Anda di halaman 1dari 11

DIABETES MELLITUS

A. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian


Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang terjadi
apabila pankreas tidak memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang
cukup atau tubuh yang tidak efektif menggunakan hormon insulin yang
sudah dihasilkan. Ketidakmampuan tersebut mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang dikenal dengan
hiperglikemia. (WHO, 2012)

2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

3. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

1
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

2
4. Patofisiologi/Pathways

3
5. Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia,
polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah : a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

4
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena
- Darah kapiler < 100 100-200 >200
Kadar glukosa darah puasa <80 80-200 >200
- Plasma vena
- Darah kapiler
<110 110-120 >126
<90 90-110 >110

5
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS 1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa
lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah
teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d. B 1 : Breathing (Pernafasan/respirasi)

6
1) Hidung
Inspeksi : ada tidaknya pernafasan cuping hidung
Palpasi : nilai ada tidaknya nyeri tekan
2) Mulut
Inspeksi : lihat adanya pernafasan melalui mulut
Palpasi : nilai ada tidaknya nyeri tekan
3) Thorak
Inspeksi : ada tiaknya penggunaan otot bantu nafas, adanya
usaha untuk bernafas, nilai pergerakan dada
(simetris/tidak), nilai kecepatan, irama, dan kualitas
pernafasan Palpasi : nilai ada/tidaknya nyeri tekan.
Perkusi : suara paru (sonor atau resonan/dullness/hipersonor)
Auskultasi : suara paru (vesikuler, normal, rochi atau weezing)
e. B 2 : Bleeding (sirkulasi)
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
f. B 3 : Brain (Neourologik)
1) Inspeksi : nilai tingkat kesadaran (GCS), nilai reflek pada pasien
seperti reflek pupil dan reflek patela.
g. B 4 : Bladder (Perkemihan)
1) Inspeksi : nilai warna, jumlah dan karakteristik urine 2)
Palpasi : adanya distensi kandung kemih.
h. B 5 : Bowel (Pencernaan-eliminasi)
1) Mulut
Inspeksi : ada tidaknya lesi pada mulut atau sesuatu yang akan
mempengaruhi intake makanan pada psien, tanyakan adanya
mual muntah.
Palpasi : adanya nyeri atau benjolan
2) Abdomen : inspeksi : inspeksi adanya distensi abdomen

7
Auskultasi : bising usus pasien
Palpasi : adnya nyeri pada perut
Perkusi : dullnes/hipersonor
3) Anus
Inspeksi : adanya luka.
i. B 6 : Bone
1) Inspeksi : warna kulit, adanya lesi dan dekubitus, kaji adanya
tanda-tanda fraktur.
2) Palpasi : suhu, kelembaban, dan tugor kulit, adanya krepitasi.

2. Masalah Keperawatan
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
b. Kekurangan volume cairan
c. Gangguan integritas kulit
d. Resiko terjadi injury
3. Intervensi
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat 
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

8
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria
Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
c. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
e. Pantau masukan dan pengeluaran
f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,
nadi tidak teratur

9
i. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

10
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 2012.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 13 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 2013.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2015.

WHO, (2015), Definition of Diabetes Melitus. Word Health Oragnization.


Diproleh tanggal 9 Desember 2015,
http://www.penyakitdiabetesmelitus.net

11

Anda mungkin juga menyukai