Anda di halaman 1dari 21

IRIS SUTURE FIXATED POSTERIOR

CHAMBER INTRAOCULAR LENS DENGAN


KAPSUL YANG TIDAK ADEKUAT

dr. W.G. Jayanegara, Sp.M(K)

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana RSUP
Sanglah Denpasar
2016

0
ABSTRAK

Judul :Iris Suture Fixated Posterior Chamber Intraocular Lens dengan


kapsul yang tidak adekuat
Penulis : Jayanegara, Wayan Gede Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan:
Kapsul yang tidak adekuat untuk penempatan intraocular lens (IOL) dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma, pembedahan katarak yang complicated,
pergantian atau penempatan IOL, zonulopati termasuk sindroma pseudoeksfoliatif dan
yang jarang terjadi, ektopia lentis kongenital. Penempatan IOL pada mata dengan
kapsul yang tidak adekuat dapat dilakukan dengan beberapa cara, termasuk anterior
chamber IOL, iris-fixated posterior chamber IOL dan scleral-fixated posterior chamber
IOL. Kasus ini diangkat dengan tujuan menambah ilmu mengenai iris suture
fixated posterior chamber IOL termasuk teknik, kelebihan, kekurangan dan komplikasi
yang dapat terjadi.
Deskripsi Kasus:
Kasus adalah perempuan umur 69 tahun didiagnosis dengan OD Katarak
Senilis Imatur (KSI) + hipertensi retinopati schiae II dan OS subluksasi nukleus (post
operative hr 1) dilakukan tindakan ekstraksi nukleus, vitrektomi anterior dan
pemasangan IOL. Pada saat pemasangan IOL terjadi luksasi IOL ke posterior/IOL
drop, kemudian direncanakan ekstraksi IOL + vitrektomi pars plana dan iris suture
fixated posterior chamber IOL.
Diskusi :
Tanpa adanya kapsul yang adekuat, pada pasien ini dilakukan iris suture
fixated posterior chamber IOL, waktu yang digunakan lebih singkat dan teknik
operasi lebih mudah dibandingkan dengan skleral fiksasi. Tidak terdapat komplikasi
bermakna yang mengganggu tajam penglihatan. Pada tiga bulan follow up, visus mata
kanan 6/38 pinhole 6/7,5 dengan S -2,00 C-1,00x90° menjadi 6/7,5 dan mata 3/60
pinhole 6/10, dengan S-4,50 C-1,50x90° visus menjadi 6/10.

1
ABSTRACT

Title : Iris Suture Fixated Posterior Chamber Intraocular Lens without


adequate capsular support
Authors : Jayanegara, Wayan Gede Ophthalmology department, Faculty of
Medicine, Udayana University Sanglah Hospital Denpasar

Introduction:
Inadequate capsular support for intraocular lens (IOL) can result from a
multitude of causes including trauma, complicated cataract surgery, IOL exchange or
replacement and zonulopathies, suach as pseudoexfoliation syndrome, less
commonly, congenital ectopia lentis. IOL placement in eyes without adequate
capsular support can be achieved in several ways, including anterior chamber IOL,
iris fixated posterior chamber IOL and scleral fixated posterior chamber IOL. The
objective of this report is to share knowledge about iris suture fixated posterior
chamber IOL as one option management for inadequate capsular support including
technique, advantages, disadvantages and common complications.
Case Description:
A woman aged 69 years old was diagnosed with RE immature senilis cataract
(ISC)+retinopathy hypertension schiae II and LE nucleus subluxation (post Small
Incision Cataract Surgery first day). The patient have got nucleus extraction and
anterior vitrectomy, but when done implantation of IOL then drop to posterior. A few
days later, patient got IOL extraction, vitrectomy pars plana and iris suture fixated
posterior chamber IOL.
Discussion :
Without adequate capsular support, iris suture fixated posterior chamber IOL
can become a way to IOL placement to improve visual acuity. That consumes shorter
operative time and simple technique compare with scleral fixation. There is no
significant complication that interfere visual acuity. On third month, right eye visual
acuity was 6/38 pinhole 6/7.5, with S-2.00 C -1.00x90° to 6/7.5 and left eye 3/60
pinhole 6/10 with S-4.50 C-1.50x90° to 6/10.

2
PENDAHULUAN
Kapsul yang tidak adekuat untuk fiksasi intraocular lens (IOL) dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma, pembedahan katarak yang complicated,
pergantian atau penempatan IOL, zonulopati termasuk sindroma pseudoeksfoliatif dan
yang jarang terjadi, ektopia lentis kongenital. Banyaknya faktor penyebab kerusakan
kapsul tersebut sehingga dibutuhkan fiksasi IOL. Perkembangan desain lensa dan teknik
operasi yang telah ada memberikan pilihan terhadap penanganan kasus dengan kapsul
yang tidak adekuat. (Stutzman dan Stark 2003; Jacqueline 2015)
Penempatan IOL pada mata dengan kapsul yang tidak adekuat dapat dilakukan
dengan beberapa cara, termasuk anterior chamber IOL, posterior chamber IOL
termasuk iris fixated posterior chamber IOL dan scleral fixated posterior chamber IOL
(Wagoner dkk,2003; Mandelcorn 2010). Meskipun anterior chamber IOL mudah
diinsersikan, penghitungan pengukuran ukuran yang tepat dan penempatan fiksasi
pada sudut bilik mata depan cukuplah sulit. Komplikasi yang sering terjadi pada
penempatan anterior chamber IOL yaitu dekompensasi kornea dan kerusakan bilik
mata depan yang nantinya akan menyebabkan peningkatan tekanan intraocular (TIO).
Posterior chamber fixated IOL dibandingkan dengan anterior chamber fixated IOL
menunjukkan bahwa resiko kerusakan endotel kornea lebih kecil karena penempatan
IOL sesuai dengan lokasi fisiologi, jauh dari kornea (Kendall dkk, 2005; Holt dkk,
2012).
Iris suture fixated posterior chamber IOL mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan dengan scleral fixated posterior chamber IOL. Waktu yang dibutuhkan
untuk operasi lebih cepat karena prosedur lebih mudah dilakukan pada iris suture fixated
posterior chamber IOL. Scleral fixated posterior chamber IOL sering menyebabkan
kemiringan IOL, terjepitnya vitreous, ablasio retina, perdarahan intraokular. Oleh
karena itu iris suture fixated posterior chamber IOL dapat menjadi pilihan penempatan
IOL dengan kapsul yang tidak adekuat (Pedro dan Tiago, 2014; Elsayed dkk, 2015)
Pembedahan katarak telah mengenal teknik iris suture fixation sejak 30 tahun
yang lalu. Konsep dari iris suture fixated posterior chamber IOL ditemukan pada
tahun 1976 oleh Malcolm McCannel. McCannel menggunakan teknik tersebut,
transkorneal, untuk memperbaiki, menjahit ulang atau menstabilkan subluksasi
posterior chamber IOL. Sekarang ini, ophthalmologist menggunakan prosedur
McCannel pada tingkat lebih tinggi dan digunakan untuk mengimplan posterior

3
chamber IOL pada mata tanpa kapsul yang adekuat (Lin dan Tseng, 2004; Jacquiline
2015)
Penulis melaporkan kasus seorang pasien yang mengalami komplikasi durante
operasi, dimana terjadi subluksasi nukleus sehingga operasi dihentikan dan dirujuk ke
RSUP Sanglah untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Setelah dilakukan
penanganan subluksasi nukleus, didapatkan kapsul yang tidak adekuat untuk
menempatkan IOL baik in the bag maupun pada sulkus siliar. Kasus ini dilaporkan
untuk memberi wawasan , iris suture fixated posterior chamber IOL sebagai salah
satu pilihan penempatan IOL yang dapat dilakukan pada pasien dengan kapsul yang
tidak adekuat, sehingga pada akhirnya dapat memberikan prognosis tajam penglihatan
yang baik.

LAPORAN KASUS
Kasus adalah seorang perempuan umur 69 tahun datang ke poliklinik mata
RSUP Sanglah pada tanggal 31 Januari 2015. Pasien merupakan rujukan dari RSUD
Singaraja dengan diagnosis Oculi Sinistra (OS) post operasi katarak komplikasi
luksasi nukleus ke posterior. Pasien mengeluh nyeri pada mata kiri dan pengelihatan
mata kiri tetap buram walaupun telah menjalani operasi pada tanggal 30 Januari
2015. Mata kanan pasien juga dikeluhkan buram tetapi lebih baik dibandingkan
dengan mata kiri pasien. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat keluhan
serupa. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Pasien mengatakan menderita hipertensi
kurang lebih 7 tahun, mengkonsumsi obat hipertensi tidak teratur. Riwayat menderita
kencing manis dan penyakit jantung disangkal.
Pemeriksaan visus mata kanan 6/38 pinhole 6/7,5 dengan S-2,00 dan C -
1,00x90° menjadi 6/7,5, mata kiri 1/300. Pemeriksaan segmen anterior dengan
menggunakan slitlamp pada mata kanan didapatkan palpebra normal, konjungtiva
tenang, kornea jernih, bilik mata depan dalam , iris bulat regular, reflek pupil positif,
lensa keruh grade II (gambar 1). Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan
slitlamp pada mata kiri didapatkan palpebra edema, konjungtiva terdapat
conjunctival vascular injection, pericorneal vascular injection, kornea edema dan
terdapat descement fold, bilik mata depan terdapat fibrin dan vitreous, iris iregular dan
up drown, refleks pupil positif, subluksasi nukleus, tekanan intraokular (TIO) dengan
menggunakan tonometri non-kontak pada mata kanan adalah 14 mmHg dan mata kiri
12,7 mmHg. Evaluasi segmen posterior pada mata kanan menunjukkan papil nervus II

4
bulat, batas tegas, Cup Disc Ratio (CDR) 0,3, perbandingan arteri vena 1/3,vena
berkelok-kelok, terdapat arteri vena crossing dan silver wire, retina tigroid, refleks
makula (+) baik. Pada mata kiri refleks fundus positif detail sulit dievaluasi.
Pemeriksaan USG pada mata kiri memperlihatkan spike di belakang iris diduga
merupakan masa lensa.

Gambar 1. A. Kondisi mata kanan dan kiri saat pemeriksaan awal: B.


Gambaran Foto Fundus mata kanan (Courtesy : Sari, YP)

Gambar 2. Hasil USG mata kiri saat pemeriksaan awal(Courtesy : Sari, YP)

Berdasarkan atas hasil pemeriksaan tersebut diatas, pasien didiagnosis dengan


OD Katarak Senilis Imatur (KSI)+ hipertensi retinopati schiae II, OS subluksasi nukleus
(post operative hr 1). Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan ekstraksi nukleus,
vitrektomi anterior dan pemasangan IOL. Diberikan cefadroxil 2x500 mg

5
(oral), asam mefenamat 3x500 mg (oral), metil prednisolone 3x16 mg (oral), cendo
xitrol tetes mata 6x1 tetes OS. Sebelum dilakukan tindakan operasi, beberapa
pemeriksaan pre operatif dilakukan, meliputi pemeriksaan retinometri, keratometri,
biometri, laboratorium, rontgen thoraks, dan konsultasi kelayakan operasi ke bagian
anestesi dan interna.
Pemeriksaan retinometri memberikan hasil 0,9 pada mata kanan dan pada
mata kiri tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan keratometri didapatkan nilai K1 sebesar
43,25 D dan nilai K2 sebesar 43,25 D. Pemeriksaan biometri dilakukan dengan
Konstanta 118,40, memperoleh hasil mata kanan adalah 22,50 dioptri dengan hasil
refraksi -0,12, dan panjang sumbu bola mata kanan adalah 22,85 mm (Tabel 1).

Tabel 1.Hasil biometri pada mata kanan


KalkulasiIOL: REGRESSION II
K1 = 43,25 D AXL = 22,85 mm
K2 = 43,25 D
Lens 1 Lens 2
A1 = 118,00D A2 = 118,40 D
IOL REFR IOL REFR
22,00 0,36 22,00 0,26
22,50 -0,04 22,50 -0,12
23,00 -0,44 23,00 -0,52

Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110 mmHg. Pemeriksaan


laboratorium dalam batas normal (tabel 2). Pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan
cardiomegali disertai atherosclerosis, dilatio et elongation aortae, tidak tampak
proses spesifik aktif pada kedua paru, tulang-tulang costa kesan intak. Konsul
kelayakan operasi dari bagian interna, didapatkan dengan Hipertensi stadium II,
pasien dengan resiko dilakukan tindakan sebaiknya tindakan dilakukan jika tekanan
darah <160 mmHg. Mendapat terapi captopril 2x50 mg tablet, amlodipin 1x10mg
tablet, HCT 1x25 mg tablet. Bagian anestesi pasien disetujui untuk tindakan operasi
dengan status fisik ASA III (Geriatri dan hipertensi stadium II).

6
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil Nilai Rujukan Hasil Nilai Rujukan
WBC 7,0 4-11 Bun 19 8-23
RBC 4,72 4,2-5,4 Creatinin 1,10 0,6-1,10
HGB 14,0 12-16 SGPT 25 11-34
HCT 41,2 37-47 SGOT 20 11-27
PLT 278 150-450 GDacak 150 <200
BT 2’30’’ 1-3menit Na 137 135-155
CT 8’30’’ 7-15menit K 4,9 3,6-5,5
PT 10,2
APTT 30,2

Operasi ekstraksi nukleus, vitrektomi anterior dan pemasangan IOL dilakukan


tanggal 2 Januari 2015 dengan general anesthesia. Operasi dimulai dengan
melakukan peritomi di superior. Luka post operasi sebelumnya dibuka, kemudian
dilakukan indentasi bola mata terlihat nucleus, spoon digunakan untuk mengeluarkan
nukleus. Irigasi aspirasi sisa korteks. Vitrektomi anterior denagn vannas panjang.
terlihat robekan kapsul posterior pada equator jam 4 sampai jam 7, dilakukan
pemasangan IOL disulkus, saat memutar IOL dengan sinskey terjadi luksasi IOL ke
posterior, kemudian jahit scleral tunnel dengan nilon 10.0 agar bibir luka kedap.
Setelah operasi pasien diberikan cefadroxil 2x500 mg (oral), asam mefenamat 3x500
mg (oral), metil prednisolone 3x16 mg (oral), cendo xitrol tetes mata 6x1 tetes OS,
siloxan tetes mata 6x1 tetes OS.
Hari pertama setelah operasi, pasien mengeluh mata kiri masih buram dan terasa
seperti ada benda asing. Visus mata kiri pada hari pertama setelah operasi adalah
0,5/60, dengan +10.00 menjadi 6/48 dengan palpebra edema, conjunctival vascular
injection, pericorneal vascular injection, dan perdarahan subkonjungtiva, kornea edema
dan descemet fold, bilik mata depan dalam, iris irregular, atropi iris superior, refleks
pupil tidak ada, afakia, vitreus sulit dievaluasi, refleks fundus (+) detail sulit dievaluasi
(gambar 3). TIO diperiksa menggunakan tonometri non-kontak yaitu 13,3 mmHg.
Pasien didiagnosis dengan OS Afakia (luksasi IOL ke posterior/IOL drop) hari
1. Pasien diberikan cefadroxil 2x500 mg (oral), asam mefenamat 3x500 mg (oral),
metil prednisolone 3x16 mg (oral), cendo xitrol tetes

7
mata 6x1 tetes OS, siloxan tetes mata 6x1 tetes OS. Pemeriksaan USG pada mata kiri
memperlihatkan peningkatan spike di daerah posterior yang diduga merupakan IOL.
Pasien dikonsulkan ke divisi vitreoretina, pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan
ekstraksi IOL dan vitrektomi pars plana (VPP) dengan general anasthesia, operasi
bersama dengan divisi Katarak dan Bedah Refraktif (KBR) yang akan dilakukan
pemasangan iris suture fixated posterior chamber IOL.

Gambar 3. Kondisi mata kiri satu hari post operasi (afakia+IOL drop) 3/2/2015
(Courtesy : Sari,Y.P)

Gambar 4. Hasil USG mata kiri satu hari post operasi (afakia+IOL drop) 3/2/2015
(Courtesy : Sari,Y.P)

Operasi ekstraksi IOL, VPP dan pemasangan IOL dilakukan tanggal 5


Februari 2015 dengan general anasthesia. Operasi dimulai dengan pemasangan
trocart di superotemporal, inferotemporal dan superonasal. kemudian dilakukan
vitrektomi dicavum vitreus. Luka post operasi sebelumnya dibuka, kemudian IOL
yang berada di cavum vitreus diluksasi ke bilik mata depan, dengan bantuan kelmann
untuk mengeluarkan IOL, kemudian evaluasi retina baik. Kemudian dilakukan
pemasangan iris suture fixated posterior chamber IOL. Parasintesis dilakukan pada jam
9 dan jam 3. Pupil dikonstriksikan dengan acethylcoline. IOL polymethyl methacrylate
(PMMA) di insersikan dengan mengatur agar terjadi iris capture optik

8
IOL didepan iris dan haptik IOL berada di bawah iris. Dengan menggunakan benang
nilon 10.0 jarum melewati kornea, iris sampai dibawa haptik pertama lalu keluar melalui
iris dan kornea. Kedua benang didalam bilik mata depan ditarik keluar melalui
parasintesis dengan menggunakan kelman, kemudian disimpulkan dengan ikatan 2-1-1.
Begitu pula dengan haptik kedua dilakukan langkah yang sama dengan haptik pertama.
Pastikan jarak kedua ikatan 180°. Masukkan optik dibawah iris. Masukkan
acethylcoline kembali untuk memastikan pupil kontriksi berbentuk bulat. Jahit scleral
tunnel dengan nilon 10.0. Setelah operasi pasien diberikan ciprofloxacin
2x500 mg (oral), metil prednisolone 3x16 mg (oral), natrium diklofenak 2x50 mg (oral),
cendo xitrol tetes mata 6x1 tetes OD, siloxan tetes mata 6x1 tetes OD, dan levofloxacin
tetes mata 6x1 tetes OD.

Gambar 5. Langkah-langkah operasi ekstraksi IOL, vitrektomi pars plana dan


iris suture fixated posterior chamber IOL 5/2/2014 (Courtesy : Sari, Y.P)

Hari pertama setelah operasi, pasien mengeluh mata kiri masih buram dan
ngeres pada mata kiri. Visus mata kiri pada hari pertama setelah operasi adalah 1/300
dengan pinhole tidak maju, dengan palpebra edema minimal, conjunctival vascular

9
injection, pericorneal vascular injection, dan perdarahan subkonjungtiva, kornea edema
dan descemet fold, bilik mata depan dalam, iris iregular, atropi iris superior, suture pada
jam 9 dan 3, refleks pupil tidak ada, pseudofakia IOL sentral, vitreus jernih, refleks
fundus (+) detail sulit dievaluasi (gambar 6). TIO diperiksa menggunakan tonometri
non-kontak yaitu 11,7 mmHg. Pasien didiagnosis dengan OS pseudofakia + post VPP
hari 1. Pasien diberikan cefadroxil 2x500 mg (oral), asam mefenamat 3x500 mg (oral),
metil prednisolone 3x16 mg (oral), cendo xitrol tetes mata 6x1 tetes OS, siloxan tetes
mata 6x1 tetes OS.

Gambar 6. Kondisi mata kiri satu hari setelah operasi (pseudofakia+post VPP)
6/2/2015 (Courtesy : Sari,Y.P)

Tujuh hari setelah operasi, pasien masih mengeluh penglihatan mata kiri
buram. Visus mata kiri pasien menjadi 2/60, dengan pinhole 6/48, dengan palpebra
normal, conjunctival vascular injection, pericorneal vascular injection, kornea edema
minimal, bilik mata depan dalam, iris irregular, atropi iris superior, suture pada jam 9
dan 3, refleks pupil positif, IOL sentral, vitreus jernih, refleks fundus (+). TIO
diperiksa menggunakan tonometri non-kontak yaitu 11,7 mmHg. Pasien didiagnosis
dengan OS pseudofakia+ post VPP hari 7. Pasien diberikan cefadroxil 2x500 mg (oral),
asam mefenamat 3x500 mg (oral), metil prednisolone 3x12 mg (oral), cendo xitrol tetes
mata 6x1 tetes OS, siloxan tetes mata 6x1 tetes OS dan kontrol 2 minggu.

Gambar 7. Kondisi mata kiri tujuh hari setelah operasi (pseudofakia+post VPP)
12/2/2015 (Courtesy : Sari,Y.P)

10
Tiga minggu setelah operasi, pasien masih mengeluh penglihatan mata kiri
masih buram. Visus mata kiri pasien 2/60, dengan pinhole 6/38, dengan palpebra
normal, konjungtiva tenang, kornea jernih, bilik mata depan dalam, iris irregular,
atropi iris superior, suture pada jam 9 dan 3, refleks pupil positif, IOL sentral, vitreus
jernih. TIO diperiksa menggunakan tonometri non-kontak yaitu 12 mmHg. Evaluasi
segmen posterior pada mata kiri menunjukkan papil nervus II bulat, batas tegas, CDR
0,3, perbandingan arteri vena 1/3, vena berkelok-kelok, terdapat arteri vena crossing
dan silver wire, retina tigroid, refleks makula (+). Hasil pemeriksaan ocular
coherence topography (OCT) pada makula menunjukkan adanya edema dengan
ketebalan fovea sentral 300µm. Pasien didiagnosis dengan OS pseudofakia+post VPP
3minggu+retinopati hipertensi schiae II+irvine gass syndrome. Pasien diberikan
cefadroxil 2x500 mg (oral), asam mefenamat 3x500 mg (oral), metil prednisolone 3x4
mg (oral), cendo xitrol tetes mata 6x1 tetes OS, siloxan tetes mata 6x1 tetes OS, nevanac
tetes mata 3x1 tetes OS dan kontrol 2 minggu.

Gambar 8. A. Kondisi mata kiri 3 minggu setelah operasi (pseudofakia+post VPP)


27/2/2015; B. Gambaran foto fundus mata kiri (Courtesy : Sari,Y.P)

Gambar 9. Gambaran OCT mata kiri tiga minggu setelah operasi (Courtesy :
Sari,Y.P)

11
Satu setengah bulan setelah operasi, pasien masih mengeluh penglihatan mata
kiri masih buram. Visus mata kiri pasien menjadi 3/60 dengan pinhole 6/30, dengan
palpebra normal, konjungtiva tenang, kornea jernih, bilik mata depan dalam, iris
irregular, atropi iris superior, suture pada jam 9 dan 3, refleks pupil positif, IOL sentral,
vitreus jernih,. TIO diperiksa menggunakan tonometri non-kontak yaitu 11,2 mmHg.
Evaluasi segmen posterior pada mata kiri menunjukkan papil nervus II bulat, batas
tegas, CDR 0,3, perbandingan arteri vena 1/3, vena berkelok-kelok, terdapat arteri vena
crossing dan silver wire, retina tigroid, refleks makula (+). Hasil pemeriksaan OCT
pada makula menunjukkan adanya edema dengan ketebalan fovea sentral 250 µm.
Pasien didiagnosis dengan OS pseudofakia+post VPP 1,5 bulan + retinopati hipertensi
schiae II +irvine gass syndrome. Pasien diberikan cendo lyteers tetes mata 6x1 tetes OS,
nevanac tetes mata 3x1 tetes OS. Kontrol 1 bulan.

Gambar 10. Kondisi mata kiri satu setengah bulan setelah operasi
(pseudofakia+post VPP) 20/3/2015 (Courtesy : Sari,Y.P)

Gambar 11. Gambaran OCT mata kiri satu setengah bulan setelah operasi
(Courtesy : Sari,Y.P)

12
Tiga bulan setelah operasi, pasien masih mengeluh penglihatan mata kiri
masih buram. Visus mata kiri pasien 3/60 pinhole 6/10, dengan S-4,50 dan C-
1,50x90° visus menjadi 6/10, dengan palpebra normal, konjungtiva tenang, kornea
jernih, bilik mata depan dalam, iris irregular, atropi iris superior, suture pada jam 9
dan 3, refleks pupil positif, IOL sentral, vitreus jernih,. TIO diperiksa menggunakan
tonometri non-kontak yaitu 11,2 mmHg. Evaluasi segmen posterior pada mata kiri
menunjukkan papil nervus II bulat, batas tegas, CDR 0,3, perbandingan arteri vena
1/3, vena berkelok-kelok, terdapat arteri vena crossing dan silver wire, retina tigroid,
refleks makula (+). Hasil pemeriksaan OCT pada makula menunjukkan ketebalan
fovea sentral 239 µm. Pasien didiagnosis dengan OS pseudofakia+post VPP 3 bulan+
retinopati hipertensi schiae II+irvine gass syndrome. Pasien diberikan cendo lyteers
tetes mata 6x1 tetes OS dan resep kacamata.

Gambar 12. A. Kondisi mata kiri tiga bulan setelah operasi (pseudofakia+post VPP)
3/5/2015;
B. Gambaran foto fundus mata kiri (Courtesy : Sari,Y.P)

Gambar 13. Gambaran OCT mata kiri tiga bulan setelah operasi (Courtesy :
Sari,Y.P)

13
DISKUSI
Subluksasi nukleus intraoperatif biasanya diakibatkan adanya ruptur kapsul baik
anterior maupun posterior. Ruptur kapsul bisa diakibatkan oleh berbagai macam
penyebab termasuk trauma, zonulopati seperti pada sindrom pseudoeksfoliatif
maupun kongenital pada sindrom marfan, katarak matur dan high myopia (Stutzman
dan Stark 2003; Jacqueline 2015). Selain itu ruptur kapsul juga diakibatkan oleh
komplikasi intraoperatif yang sering terjadi selama operasi katarak. Insiden tersebut
sebagai indikator kualitas operasi, pengalaman dan keahlian operator yang mempuyai
peranan penting pada terjadinya ruptur kapsul. Ruptur kapsul dapat terjadi pada
berbagai tahapan operasi katarak, bisa terjadi saat ekstraksi nukleus, saat membersihkan
korteks maupun pada saat melakukan capsulorrhexis. Pada saat melakukan
capsulorrhexis dapat terjadi robekan kapsul anterior yang kemudian mengalami
ekstensi sampai equator dan menyebabkan robekan kapsul posterior. Penelitian
retrospektif pada 2646 kasus yang dilakukan oleh satu operator, terjadi robekan pada
kapsul anterior pada 21 mata, hampir semua mengalami ekstensi robekan pada
kapsul posterior (Wagoner dkk,2003; Mandelcorn 2010). Pada pasien di atas ditemukan
adanya subluksasi nukleus setelah menjalani operasi katarak. Subluksasi nukleus
tersebut terjadi intraoperatif. Terjadinya robekan kapsul anterior dan posterior,
memperlihatkan kemungkinan awal robekan kapsul pada anterior dan mengalami
ekstensi ke equator meluas ke posterior.
Pemeriksaan preoperatif yang tepat dibutuhkan untuk penempatan IOL
terutama pada kasus dengan ruptur kapsul iatrogenik maupun kelemahan zonula,
operator haruslah melakukan pemeriksaan yang hati-hati untuk menilai kapsul
anterior apakah cukup kuat untuk menyokong penempatan IOL pada sulkus siliar
(Jacquiline 2015). Pada pasien diatas, pada operasi pertama kali yaitu tanggal 2
Februari 2015, setelah dilakukan ekstraksi nukleus, penilaian kapsul anterior
dilakukan intraoperatif, terlihat masih terdapat kapsul anterior yang dinilai cukup
adekuat untuk menyokong penempatan pada sulkus siliar. Tetapi setelah IOL
diinsersikan di sulkus siliar dan dilakukan sedikit manipulasi ternyata kapsul anterior
tidak cukup kuat menyokong IOL sehingga terjadi luksasi IOL ke posterior.
Beberapa pilihan penempatan IOL bisa dilakukan tanpa adanya kapsul yang
adekuat, termasuk anterior chamber IOL dan posterior chamber IOL. Pada anterior
chamber IOL bisa digunakan angle supported iris anterior chamber IOL maupun iris
claw anterior chamber IOL. Penempatan anterior chamber IOL mempunyai beberapa

14
persyaratan seperti bilik mata depan yang cukup dalam, iris dalam kondisi baik,
jumlah sel endotel lebih dari 1000/mm2. Tetapi tingginya insiden pseudophakic bullous
keratopathy, kerusakan atau fibrosis struktur sudut bilik mata depan pada anterior
chamber IOL, menyebabkan posterior chamber IOL menjadi pilihan utama (Kendall
dkk, 2005; Holt dkk, 2012). Pada pasien diatas tidak digunakan anterior chamber IOL
dikarenakan umur pasien 69 tahun dimana faktor resiko kerusakan endotel pada usia
lanjut lebih tinggi.
Pilihan penggunaan posterior chamber IOL dengan kapsul yang tidak adekuat
termasuk iris claw posterior chamber IOL, iris suture fixated posterior chamber IOL
dan scleral fixated posterior chamber IOL. Iris suture fixated posterior chamber IOL
sudah lama digunakan untuk merehabilitasi tajam penglihatan pada mata afakia tanpa
kapsul yang adekuat. Implantasi foldable IOL lebih diutamakan daripada PMMA IOL
karena hanya menggunakan insisi yang yang kecil, sehingga meminimalkan
terjadinya hipotoni intraoperatif dan mengurangi secara efektif komplikasi
intraoperatif seperti perdarahan (Wagoner dkk,2003; Mandelcorn 2010; Elsayed
2015).
Pada pasien diatas diputuskan untuk menggunakan iris suture fixated posterior
chamber IOL. Iris suture fixated posterior chamber IOL dibandingkan dengan scleral
fixated posterior chamber IOL, waktu yang digunakan operator lebih singkat, tidak
diperlukan IOL khusus seperti pada skleral fiksasi dan IOL lebih stabil. Solomon et
al melaporkan durasi prosedur iris suture fixation lebih cepat dibandingan dengan
scleral fixation IOL (Solomon dkk, 2003). Sharawy melaporkan dibutuhkan waktu
30-75 menit untuk melakukan scleral fixation PMMA IOL (Elsayed 2015; Jacquiline
2015). Stabilitas IOL diperlukan untuk mengoptimalkan outcome visual, stabilitas
disini berarti tidak terjadi desentralisasi mupun kemiringan pada akhir visual
outcome. Tanpa adanya kapsul yang adekuat, posterior chamber IOL lebih mudah
untuk terjadi kemiringan maupun desentralisasi. Jarak fiksasi tidak tepat 180° antara
kedua jahitan juga menyebabkan desentralisasi dan kemiringan. Adanya kemiringan
menyebabkan astigmatisme. (Condon dkk, 2007) Pada suatu penelitian oleh Elsayed
et al. melaporkan kemiringan IOL secara statistik lebih tinggi pada grup scleral
fixation (17,5%) dibandingkan dengan grup iris suture fixation IOL (5%), desentralisasi
IOL dilaporkan lebih tinggi pada grup scleral fixation IOL (12,5%) dibadingkan
dengan grup iris suture fixation IOL (5%) (Elsayed 2015). Condon et al. melaporkan
tdk ada kasus dengan kemiringan IOL setelah iris suture fixation.

15
(Condon dkk, 2007). Pada pasien diatas dibutuhkan waktu sekitar dua puluh menit
untuk melakukan iris suture fixated posterior chamber IOL. Tidak terjadi kemiringan
maupun desentralisasi IOL post operative
Teknik McChannel suture digunakan pada pemasangan iris suture fixated
posterior chamber IOL pada pasien diatas. Iris haptic fixation adalah teknik pertama
kali yang diperkenalkan oleh McCannel pada tahun 1976. Teknik ini dimana lensa
diletakkan dengan haptik pada sulkus siliar dan optik capture pupil. Jarum Curved CTC
dengan prolene 10.0 dijahit melalui kornea, iris dan sampai dibawah haptik kemudian
keluar kembali melalui iris dan kornea. Benang tersebut kemudian dikeluarkan melalui
parasintesis, kemudian diikat dan dipotong sehingga haptik terfikasasi pada iris.Pada
pasien diatas jarum yang digunakan bukan jarum Curved CTC. Hal ini sedikit
menyulitkan untuk mencapai haptik karena ukuran jarum tdk sepanjang jarum Curved
CTC. Untuk memudahkan bisa dilakukan sedikit pengangkatan optik ke anterior,
pengangkatan ini juga mempermudah visualisasi haptik dibawah iris terutama pada
iris dengan warna yang gelap. Agar pergerakan pupil tidak terganggu sebaiknya haptik
diikatkan di daerah midperiperal dan pengikatan iris jangan terlalu lebar. (Stutszman
2003; Mandelcorn 2010)
Selain teknik McCannel, pada tahun 2010 Condon memperkenalkan teknik
modified siepser sliding knot untuk digunakan pada iris suture fixated posterior
chamber IOL. Teknik ini diadaptasi dari teknik slipping suture yang diperkenalkan oleh
Steven B.Siepser untuk memperbaiki defek pupil. Teknik ini memungkinkan
melakukan ikatan haptik tanpa mendorong iris keluar dari parasintesis sehingga iris
tidak tertarik dan bentuk iris tidak mengalami perubahan. Selain itu keuntungan
menggunakan teknik ini mengurangi kemungkinan haptik berputar atau bergeser pada
saat dilakukan pengikatan. (Chang 2004; Condon dkk, 2007; Jacquiline 2015)
Banyak penelitian yang melaporkan pentingnya dilakukan vitrektomi anterior
melalui insisi limbal sebelum dilakukan fiksasi IOL. Hal ini dilakukan tanpa memakai
teknik dan instrumen tertentu, hanya menggunakan vitreous cutter. Namun demikian,
pada penelitian yang dilakukan oleh Tsunoda et al. menunjukkan vitrektomi anterior
tidak dapat secara adekuat membersihkan vitreous anterior karena vitreous cutter
tidak mencapai badan siliar, sehingga meninggalkan vitreous yang berada di bawah
insisi limbal. Penjahitan IOL dalam keadaan ini menyebabkan terjadinya penjepitan
vitreous oleh IOL atau pada daerah fiksasi, yang nantinya dapat menyebabkan ablasio

16
retina traksional atau cystoid macular edema postoperative (Tsunoda dkk, 2006;
Soibermen dkk, 2015)
Vitrektomi pars plana (VPP) merupakan prosedur ideal sebelum dilakukan fiksasi
IOL. Vitreous yang ada disekitar badan siliar dan kapsul lensa dapat dibersihkan
sehingga mengurangi resiko traksi vitreous antara IOL dan retina. Selain itu posisi IOL
juga lebih stabil karena tidak ada vitreous yang terjepit di daerah fiksasi. Jika tidak
memungkinkan melakukan VPP disarankan melakukan vitrektomi anterior dengan
membersihkan sebanyak-banyaknya vitreous anterior meskipun melalui insisi limbal
(Soibermen dkk, 2015). Pada pasien diatas, pada operasi pertama pada tanggal 2
Februari 2015 setelah dilakukan ekstraksi nukleus dan sebelum dilakukan insersi IOL
dilakukan vitrektomi anterior sebanyak-banyaknya melalui scleral tunnel. Sedangkan
pada operasi kedua dilakukan VPP sebelum dilakukan iris suture fixated posterior
chamber IOL.
Komplikasi yang sering terjadi pada iris suture fixated posterior chamber
IOL adalah perdarahan vitreous (11,1%), subluksasi IOL (9,7%), hyphema (9,7%),
cystoid macular edema atau irvine gass syndrome (6,9%), peningkatan TIO (5,6%)
dan bullous keratopathy (4,1%) (Chu dkk, 2002). Pada pasien diatas 3 minggu setelah
dilakukan pemasangan iris suture fixated posterior chamber IOL dilakukan
pemeriksaan OCT menunjukkan adanya edema makula. Adanya rupture kapsul dan
prolapse vitreus serta manipulasi operasi terutama pada iris dan badan siliar
menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga terjadi pelepasan mediator-madiator
inflamasi seperti prostaglandin, vascular endothelial growth factor (VEGF), sitokin
yang mana akan menyebabkan kerusakan blood-retinal barrier pada kapiler retina
perifoveal sehingga terjadi akumulasi cairan menyebabkan edema makula. Terapi
bertujuan untuk menurunkan edema makula dengan mengurangi reaksi inflamasi yang
dianggap sebagai etiologi utama. Terapi yang dapat diberikan yaitu agen Non
Steroidal anti-inflammatory (NSAID) topikal dan oral, kortikosteroid sistemik,
periokular, intravitreal dan topikal, carbonic anhydrase inhibitor oral dan topikal,
laser fotokoagulasi, interferon alfa (Irene dkk, 2014; Leonardo dan Juan 2012). Pada
pasien diatas diberikan agen NSAID topikal dan mengalami perbaikan selama 2 bulan
pemberian, pada OCT ketebalan fovea sentral dari 300 µm menjadi 239 µm.

17
RINGKASAN
Penempatan IOL pada mata tanpa adanya kapsul yang adekuat dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu anterior chamber IOL, scleral fixation
posterior chamber IOL, Iris fixation posterior chamber IOL. Iris suture fixated
posterior chamber IOL bisa menjadi salah satu pilihan operator, selain waktu untuk
mengerjakan lebih singkat dibandingkan skleral fiksasi, teknik yang digunakan lebih
mudah dilakukan.
Seorang perempuan umur 69 tahun didiagnosis dengan OD KSI + hipertensi
retinopati schiae II dan OS subluksasi nucleus (post SICS hr 1) dilakukan tindakan
ekstraksi nukleus, vitrektomi anterior dan pemasangan IOL. Pada saat pemasangan
IOL terjadi luksasi IOL ke posterior/IOL drop, kemudian direncanakan ekstraksi IOL
+ vitrektomi pars plana dan pemasangan iris suture fixated posterior chamber IOL.
Tajam penglihatan membaik setelah tiga bulan post operative.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chang D.F. 2004. Siepser Slipknot for McCannel Iris-Suture Fixation of Subluxated
Intraocular lens, J Cataract Refract Surg,30:1170–6.

Chu M.W, Font R.L, Koch D.D. 2002. Visual Results and Complications Following
Posterior Iris-Fixated Posterior Chamber Lenses at Penetrating Keratoplasty.
Ophthalmic Surg, 23(9):608–613.

Condon G.P, Masket S, Kranemann C, et al. 2007. Small Incision Iris Fixation of
Foldable Intraocular Lenses in the Absence of Capsule Support. Ophthalmology,
J Cataract Refract Surg 114:1311–1318.

Elsayed T.G., et al. 2015. Implantation of Posterior Chamber Foldable Intraocular


Lens in The Absence of Adequate Capsular Support : Iris Fixation Versus
Scleral Fixation. J Egypt Ophthalmol Soc, 108: 117-123

Holt D.G, Young J, Stagg B. 2012. ACIOL, Sutured PCIOL,or Glued IOL: Where do
We Stand?, Curr Opin Ophthalmol, 23:62-67.

Irene R, Chen Z, Jessica Z. 2014. Incidence of Macular Edema with Iris-fixated


Posterior Chamber Intraocular Lenses in Patients Presenting with Lens
Dislocation. Int OPhtalmol, 34: 1143-1158.

Jacqueline N.M. 2015. Review of Surgical Techniques for Posterior Chamber


Intraocular Lens Fixation in the Absence of Capsular Lens Support. US
Ophtalmic Review, p 86-91.

Kendall E.D, Jason J.G, Donald L.B. 2005. Anterior Chamber and Sutured Posterior
Chamber Intraocular Lenses in Eyes with Poor Capsular Support. J Cataract
Refract Surg, 31:903-909.

Kaynak S, Ozbek Z, Cingil G. 2004. Transscleral Fi xation of Foldable Intraocular


Lenses. J Cataract Refract Surg, 30:854–857.

Leonardo G.R, Juan M.P. 2012. Intraocular lens iris fixation. Clinical and Macular
OCT outcomes. BMC Research Notes, 5(560):1-5

Lin C.P, Tseng H.Y. 2004. Suture Fixation Technique for Posterior Chamber
Intraocular Lenses. J Cataract Refract Surg, 30:1401-1404.

Mandelcorn E.D., et al. 2010. IOL Fixation Technique. Retina Surgery Surgical
Updates, P.44-48.

Osher R.H, Snyder M.E, Cionni R.J. 2005. Modification of Siepser Slip-knot
Technique. J Cataract Refract Surg, 31:1098-1100.

Pedro S.S, Tiago B.F. 2014. Iris-Fixated Intraocular Lenses for Ametropia ans
Aphakia. Med Hypothesis Discov Innov Ophtalmol, 3(4): 116-122

19
Solomon K, Gussler J.R, Gussler C. 2003. Incidence and Management of Complications
of Transsclerally Sutured Posterior Chamber Lenses. J Cataract Refract
Surg, 19:488–493.

Soibermen U., et al. 2015. Pars Plana Vitrectomy and Iris Suture Fixation of
Posteriorly Dislocated Intraocular Lenses. J Cataract Refract Surg, 41:1454-
1460

Suto C., et al. 2003. Adjusting Intraocular Lens Power for Sulcus Fixation. J Cataract
Refract Surg, 29:1913-1917

Stutzman R.D, Stark W.J. 2003. Surgical Technique for Suture Fixation of an Acrylic
Intraocular Lens in the Absence of Capsule Support. J Cataract Refract Sur,
19:1658-1662

Tsunoda K, Migita M, Takayuki N. 2006. Treatment of Anterior Vitreous before


Suturing an Intraocular Lens to Ciliary Sulcus. J Cataract Refract Surg,
22:222-226

Wagoner M.D, Cox T.A, Ariyasu R.G. 2003. Intraocular lens implantation in the
absence of capsular support: a report by the American Academy of
Ophthalmology, Ophthalmology, 110:840–59.

20

Anda mungkin juga menyukai