingga segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang diinginkan. Melalui kedisplinan yang dilakukan siswa dapat
mewujudkan kondisi lingkungan belajar yang nyaman. Kelancaran proses
belajar siswa sangat ditentukan pada kedisiplinan siswa pada norma yang ada
di sekolah.
Menurut Tu’u (Dewi Puspitaningrum, 2014) kedisiplinan merupakan
sebuah kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam seseorang untuk
mengikuti sekaligus mentaati nilai-nilai, peraturan-peraturan, dan hukum-
hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan. Kesadaran dimaksud antara
lain, bahwa jika dirinya berdisiplin, maka hal itu akan memberi dampak yang
baik pula bagi keberhasilan dirinya di masa mendatang.
Menurut Rintyastini & Charlotte (Dewi Puspitaningrum, 2014) yang
menyatakan bahwa disiplin lebih ditekankan pada siswa di sekolah melalui
ketaatan dan kepatuhan siswa kepada peraturan/tata tertib di sekolah.
Menurut Winataputra, (Dewi Puspitaningrum, 2014) dijelaskan bahwa
disiplin di definisikan sebagai berikut: (1) Disiplin diartikan sebagai tingkat
keteraturan yang terdapat pada suatu kelompok, (2) Disiplin diartikan sebagai
teknik yang digunakan oleh guru untuk membangun atau memelihara
keteraturan di dalam kelas, (3) Displin dilaksanakan dengan hukuman
(phanismen).
Tata tertib sangat penting dimiliki dan diterapkan oleh sekolah,
dikarenakan dari tata tertib dapat memunculkan bahkan membentuk nilai-
nilai karakter yang positif bagi sikap dan kepribadian siswa terutama
dilingkungan sekolah. Desti Ulani, dkk, (2018) tata tertib sekolah merupakan
suatu aturan yang harus dipatuhi setiap warga sekolah tempat berlangsungnya
1
proses belajar mengajar. Untuk itu, maka tata tertib sekolah harus
disosialisasikan kepada siswa agar siswa mengetahui apa yang menjadi tugas,
hak, kewajiban, dan sanksi apa yang didapat jika melakukan melanggar tata
tertib sekolah serta dapat mematuhi tata tertib sekolah sehingga kegiatan
sekolah dapat berjalan dengan baik.
Penegakan tata tertib di sekolah sangat penting dilakukan. Hal ini
dikarenakan dengan melakukan implementasi tata tertib di sekolah dapat
mengurangi tindakan-tindakan negatif dari siswa seperti terlambat datang
sekolah atau kebiasaan membolos. Dengan melakukan penegakan disiplin
yang ketat melalui implementasi tata tertib dapat menjadikan siswa untuk
terbiasa bersikap disiplin sehingga pelanggaran-pelanggaran di sekolah dapat
dikurangi. Oleh karena itu, sekolah harus menjalankan tata tertib dengan
konsisten baik dari guru maupun siswa sehingga mampu meningkatkan
kualitas tingkah laku siswa.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di MAN 1 Buton menunjukkan
bahwa masih banyaknya siswa yang melakukan pelanggaran terhadap
kedisiplinan sekolah. Pelanggaran yang masih sering dilakukan oleh siswa
adalah terlambat masuk sekolah, tidak memakai atribut sekolah lengkap, tidak
tepat waktu dalam mengumpulkan tugas, sering keluar pada saat jam
pelajaran berlangsung dan lain sebagainya. Setiap pelanggaran yang
dilakukan oleh siswa ditindaklanjuti dengan diberikan sanksi. Sanksi yang
diberikan digolongkan sesuai dengan kategori pelanggaran yang dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran
di MAN 1 Buton mengatakan bahwa ada beberapa siswa yang diindikasi
mengalami kurangnya kedisiplinan, terlambat masuk di kelas, selalu
membolos, selalu ribut ketika proses belajar mengajar, tidak memperhatikan
guru mengajar, terlambat mengumpulkan tugas, tidak mengerjakan tugas
yang di berikan oleh guru, menganggu temannya yang sedang belajar, dan
banyak yang tidak memakai atribut sekolah seperti topi, dasi, dan ikat
pingang, di lingkungan sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru BK MAN 1 Buton
terdapat ada beberapa siswa kelas XI yang diindikasi memiliki masalah
kurang kedisiplinan antara lain: siswa terlambat datang di sekolah, terlambat
masuk di kelas, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, tidak
mengikuti ulangan, keluar masuk kelas tanpa sebab dan siswa sering
membolos. Sehingga mengakibatkan prestasi belajar siswa menurun.
Terkait permasalahan yang dialami siswa kelas XI MAN 1 Buton
membutuhkan pernyelesaian/ solusi terhadap permasalahan tersebut yaitu
menggunakan bimbingan kelompok melalui teknik behavior contract.
Menurut Dewa Ketut Sukardi, (2012) layanan Bimbingan kelompok
adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu dari
pembimbing atau konselor yang berguna untuk menunjang kehidupannya
sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan
masyarakat serta untuk pertimbangan dalam mengambil keputusan. Gazda
dalam Prayitno & Erman Amti, (2013) mengemukakan bahwa bimbingan
kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok
peserta didik untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang
tepat. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi
yang bersifat personal, vokasional, dan sosial.
Kontrak perilaku merupakan salah satu teknik behavior yang bertujuan
untuk memperbaiki perilaku siswa menjadi lebih baik. Sedangkan menurut
Gantina Komalasari (2012) behavior contract (kontrak perilaku) adalah
mengatur kondisi konseli menampilkan tingkah laku yang diinginkan
berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor atau suatu persetujuan
berdasarkan hasil kesepakatan dua orang atau lebih (konselor dan klien) yang
bertujuan untuk merubah perilaku klien dan apabila klien dapat mengubah
perilakunya maka klien akan mendapatkan reward (hadiah). Konselor dan
konseli dapat memilih perilaku yang akan diubah dan dapat diterima oleh
kedua belah pihak. Setelah memunculkan perilaku yang diharapkan maka
ganjaran dapat diberikan kepada klien. Dalam hal ini pemberian ganjaran
lebih dipentingkan daripada pemberian punishment (hukuman).
Sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang meneliti
tentang “Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Behavior
Contract untuk Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas XI MAN 1 Buton”.
Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain: Penelitian
telah di lakukan oleh, Zaitun Jannah (2018). Efektifitas Teknik Behavior
Contract Dalam Mengurangi Perilaku Menyontek Siswa Di MAN 4 Aceh
Besar. Tingkat perilaku menyontek siswa di MAN 4 Aceh Besar sebelum
diberikan teknik behavior contract adalah 80% dan tingkat perilaku
menyontek siswa di MAN 4 Aceh Besar sesudah diberikan teknik behavior
contract adalah di bawah 50%. Ada perbedaan tingkat perilaku menyontek
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan teknik behavior contract. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa teknik behavior contract merupakan
salah satu teknik yang efektif dalam mengurangi perilaku menyontek siswa di
MAN 4 Aceh Besar.
Penelitian selanjutnya oleh, Nursiwan Pratama Surya (2018) Pengaruh
Konseling Behavior Contract Untuk Mengurangi Perilaku Kecanduan Media-
Sosial Pada Peserta Didik Kelas X SMK PGRI 4 Bandar Lampung. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dalam bentuk quasi experimental design
dengan desain yang digunakan dalam penelitian ini yang digunakan yaitu
nonequivalent control group design. Pada dua kelompok tersebut sama-sama
dilakukan pretest dan posttest dengan memberikan instrumen berupa angket
kecanduan media sosial. Adapun hasil dapat diketahui bahwa nilai z hitung
eksperimen < z kontrol (2,521<2,524) Sehingga dapat dikatakan bahwa
konseling behaviour contract dapat mengurangi perilaku kecanduan media
sosial peserta didik.
Hampir sama dengan penelitian sebelumnya, Nadiya Selawati (2019)
Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Token Economy
Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Peserta Didik Kelas XI SMK Negeri 1
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020. Adapun hasil diketahui bahwa
nilai z hitung eksperimen > z kontrol (-2,041 > -2,032), hal ini menunjukkan
bahwa HO ditolak dan Ha diterima. Selain itu didapat nilai rata-rata posttest
pada kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol (122,40 > 111,40).
Jika dilihat dari hasil yang telah didapat maka peningkatan pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik token
economy efektif untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik kelas XI
SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang ”Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Behavior
Contract untuk Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas XI MAN 1 Buton”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi awal kedisiplinan siswa kelas XI MAN 1 Buton?


2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik behavior
contract untuk meningkatkan kedisiplinan siswa kelas XI MAN 1 Buton?
3. Seberapa efektifkah pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik
behavior contract untuk meningkatkan kedisiplinan siswa kelas XI MAN
1 Buton?

C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pelaksanaan penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui kondisi awal kedisiplinan siswa kelas XI MAN 1
Buton!
2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik
behavior contract untuk meningkatkan kedisiplinan siswa kelas XI MAN
1 Buton!
3. Untuk mengetahui Seberapa efektifkah pelaksanaan bimbingan kelompok
melalui teknik behavior contract untuk meningkatkan kedisiplinan siswa
kelas XI MAN 1 Buton!
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
pendidikan dan pengajaran
b. Mengembangkan teori-teori yang berkaitan dengan penerimaan diri siswa
serta teknik khusus dalambidang bimbingan dan konseling.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru BK
Penelitian ini membantu dalam pelaksanaan bimbingan kelompok
melalui teknik behavior contract untuk meningkatkan kedisiplinan yang
dapat memudahkan siswa untuk lebih memahami lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun sosial.
b. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak sekolah dalam
mengatasi masalah-masalah yang dialami siswa khususnya masalah
kedisiplinan siswa kelas XI MAN 1 Buton.
c. Bagi peneliti Selanjutnya
Penelitian dapat meningkatkan kemampuan diri di bidang penelitian dan
sebagai usaha untuk memperluas pengetahuan mengenai bimbingan dan
konseling.
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Konsep Dasar Kedisiplinan Siswa
1. Pengertian Kedisiplinan Siswa
Kedisiplinan merupakan suatu sikap yang tegas berwibawa dalam
bertindak untuk mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari bahasa
latin “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar mengajar. Disiplin
berasal dari akar kata “Disciple” yang berarti belajar. Istilah bahasa inggris
lainnya, berarti tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan
diri, kendali diri, latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan
sesuatu sebagai kemampuan mental atau karakter moral, hukuman yang
diberikan untuk melatih atau memperbaiki, kumpulan atau sistem
peraturan-peraturan bagi tingkah laku. Emile Durkheim (Thomas Lickona,
2013).
Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple”, yakni
seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang
pemimpin. Orang tua atau guru merupakan pemimpin dan anak merupakan
murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju kehidupan yang
berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat
mengajarkan anak perilaku moral yang disetujui kelompok. Elizabeth B.
Hurlock (2012).
Menurut Tu’u (Dewi Puspitaningrum, 2014) menjelaskan bahwa
membudayakan disiplin dalam kehidupan sekolah pada peserta didik dapat
memberikan dampak yang positif bagi kehidupan peserta didik di luar
sekolah. Disiplin yang baik dapat menghasilkan kehidupan yang teratur,
sebab disiplin dapat mengatur perilaku dan menjadi unsur yang
fundamental dari moralitas. Unsur fundamental tersebut akan berpengaruh
pada kemajuan pembangunan, martabat dan mengantarkan pada
kesejahteraan bangsa.
Menurut Oteng Sutisna (2013) istilah disiplin itu banyak
mengandung beberapa arti good’s Distinari of Education menjelaskan
disiplin sebagai berikut: (a) proses atau hasil pengarahan atau
pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu cita-cita
atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif; (b) pencarian suatu cara
bertindak yang terpilih secara gigih, aktif yang diarahkan sendiri,
sekalipun menghadapi rintangan;7 (c) pengendalian perilaku peserta didik
dengan langsung dan otoriter melalui hukuman atau hadiah; dan (d)
pengekangan setiap dorongan, sering melalui cara tidak enak.
Sedangkan disiplin sekolah menurut Dewi Puspitaningrum, (2014)
adalah keadaan karakteristik dan jenis keadaan serba teratur pada suatu
sekolah tertentu atau cara dengan nama keadaan teratur itu diperoleh, atau
pemeliharaan kondisi yang membantu kepada pencapaian efisiensi fungsi-
fungsi sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kedisplinan merupakan persesuaian antara sikap,
tingkah laku dan perbuatan seseorang dengan suatu peraturan yang sedang
diberlakukan. Sebab itulah guna mewujudkan disiplin dalam diri siswa
diperlukan adanya peraturan atau tata tertib dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Dengan adanya peraturan tersebut, setiap sikap
tindakan yang mencerminkan kedisiplinan dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar.
2. Tujuan Kedisiplinan
Penanaman dan penerapan sikap disiplin pada pendidikan tidak
dimunculkan sebagai suatu tindakan atau pembatasan kebebasan peserta
didik dalam melakukan perbuatan sekehendaknya, akan tetapi hal itu tidak
lebih sebagai tindakan pengarahan kepada sikap yang bertanggung jawab
dan mempunyai cara hidup yang baik dan teratur sehingga peserta didik
tidak merasakan bahwa disiplin merupakan beban, tetapi disiplin
merupakan suatu kebutuhan bagi dirinya dalam menjalankan tugas sehari-
hari. Adapun tujuan disiplin menurut Charles, S, (2013). adalah: (a) tujuan
jangka pendek yaitu supaya anak terlatih dan terkontrol dengan ajaran
yang pantas; (b) tujuan jangka panjang yaitu untuk mengembangkan dan
pengendalian diri anak tanpa pengaruh pengendalian dari luar.
Tujuan dari seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian
rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok
budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola
budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan anak yang
menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanamkan disiplin. Elizabeth
B.Hurlock (2012).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kedisiplinan memiliki tujuan diantaranya adalah
mengarahkan anak untuk belajar halhal bagi persiapan masa dewasa dan
agar anak terlatih dengan ajaran yang pantas, selain itu terdapat tujuan
jangka panjang yaitu, mengembangkan dan mengendalikan diri anak
terhadap pengaruh pengendalian dari luar.
3. Manfaat Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. disiplin harus kepada anak sejak awal agar anak
mempunyai kebiasaan-kebiasaan berperilaku yang baik dan tertib yang
akan sangat berguna dalam mendukung perkembangan aspek-aspek
lainnya dan untuk kehidupannya kelar. Soetjiningsih (Dewi
Puspitaningrum, 2014) menambahkan manfaat disiplin adalah antara lain:
(a) anak merasa aman karena ia tahu mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh dilakukannya; (b) membantu anak menghindari perasaan
bersalah dan malu akibat perbuatan salah; (c) memungkinkan anak hidup
menurut standar yang disetujui kelompok sosil; (d) merasa disayang dan
diterima karena dalam proses disiplin anak medapat pujian bila melakukan
hal baik; dan (e) membantu anak dalam mengembangkan hati nuraninya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock, (2012) disiplin sangat perlu untuk
perkembangan anak karena ia memenuhi kebutuhan tertentu. Dengan
demikian disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dan
sosial anak.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap yang harus
ditanamkan kepada anak sedini mungkin agar anak terbiasa melakukan
perbuatan yang baik dan sesuai dengan standar lingkungan sosialnya
disiplin juga memiliki banyak manfaat bagi perkembangan anak
diantaranya melatih anak agar bertanggung jawab dalam segala
kegiatannya.

4. Aspek-aspek Kedisiplinan
Menurut Moenir, (2013:96) aspek-aspek yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kedisiplinan siswa yaitu ada 2 aspek yakni
disiplin waktu dan disiplin perbuatan, yaitu:
a). Disiplin Waktu, meliputi :
1) Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah
tepat waktu, mulai dari selesai belajar di rumah dan di sekolah
tepat waktu
2) Tidak meninggalkan kelas/membolos saat pelajaran berlangsung
3) Menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan.
b). Disiplin Perbuatan, meliputi :
1) Patuh dan tidak menentang peraturan yang berlaku di sekolah
2) Tidak malas belajar
3) Tidak menyuruh orang lain bekerja demi dirinya
4) tidak membuat keributan, dan tidak mengganggu orang lain yang
sedang belajar.
5. Unsur-Unsur Kedisiplinan
Unsur pokok disiplin menurut Elizabeth B Hurlock (2012) yaitu:
a. Peraturan sebagai pedoman perilaku
Peraturan merupakan pola tingkah laku. Pola tersebut dapat
ditetapkan oleh orang tua, guru, atau teman bermain. Peraturan digunakan
untuk membentuk perilaku individu, peraturan memperkenalkan individu
pada perilaku yang disetujui lingkungan sekitar. Seperti pada sekolah
peserta didik diperkenalkan perilaku disiplin yang harus ditetapkan
dilingkungan sekolah, sehingga nantinya akan membuat peserta didik
terbiasa dalam disiplin.
b. Konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan
mengajarkan dan memaksakannya.
Konsistensi merupakan tingkat keseragaman atau stabilitas. Harus
ada konsistensi terhadap peraturan yang digunakan dalam pedoman
perilaku, konsistensi dalam peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, seperti
dalam hukuman yang diberikan kepada peserta didik yang berperilaku
tidak sesuai dengan standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang
menyesuaikan.
c. Hukuman untuk pelanggaran peraturan
Hukuman berasal dari kata kerja latin, punire yang berarti
menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan,
pelawanan, atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman
dapat menghalangi terulangnya tindakan yang tidak diinginkan, hukuman
juga dapat digunakan untuk mendidik, dalam hal ini agar individu dapat
mengetahui perbuatan mana yang baik untuk dilakukan dan perbuatan
yang tidak baik dilakukan (perbuatan yang melanggar peraturan).
d. Penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan
yang berlaku
Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-
kata pujian, senyuman dan tepukan di punggung. Penghargaan akan
diterima setelah individu dapat menyelesaikan kewajibannya
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Sekolah
Menurut Elizabeth B Hurlock (2012) dalam melaksanakan suatu
kegiatan seringkali terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik itu
berupa pendukung ataupun kendala yang menghambat kelancaran atau
keberhasilan tujuan kegiatan tersebut. Pada dasarnya yang mempengaruhi
kedisiplinan yaitu:
a. Dorongan yang datang dari dalam diri manusia, yaitu dikarenakan
adanya pengetahuan, kesadaran, dan keinginan pada diri peserta didik
untuk berbuat disiplin
b. Dorongan yang datangnya dari luar yaitu karena adanya perintah,
larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya.
Jadi kedisiplinan akan terbentuk jika faktor yang mendukung peserta
didik yang ada pada diri peserta didik yaitu pengetahuan, kesadaran dan
keinginan untuk berbuat disiplin dan faktor yang berada di luar peserta
didik yaitu lingkungan peserta didik dan adanya perintah dari orang tua
maupun guru bisa berkolaborasi atau bekerjasama dalam membentuk
kedisiplinan peserta didik, pembiasaan kedisiplinan yang di mulai dari
dalam diri peserta didik dan pembinaan disiplin guru dan wali murid yang
bekerjasama mengontrol tingkah laku peserta didik juga adanya koordinasi
dan komunikasi yang baik antara kepala sekolah dan guru sangatlah
penting demi kelancaran dan pembentukan kedisiplinan peserta didik.
B. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok
1. Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Dewa Ketut Sukardi, (2012) layanan Bimbingan
kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah
peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari
narasumber tertentu dari pembimbing atau konselor yang berguna untuk
menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai
pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Gazda dalam Prayitno & Erman Amti, (2013)
mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan
kegiatan informasi kepada sekelompok peserta didik untuk membantu
mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Bimbingan
kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat
personal, vokasional, dan sosial.
Menurut Rifda El Fiah (2015) dalam buku “ Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling” mengatakan bimbingan kelompok merupakan
bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok.
Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi atau pun
aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan,
pribadi, dan sosial.
Sedangkan Amdan Sarjun (2016) dalam buku “Panduan
Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah
Menengah Atas” mengatakan bimbingan kelompok adalah bantuan kepada
kelompok kecil yang terdiri atas 2-10 peserta didik/konseli agar mereka
mampu melakukan pencegahan masalah pemeliharaan nilai-nilai, dan
pembangunan keterampilan-keterampilan hidup yang dibutuhkan.
Bimbingan kelompok harus dirancang sebelumnya dan harus sesuai
dengan kebutuhan nyata anggota kelompok.
Menurut Prayitno &Erman Amti, (2013) Bimbingan kelompok
adalah memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan
dan konseling, bimbingan kelompok lebih menekankan suatu upaya
bimbingan kepada individu melalui kelompok. indikator bimbingan
kelompok yaitu:
a. Mampu berbicara didepan orang
b. Mampu mengeluarkan pendapat ide, saran, tanggapan, perasaan, dan
lain sebagainya
c. Bertanggung jawab atas apa yang dikemukakan
d. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi
e. Dapat bertenggang rasa
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah suatu layanan
yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui
dinamika kelompok memperoleh bahan dari narasumber atau membahas
secara bersama-sama suatu topik yang berguna untuk perkembangan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok.
2. Tujuan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno & Erman Amti, (2013) tujuan dalam bimbingan
kelompok terdapat tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari
layanan bimbingan kelompok adalah berkembangnya sosialisasi peserta
didik, khususnya kemampuan komunikasi, anggota kelompok, dan untuk
mengentaskan masalah peserta didik dengan memanfaatkan dinamika
kelompok. Sedangkan secara khusus bimbingan kelompok bertujuan
untuk:
a. Melatih untuk mengemukakan pendapat di hadapan anggotanya
b. Melatih peserta didik dapat bersikap terbuka di dalam kelompok
c. Melatih peserta didik untuk dapat membina keakraban bersama anggota
dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada
umumnya
d. Melatih peserta didik untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan
kelompok
e. Melatih peserta didik untuk dapat bersikap tenggang rasa dan
bertoleransi dengan orang lain.
f. Melatih peserta didik untuk menjalin hubungan interpersonal dalam
situasi kelompok dan dapat menumbuhkan daya kreatif peserta didik.
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk meningkatkan
peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan bagi
narasumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai peserta didik,
anggota keluarga dan masyarakat. Bahan yang dimaksudkan dapat juga
dipergunakan sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Abu Bakar M.
Luddin, (2012).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa tujuan layanan bimbingan kelompok adalah
pengembangan diri individu agar dapat berlatih berbicara, menanggapi,
memberi dan menerima pendapat orang lain, dan dapat mengembangkan
potensi diri serta dapat berinteraksi terhadap lingkunganya.
3. Fungsi Layanan Bimbigan Kelompok
Menurut Yusran Adam, (2013) Fungsi layanan bimbingan
kelompok diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan memberikan
tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar
b. Memberikan pemahaman yang efektif, objektif, tepat, dan cukup luas
tentang berbagai hal yang tentang apa yang mereka bicarakan.
c. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan sendiri dan
lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka
bicarakan dalam kelompok
d. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan
terhadap sesuatu hal yang buruk dan memberikan dukungan terhadap
sesuatu hal yang baik. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nyata
dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana apa yang mereka
programkan semula.
4. Asas-Asas Bimbingan Kelompok
Menurut Abu Bakar M. Luddin, (2012) dalam pelaksanaan
kegiatan bimbingan kelompok terdapat asas-asas yang diperlukan untuk
memperlancar kegiatan bimbingan kelompok sehingga mencapai tujuan
yang diharapkan, asas-asas tersebut yaitu:
a. Asas Kerahasiaan, yaitu para anggota harus menyimpan dan
merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama
hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain
b. Asas Keterbukaan, yaitu para anggota bebas dan terbuka
mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang dirasakan
dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu
b. Asas Kesukarelaan, yaitu semua anggota dapat menampilkan diri
secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atau
pemimpin kelompok
c. Asas Kenormatifan, yaitu semua yang dibicarakan dalam kelompok
tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang
berlaku.
5. Tahap-Tahap Bimbingan Kelompok
Pada pelaksanaan eksperimen bimbingan kelompok ini mengacu
pada tahap-tahap bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno &
Erman Amti, (2013) ada beberapa pakar bimbingan kelompok yang
meliputi empat tahap yang sebelumnya diawali dengan tahap permulaan
atau tahap awal untuk mempersiapkan anggota kelompok. Tahap-tahap
tersebut yaitu tahap pembentukkan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan
tahap pengakhiran.
1) Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana
para peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan harapan
keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing
anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya
benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang
bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang
diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya
perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok
yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan
konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-
tahap perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang
berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.

Beberapa tahapan dalam pembentukan kelompok adalah


sebagai berikut.
a. Mengembangkan alasan-alasan pembentukan kelompok.
Alasan yang jelas dan terarah merupakan kunci yang paling
penting dalam merencanakan pembentukan suatu kelompok.
b. Adanya konsep teori yang jelas yang mendasari pembentukan
suatu kelompok.
Sebagai layanan profesional, dalam bimbingan dan konseling
kelompokperlu adanya batasan dan kekuatan untuk membentuk
suatu kelompok.
c. Mempertimbangkan kondisi kehidupan sehari-hari
Pembentukan suatu kelompok perlu mempertimbangkan hal-hal
yang sifatnya spesifik, konkrit, dan tujuannya praktis serta
prosedural. Pemimpin kelompok harus sensitif terhadap kondisi
realita agar dapat mencegah reaksi-reaksi negatif dari para
anggota kelompok.
d. Mempublikasikan kelompok umtuk mendapatkan anggota
Kelompok yang potensial yang mau bergabung diperlukan
publikasi kelompok agar diketahui secara umum.
Pemimpin kelompok yang pandai melakukan teknik dengan
memperkenalkan diri secara terbuka, menjelaskan prosesnya sebagai
pemimpin kelompok dengan menggunakan komunikasi yang hangat
dan bersahabat akan lebih mudah diterima oleh anggota dalam
menjalankan kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok dalam tahap ini diharapkan juga harus
pandai membaca situasi. Mungkin saja dalam situasi pembentukan ini
keakraban dan keterikatan anggota kelompok belum terjalin. Bisa saja
antara anggota yang satu dengan yang lainnya belum saling kenal
mengenal.
Apabila keadaan seperti yang dikemukakan di atas memang
dirasakan terjadi dalam kelompok, maka tugas pemimpin kelompok
adalah membina suasana keakraban dan merangsang keterlibatan
anggota dengan menumbuhkan semangat kebersamaan perasaan
sekelompok. Bila masih dirasakan anggota kelompok masih enggan
memikul tugas atau tanggung jawab, atau masih terjadi kebekuan
suasana, maka pemimpin kelompok harus dapat merangsang dan
mengarahkan anggota kelompok. Misalnya dengan menggunakan
pertanyaan yang menyenangkan atau melalui permainan kelompok.
Berikut ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan
kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam tahap pembentukan:
a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas
kehadiran dan kesediaan anggota kelompok melaksanakan
kegiatan.
b. Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok atau
konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang
direncanakan).
c. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling
kelompok.
d.  Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok atau
konseling kelompok.
e. Menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling yaitu asas
kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.
f. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan
pengakraban.
2) Tahap Peralihan atau Transisi
Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan
dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam kelompok yang
diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua
atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan.
Tahap ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi,
sejumlah emosi dan interaksi anggota. Tahap transisi dimulai dengan
periode kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi
karakteristik dari storming yaitu berkaitan dengan hubungan antar
teman, perlawanan, dan pemrosesan antar tugas, norma dan norming,
ada perbedaan sekaligus hubungan antara konsep norma dan norming,
norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota kelompok
yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah
untuk mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir
dan mengarahkannya dalam tujuan-tujuannya. Norming adalah
perasaan akan “kekitaan”, identitas, kekelompokan, kesatuan yang
muncul ketika individu-individu merasa sebagai anggota suatu
asosiasi atau organisasi yang besar dari dirinya.
Secara operasional hakikat tahap ini merupakan transisi antara
tahap pembentukan dengan tahap kegiatan. Pada tahap ini pemimpin
kelompok sekali lagi harus jeli dalam melihat dan membaca situasi.
Apabila masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa enggan, salah
paham, kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka
pemimpin kelompok tidak boleh binggung, apalagi berputus asa.
Menghadapi keadaan seperti di atas pemimpin kelompok
hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi melalui penghayatan indera
dan penghayatan rasa. Tugas pemimpin kelompok menghadapi situasi
seperti itu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka
diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan pemimpin
kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, wajar, hormat,
hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju
tahap kegiatan.
Perlu diingat bahwa tahap kedua ini merupakan “jembatan”
anatar tahap pertama dan tahap ketiga. Adakalanya untuk menempuh
jembatan itu dapat dilalui dengan mudah, dan adakalanya ditempuh
dengan sukar. Dalam keadan seperti ini pemimpin kelompok harus
berhasil membawa anggota kelompok meniti jembatan itu dengan
selamat. Kalau perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada
tahap pertama dapat dibahas kembali seperti asas kerahasiaan,
keterbukaan dan seterusnya. Tahap peralihan dapat dilaksanakan
melalui langkah-langkah:
a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap
menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
c.  Mambahas suasana yang terjadi
d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
e. Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama
(tahap pembentukan).
3) Tahap Kegiatan
Tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu
kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok.
Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu
produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun
(contructive nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik
(achievement of results) selama tahapan kerja hubungan anggota
kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Hubungan antar
anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka
diri secara bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling
membantu). Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan
merupakan kekuatan therapeutik seperti keterbukaan terhadap diri
sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang membangun.
Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan
menampilkan keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik,
kerja kelompok, konfrontasi dan humor. Perilaku-perilaku positif yang
dinyatakan dalam hubungan interpersonal antar anggota akan muncul
dalam hubungan sebaya (peer relationships).
Tahap ini sangat menentukan keberhasilan kegiatan kelompok.
Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ini akan
berlangsung dengan lancar.
Dalam bimbingan kelompok tahap ini diwujudkan dalam
kegiatan-kegiatan :
a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan  topik
bahasan (kelompok bebas); Pemimpin kelompok mengemukakan
suatu topik untuk dibahas oleh kelompok (kelompok tugas).
b. Menetapkan topik yang akan dibahas terlebih dahulu (kelompok
bebas); Tanyan jawab antara anggota dan pemimpin kelompok
tentang hal-hal yang belum jelas, yang menyangkut topik yang
dikemukakan pemimpin kelompok (kelompok tugas).
c. Anggota membahas topik secara mendalam dan tuntas.
d.  Kegiatan selingan
Dalam konseling kelompok tahap ini diwujudkan dalam
kegiatan-kegiatan.
a. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang
perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.
b. Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan
dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.
c. Peserta didik (anggota kelompok yang masalahnya dibahas)
memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang
dialaminya.
d. Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah klien melalui
berbagai cara, seperti : bertanya, menjelaskan, mengkritisi,
memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi,
menyarankan.
e. Peserta didik setiap kali diberi kesempatan untuk merespon apa-
apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan anggota kelompok.
4) Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari
serangkaian pertemuan kelompok. Keseluruhan pengalaman yang
diperoleh anggota selama proses kerja ini memerlukan perhatian
khusus dari pimpinan kelompok, terutama ketika kelompok hendak
dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keselruhan idealnya
dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Tetapi adakalanya terjadi
lebih cepat dari yang direncanakan atau yang disebut pembubaran
dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok dalam proses layanan
kelompok bimbingan dan konseling adalah proses alamiah yang harus
disadari oleh pimpinan dan anggotaanggotanya, dan mereka
diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk
menghadapi pembubaran itu. Oleh karena itu kegiatan utama anggota
kelompok, menjelang kelompok dibubarkan adalah (1)
membayangkan kembali pengalaman mereka selama kerja kelompok
berlangsung. (2) memproses kembali ingatannya. (3) mengevaluasi.
(4) mengakui dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota
kelompok dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota yang
saling bertentangan dan (5) membantu anggota dalam membuat
keputusannya secara kognitif untuk menghadapi masa depan. Oleh
karena itu untuk mencapai sasaran pembubaran kelompok perlu
diperhatikan beberapa hal diantaranya menyangkut persiapan dampak
pembubaran terhadap anggota, kemungkinan pembubaran dini,
prosedur pembubaran, masalah-masalah yang terkait dengan
pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut tindak lanjut.
Tahap pengakhiran merupakan tahap terakhir dari kegiatan
bimbingan kelompok. Pada tahap ini terdapat dua kegiatan, yang
penilaian dan tindak lanjut (follow-up). Tahap ini merupakan tahap
penutup dari seluruh rangkaian pertemuan kegiatan bimbingan
kelompok dengan tujuan telah tercapai suatu pemecahan masalah oleh
kelompok tersebut. Menurut Prayitno, peranan pemimpin kelompok
pada tahapan ini adalah:
a. Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b. Pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan
kesan dan hasil-hasil kegiatan.
c. Membahas kegiatan lanjutan
d. Mengemukakan pesan dan harapan
e. Doa penutup
C. Konsep Dasar Teknik Behavior Contract
1. Pengertian Teknik Behavior Contract
Behavioral Contract (kontrak perilaku). Yang dimaksud dengan
kontrak perilaku ialah kesepakatan tertulis antara dua orang individu
(konselor dan konseli) atau lebih di mana salah satu atau kedua orang
sepakat untuk terlibat dalam sebuah perilaku target. Bradley T. Erford,
(2016)
Menurut Latipun (2013) behavior contract (kontrak perilaku) adalah
persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk
mengubah perilaku tertentu pada individu. Konselor dapat memilih
perilaku yang realistic dan dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Menurut Gantina Komalasari (2012) behavior contract (kontrak
perilaku) adalah mengatur kondisi konseli menampilkan tingkah laku yang
diinginkan berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor atau suatu
persetujuan berdasarkan hasil kesepakatan dua orang atau lebih (konselor
dan klien) yang bertujuan untuk merubah perilaku klien dan apabila klien
dapat mengubah perilakunya maka klien akan mendapatkan reward
(hadiah). Konselor dan konseli dapat memilih perilaku yang akan diubah
dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah memunculkan perilaku
yang diharapkan maka ganjaran dapat diberikan kepada klien. Dalam hal
ini pemberian ganjaran lebih dipentingkan daripada pemberian punishment
(hukuman).
Septi Wahyuni, (2016) kontrak perilaku (behavior contract)
merupakan perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan
cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Perjanjian
merupakan alat agar anak lebih mengerti dan menghayati kewajiban-
kewajibannya dalam rangka mengembangkan kebiasaan hidup sosial yang
baik.
Berdasarkan pendapat di atas, penelti dapat menyimpulkan bahwa
teknik kontrak perilaku merupakan kesepakatan atau perjanjian baik lisan
maupun tertulis yang telah disetujui antara dua pihak (anak dan guru) atau
lebih untuk mengubah perilaku tertentu pada diri anak dengan
memberikan penghargaan atas perubahan perilaku tersebut.
2. Tujuan Behavior Contract
Menurut Lutfi Fauzan (2022) tujuan kontrak perilaku adalah
sebagai berikut:
a. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi belajar (memperoleh tingkah
laku baru)
b. Menghapusan tingkah laku maladaptive
c. Memperkuat & mempertahankan tingkah laku yang diinginkan
d. Tujuan utama yaitu meningkatkan pilihan pribadi dan untuk
menciptakan kondisi-kondisi baru dalam belajar.
3. Komponen-komponen Behavior Contract
Adapaun komponen-komponen behavior contract menurut
Bradley T. Erford, (2016) adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perilaku yang akan di modifikasi
b. Mendiskusikan ide kontrak perilaku
c. Mengembangkan kontrak dan menyodorkannya kepada semua pihak
yang terlibat.
1) Nama konseli
2) Perilaku spesifik yang akan di rubah
3) Bagaimana anda akan tahu kapan konseli akan berhasil
4) Reinforcement untuk kinerja yang sukses
5) Konsekuensi wajar untuk ketidakpatuhan
6) Sebuah klausa bonus
7) Tindak lanjut (waktu dan tanggal)
8) Tanda tangan
d. Garis besar prosedur tindak lanjut
e. Menginisiasi programnya
f. Mencatat kemajuan dan mengevaluasi hasil-hasil
g. Memodifikasi bila perlu.
4. Syarat-Syarat Dalam Memantapkan Kontrak Perilaku
Adapun syarat-syarat dalam memantapkan kontrak perilaku menurut
Lutfi Fauzan (2022) adalah :
a. Terdapat batasan cermat mengenai masalah konseli, situasi dimana
masalah itu muncul, dan Kesediaan konseli untuk mencoba suatu
prosedur.
b. Selain itu tugas mereka perlu dirinci, dan criteria sukses disebutkan
serta reinforcement-nya ditentukan. Kalau semua itu ada, kontrak akan
dapat dimantapkan melalui reinforcement yang cukup dekat dengan
tugas dan kriterium yang diharapkan.
5. Prinsip Dasar Behavior Contract (Kontrak Perilaku)
Menurut Gantina Komalasari (2012) ada beberapa prinsip dasar
dalam penerapan behavior contract (kontrak perilaku) diantaranya adalah:
a. Kontrak disertai dengan penguatan
b. Reinforcement diberikan dengan segera
c. Kontrak harus dinegosiasikan secara terbuka dan bebas serta disepakati
antara konseli dan konselor kontrak harus fair
d. Kontrak harus jelas (target tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak)
e. Kontrak dilaksanakan secara teritegrasi dengan program sekolah.
6. Langkah-Langkah Teknik Behavior Contract
Adapun langkah-langkah teknik behavior contrak menurut Nila
Kusumawati Desak P.E (Zaitun Jannah, 2018)sebagai berikut:
a. Persiapan, meliputi: kesiapan fisik dan psikis konselor, tempat dan
lingkungan sekitar, perlengkapan, pemahaman klien dan waktu.
b. Rapport, yaitu menjalin hubungan pribadi yang baik antara konselor
dan klien sejak permulaan, proses, sampai konseling berakhir, yang
ditandai dengan adanya rasa aman, bebas, hangat, saling percaya dan
saling menghargai.
c. Pendekatan masalah, dimana konselor memberikan motivasi kepada
klien agar bersedia menceritakan persolan yang dihadapi dengan bebas
dan terbuka.
d. Pengungkapan, dimana konselor mengadakan pengungkapan untuk
mendapatkan kejelasan tentang inti masalah klien dengan mendalam
dan mengadakan kesepakatan bersama dalam menentukan masalah inti
dan masalah sampingan. Sehingga klien dapat memahami dirinya dan
mengadakan perubahan atas sikapnya.
e. Diagnostik, adalah langkah untuk menetapkan latar belakang atau factor
penyebab masalah yang dihadapi klien.
f. Prognosa, adalah langkah dimana konselor dan klien menyusun
rencana-rencana pemberian bantuan atau pemecahan masalah yang
dihadapi klien.
g. Treatment, merupakan realisasi dari dari langkah prognosa. Atas dasar
kesepakatan antara konselor dengan klien dalam menangani masalah
yang dihadapi, klien melaksanakan suatu tindakan untuk mengatasi
masalah tersebut, dan konselor memberikan motivasi agar klien dapat
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
h. Evaluasi dan tindak lanjut, langkah untuk mengetahui keberhasilan dan
efektifitas layanan bimbingan kelompok yang telah diberikan.
Berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh klien, selanjutnya konselor
menentukan tindak lanjut secara lebih tepat, yang dapat berupa
meneruskan suatu cara yang sedang ditempuh karena telah cocok
maupun perlu dengan cara lain yang diperkirakan lebih tepat.
Sedangkan Menurut Ratna (Ana Malichah, 2016) langkah-langkah
dalam pelaksanaan teknik behavior contract (kontrak perilaku) adalah
sebagai berikut:
a. Pilih satu atau dua perilaku yang dikehendaki
b. Mendeskripsikan perilaku tersebut (dapat diamati dan dihitung)
c. Identifikasi ganjaran yang akan mendorong klien untuk melakukan
perilaku yang dikehendaki dengan menyediakan menu penguatan
(reinforcing menu)
d. Tetapkan orang yang dapat memberikan reward atau membantu
konselor menjaga berjalannya perilaku yang dikehendaki.
e. Tulis kontrak secara sistematis dan jelas sehingga pihak yang terlibat
dapat memahami isi serta tujuannya
f. Pengumpulan data
g. Adanya cara mengatasi ketika data atau perilaku yang dikehendaki
tidak muncul.
h. Tulis kembali kontrak ketika tujuan tidak tercapai
i. Memonitor perilaku secara continue dan membuat solusi
j. Pilih perilaku lain yang memungkinkan dapat dilakukan klien mencapai
tujuan.
7. Kelebihan dan Kekurangan Behavior Contract
a. Kelebihan
1) Pelaksanaannya yang cukup sederhana.
2) Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan yang
lain.
3) Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung
4) melalui perasaan dan sikapnya.
5) Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat
dilaksanakan dalam kelompok.
b. Kekurangan
1) Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak
sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri.
2) Bagi konselor yang kurang dapat memberikan reinforcement
dengan baik dan hati-hati, pelatihan ini kurang berjalan dengan
baik.
D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian telah di lakukan oleh, Zaitun Jannah (2018). Efektifitas
Teknik Behavior Contract Dalam Mengurangi Perilaku Menyontek Siswa Di
MAN 4 Aceh Besar. Tingkat perilaku menyontek siswa di MAN 4 Aceh
Besar sebelum diberikan teknik behavior contract adalah 80% dan tingkat
perilaku menyontek siswa di MAN 4 Aceh Besar sesudah diberikan teknik
behavior contract adalah di bawah 50%. Ada perbedaan tingkat perilaku
menyontek sebelum dan sesudah diberikan perlakuan teknik behavior
contract. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik behavior
contract merupakan salah satu teknik yang efektif dalam mengurangi perilaku
menyontek siswa di MAN 4 Aceh Besar.
Penelitian selanjutnya oleh, Nursiwan Pratama Surya (2018) Pengaruh
Konseling Behavior Contract Untuk Mengurangi Perilaku Kecanduan Media-
Sosial Pada Peserta Didik Kelas X SMK PGRI 4 Bandar Lampung. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dalam bentuk quasi experimental design
dengan desain yang digunakan dalam penelitian ini yang digunakan yaitu
nonequivalent control group design. Pada dua kelompok tersebut sama-sama
dilakukan pretest dan posttest dengan memberikan instrumen berupa angket
kecanduan media sosial. Adapun hasil dapat diketahui bahwa nilai z hitung
eksperimen < z kontrol (2,521<2,524) Sehingga dapat dikatakan bahwa
konseling behaviour contract dapat mengurangi perilaku kecanduan media
sosial peserta didik.
Hampir sama dengan penelitian sebelumnya, Nadiya Selawati (2019)
Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Token Economy
Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Peserta Didik Kelas XI SMK Negeri 1
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020. Adapun hasil diketahui bahwa
nilai z hitung eksperimen > z kontrol (-2,041 > -2,032), hal ini menunjukkan
bahwa HO ditolak dan Ha diterima. Selain itu didapat nilai rata-rata posttest
pada kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol (122,40 > 111,40).
Jika dilihat dari hasil yang telah didapat maka peningkatan pada kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik token
economy efektif untuk meningkatkan kedisiplinan peserta didik kelas XI
SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020.
E. Kerangka Berfikir
Permasalahan kurangnya disiplin belajar siswa di setiap sekolah baik di
tingkat SD, SMP dan SMA merupakan suatu hal yang tidak mengejutkan
seperti siswa terlambat datang sekolah, tidak mengerjakat tugas pada tepat
waktu, keluar masuk ketika proses belajar mengajar berlangsung, menganggu
teman-teman yang sedang belajar, tidak mengikuti pembelajar/ membolos, dll
terkhusus siswa kelas XI MAN 1 Buton.
Untuk mengurangi masalah perilaku menyontek peneliti menggunakan
bimbingan kelompok dengan teknik behavior contract. bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok siswa
dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling
mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan sebagainya,
dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang
bermanfaat sehingga siswa mampu mengambil kepurusan yang tepat terhadap
masalah yang di alaminya.
Behavior contract (kontrak perilaku) adalah mengatur kondisi konseli
menampilkan tingkah laku yang diinginkan berdasarkan kontrak antara
konseli dan konselor. Dengan menggunakan teknik behavior contract ini
maka dapat melatih siswa untuk mengubah tingkah lakunya yang maladaptif
menjadi adaptif, melatih kemandirian berperilaku sehingga peserta didik tidak
terbiasa lagi dengan menyontek, dan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan siswa sehingga mampu berperilaku secara tepat.
Pemberian bimbingan kelompok dengan teknik behavior contract
/pemberian treatment dapat membantu siswa kelas XI di man 1 Buton dalam
upaya mengurangi masalah siswa tentang menyontek Setelah pemberian
treatment, siswa di harapkan mampu mengikuti peraturan di sekolah dan tepat
waktu menyelesaikan tugas sekolah, sehingga kecenderungan menyontek
tersebut dapat berkurang khususnya siswa di SMP Negeri 4 Wangi-Wangi.

Bimbingan Kelompok
Kedisiplinan Kedisiplinan
Dengan Teknik
Rendah Behavior Contract Meningkat

Perilaku Kedisiplinan Siswa


Masalah kedisiplinan siswa XI MAN 1 Meningkat: siswa di
Buton antara lain: pada saat apel pagi harapkan mampu mengatur
masi banyak siswa yang terlambat datang waktu belajarnya, sehingga
di sekolah, terlambat masuk di kelas, siswa tidak terlambat datang
selalu membolos, selalu ribut ketika di sekolah, tidak lupa
proses belajar mengajar, tidak membawa buku catatan,
memperhatikan guru mengajar, terlambat mengikuti proses belajar
mengumpulkan tugas, tidak mengajar dengan baik dan
memperhatikan guru mengajar, terlambat tidak membolos.
mengumpulkan tugas, tidak mengerjakan
tugas yang di berikan oleh guru,
menganggu temannya yang sedang
Bagan.2.1 Kerangka Pikir

F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan. Sugiyono (2012). Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis
juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban empirik.
Berdasarkan pendapat di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam
penelitian ini adalah bimbingan kelompok melalaui teknik behavior contract
efektif dalam meningkatkan kedispilinan siswa kelas XI MAN 1 Buton.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian


1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah jenis kuantitatif,
banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga
tetap dipakai kesimpulan penelitian menjadi lebih baik apabila disertai
dengan tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain. Arikunto, (2012).
2. Desain Penelitian
Dalam Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
kuantitatif adalah Pre-Experimental dengan bentuk design One-Group
Pretest-Postest Design, yaitu suatu teknik untuk mengetahui efek sebelum
dan sesudah perlakuan (Muri Yusuf, 2014: 181). Desain eksperimen ini,
tidak menggunakan variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara
random. Secara sederhana, desain penelitian dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.1. Desain penelitian One Group Pre-Test Post-test design
Pre-test Perlakuan Post-test
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Tes awal (pre-test) dilakukan sebelum pemberian lbimbingan
kelompok melalui teknik behavior contract
X : Perlakuan (treatment) pemberian bimbingan kelompok melalui
teknik behavior contract
O2 : Tes akhir (Post-test) dilakukan setelah pemberian bimbingan
kelompok melalui teknik behavior contract
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini yaitu di MAN 1 Buton. Jln. Tarbiyah,
Kelurahan Awainulu, Laburunci, Kecamatan Pasar Wajo, Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Waktu Penelitian
30
Waktu penelitian ini peneliti akan melaksanakan pada bulan
Januari sampai Februaari 2023. dalam penelitian ini peneliti
mendeskripsikan atau memberikan gambaran hasil penelitian sesuai data
lapangan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi menurut Sugiyono adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian dapat disimpulkan
sebagai subyek penelitian yang mengenai dapat diperoleh dari data yang
dipermasalahkan. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas
X1 MAN 1 Buton yang terdiri 3 kelas dengan jumlah 65 orang siswa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rincian tabel di bawah:
Tabel 3.2. Populasi Penelitian
No Kelas Total

1. VIII, 1 22

2. VIII, 2 23

3. VIII, 3 20

∑ Siswa 65

2. Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 118) “sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pemilihan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2012: 124). Menurut Arikunto (2012: 183) “ sampel
bertujuan atau sampling purposive dilakukan dengan cara mengambil
subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan
atas adanya tujuan tertentu. Pemilihan sampling purposive dikarenakan
adanya syarat-syarat tertentu peneliti dalam menentukkan sampel.
Pengambilan sampel dengan teknik sampling puropsive ini cukup baik
karena sesuai dengan pertimbangan penelitian sendiri sehingga dapat
mewakili populasi.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Pengertian Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Behavior Contract
Layanan bimbingan kelompok melalui teknik behavior contract
adalah kegiatan sekelompok yang di lakukan siswa kelas XI MAN 1 Buton
dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang dapat dapat melatih siswa
untuk mengubah tingkah lakunya yang maladaptif menjadi adaptif,
melatih kemandirian berperilaku sehingga siswa dapat mengubah
kebiasaan berperilaku kurangnya kedisiplinan, dan dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilan siswa sehingga mampu berperilaku secara
tepat. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan bimbingan kelompok teknik
behavior contract sebagai berikut:
a. Tahap Pembentukan
Pada tahap pembentukan peneliti membina hubungan baik (rapport)
terlebih dahulu seperti menanyakan kabar atau keadaan anggota
kelompok, kemudian peneliti membuka kegiatan bimbingan kelompok
dengan memberi “salam”, peneliti memimpin doa, Kemudian Peneliti
menjelaskan “pengertian, tujuan, asas, dan cara pelaksanaan
bimbingan kelompok dan kemudian dilanjutkan dengan kesepakatan
waktu bimbingan kelompok kepada seluruh anggota.
b. Tahap Peralihan/Transisi
Pada tahap ini peneliti mengarahkan siswa untuk menjelaskan kembali
tentang bimbingan kelompok  kepada para anggota kelompok,
Menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan lebih lanjut
dan Memberi contoh topik yang akan dibahas (topik tugas atau bebas).
c. Tahap Kegiatan
Pada tahap ini peneliti mengarahkan untuk membuat kontrak perilaku
tentang kedisiplinan siswa sebelum memasuki tahap inti layanan.
Kemudian peneliti menjelaskan topik yang akan di bahas bersama
anggota kelompok dan masing-masing kelompok mengungkapkan
pendapatnya terkait topik yang di bahas.
d. Tahap Pengakhiran
Pada tahapan ini peneliti menyimpulkan dari pokok bahasan yang
telah dibahas, peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan kepada
anggota kelompok mengenai pemahaman baru, sikap, dan perasaan
dan selanjutnya peneliti menutup kegiatan dengan doa dan ucapan
terima kasih.
2. Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan dalam penelitian ini adalah suatu sikap yang harus
dipatuhi siswa kelas XI MAN 1 Buton, dengan disiplin siswa mampu
memahami serta mengetahui tindakan yang dilanggar maupun tidak
dilanggar, agar dapat tercipta suatu keteraturan di sekolah yang dapat
menunjang kegiatan pembelajan. Yang di ukur melalui aspek-aspek
kedisiplinan antara lain:1) disiplin waktu dengan indikator; tepat waktu
dalam belajar, tidak meninggalkan kelas/membolos saat pelajaran
berlangsung. 2). Disiplin perbuatan dengan indikator; patut dan tidak
menentang peraturan di sekolah, tidak malas belajar, tidak menyuruh
orang lain bekerja demi dirinya, dan tidak membuat keributan dan
menganggu orang lain yang sedang belajar.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengembangan Instrumen
Skala memiliki karakteristik khusus yang dapat membedakan dari
berbagai bentuk alat dalam pengumpulan data. Skala merupakan daftar
pernyataan yang harus dijawab atau diisi oleh subyek yang mengacu pada
indikator kedisiplinan yang bertujuan untuk memancing respon atau
jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri yang biasanya tidak
disadari oleh responden yang bersangkutan. Asumsi dasar menggunakan
metode pengukuran skala adalah subyek merupakan orang yang paling
tahu dirinya sendiri, sehingga semua jawaban subyek yang diberikan
kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, serta ada kesamaan
antar interpretasi antara subyek dan peneliti.
Skala yang akan digunakan merupakan skala model likert. Skala
likert di gunakan untuk menukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian
fenomena sosial ini telah di tetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya di sebut sebagai variabel penelitian.dan variabel yang akan di
ukur di jabarkan menjadi indikator variabel yang di sajikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan.
Skala yang digunakan dalam teknik penelitian ini yaitu, skala
kecenderungan menyontek. Skala disusun dengan empat alternatif jawaban
yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat
Tidak Sesuai). Tahapan pengumpulan data dilakukan dengan meminta
subyek penelitian memberikan respon jawaban pada skala. Hasil dari
jawaban subyek dilakukan penyekoran untuk item favourable
(mendukung) jawaban SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2,
dan STS diberi skor 1 dan jika yang dipilih siswa unfavourable
(mendukung) jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3,
dan STS diberi skor 4. ( Sugiyono, 2015: 92-93).
Tabel 3.3
Distribusi Nomor Item Sebelum dilakukan Uji Validasi Instrumen
Kedisiplinan Siswa
Aspek Indikator Nomor Item Total
F UF
Tepat waktu dalam 2,4,6 1,3,5,7 7
Disiplin belajar
Waktu Tidak meninggalkan 8,11,13,15,17,18 9,10,12,14,16, 12
kelas/membolos saat 19
pelajaran berlangsung
Menyelesaikan tugas 20,22,23,26 21,24,25 7
sesuai waktu yang di
tetapkan
Patut dan tidak 27,30,33,35,36 28,29,31,32,34 11
menentag peraturan ,37
Disiplin sekolah
Perbuatan tidak malas belajar 38,40,42,44,46,48 39,41,43,45,47 11
Tidak menyuruh orang 49,52,53 50,51,54,55,56 12
lain bekerja demi ,57,58,59,60
dirinya
Tidak membuat 61,64,66 62,63,65 6
keributan dan
menganggu orang
lainyang sedang belajar
Jumlah 30 36 66

2. Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi (content validity), yaitu sejauh mana isi tes
mencerminkaan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012).
Validitas ini akan diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan
bantuan professional judgment, yaitu dengan cara meminta
pertimbangan kepada ahli untuk mengetahui sejauh mana item-item
telah mencerminkan apa yang diukur. Proses seleksi item seleksi item
dilakukan sebagai langkah berikutnya untuk mendapatkan item-item
yang valid.
Azwar (2012) menyatakan bahwa sebagai kriteria pemilihan
aitem berdasar korelasi item total, biasanya digunakan batasan rix>
0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya
pembedanya dianggap memuaskan. Item yang memiliki harga rix
kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai item yang memiliki
daya diskriminasi rendah.
Menurut Azwar (2012) apabila item yang memiliki daya
diskriminasi sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 jumlahnya
melebihi jumlah item yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka
kita dapat memilih item-item yang memiliki indeks daya diskriminasi
tertinggi. Sebaliknya, apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih
tidak mencukupi jumlah yang diinginkan kita dapat
mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0,30 –
menjadi 0,25 misalnya- sehingga jumlah item yang diinginkan dapat
tercapai, namun menurunkan batas kriteria rix dibawah 0,25 sangat
tidak disarankan. Data uji instrumen penelitian selanjutnya dianalisis
menggunakan komputer program SPSS 16. 0 for windows.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen
tersebut sudah baik, (Arikunto, 2012:78). Reliabilitas berkenaan dengan
ketepatan hasil pengukuran. Suatu instrumen memiliki tingkat
reliabilitas yang memadai, jika instrument tersebut digunakan untuk
mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relative
sama.
Reliabilitas adalah sesuatu instrument cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen
tersebut sudah baik, (Arikunto, 2012:78). Reliabilitas berkenaan dengan
ketepatan hasil pengukuran. Suatu instrumen memiliki tingkat
reliabilitas yang memadai, jika instrumen tersebut digunakan untuk
mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relative
sama/ dikatakan instrumen di gunakan jika hasil reliabilitasnya ≥0.80.
Uji reliabilitas menggunakan rumus cronbach’s alpha (α ¿ . Namun,
secara operasional proses uji reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan program komputer statistik product and service solution
(SPSS) 16.0 for windows.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dengan lengkap, maka tahap berikutnya adalah
menganalisis data.dengan menggunakan analisis uji wilcoxon. pada uji
wilcoxon ini di gunakan untuk membandingkan hasil pre-test dan post-test
siswa yang di berikan treatment untuk di ditingkatkan kedisiplinan siswa.
Pernyataan dan teknik ini jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig (2-tailed) <
0.05, maka hipotesis diterima, namun jika nilai signifikansi atau Asymp.
Sig(2-tailed) > 0.05 maka hipotesis ditolak. analisis data dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS 16.00 for windows.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar M. Luddin, 2012. Dasar-Dasar Konseling, (Bandung: Citapusaka


Media Perintis.

Amdani Sarjun,N 2016. Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan


Konseling Sekolah Menengah Atas, Jakarta.

Ana Malichah,(2016) “Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik


Behavior Contract Terhadap Pengurangan Perilaku Membolos Siswa
Kelas XII SMK Negeri 4 Semarang Tahun Ajaran 2016/2017”

Arikunto, (2012). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta

Azwar. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar


Bradley T. Erford, 2016. 40 Teknik yang harus diketahui setiap konselor,
Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Charles, S, 2012. Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, (Jakarta: Mitra
Utama).

Desti Ulani, dkk, (2018) Penerapan Tata Tertib Sekolah dalam Mengatasi
Pelanggaran Siswa di MTs Negeri Sungai Pinyuh, (Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Vol 7 No 1 Tahun.

Dewa Ketut Sukardi, (2012) Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan


Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta).

Dewi Puspitaningrum, 2014. Implementasi Tata Tertib Sekolah Dalam


Membentuk Disiplin Siswa Di SMP Negeri 28 Surabaya, Kajian Moral dan
Kewarganegaraan Vol. 2, no. 2 , h. 343-357.

Elizabeth B. Hurlock, 2012. Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga).

Gantina, Komalasari, dkk. 2016. Teori dan Praktik Konseling. Jakarta: Indeks.

Latipun, 2013. Psikologi Konseling, Malang: UPTUMM.


Lutfi Fauzan, 2022 “Kontrak Perilaku”. Dalam http://lutfifauzan.wordpress. di
akses: (pada tanggal 16 Desember 2022)

Moenir, (2013). Masalah-masalah dalam belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Muri Yusuf, (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian


Gabungan. Jakarta: Kencana.

Nadiya Selawati (2019) Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dengan


Teknik Token Economy Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Peserta Didik
Kelas XI SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2019/2020.

Nursiwan Pratama Surya (2018) Pengaruh Konseling Behavior Contract Untuk


Mengurangi Perilaku Kecanduan Media-Sosial Pada Peserta Didik Kelas
X SMK PGRI 4 Bandar Lampung.

Oteng Sutisna, 2013. Administrasi Pendidikan Dasar Teoritik Untuk Praktek


Profesional, (Bandung: Angkasa).

Prayitno & Erman Amti, 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta).

Rifda El Fia.h, 2015 Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Idea


Press.

Septi Wahyuni, 2016. Peningkatan Kedisiplinan Siswa Di Sekolah Melalui Teknik


Kontrak Perilaku (Behavior Contract) Pada Anak Kelompok B Di Tk Aba
Pakis Dlingo, Skripsi Mahasiswa BK.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Sugiyono, (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. 2003. Tentang system


pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara.

Tohirin. 2015. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dan Madrasah. Jakarta :


Raja Grafindo Persada
Thomas Lickona, 2013. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik, (Bandung: Nusa Media).
Yusran Adam, 2013. Meningkatkan Keterampilan Sosial Melalui Bimbingan
Kelompok Teknik Diskusi Pada Siswa,Jurnal Ilmu Pendidikan Jurusan
Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Gorontalo.

Zaitun Jannah (2018). Efektifitas Teknik Behavior Contract Dalam Mengurangi


Perilaku Menyontek Siswa Di MAN 4 Aceh Besar.

Anda mungkin juga menyukai