Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus Dibacakan pada:

Diagnosis dan Penatalaksanaan


Pasien dengan Katarak Traumatik

Oleh:

dr. Gideon Sumual

Pembimbing: dr. Yamin Tongku, Sp. M

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
Case report

Diagnosis and Management of Patient with Traumatic Cataract


Sumual Gideon1, Tongku Yamin1
1
Ophthalmology Department, Faculty of Medicine Sam Ratulangi University

ABSTRACT

Purpose : To present a case of Traumatic Cataract


Case report : A 14 years-old male presented with chief complaint blurry sight.
Complaints are a following cause after 5-6 months post operative eye trauma
management. Ophthalmologic examinations shows a cataract forms in patient’s left eye
including corneal scar, synechiae, iris atrophy, and iridodialysis. Patient then treated
with phacoemulsification and IOL implantation procedure along side the usage of iris
retractor due to synechiae which cause no pupil light reflex. Right after the procedure
patient develop a anterior uveitis then followed by posterior capsule opacification.
Conclusion : A thorough examination and evaluation is needed to determine future
assessment and care for patient. A traumatic cataract often followed by other findings
according the timeline and trauma mechanism.
Keyword : Traumatic, Cataract, Synechiae, Iridodyalisis, Phacoemulsification, Posterior
Capsule Opacification

i
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah kekeruhan dari lensa intraokular yang awalnya bertugas

memfokuskan cahaya yang masuk ke mata hingga ke retina. Kekeruhan ini dapat

menyebabkan penurunan penglihatan dan pada akhirnya kebutaan apabila tidak

ditangani. Biasanya katarak berkembang secara perlahan dan tanpa rasa nyeri sehingga

dapat mempengaruhi penglihatan dan gaya hidup tanpa disadari oleh penderita.

Seringkali katarak berkembang secara perlahan-lahan dengan penurunan penglihatan

yang tidak bisa dikoreksi oleh pemakaian kacamata. Keluhan pada umumnya yaitu

penglihatan yang buram, kesulitan membaca di cahaya redup, lemahnya penglihatan

saat malam hari, silau dan lingkaran cahaya disekitar tempat terang, juga terkadang

penglihatan ganda.1

Penyebab katarak dapat bervariasi seperti pengaruh usia, penyakit sistemik,

konsumsi obat-obatan, kongenital, bahkan akibat trauma. Trauma terhadap mata dapat

menyebabkan kekeruhan pada lensa akibat terganggunya metabolism yang ada di dalam

lensa. Kekeruhan lensa akibat trauma dapat terjadi baik segera setelah kejadian,

berbulan-bulan kemudian, sampai dapat terjadi dalam hitungan tahun. Baik trauma

tumpul ataupun penetrasi dapat menyebabkan terjadinya katarak. Ada sekitar 14%

prevalensi kejadian trauma okular pada populasi secara umum dan dapat mempengaruhi

baik terhadap anak-anak maupun orang dewasa, sekitar 27% sampai 65% trauma okular

ini berujung pada kejadian katarak. 2

Katarak yang terjadi akibat trauma dapat berupa beberapa morfologi yang

berbeda-beda dan dapat disertai juga oleh kelainan pada okular akibat baik benturan

maupun penetrasi. Kelainan yang terjadi bisa terdapat pada seluruh struktur lensa dan

juga bisa disertai keadaan tertentu di masing-masing bagian dari lensa. Konsistensi dari

3
lensa juga dapat bervariasi tergantung faktor usia saat terjadinya trauma. Katarak yang

terjadi pada kasus anak-anak dan dewasa muda sering memiliki konsistensi yang lebih

lunak ketimbang orang dewasa di usia lanjut. Kelainan organ disekitar lensa yang

menyertai katarak traumatik sering kali dapat berupa iridodialisis, prolaps iris ke arah

luar dari intraokular, laserasi juga edema kornea, dan struktur-struktur disekitar lensa.3

4
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 14 tahun, pekerjaan siswa datang ke poliklinik mata

dikonsulkan oleh Divisi Vitreo Retina ke Divisi Katarak dan Bedah Refraktif dengan

keluhan penglihatan mata kiri kabur disertai rasa tidak nyaman. Pasien dikonsulkan

untuk penanganan kekeruhan lensa agar dapat ditentukan evaluasi lebih lanjut mengenai

segmen posterior mata dari pasien.

Keluhan dirasakan sejak 6 bulan sebelum pasien datang ke rumah sakit. Saat 6

bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami cedera mata kiri akibat membuka

sakelar dan memotong kabel sepeda motor menggunakan pisau dengan posisi bagian

tajam mengarah ke wajah. Setelah kejadian tersebut pasien sudah dibawa dan ditangani

di RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou Malalayang dengan dilakukan operasi terhadap

mata kiri pasien. Pasien menjalani operasi mata dimana dilakukan penjahitan pada

kornea-sklera yang robek dan reposisi iris yang keluar (Gambar 2.1). Setelah dilakukan

operasi didapati hasil penglihatan ketajaman mata pasien sampai pada persepsi cahaya.

5
Setelah ditangani pasien kemudian dalam beberapa waktu dirawat oleh divisi
Gambar 2.1. Kondisi mata pasien saat 6 bulan sebelum datang RS. (1) Sebelum dioperasi. (2)
Vitreo
SetelahRetina dikarenakan adanya kecurigaan perdarahan pada vitreous mata kiri akibat
dioperasi

trauma yang dialami. Hal ini didukung dengan ditemukannya gambaran opasitas pada

pemeriksaan penunjang USG mata kiri yang dilakukan. Dari divisi Vitreo Retina

kemudian merencanakan untuk dilakukan tindakan tetapi sebelumnya dikonsulkan ke

divisi Katarak dan Bedah Refraktif untuk menangani masalah kekeruhan lensa.

Pemeriksaan fisik secara umum menunjukan keadaan yang baik dengan tanda

vital normal dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 kali

per menit, regular rate, isi cukup, frekuensi napas 18-20 kali per menit, dan suhu badan

36,6o C.

Pemeriksaan oftalmologi mata kanan didapatkan visus 6/6, tekanan intraokuler

14.5 mmHg, dan posisi bola mata ortoforia dengan pergerakan yang baik ke semua arah.

Segmen anterior mata kanan pasien didapati dalam keadaan normal dengan tidak

adanya kelainan palpebra, tidak ada baik injeksi konjungtiva maupun injeksi siliaris,

kornea dalam keadaan jernih dengan bilik mata depan Van Herick 4. Iris berkripta dan

tidak ada kelainan, pupil berbentuk bulat terletak sentral dengan diameter 3mm dan

refleks cahaya positif. Lensa NO0NC0. Pemeriksaan segmen posterior didapati dalam

batas normal dimana refleks fundus uniform, papil nervus optikus bentuk bulat, batas

tegas, warna vital, cup-disc ratio 0.3-0.4, dan refleks macula positif, arteri venous ratio

3:4.

Pemeriksaan oftalmologi mata kiri menunjukan visus 1/300, tekanan intraokuler

19.4 mmHg, dan posisi bola mata ortoforia dengan pergerakan yang baik ke semua arah.

6
Segmen anterior menunjukan tidak ada kelainan palpebra, konjungtiva tenang tanpa

injeksi. Ditemukan sikatriks melintang regio perifer arah pukul 12 hingga pukul 3 pada

kornea dengan tiga benang jahit yang sudah terepitelisasi di daerah perifer sampai

parasentral superior kornea (Gambar 2.2). Bilik mata depan dengan Van Herick 4. Pada

iris dapat dilihat adanya iridodialysis sejajar dengan atrofi iris sepanjang arah pukul 12

sampai pukul 4. Bentuk pupil ireguler dengan refleks cahaya positif tapi minimal,

sinekia posterior pada hampir seluruh pupil, lensa NO5NC5. Segmen posterior didapati

refleks fundus non uniform; papil nervus optikum, macula, retina sulit dievaluasi karena

adanya kekeruhan pada lensa. Pemeriksaan proyeksi iluminasi dan color projection

menunjukan hasil positif.

Gambar 2.2. Segmen anterior mata kiri


Beberapa pemeriksaan penunjang dilakukan terhadap pasien seperti USG mata,

biometri, serta spekular. Dari pemeriksaan USG mata kiri didapati gambaran echogenic

multiple pada cavum vitreous dengan reflektifitas sedang, after movement positif,

sementara retina koroid dan sklera dalam keadaan intak (Gambar 2.3). Pemeriksaan

biometri menunjukan axial length mata kiri 22,84mm kemudian ditentukan penggunaan

IOL untuk operasi adalah ukuran 22D (Gambar 2.4).

7
Gambar 2.3. USG mata kiri

Gambar 2.4. Biometri mata kiri

Pasien kemudian didiagnosis dengan katarak traumatik, post hecting laserasi

korneosklera mata kiri, dan emetropia mata kanan. Tanggal 8 September 2022

dilakukan operasi phacoemulsifikasi dan implantasi IOL mata kiri dengan anestesi

secara umum. Saat operasi mata kiri pasien dilakukan sinekiolisis serta pemasangan iris

retractor (Gambar 2.5) untuk dapat memberikan lapang pandang luas bagi operator

karena pupil pasien tidak dapat dibuat midriasis dengan tropicamide. Kemudian setelah

dilakukan tindakan continuous curvilinear capsulorhexis dan hidrodiseksi, operator

8
menemukan

Gambar 2.5. A. Sinekiolisis. B. Pemasangan Iris Retractor

konsistensi korteks berupa benda lunak/cair sehingga langkah selanjutnya dilakukan

pengangkatan epinukleus dengan menggunakan aspiration tip untuk mencegah

komplikasi yang mungkin terjadi apabila digunakan phaco tip. Tidak terjadi komplikasi

intraoperatif dan post operatif terhadap pasien, setelah operasi pasien diobati dengan

Siloxan 1 tetes per jam, Levofloxacin tetes mata enam kali 1 tetes, Prednisolon tetes

mata enam kali 1 tetes, ketiganya diberikan pada mata kiri.

Kemudian 1 hari setelah operasi dilakukan pemeriksaan follow up dan diapati

keluhan mata kiri pasien agak sedikit nyeri namun penglihatan sudah lebih terang

daripada sebelumnya. Pemeriksaan oftalmologi mata kiri pasien menunjukan hasil visus

6/60, tekanan intraokular 12.8 mmHg, posisi bola mata ortoforia dengan pergerakan

bola mata normal ke semua arah. Segmen anterior didapati konjungtiva tenang tidak ada

injeksi konjungtiva maupun edema, pada kornea pasien ditemukan sikatriks melintang

regio perifer arah pukul 12 hingga pukul 3 pada kornea dengan tiga benang jahit yang

sudah terepitelisasi di daerah perifer sampai parasentral superior kornea yang sama

seperti sebelumnya. Di COA mata kiri ditemukan adanya cell & flare, bentuk pupil

ireguler dengan refleks cahaya positif, sinekia posterior yang sebelumnya sudah tidak

ada setelah tindakan operasi sebelumnya, atrofi iris dan iridolisis yang sama seperti
9
sebelumnya yaitu sepanjang arah pukul 12 sampai pukul 4. Lensa mata kiri sudah

terpasang IOL letak di tengah dan terfiksasi dengan baik (Gambar 2.6). Pasien

kemudian didiagnosis dengan mata kanan Emetropia, mata kiri Pseudofakia dan post

hecting laserasi korneosklera. Pasien diobati dengan tetes mata siloxane 1 tetes per jam,

prednisolon tetes mata 6 kali 1 tetes, dan levofloxacin tetes mata 6 kali 1 tetes per hari

dan ketiga obat tetes ini diberikan untuk mata kiri pasien, juga pasien diberikan

metilprednisolon 3 kali 16mg per oral selama 3 hari kedepan dengan dosis untuk 3 hari

berikutnya yaitu 3 kali 8mg per oral tappering off dan diizinkan untuk rawat jalan

kemudian kontrol ke poli mata tanggal 15 September 2022 (1 minggu setelah operasi).

Saat pemeriksaan kontrol di poliklinik mata RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou

Malalayang pada tanggal 15 September 2022 pasien tidak mengeluhkan nyeri lagi,

untuk hasil pemeriksaan visus mata kiri pasien 6/60 dan tekanan intra okular 18.4.

Segmen anterior mata kiri tidak ditemukan lagi adanya cell and flare sedangkan lain-

lainnya masih sama dengan hasil pemeriksaan post operasi hari pertama sebelumnya.

Pasien kemudian didiagnosis dengan mata kanan Emetropia dan mata kiri Pseudofakia

dan post hecting laserasi korneosklera. Pengobatan dilanjutkan dengan tetes mata

siloxane 1 tetes per jam, prednisolon tetes mata 6 kali 1 tetes, dan levofloxacin tetes

mata 6 kali 1 tetes per hari dan ketiga obat tetes ini diberikan untuk mata kiri pasien.

Pasien diberikan metilprednisolon dengan dosis tapering off dari sebelumnya yaitu 2

kali 8mg per oral selama 3 hari

kedepan dan dilanjutkan

dengan 2 kali 4 mg selama dua

hari kemudian rawat jalan

selanjutnya kontrol ke poli

mata tanggal 22 September 2022.

10
Gambar 2.6. Segmen anterior OS pasien satu hari setelah Phacoemulsifikasi dan implantasi IOL

Pemeriksan kontrol tanggal 22 September 2022 menunjukkan hasil visus mata

kiri 6/120 dan tekanan intraokuler 18.5 mmHg. Segmen anterior mata kiri pasien

didapatkan gambaran kekeruhan pada kapsul posterior lensa (Gambar 2.7). Pasien

didiagnosis mata kanan Emetropia dan mata kiri Pseudofakia dengan Posterior Capsule

Opacity. Pasien diobati dengan artificial tears 4 kali 1 tetes untuk mata kiri dan

kemudian direncanakan untuk kontrol kembali pada tanggal 29 September 2022.

Gambar 2.7. Adanya kekeruhan pada kapsul posterior


mata kiri pasien (Posterior Capsule Opacity)

11
BAB III

DISKUSI

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis yang

dilakukan didapatkan bahwa keluhan mata kiri kabur dari pasien terjadi beberapa waktu

setelah pasien mengalami trauma akibat terkena pisau. Sesuai dengan literatur

kepustakaan yang menyatakan bahwa suati trauma dapat mengakibatkan katarak.

Katarak mata kiri pasien terbentuk sekitar 6 bulan setelah trauma. Berpijak dari waktu

yang dibutuhkan untuk keluhan tersebut dan mekanisme kejadian, katarak yang

terbentuk adalah akibat trauma tajam tetapi tidak menembus atau sampai ke lapisan

kapsul lensa yang mana apabila terjadi dapat memicu terjadinya katarak traumatik

secara tiba-tiba. Mekanisme terbentuk katarak ini disebabkan oleh karena terganggunya

sistem metabolisme yang ada pada lensa. Baik trauma tumpul ataupun trauma tajam,

faktor yang menentukan onset terjadinya katarak adalah bagaimana pengaruh trauma

tersebut terhadap ruptur tidaknya kapsul lensa. Apabila trauma menyebabkan ruptur

pada lensa, maka dapat terjadi katarak yang lebih cepat ketimbang kapsul lensa yang

tidak ruptur.

12
Gambar 3.1. Ruptur pada kapsul anterior akibat trauma penetrasi

Dalam kasus ini berdasarkan waktu onset terjadinya maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terjadi ruptur secara tiba-tiba pada kapsul lensa. Hal ini juga ditunjang oleh

anamnesis pasien yang menyatakan bahwa saat terjadi trauma 6 bulan sebelumnya

penglihatan mata kiri pasien ditemukan visusnya masih 6/6.1, 4

Beberapa kelainan organ yang menyertai katarak traumatik pada pasien

merupakan akibat dari trauma yang terjadi sebelumnya dan dijumpa pada kasus ini

sudah dalam keadaan yang lebih baik hasil dari penanganan dan operasi saat 6 bulan

sebelum pasien ditangani oleh divisi KBR. Sikatrik yang melintang akibat penetrasi

pisau yang sudah dijahit menunjukan bahwa sebelumnya adanya robekan pada kornea

yang diakibatkan oleh penetrasi benda tajam sebelumnya. Sikatrik pada kornea

merupakan hasil perbaikan dari lapisan epitelium kornea yang berepitelisasi menutup

kerusakannya, tetapi tidak dengan lapisan bowman hingga descemet yang dapat

memperbaiki diri, dan pelebaran sel-sel pada endotel disekitarnya yang rusak akibat

trauma. Apabila terjadi kerusakan pada lapisan endothelium kornea, sel-sel heksagon

disekitarnya melebar dan menutupi kerusakan sel yang terjadi baik akibat trauma

maupun infeksi.5

Sinekia yang ditemukan pada segmen anterior merupakan salah satu

manifestasi ikutan dari trauma ocular yang terjadi sebelumnya. 6 bulan sebelumnya,

pasien mengalami prolaps iris dari luka akibat pisau yang digunakan untuk memotong

kabel. Penanganan reposisi iris yang dilakukan dapat memiliki komplikasi

menyebabkan reaksi peradangan pada iris sehingga terjadi sinekia.

13
Gambar 3.2. Struktur dan lapisan iris secara histologi

Iris merupakan organ yang terdiri dari dua lapisan, yaitu stroma iris dan lapisan epitel

berpigmen. Stroma iris memiliki vaskularisasi sehingga apabila terjadi gangguan berupa

trauma maupun infeksi dapat mengakibatkan peradangan yang pada akhirnya

menyebabkan sinekia. Baik sinekia posterior atau sinekia anterior keduanya dapat

disebabkan oleh proses peradangan yang diinisiasi baik oleh trauma maupun infeksi

sebelumnya.6, 7

Akibat trauma sebelumnya, iridodialisis juga ditemukan pada segmen anterior

pasien. Iridodialisis dapat terjadi akibat trauma secara langsung terhadap permukaan

okular, cedera tersebut menyebabkan terlepasnya iris dari scleral spur. Iridodialisis

dapat menyebabkan hilangnya kontraksi pada iris yang mengatur diameter pupil yang

mempunyai fungsi mengatur fokus jatuhnya bayangan yang melewati lensa untuk dapat

jatuh tepat di retina.8

Hal ini menunjang keadaan saat operasi dimana harus digunakan iris retractor

untuk dapat melebarkan pupil selama dilakukan tindakan phakoemulsifikasi dan

implantasi IOL. Pupil pasien tidak melebar akibat sinekiolisis dan juga adanya atrofi iris

beserta iridodialisis pada arah pukul 12 sampai 14 mata pasien. Saat dilakukan operasi

phacoemulsifikasi, ditemukan bahwa konsistensi katarak dari pasien berupa cairan.

Korteks yang sudah menjadi keruh akibat trauma sehingga berubah katarak tersebut

ditemukan dengan konsistensi lunak hingga cair karena pasien yang masih berusia 14

tahun sehingga berbeda dengan katarak senilis pada umumnya yang ditemukan

memiliki konsistensi yang lebih padat.9, 10

14
Setiap tindakan manipulasi terhadap mata mempunyai resiko terjadinya tanda-

tanda peradangan setelah dilakukan operasi. Saat dilakukan pemeriksaan follow up hari

pertama post operasi, ditemukan adanya gambaran cell & flare di COA. Hal ini

mengindikasikan terjadinya uveitis post operasi. Sinekiolisis yang dilakukan dalam

operasi dapat menjadi penyebab terjadinya proses peradangan ini. Untuk itu saat

pengobatan post operasi pasien diberikan obat kortikosteroid baik topical dan oral untuk

mengatasi hal ini. Apabila peradangan ini bertahan dalam waktu 3-4 minggu setelah

dilakukannya operasi, maka keterlibatan pathogen seperti bakteri dapat dicurigai

mengambil bagian sehingga terjadinya proses peradangan. Dalam kasus ini, setelah

dilakukan pemeriksaan follow up satu minggu setelahnya, sudah tidak ditemukan lagi

adanya tanda-tanda peradangan sehingga penggunaan kortikosteroid mulai bisa

diturunkan (tapering off).10, 11

Komplikasi lainnya yang dapat terjadi setelah dilakukan operasi katarak adalah

kekeruhan atau terjadinya opasitas dari kapsul posterior lensa. Menurut literatur-literatur

yang ada, Posterior Capsule Opacity (PCO) terjadi akibat proliferasi dari sel-sel epitel

lensa setelah dilakukan baik capsulotomi kapsul anterior, ekstraksi korteks dan nucleus,

atau keduanya. Poliferasi lens epithelial cell (LEC) dari anterior ke posterior

menyebabkan terjadinya fibrosis pada kapsul posterior sehingga mempengaruhi

penglihatan pasien yang sudah dilakukan operasi katarak. Beberapa faktor lainnya

adalah karena trauma okular juga katarak pada pasien yang lebih muda. Sesuai dengan

literatur yang ada, pasien mengalami PCO sehingga terjadi penurunan ketajaman

penglihatan saat dilakukan pemeriksaan follow-up untuk kali kedua.10, 12

15
16
BAB IV
KESIMPULAN

Pemeriksaan dan evaluasi bertahap dari katarak traumatik mempunyai peran

yang sangat penting untuk menentukan langkah-langkah tindakan yang tepat

penanganan baik operatif maupun post operatif dari pasien yang mengalami hal ini.

Penting untuk dapat memahami kronologi dari trauma untuk mengetahui sejauh apa

kelainan yang sudah terjadi serta kemungkinan keadaan lanjutan setelah dilakukan

penanganan.

Katarak traumatik dapat terjadi baik setelah cedera maupun ikutan dari

penanganan sebelumnya. Kelainan-kelainan organ disekitar lensa bisa menyertai

katarak dikarenakan mekanisme dan waktu kejadian trauma yang tidak dapat diprediksi.

Setiap komplikasi yang terjadi dapat ditangani dengan pemeriksaan kontrol

yang rutin sehingga mampu menghindarkan pasien dari keadaan mata yang tidak

diinginkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Feldman BH, Heersink S, Patel AS. Cataract - Eyewiki.org. 2022 [cited 2022 Oct 7].
Available from https://eyewiki.org/Cataract
2. Murchison A, Cai L. Traumatic Cataract Surgery. 2022. Eyewiki.Org. [cited 2022 Oct
7]. Available from https://eyewiki.org/Traumatic_Cataract_Surgery
3. Garg A, Patel AS, Aswad LA, Moore DB. Ocular Trauma: Acute Evaluation, Cataract,
Glaucoma. 2021. Eyewiki.org [cited 2022 Oct 7]. Available from
https://eyewiki.org/Ocular_Trauma:_Acute_Evaluation,_Cataract,_Glaucoma
4. Katz J, Tielsch JM. Lifetime Prevalence Of Ocular Injuries From Baltimore Eye
Survey. Doi 1993;111;1564-1268
5. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. Basic and
Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2022.
Halaman 10-13
6. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy
of Ophthalmology. 2021. Page 68-72
7. Chelnis J, Sharpe A, Palestine A. 2022. Synechiae. Eyewiki.org. [Cited 2022 Oct 7].
Available from https://eyewiki.org/Synechiae
8. Traumatic Iridodialysis. Columbia Ophthalmology. Columbia Univeersity Irving
Medical Center. 2022. [Cited Oct 7 2022]. Available from :
https://www.vagelos.columbia.edu/departments-centers/ophthalmology/education/
digital-reference-ophthalmology/glaucoma/angle-closure-glaucoma/traumatic-
iridodialysis
9. Marin AI, Teeples T, Scott R. White Cataract. Eyewiki.org. 2022. Cited Oct 7 2022.
Available from https://eyewiki.aao.org/White_Cataract#cite_note-intumescent5-5
10. American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract. Basic and Clinical Science
Course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2022.
11. American Academy of Ophthalmology. Uveitis and Ocular Inflamation. Basic and
Clinical Science Course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2022.
12. Delmonte DW, Houser K, Awh C, Goshe JM. Posterior Capsule Opacification.
Eyewiki.org. Cited Oct 7. Available from
https://eyewiki.org/Posterior_Capsule_Opacification#cite_note-:0-1

18

Anda mungkin juga menyukai