Anda di halaman 1dari 80

ANALISIS POTENSI BAHAYA RISIKO KECELAKAAN

KERJA KEGIATAN BONGKAR MUAT PETI KEMAS


PADA PEKERJA DI PT PELABUHAN INDONESIA
(PERSERO) CABANG PANTOLOAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program


Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu

RAHMA
201801126

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, perkembangan industri di Indonesia terus
mengalami kemajuan, salah satunya industri pelabuhan. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2021 terkait penyelenggaraan bidang
pelayaran menjelaskan bahwa pelabuhan adalah suatu wadah yang meliputi
daratan ataupun perairan yang memilikibatas khusus. Pelabuhan juga merupakan
tempat kegiatan baik pemerintah maupun perusahaan untukmemarkir kapal,
menaik turunkan penumpang, bongkar muat barang, berupa dermaga yang
dilengkapi sarana untuk menjamin keselamatan serta keamanan maritim serta
aktivitas lain seperti penunjang pelabuhan dan merupakan wadah transportasi
internal dan antarmoda.
Pada saat yang sama, pelabuhan berperan besar dalam industri serta
perdagangan makan fungsinya selaku pintu masuk aktivitas ekonomi serta
transportasi dan sekaligus merupakan bidang kegiatan yang bisa memberi
sumbangsih untuk pembangunan atau perdagangan pada upaya merealisasikan
Nusantara serta kedaulatan negara secara mendalam. Pada hakikatnya layanan
kepelabuhanan kegiatan pendistribusian, produksi serta konsolidasi barang
maupun produk (Undang-Undang Republik Indonesia).1
Bongkar muat barang merupakan aktivitas jasa layanan barang pada hutan
di perairan pelabuhan, seperti yang dimaksudkan pada Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut pada pasal 1 ayat 4 dan 5 yang berbunyi
pelabuhan laut ialah pelabuhan yang bisa dipakai guna memberikan pelayanan
terhadap aktivitas angkutan laut maupun angkutan penyeberangan yang berada di
laut atau disungai.
Ayat 5 yang menjelaskan pelabuhan laut ialah pelabuhan yang bisa dipakai
untuk memberikan pelayanan pada aktivitas angkutan laut maupun angkutan
penyeberangan yang terdapat di laut maupun di sungai. Dan menjelaskan
pelabuhan utama ialah pelabuhan yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap
aktivitas angkutan laut dalam negeri serta internasional, ahli muat angkutan dalam
3

negeri serta internasional, pada jumlah yang besar serta selaku tempat asalnya
tujuan penumpang maupun barang dan angkutan penyeberangan disertai
jangkauan layanan antar provinsi.
Usaha pada bidang bongkar serta muat barang di pelabuhan antara lain
stevedoring, cargodaring, serta receiving/delivery yang mana yakni aktivitas
usaha bongkar muat barang (Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia.).2
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) merupakan badan usaha milik negara
yang bertugas mengelola dan mengoperasikan jasa kepelabuhanan untuk
memperlancar seluruh proses perdagangan. PT Pelindo mempunyai beberapa
wilayah operasi diantaranya PT Pelindo I, II, III serta IV. PT Pelabuhan Indonesia
cabang Pantoloan kota Palu memiliki fasilitas pelayanan bongkar muat kapal.
Kota Pantoloan Palu yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah memiliki posisi
strategis karena bersebelahan dengan Selat Makassar dan termasuk pelabuhan
strategis bagi perdagangan internasional.
Usaha ini mencakup 2 dermaga serta 1 dermaga penumpang, yakni
dermaga dan dermaga penumpang Pelabuhan 1 Pantoloan yang terletak persis di
depan stasiun, dengan panjang 480 meter, lebar 18 meter, dan kedalaman 9-12
meter, memungkinkan dua dari tiga kapal berlabuh pada waktu bersamaan.
Dermaga penumpang memiliki panjang 250 meter dan untuk dermaga gate
1 atau dermaga yang digunakan khusus peti kemas 200 meter dan untukgeneral
cargo atau kapal cargo 30 meter tetapi dermaga khusus penumpang disatukan
dengan dermaga khusus kapal cargo, dermaga khusus kapal cargo comoditi curah
kering/basah, muatan kapal khusus yang menggunakan countainer dan komoditi
rakyat. Dimana pelabuhan pantoloan melakukan yang terbaik karena memiliki
kawasan yang strategis serta pelabuhan pantoloan ini adalah pelabuhan
internasional.3
Kebijakan perusahaan secara umum dijabarkan dalam hal penyediaan
layanan dalam pedoman perusahaan, khususnya tentang bagaimana memberikan
layanan terbaik kepada pengguna layanan setiap saat. Dalam konteks ini dengan
memperbaiki sinergis serta meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
dan lingkungan bagi semua seluruh karyawan serta pemangku kepentingan di
4

Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan, Jalan Kota Palu Sulawesi Tengah (Buku
Pedoman Perusahaan PT Pelindo Cabang Pantoloan). 4
Menurut Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS
18001), manajemen K3 merupakan usaha sistematis dalam rangka melakukan
pengelolaan risiko dalam suatu kegiatan industry yang dapat menimbulkan
gangguan, cedera, ataupun kerusakan bagi manusia. Manajemen risiko dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu Hazard Identification, Risk Assesment and Risk
Controlatau biasa dikenal dengan HIRARC.5
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2020
mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
pasal 11 ayat (4) menerangkan bahwasanya potensi bahaya merupakan perihal
yang dianggap dapat mengakibatkankan kerusakan, kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran, penyakit akibat kerja, dan gangguan lain (PP RI, 2020).
Sementara itu, di Indonesia jumlah kecelakaan cedera tertinggi terjadi pada
tahun 2018 hingga 2020. Pada tahun 2020 terdapat 177.161 kasus cedera akibat
kerja dimana 11 kasus merupakan kasus penyakit akibat kerja. Data ini
dikumpulkan oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan klaim kecelakaan kerja
yang diderita pegawai. Tingkat potensi kecelakaan serta penyakit diakibatkan
kerja bisa dialami karena kerja tahapan kerja, teknologi yang digunakan dan jenis
produksi, ruang serta lingkungan bangunan, material yang dipakai dan manajemen
mutu serta tim pelaksana.4
Riset dari Wahana, tentang penilaian risiko kecelakaan kerja pada pekerja
bongkar muat di Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai Asahan menunjukkan
bahwa risiko paling besar iyalah hilangnya stabilitas saat bekerja. Hal tersebut
disebabkan oleh pijakan kaki yang salah pada ketinggian kapal ditambah dengan
deburan ombak menyebabkan kapal oleng sehingga menyebabkan pekerja
kehilangan keseimbangan dan kemungkinan jatuh ke laut.4
Faktor risiko kecelakaan kerja yang paling umum terjadi ialah tindakan
tidak aman (Unsafe action) sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman
10% (Unsafe Condition), ataupun keduanya dialami di waktu yang sama.
Sementara di Indonesia, pemicu kecelakaan di tempat kerja ialah karena perilaku
serta perangkat yang kurang aman. Secara garis besar ada empat faktor utama
5

yang bisa memberikan pengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja yakni faktor
manusia, alat atau mesin yang dipakai, material serta lingkungan.4
Hasil penelitian Ihsan terkait analisis resiko kecelakaan kerja melalui
metode HIRARC di PT. Cahaya Murni Andalas Permai di Padang disertai score
11% menyatakan memiliki pengaruh serta 16% menjelaskan memiliki pengaruh,
memperlihatkan cedera kerja terkait faktor material serta peralatan. Perolehan
penilaian resiko sedang memperlihatkan risiko rendah dengan dua kecelakaan
sedang adalah kecelakaan peralatan. Hal ini menunjukkan apabila kecelakaan
kerja mempengaruhi peralatan untuk kegiatan monitoring.7
Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) memiliki risiko tinggi
mengalami kecelakaan kerja. Menurut pengamatan awal pada saat survey
pendahuluan,aktivitas usaha bongkar muat barang yang dilangsungkan Tenaga
Kerja Bongkar Muat (TKBM) serta dibantu oleh Alat Bongkar Muat (ABM)
mencakup pengangkatan dan bongkar muat barang. Dari berbagai macam
pekerjaan, kegaiatan bongkar muat barang merupakan pekerjaan yang memiliki
resiko tinggi terjadinya kecelakaan serta penyakit yang disebabkan karena
pekerjaan. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis dan pekerjaan yang termasuk
berat dapat menambah beban pekerja.
Menurut hasil penelitian Senjayani (2018)8 tentang penilaian serta
pengendalian resiko terhadap pekerjaan bongkar muat peti kemas oleh tenaga
kerja bongkar muat memakai crane, diperoleh penilaian resiko yang rendah ah
pada kegiatan pasang tangga yang berpotensi tertimpa tangga. Sementara itu,
tenaga mauat yang bertugas memasang hook crane memiliki risiko memar dan
luka gores apabila tidak menggunakaan sarung tangan sebagai Alat Pelindung Diri
(APD). Permasalahan yang terjadi dalam dunia kerja dapat menyebabkan pekerja
menjadi stres, mengganggu produktivitas kerja, hingga mengganggu kenyamanan,
keselamatan dan kesehatan pekerja.9
Menurut Hotmauly, dalam penelitiannya yang memaparkan tentang
penerapan manajemen risiko keamanan di Terminal Peti Kemas Tanjung Priuk, ia
mengatakanperolehan Penelitian pada konteks manajemen risiko memperoleh
peringkat 4, 17 dari skala 6 termasuk pada golongan rata-rata, karena masih
terdapat kesenjangan dalam kriteria dan faktor evaluasi.10
6

Perusahaan harus lebih memperhatikan K3 bagi karyawan sehingga tujuan


perusahaanyaitu mengurangi dan mencegah risiko kecelakaan dapat tercapai.
Maka diperlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
untuk mencapai tujuan itu sendiri. Perusahaan yang mengutamakan keselamatan
dan kesehatan kerja karyawan Nya serta menjamin apabila dialami kecelakaan
kerja, secara tidak langsung pegawai akan memiliki motivasi dalam melakukan
pekerjaan mereka secara optimal sehingga kemudian perusahaan dapat
menghasilkan produk yang memiliki kualitas serta produktivitas karyawan pula
mengalami peningkatan.
Menurut Buntaro, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) dibuat dengan dukungan manajemen perusahaan melalui dukungan
bagaimana mengembangkankebijakan guna melakukan pengembangan serta
peningkatan budaya K3 contohnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
Sebagian besar orang menganggap bahwasanya keselamatan kerja didefinisikan
hanya selaku APD seperti topi keselamatan (helm, sarung tangan dan
masker).APD iyalah pakaian, aksesori apapun yang dirancang untuk
menghadirkan lingkungan kerja yang sehat serta memiliki keamanan.10
Peran perawat di sini adalah sebagai mitra utama dokter dan dapat
mewakili dokter di perusahaan untuk sebagian besar karyawan, perawat di dalam
perusahaan juga sering dianggap sebagai satu-satunya deskripsi untuk semua
upaya tenaga kesehatan di perusahaan. Tak jarang pula perawat disebut sebagai
“ibu” di perusahaan (the mother in the industry). Tuntutan pelayanan keperawatan
di dunia usaha mengharuskan perawat wanita tidak lagi begitu tergantung pada
bimbingan dan pengawasan langsung dari dokter yang bersangkutan.10
Tugas perawat dalam hal ini adalah melaksanakan program kerja yang
ditetapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu perawatan/pengobatan,
pemeliharaan peralatan pemeliharaan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan
perusahaan, pemeriksaan kesehatan pekerja, membantu mengidentifikasi kasus
penyakit akibat kerja, mendukung upaya peningkatan kesehatan kerja di tempat
kerja, memberikan nasihat dalam konteks media, informasi dan pendidikan serta
partisipasi dalam pemeliharaan hubungan sosial manusia dan hubungan kerja
yang harmonis dalam perusahaan.10
7

Oleh karena itu, jika program K3 tidak dilaksanakan dapat mengakibatkan


penurunan produktivitas tenaga kerja dan buruknya kesehatan pekerja. Oleh
karena itu, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain
pengembangan profesional, pemantauan kebersihan dan kesehatan kerja tenaga
medis di perusahaan, dan penguatan penempatan tenaga medis di bidang produksi,
pendidikan dan pelatihan wirausaha. dan tenaga kerja, pengembangan penelitian
bila diperlukan, pengembangan kesehatan terkait dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja berbagai sektor.12
Kegiatan bongkar muat barang seperti peti kemas, biji kakao, biji kelapa,
semen, pupuk, dan barang banyak dilakukan di dermaga pengolahan. Penanganan
peti kemas mengandung faktor resiko tinggi. Alur bisnis diawali dari kapal yang
datang ke pelabuhan, barang dihitung langsung sebagaimana dengan manifest
dengan menyiapkan pekerja bongkar muat, alat bongkar muat misalnya forklift,
crane hingga bongkar petikemas, aktivitas tersebut dinamai beban. Selanjutnya,
sesudah dibongkar di atas truk dan ditempatkan di halaman petikemas atau yard,
operasi ini dikenal sebagai cargodoring. Pasca barang ditumpukkan di countainer
yard, selanjutnya diambil oleh pihak yang memiliki barang dari container yard
ketujuannya tersendiri, dimana dinamai receiving/delivery.13
Ada tiga jenis kontainer dalam aktivitas bongkar muatan peti kemas.
Pertama countainer ukuran 45 feet dengan ukuran luar 40x8x9,6 atau 12.192 x
2.438 x 2.684m, memiliki kapasitas 29 ton. Kedua countainer ukuran 40 feet
dengan ukuran luar 40 x 8 x 8,6 atau 12.192 x 2.438 x 2.591m, ukuran dalam
12.045 x 2.309 x 2.379m, memiliki kapasitas 27 ton. Ketiga countainer ukuran 20
feet dengan ukuran luar 20 x 8 x 8,6 atau 6.058 x 2.438 x 2.591 m, ukuran dalam
5.919 x 2.340 x 2.380 m, yang berkapasitas 22 ton. Durasi estimasi kapal
container yang dibongkar serta dimuat pada satu kapal umumnya memerlukan
durasi 8 sampai 24 jam bergantung kepada total barang yang dimasukkan13
Aktivitas bongkar muat peti kemas memiliki banyak potensi risiko
terjadinya kecelakaan kerja, misalnya ketika memuat peti kemas dari kapal ke truk
dengan crane, beberapa pekerja TKBM tidak memakai helm pelindung kepala
yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja karena human error khususnya operator
yang mengantuk. Berdasarkan hasil survey awal pihak perusahaan mengatakan
8

bahwa ada kerusakan peralatan bongkar muat juga umum dialami, seperti crane
yang rusak ataupun sling yang lepas. Apabila peralatan tersebut tidak diperiksa
terlebih dahulu saat digunakan maka dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
Setelah melakukan pelayanan kegiatan bongkar muat pada kapal. Kecelakaan
kerja akibat alat berat terjadi pukul 05.00 (wita) mobil hand truck menuju ke
workshop untuk parkir bersama alat berat Reastacker, posisi parker didepan
tangki pengisian bahan bakar mengarah keselatan dan posisi area hand truck
berada di area CY Blok D arah barat, tiba-tiba mobil hand truck bergerak maju
dan menambrak spreader reastucker akibat dari insiden tersebut terjadi
kerusakan pada bagian sudut kiri depan yang mengakibtakan mobil hand truck
mengalami kerusakan insiden ini terjadi karena adanya faktor dari kelalaian
pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti kepada
informan didapatkan pula informasi bahwa ada beberapa diantara dari mereka
yang mengatakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terdapat beberapa tenaga
kerja yang pernah mengalami kecelakaan kerja. Diantaranya insiden seperti
tangan terpotong, luka gores, memar, tersenggol, terpeleset, nyeri otot, nyeri
punggung dan kantuk berat. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas bekerja dan
berakibat fatal bagi tenaga kerja itu sendiri. Berdasarkan hal demikian, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait analisis identifikasi bahaya
serta membuat pengendalian bahaya risiko kecelakaan kerja kegiatan bongkar
muat peti kemas pada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan,
dengan mengobservasi secara langsung terhadap pekerja.9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dalam penelitian yaitu untuk
mengetahui dan melihat bagaimana potensi-potensi bahaya dan resiko
kecelakaan kerja tertinggi yang dihadapi pekerja pada kegiatan bongkar muat
Peti Kemas di PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang IV Pantoloan Kota
Palu Sulawesi Tengah?
9

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Telah dianalisis berbagai potensi bahaya serta risiko kecelakaan kerja pada
kegiatan bongkar muat Peti Kemas di PT Pelabuhan Indonesia (Persero)
Cabang Pantoloan.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasi potensi bahaya pada kegiatan bongkar muat peti kemas
pada pekerja di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan
b. Telah teridentifikasi potensi risiko kegiatan bongkar muat peti kemas
pada pekerja di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan.
c. Teranalisis potensi bahaya risiko kecelakaan kerja pada kegiatan bongkar
muat Peti Kemas di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang
Pantoloan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk dapat menerapkan
pengetahuan keperawatan terutaman Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) dan bisa mengasah keterampilan serta wawasan tentang
mengidentifikasi potensi bahaya, memberi penilaian terkait risiko serta
menetapkan strategi mengendalikan risiko bongkar muat peti kemas
memakai metode HIRARC.
2. Bagi Perusahaan
Selaku bahan masukan untuk perusahaan agar semakin fokus pada aktivitas
bongkar muat yang berkaitan dengan bahaya sehingga kecelakaan tidak
dialami serta menjauhi dari penyakit yang disebabkan oleh profesi.
3. Bagi Pekerja
Pelaku bahan referensi tambahan bagi para pekerja dalam membongkar
muat guna membedakan potensi kebahayaan yang terdapat di tempat kerja
pelabuhan supaya terjauhkan dari kecelakaan kerja.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau bacaan
tambahan bagi mahasiswa peneliti selanjutnya, atau sebagai bahan
10

perbandingan bagi para pembaca yang berkeinginan untuk mempelajari


segala hal yang berkaitan dengan Analisis Potensi Bahaya dan Risiko
Kecelakaan Kerja Kegiatan Bongkar Muat Peti Kemas di PT Pelindo
(persero) Cabang Pantoloan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Definisi Kegiatan Bongkar Muat
Bongkar muat barang adalah aktivitas memasukkan dan
mengeluarkan barang dari dan ke kapal melalui dermaga, gudang, serta
lapangan penumpukan di pelabuhan. Tenaga kerja bongkar muat
merupakan orang yang bekerja memasukkan dan mengeluarkan barang
dari dan ke kapal kapal (Kementrian Perhubungan Republik Indonesia).5
a. Macam-Macam Kegiatan Bongkar Muat :
BerdasarkanPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2020 terkait angkutan diperairan, usaha bongkar muat barang di
pelabuhan mencakup aktivitas sebagai berikut :
1) Stevedoring
Stevedoring adalah aktivitas melakukan pembongkaran barang
dari kapal ke dermaga, tongkang, ataupun truk serta memuat barang
daridermaga, tongkang, ataupun truk menggunakan derek untuk
disusun di dalam palka kapal.
2) Cargodoring
Cargodoring ialah kegiatan melepas barang dari seling, tali
maupun jala-jala (ex takle) di dermaga peserta mengangkutnya dari
dermaga ke gudang ataupun lapangan penumpukan barang.
Berikutnya disusun di gudang ataupun lapangan penumpukan
maupun sebaliknya.
3) Receiving/Delivery
Receiving/delivery merupakan kegiatan pekerjaan udah barang
dari tumpukan ataupun tempat menimbun di gudang maupun
lapangan penumpukan serta memberikannya hingga tersusun di atas
kendaraan yang merapat di pintu gudang ataupun lapangan
penumpukan maupun sebaliknya (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia).1
10

2. Definisi Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja ialah sebuah peristiwa yang tidak terduga dan
dialami dengan mendadak yang mengakibatkan cedera pada karyawan
yang menjadi korban kecelakaan kerja. Tarwaka menjelaskan bahwa
kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diingkan dan seringkali tidak
disangka akan terjadi yang mengakibatkan kerugian waktu, harta benda,
property bahkan korban jiwa yang terjadi selama atau sehubungan dengan
proses kerja pekerjaan industri.10
Tarwaka dalam Alfitri, memaparkan penyebab utama terjadinya
kecelakaan di tempat kerja adalah adanya faktor K3 dan persyaratan yang
belum dilaksanakan dengan baik, antara lain disebabkan oleh :
a. Faktor manusia (unsafe action) adalah tindakan pekerja yang tidak
aman. Hal ini dapat ini dapat disebabkan oleh beberapa alasan antara
lain kurangnya pengetahuan serta keterampilan, ketidakmampuan guna
bekerja secara normal, disfungsi tubuh sebab kecacatan yang
berbahaya, kebingungan serta stres akibat sulit memahami prosedur
kerja baru, kegagalan mengoperasikan peralatan atau mesin baru,
menurunnya kemampuan berkonsentrasi, sikap masa bodoh, kurangnya
motivasi kerja, tidak ada kepuasan kerja, dan kecenderungan melukai
diri sendiri.
b. Faktor lingkungan (unsafe conditions) yakni keadaan tidak aman dari
lingkungan serta tempat kerja, tahap kerja, sifat kerja serta sistem kerja.
Lingkungan pada arti meluas bisa dipahami tidak hanya sebagai
lingkungan fisik, Namun pula sebagai faktor yang berhubungan dengan
ketersediaan peralatan, pengalaman manusia masa lalu dan masa lalu,
metode pengorganisasian kerja, korelasi diantara pegawai, hingga
keadaan perekonomian serta perpolitikan yang dapat menghambat
konsentrasi.
c. Faktor manusia-mesin (unsafe man-machine). Interaksi antara manusia
dengan fasilitas penunjang tenaga kerja dapat menjadi penyebab
kecelakaan. Jika interaksi antara kedua belah pihak tidak berlangsung
11

dengan benar maka akan menimbulkan kesalahan yang berujung pada


kecelakaan kerja4
1) Jenis Kecelakaan Kerja :
Sesuai pernyataan ILO (International Labour Organization) 1980
dalam Tarwaka10, kecelakaan kerja industri dikategorikan berdasarkan
tempat kecelakaan, jenis kecelakaan, pemicu maupun objek pekerjaan,
pengaruh ataupun efek samping dari cedera, jenis pekerjaan tertentu,
tindakan menyimpang dari kondisi normal serta letak tubuh yang
terlukai. Berikut adalah contoh jenis kecelakaan kerja yang umum
terjadi di dunia industri:

Tabel 2.1 Jenis Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sektor Industri menurut Eurostat
(1999) dalam Tarwaka (2012)
Sektor Industri Jenis Kecelakaan Kerja
Manufaktur: produksi metal serta 1. Terjepit, terlindas
sejenisnya 2. Teriris, terpotong
3. Jatuh terpeleset
4. Tindakan yang tidak benar
5. Tertabrak
6. Berkontak dengan bahan berbahaya
7. Terjatuh, terguling
8. Kejatuhan barang dari atas
9. Terkena benturan keras, te3rkena
barang yang runtuh, roboh
Manufaktur: pabrik elektronik serta 1. Teriris, terpotong
sejenisnya 2. Terlindas, tertabrak
3. Berkontak dengan bahan kimia
4. Kebocoran gas menurunnya daya
pendengaran dan daya penglihatan

Petrokimia: 1. Terjepit, terlindas


Seperti:minyak dan produksi batu 2. Teriris, terpotong, tergores
bara, produksi karet, produksi plastik 3. Jatuh terpeleset
serta lain-lain 4. Tindakan yang tidak benar
5. Tertabrak
6. Terkena benturan keras
12

Sektor Industri Jenis Kecelakaan Kerja


Kontruksi Bangunan 1. Jatuh terpeleset
2. Kejatuhan barang dari atas
3. Terinjak
4. Terkena barang yang runtuh, roboh
5. Kontak dengan suhu panas, suhu
dingin
6. Terjatuh, terguling
7. Terjepit, terlindas
8. Tertabrak
9. Tindakan yang tidak benar
10. Terkena benturan keras

2) Kerugian akibat kecelakaan kerja


Tiap kecelakaan adalah bencana, kerugian serta kerusakan terhadap
orang, harta benda serta tahapan produksi. Akibat yang berkaitan
dengan kecelakaan mencakup gangguan usaha serta hilangnya
keuntungan usaha. Secara umum kerugian yang disebabkan kecelakaan
kerja dapat dikatakan besar dan memberi pengaruh terhadap usaha
perusahaan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.5

Ramli dalam alfitri14 menyebutkan beberapa kelompok kerugian


akibat kecelakaan kerja sebagai berikut :

1. Kerugian atau biaya langsung (direct costs)


Kerugian langsung yakni kerugian karna kecelakaan yang langsung
dirasakan serta berdampak pada organisasi:
a. Biaya pengobatan dan kompensasi
Kecelakaan dapat mengakibatkan cidera baik ringan atau berat,
cacat ataupun kematian. Hal tersebut menyebabkan
ketidakmampuan mereka untuk melakukan tugas mereka
dengan baik, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap
produktivitas. Apabila terjadi kecelakaan, perusahaan wajib
membayar biaya pengobatan serta santunan kecelakaan
berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
13

b. Kerusakan sarana produksi


Kerugian langsung lain yakni kerusakan fasilitas produksi
akibat kecelakan misalnya kebakaran, peledakan, serta
kerusakan.
2. Kerugian / biaya tidak langsung atau terselubung (indirect costs)
Kerugian tidak langsung akibat kecelakaan kerja diantaranya:
a. Kerugian jam kerja
Operasi perusahaan akan ditangguhkan untuk membantu
korban yang terluka, menanggapi insiden, memperbaiki
kerusakan, dan menyelidiki kecelakaan. Kecelakaan
menyebabkan kehilangan jam kerja yang berpengaruh terhadap
produktivitas kerja.
b. Kerugiaan produktivitas
Perusahaan untuk sementara tidak dapat berproduksi dan
karena itu kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan, sebagai akibat dari kerusakan dan luka-luka yang
diderita tenaga kerja.
c. Kerugiaan sosial
Apabila kecelakaan memiliki skala bersar misalnya kebocoran,
ledakan, dan kebakaran akan berimbas kepada masyarakat
yang berada di sekitar kejadian bahkan menjadi korban.
Akibatnya, keluarga tersebut jatuh ke dalam situasi kehilangan
sumber penghasilan.
d. Citra dan kepercayaan konsumen
Citra organisasi memberikan pengaruh besar pada
pertumbuhan perusahaan. Kecelakaan yang terjadi akan
memberikan pandangan buruk bagi organisasi dikarenakan
dianggap tidak aman serta berbahaya bagi lingkungan.
Perusahaan yang tertarik dengan K3 akan lebih dihormati dan
mendapat kepercayaan dari masyarakat serta investor.
14

3) Pencegahan kecelakaan kerja


Tarwaka menjelaskan bahwa pencegahan kecelakaan di tempat
kerja secara umum adalah usaha menemukan sebab kecelakaan, bukan
mencari kesalahan siapa. Setelah menemukan serta mengenali sebab
kecelakaan, selanjutnya dapat dikembangkan suatu rencana pencegahan
yang pada dasarnya adalah rumusan strategi cara menghilangkan
ataupun mengendalikan potensi bahaya yang telah diketahui. Langkah-
langkah dasar untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja antara lain
mendukung manajemen, mempelajari data dan fakta, menganalisis
sebab kecelakaan, serta membuat saran perbaikan.
Di bawah langkah-langkah memahami dan mempraktekkan tentang
keselamatan kerja dalam upaya mencegah kecelakaan kerja:
a) Identifikasi persoalan dari keadaan tidak aman mencakupi
mengenali jenis pekerjaan yang didalamnya terdapat resiko
dialaminya kecelakaan, mengenali komponen peralatan serta
berbagai bahan bahaya yang dipakai pada tahap pekerjaan, tempat
dilaksanakannya pekerjaan, sifat serta keadaan tenaga kerja yang
yang menangani pekerjaan, perhatian manajemen terhadap
kecelakaan serta fasilitas peralatan dalam mencegah serta
mengendalikan yang tersedia.
b) Penyelidikan kecelakaan (analisa kecelakaan).
c) Pemahaman azaz-azaz pencegahan kecelakaan.
d) Perencanaan dan pelaksanaan.15
3. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya ialah sebuah usaha tersistematis guna
mengungkap potensi bahaya di lingkungan pekerjaan. Melalui pengenalan
sifat serta karakteristik bahaya, kita bisa semakin hati-hati serta
berwaspada danmengambil tindakan keselamatan untuk menghindari
kecelakaan.
a. Konsep Bahaya
Sebelum mendefinisikan suatu bahaya, seseorang mengerti konsep
suatu bahaya dikarenakan risiko berhubungan langsung terhadap
15

bahaya (hazard). Risiko adalah setiap kondisi atau sikap yang dapat
menyebabkan celaka atau cedera kepada orang, kerusakan, ataupun
gangguan. Dikarenakan adanya suatu bahaya sehingga perlu dilakukan
pengendalian terhadap bahaya tersebut agar tidak mengakibatkan
sesuatu yang merugikan. Tingkat kemungkinan bahwa suatu bahaya
dapat menyebabkan kecelakaan dan tingkat keparahan yang dapat
ditimbulkannya adalahilustrasi dari risiko tersebut.

Tingkat risiko dipengaruhi oleh berberapa faktor misalnya paparan,


lokasi, pengguna, jumlah dan kerentanan faktor yang terlibat. Maka dari
itu, risiko dijelaskan sebagai peluang dan probabilitas. Bahaya yang
dapat menyebabkan kecelakaan dan tingkat keparahan yang diakibatkan
apabila kecelakaan terjadi (severity). Dengan demikian, konsep
keselamatan kerja mempunyaitujuan utama untukmelakukan control
atau menghilangkan bahaya agarrisiko dapat dikurangi atau dihilangkan
secara otomatis.

b. Jenis bahaya :
Ramli dalam alfitri, mengkategorikan jenis bahaya antara lain :
1) Bahaya mekanis
Bahaya mekanis timbul dari peralatan atau benda mekanis
yang digerakkan oleh tenaga mekanis, dengan tangan atau dengan
motor. Contohnya mesin sino, bubut, gerinda, tempa serta lain-lain.
Bagian-bagian mesin yang bergerak memiliki kandungan bahaya
contohnya pengeboran, pemotongan, penempaan, penjepitan,
pengepresan. Gerakan mekanis ini bisa mengakibatkan cedera
ataupun kerusakan misalnya terpotong, terjepit, terpotong ataupun
terkelupas.
2) Bahaya listrik
Di lingkungan kerja, terdapat berbagai bahaya listrik, seperti
jaringan hingga peralatan serta mesin kerja. Energi listrik yang
dihasilkan,contohnya risiko kebakaran, sengatan listrik serta
sambungan ke arus listrik.
16

3) Bahaya fisis
Bahaya yang bersumber dari faktor fisis yakni:
a) Bising, bisa menyebabkan bahaya ketulian atau kerusakan
indera pendengaran.
b) Tekanan
c) Getaran
d) Suhu panas atau dingin
e) Cahaya atau penerangan
f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet ataupun infra
merah
4) Bahaya biologis
Potensi bahaya biologis sering dijumpai di industri makanan,
farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan, minyak dan gas bumi.
c. Sumber bahaya :
Bahaya di tempat kerja adalah hasil interaksi di antara faktor-faktor
produksi yang meliputi orang, perlengkapan, bahan, tahap maupun
metode kerja. Selama tahap produksi, dialaminya interaksi antara
manusia dengan mesin, material dan lingkungan kerja sesuai dengan
tahap dan proses kerja. Maka dari itu, bahaya bisa bersumber dari
berbagai unsur produksi yakni mah alasan manusia, perlengkapan,
bahan, tahap dan sistem serta prosedur. Potensi bahaya adalah seluruh
hal yang berpotensi menimbulkan rugi terhadap harta benda dan
lingkungan dan manusia (Ramli dalam alfitri).15
Menurut Tarwaka dalam alfitri, sumber bahaya bisa dikategorikan
yakni:
1) Manusia
Hasil riset memperlihatkan bahwa 80-85% kecelakaan
diakibatkan oleh kelalaian atau human error. Kecelakaan ini
diakibatkan oleh perencana pabrik dari kontraktor konstruksi,
pemimpin tim, pekerja atau agen yang memelihara mesin dan
peralatan.
17

2) Peralatan
Kecelakaan bisa dialami jika peralatan tidak dipakai dengan
benar, karyawan tidak dilatih cara menggunakan alat, peralatan
tidak dilengkapi pelindung dan keselamatan, dan jika tidak dirawat
atau diperiksa. Perawatan dan pemeriksaan diadakan menurut
kondisi agar bagian-bagian mesin atau alat-alat yang berbahayaa
dapat dideteksi sedini mungkin.
3) Lingkungan
Faktor-faktor bahaya lingkungan sesuai beberapa sumber, yakni:
a) Faktor fisik, misalnya penerangan, suhu udara, kelembaban,
cepat rambat udara, suara vibrasi mekanis, radiasi, tekanan
udara serta berbagai hal lainnya
b) Faktor kimia misalnya ialah gas, uap, debu, kabut, asap, awan,
cairan serta berbagai benda padat.
c) Faktor biologi baik kelompok hewan ataupun tumbuhan
d) Faktor mental psikologis yakni susunan pekerjaan, korelasi
diantara pegawai maupun dengan pengusaha, proses
memelihara kinerja serta berbagai hal lainnya
4) Cara atau sikap kerja
a) Cara pengangkatan serta pengangkutan yang keliru
b) Posisi badan yang tidak tepat
c) Tidak memakai APD
d) Lingkungan kerja yang sangat panas
e) Memakai alat maupun mesin yang tidak sesuai dengan regulasi
f) Kondisi mesin, perlengkapan serta alat kerja serta bahan-
bahan.10
d. Tinjauan identifikasi bahaya
Identifikasi bahaya adalah dasar setiap kegiatan dalam upaya
mencegah kecelakaan maupun program mengendalikan resiko. Dengan
tidak mengenali terdapatnya suatu kebahayaan, tidak mungkin bisa
mengidentifikasi risiko, hingga kemudian usaha mencegah serta
mengendalikan resiko tidak bisa dilakukan (Ramli, dalam Alfitri).
18

Identifikasi bahaya memberi sejumlah kebermanfaatan diantaranya


adalah:
1) Mengurangi peluang kecelakaan
Sesuai pernyataan Dupont yang dikutip dari Ramli, risiko
kecelakaan yakni 1 : 30 : 300 : 3000 : 30.000 yang maknanya bagi
tiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman ataupun keadaan tidak
aman, bisa dialami 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat
serta 300 kali kecelakaan serius dan 3000 kecelakaan ringan.
Dengan didasari oleh perbandingan tersebut bisa diamati
bahwasanya melalui pengurangan sumber pemicu kecelakaan yang
merupakan dasar, maka kesempatan bagi dialaminya kecelakaan
bisa ditekan. Maka dari itu mesti diusahakan identifikasi semua
sumber bahaya melalui pemerhatian keadaan tidak aman serta
Perilaku tidak aman. Dengan didasari oleh perbandingan tersebut,
bisa disimpulkan bahwasanya melalui pengurangan sumber pemicu
yang mendasari suatu kecelakaan maka risiko kecelakaan dapat
dikurangi. Dengan demikian, upaya tersebut penting dilakukan
untuk mengenali semua sumber bahaya melalui
mempertimbangkan keadaan tidak aman serta Perilaku tidak aman.
2) Memberi pemahaman untuk seluruh pihak terkait potensi bahaya
dari kegiatan bongkar muat perusahaan hingga kemudian bisa
memberi peningkatan terhadap rasa waspada saat melangsungkan
kegiatannya di tempat kerja
3) Landasan untuk menetapkan strategi mencegah serta mengamankan
secara tepat serta efektif
4) Menginformasikan sesuatu yang terbuat dokumentasi terkait
sumber bahaya pada perusahaan, hingga kemudian bisa
mendapatkan ilustrasi terkait risiko sebuah usaha yang hendak
dilangsungkan.
19

4. Penilaian Risiko
Analisis risiko (Risk Analysis) serta evaluasi risiko 2 langkah
dalam tahap menilai resiko: langkah ini penting dalam menetapkan
berbagai tahapan serta strategi mengendalikan resiko. Analisa resiko
melibatkan penentuan tingkat resiko yang tidak lain ialah gabungan dari
peluang dialaminya suatu peristiwa serta tingkat parahnya resiko yang
telah dialami. Evaluasi resiko melibatkan penilaian apakah suatu resiko
bisa diterima, dengan membandingkan dengan standarisasi yang
diberlakukan ataupun dengan kapabilitas organisasi untuk menangani
resiko tersebut. (Ramli, dalam alfitri).15
a. Teknik analisa risiko
Analisis risiko melibatkan penentuan tingkat risiko sebagaimana
tercermin dalam kemungkinan dan tingkat keparahannya. Beragam
teknik yang bisa diaplikasikan guna menganalisis resiko, yaitu
kualitatif, semi kualitatif dan kuantitatif.

1) Teknik kualitatif
Metode ini memakai matriks risiko yang memberikan gambar
tingkatan probabilitas serta keterpurukan sebuah peristiwa yang
dinyatakan sebagai bentuk rentang dari resiko terendah hingga
risiko paling tinggi. Di lakukan selaku upaya pertama dalam
mendeteksi resiko sebuah operasi maupun sarana serta semata-
mata bisa dilangsungkan apabila data yang lengkap tidak ada.
Menurut standar AS/NZS 4360 dalam Ramli, peluang
terjadinya sebuah peristiwa diberikan rantang diantara sebuah
resiko yang jarang dialami hingga resiko yang bisa dialami
kapanpun. Adapun tingkat keparahan maupun konsekuensi
peringkatnya diantara peringkat yang tidak menyebabkan cedera
ringan maupun risiko kerugian serta terparah apabila bisa
menyebabkan peristiwa fatal maupun kerusakan besar atau
signifikan.14
20

Tabel 2.2 Ukuran Kualitatif dari Likelihood

Level Deskripsi Uraian


1 Almost Certain Hampir tidak pernah dialami
2 Likely Peluang terjadinya jarang
3 Possible Bisa dialami sesekali
4 Unlikely Peluang dialaminya cukup sering
5 Rare Bisa dialami kapanpun

Tabel 2.3 Ukuran Kualitatif dari Consequences


Level Deskriptif Uraian
1 Insignifant Tidak dialami cidera, keuangan merugi kecil
2 Minor Cedera ringan, keuangan merugi sedang
3 Moderate cidera sedang, mesti ditangani medis,
terganggunya produksi
4 Major cidera berat lebih dari satu orang, merugi
besar, terganggunya produksi
5 Catastrophic Fatal melebihi satu orang, merugi besar serta
pengaruh luas yang memberi dampak
berkepanjangan, berhentinya semua kegiatan

2) Teknik semi kuantitatif


Nilai resiko diilustrasikan secara numerik, tetapi nilai ini
tidak mutlak. Contohnya, risiko A adalah 2 serta resiko B adalah 4.
Pada kondisiini, bukan maknanya resiko B mutlak bernilai dua kali
lipat dari risiko A. Metode ini mampu memberikan gambaran
besarnya risiko yang lebih spesifik dari pada metode kualitatif.
3) Teknik kuantitatif
Analisis teknik kuantitatif menerapkan operasi hitung
kemungkinan suatu peristiwa atau akibatnya melalui data numerik
ketika besar risiko tidak dalam bentuk simbolis seperti metode
semi-kuantitatif. Probabilitas dapat dilakukan perhitungan dari
exposure serta probability. Probabilitas serta konsekuensi lalu
dilakukan perhitungan untuk menentukan risiko yang ada.
b. Peringkat Risiko
Saat seluruh tahap pekerjaan telah diidentifikasi, hasil penilaian
kemudian dikembangkan menjadi matriks atau peringkat risiko yang
menggabungkan probabilitas dan tingkat keparahan. Misalnya, apabila
21

kemungkinan terjadinya suatu risiko sangat tinggi dan akibatnya besar,


risiko tersebut tergolong risiko tinggi.
5. Pengendalian Risiko
Dalam mengendalikan risiko merupakan tahap pertama pada
manajemen risiko. Resiko yang sudah diketahui besaran serta potensi yang
ditimbulkannya perlu dilakukan pengelolaan secara tetap, efektif serta
selaras dengan kapabilitas maupun keadaan korporasi. Mengendalikan
resiko merupakan tahap utama dalam manajemen risiko secara
keseluruhan. Risiko yang dikenali adalah signifikan dan konsekuensi
potensialnya dan harus dikelola dengan tepat serta efektif sesuai dengan
kemampuan kondisi perusahaan.
a. Tujuan pengendalian risiko
Dalam mengendalikan risiko bisa diterapkan melalui bermacam
upaya, contohnya melalui menghindarinya, mengalihkannya ke pihak
lainnya maupun mengelolanya secara benar salah satu pertimbangan
yang didapat dari perolehan identifikasi bahaya serta penilaian risiko.
Maka dari itu, bisa semakin fokus pada potensi bahaya yang dianggap
berisiko tinggi hingga kemudian semakin memiliki efektifitas dan
efisiensi.
Sesuai pernyataan OHSAS 18001 dalam Ramli, memberi panduan
dalam mengendalikan risiko yang semakin spesifik bagi bahaya k3
melalui pendekatan berikut14 :
1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Pengendalian teknis
4. Pengendalian administrative
5. Penggunaan alat pelindung diri
Sesuai pernyataan standar AS/NZS 4360 dalam Ramli14,
pengendalian risiko secara generik diterapkan dengan pendekatan
yakni:
22

a) Hindari risiko melalui pengambilan keputusan guna


memperhatikan aktivitas maupun pemakaian tahap, bahan, alat
yang yang memiliki potensi bahaya
b) Meminimalisir kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa
c) Meminimalisir konsekuensi peristiwa
d) Mengalihkan resiko ke pihak lainnya
e) Menanggung resiko yang tersisa. Menangani risiko tidak
mungkin memberikan jaminan kepada resiko ataupun bahaya
menghilang secara sepenuhnya, hingga kemudian masih
terdapat sisa resiko yang mesti dipertanggungjawabkan oleh
perusahaan
b. Strategi pengendalian risiko
Berbagai strategi pengendalian risiko antara lain:
1) Menekan likelihood
a) Pendekatan teknis (engineering control)
(1) Eliminasi. Risiko bisa dihindari melalui peniadaan sumber
bahaya. Apabila sumber bahaya hilang dengan demikian
munculnya resiko bisa dihindari.
(2) Substitusi. Substitusi merupakan penggantian bahan, alat,
atau cara kerja sehingga potensi bahaya dapat
diminimalisir. Contohnya dengan mengganti pemakaian
pelarut yang berbahaya dengan pelarut yang aman.
(3) Isolasi. Risiko yang diterima dapat diantisipasi dengan
adanya penghalang (barrier) yakni berupa alat
perlindungan diri.
(4) Pengendalian jarak. Pengendalian jarak dilakukan dengan
mengurangi kontak anatara manusia dengan sumber
bahaya. Pada umumnya dilakukan melalui ruang kendali
sehingga kontrol dilakukan melalui jarak jauh (remote
control).
23

b) Pendekatan administratif
Pengendalian dilakukan dengan memberikan tanda-tanda
keselamatan, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, dan
lain-lain.
c) Pendekatan manusia (human control)
Melakukan sosialisasi dan pelatihan terhadap karyawan
tentang cara kerja yang aman, budaya keselamatan dan
prosedur keselamatan.
2) Menekan Konsekuensi
Sebuah resiko mungkin saja bisa ditiadakan sepenuhnya
akibat dari adanya pertimbangan teknis, ekonomis maupun operasi.
Sejumlah pendekatan bisa dilangsungkan guna meminimalisir
konsekuensi diantaranya ialah :
a) Tanggap darurat. Apabila perusahaan mempunyai sistem
tanggap darurat yang baik serta terencana dengan demikian
keparahan sebuah peristiwa bisa diminimalisir. Demikian pula
dengan cidera, apabila diberikan pertolongan pertama secara
cepat dan tepat, peluang terjadinya keterpurukan kondisi cidera
bisa dihindari serta korban masih bisa tertolong
b) Ketersediaan alat pelindung diri. Pemakaian APD tidak
semata-mata mengantisipasi kecelakaan Namun pula
meminimalisir efek negatif ataupun konsekuensi dari sebuah
peristiwa.
c) Sistem pelindung. Melalui pemasangan sistem pelindung,
dampak peristiwa bisa diminimalisir. Contohnya melalui
pemasangan tanggul di sekitar tangki, apabila terdapat
kebocoran maupun tumpahan, dengan demikian cairan tidak
akan meluas penyebarannya ke daerah di sekelilingnya
kemudian pengaruh dari peristiwa tersebut bisa diminimalisir.
24

3) Pengalihan risiko (risk transfer)


a) kontraktual, melemparkan tanggung jawab k3 pada pihak
lainnya maupun pihak ketiga.
b) Asuransi. Melalui penutupan asuransi guna memberikan
perlindungan terhadap potensi risiko yang terdapat di
perusahaan.15
6. Manajemen Risiko
Manajemen risiko terkait erat dengan K3. Aspek K3 timbul
dikarenakan terdapatnya risiko-risiko yang memberikan ancaman terhadap
keselamatan pekerja, instalasi serta lingkungan kerja yang mana perlu
dilakukan pengelolaan secara baik dengan risiko-risiko yang ada.
Sesuai pernyataan OHSAS 180014 dalam Ramli, bahwasanya
berdasarkan persyaratan OHSAS 18001, organisasi perlu menetukan
prosedur terkait Identifkikasi Bahaya (Hazards Identification), Penilaian
Risiko (Risk Assessment) serta menetapkan Pengendaliannya (Risk
Control) atau disingkat HIRARC.
a. Tujuan manajemen risiko
Tujuan manajemen risiko sesuai AS/NZS 4360 dalam Ramli
14
yakni:
1. Mempermudah dalam meminimalisir perluasan dampak yang tidak
diharapkan
2. Memaksimalisasi capaian tujuan organisasi melalui meminimalisir
kerugian
3. Melangsungkan program manajemen dengan efisien hingga
kemudian menguntungkan bukan merugikan
4. Meningkatkan pengambilan keputusan terhadap seluruh level
5. Melakukan penyusunan program yang tepat guna meminimalisir
kerugian ketika dialami kegagalan
6. Menghadirkan manajemen yang sifatnya proaktif dan tidak
memiliki sifat yang reaktif
25

b. Manfaat manajemen risiko


Melalui pelaksanaan manajemen resiko didapatkan sejumlah
manfaat diantaranya:
1) Memberi jaminan terkait keberlangsungan usaha melalui
pengurangan resiko dari tiap aktivitas yang berpotensi
menimbulkan kebahayaan
2) Meminimalisir biaya bagi penanggulangan peristiwa yang tidak
diharapkan
3) Menghadirkan rasa aman di kalangan Para investor terkait
keberlangsungan serta keamanan investasi mereka
4) Peningkatan pengertian serta kesadaran terkait resiko operasi untuk
tiap unsur pada organisasi maupun perusahaan
5) Melakukan pemenuhan terhadap persyaratan undang-undang yang
diberlakukan.
7. HIRARC
HIRARC adalah urutan proses untuk melakukan identifikasi
bahaya yang mungkin terjadi pada kegiatan bisnis rutin atau non-
prosedural, lalu melaksanakan penilaian risiko untuk bahaya tersebut, dan
kemudian menghasilkan program pengendalian bahaya sehingga tingkat
risikobisa diturunkan ke tingkat yang lebih rendah untuk mencegah
terjadinya kecelakaan. Penerapan K3 diawali dari perencanaan secara
benar yang mencakup identifikasi bahaya serta penilaian risiko. HIRARC
penting dilangsungkan di semua kegiatan organisasi Bunda menetapkan
aktivitas organisasi mana yang berpotensi bahaya serta berdampak serius
pada kesehatan dan keselamatan kerja.5
a. Langkah-langkah HIRARC
Terdapat 3 langkah-langkah HIRARC yakni:
1) Identifikasi bahaya (hazard identification)
Identifikasi bahaya adalah tahap pertama pada pengembangan
manajemen risiko k3. Mengidentifikasi bahaya merupakan usaha
terstruktur guna mendeteksi munculnya bahaya pada kegiatan
organisasi. Mengidentifikasi risiko ialah dasar dari manajemen
26

risiko yang baik. Salah satu langkah sederhana adalah melakukan


observasi. Melalui observasi, kita telah secara efektif
mengidentifikasi bahaya. Pengidentifikasian bahaya yang
mendasari kegiatan dicegahnya kecelakaan maupun mengendalikan
resiko. Dengan tidak mengetahui resiko, tidak mungkin untuk
mengidentifikasi risiko, sehingga tidak mungkin dilakukan usaha
pencegahan dan pengendalian risiko.
2) Penilaian risiko (risk assessment)
Analisa resiko bertujuan guna menetapkan tingkat risiko melalui
menimbang peluang serta besarnya konsekuensi. Menurut hasil
analisis, bisa ditetapkan peringkat risiko yang mana risiko yang
berdampak besar pada bisnis dapat dinilai dan resiko yang ringan
bisa diabaikan. Perolehan analisa mengevaluasi serta
membandingkan risiko dengan kriteria yang sudah ditentukan
sebelumnya ataupun standar serta kode yang diberlakukan guna
menetapkan bisa atau tidaknya risiko itu sendiri diterima. Apabila
suatu risiko dianggap tidak bisa diterima, risiko tersebut perlu
dilakukan pengelolaan serta penanganan secara tepat.
3) Pengendalian risiko (risk control)
Pengendalian risiko merupakan langkah utama pada manajemen
risiko secara keseluruhan. Risiko yang dinilai adalah
signifikanserta konsekuensi potensialnya perlu dilakukan
pengelolaan secara tepat, efektif serta disesuaikan pada
kemampuan serta keadaan perusahaan. Pengendalian risiko bisa
diterapkan melalui bermacam upaya, contohnya dengan
menghindari, mengalihkannya ke pihak lain atau mengelolanya
dengan benar. Salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah hasil
dari identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Oleh karena itu,
difokuskan pada potensi bahaya yang dianggap berisiko tinggi
sehingga bekerja lebih efisien dan efektif.
27

B. Kerangka Pikir
Guna mendekatkan persoalan yang hendak dianalisa dalam problematika
penelitian, dengan demikian mesti dirancang kerangka teoritis selaku hal yang
mendasari pemikiran Dalam penelitian ini, kerangka yang dimaksudkan akan
semakin memberikan arah bagi peneliti guna mencapai data serta informasi
pada penelitian dan melakukan pemecahan permasalahan yang sudah
dijelaskan sebelumnya, kerangka teoritis Dalam penelitian ini bisa dijelaskan
dalam bagan di bawah ini.

Identifikasi
Bahaya
Kegiatan
Bongkar Muat HIRARC Penilaian
Peti Kemas
Risiko Risk Rating

Pengendalian
Risiko

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar 2.1 maka dapat dijelaskan kerangka Pikir dari


penelitian ini di mulai dengan penggalian informasi dari keadaan ditempat
Kegiatan Bongkar Muat Peti Kemas pada PT Pelindo (Persero) Cabang
Pantoloan menggunakan metode HIRARC dengan menggunakan tiga elemen
yaitu identifkikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko. Beberapa
elemen tersebut kemudian akan dijadikan acuan untuk daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan kepada informan sebagai sumber informasi utama dari
penelitian ini dengan menggunakan analisis deskriptif.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dapat dilihat dan di


analisis potensi bahaya serta resiko kecelakaan kerjanya pada pegawai kegiatan
pengker muat petikemas. Data yang sudah didapatkan hendak dilakukan
pengidentifikasian serta diberi penilaian resiko, analisadata diawali melalui
menghitung nilai resiko yang didapatkan dari perolehan perkalian peluang
terjadinya peristiwa serta konsekuensi hingga kemudian didapatkan hasil rating
resiko yang meliputi empat kategori diantaranya ialah resiko ekstrem, resiko
28

tinggi, resiko menengah, serta resiko rendah secara deskriptif pada tiap proses
kerja di aktivitas bongkar muat petikemas, kemudian berikutnya merancang
pengendalian risiko dari hasil penilaian risiko setiap tahap. Hasil dari penelitian
ini kemudian harapannya bisa menjadi informasi untuk para pekerja khususnya
pada PT Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan dan masyarakat, bahwa
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta kinerja lingkungan
bagi semua karyawan atau berbagai pihak terkait pada saat terdapat di
perusahaan ataupun wilayah kerja yang lain adalah bersifat wajib dan sangat
perlu untuk selalu diperhatikan, mengingat bahwa risiko akibat kecelakaan
kerja sangat berpotensi untuk terjadi serta dapat berakibat fatal.

C. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti menggambarkan alur kerangka konsep analisi
potensi bahaya risiko kecelakaan kerja kegiatan bongkar muat peti kemas pada
pekerja di PT pelabuhan Indonesia (persero) cabang pantoloan kota palu.

Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Pekerja Bongkar Muat Peti


Kemas

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan Desain penelitian
ini sifatnya deskriptif observasional yang merujuk pada standarisasi
manajemen resiko AS/NZS 4360:2004, melalui pengidentifikasian potensi
bahaya serta pemberian nilai resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang
kemudian dilanjut dengan pembuatan pengendalian resiko. Pemakaian metode
penelitian memiliki tujuan guna bisa mendapatkan ilustrasi yang dalam terkait
identifikasi potensi bahaya serta melakukan penilaian terhadap risiko
kecelakaan kerja Melalui penggunaan metode HIRARC dalam aktivitas
bongkar muat peti kemas di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang
Pantoloan Kota Palu Sulawesi Tengah.14

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian dilangsungkan di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang
Pantoloan, yang berlokasi di Jalan Trans Palu-Pantoloan No. 01 Pantoloan,
Kelurahan Pantoloan, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2022.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi ialah suatu bidang yang digeneralisasikan yang terdiri dari
subyek/subyek disertai mutu serta karakteristik tertentu yang
diidentifikasikan oleh peneliti guna dikaji serta selanjutnya diambil
kesimpulan. Sehingga kemudian populasi tidak semata-mata manusia,
Namun pula objek serta benda alam lain. Populasi tidak terbatas pada
jumlah subjek atau objek yang dikaji, namun meliputi seluruh karakteristik
yang dipunyai oleh subjek maupun objek.10 Sehingga berdasarkan hal
tersebut maka penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan PT Pelindo
30

(Persero) Cabang Pantoloan, dan informan penelitian ini adalah tenaga


kerja bongkar muat peti kemas dengan populasi sebanyak 27 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari kuantitas dan sifat dari suatu
populasi. Jika populasinya besar dan peneliti tidak dapat menganalisis
seluruh yang terdapat dalam populasi, contohnya dikarenakan terbatasnya
anggaran, manusia dan waktu, maka peneliti dapat mengaplikasikan
sampling pada populasi tersebut. Hal yang dianalisis pada sampel,hasil
kesimpulan akan diterapkan pada populasi. Maka dari itu, sampel yang
dipilih dari populasi harus benar-benar representative10. Oleh karena itu
pada penelitian ini peneliti memperoleh sampel dari populasi yang dinilai
representatif. Adapun teknik sampling yang dipakai peneliti pada
penelitian ini ialah Nonprobability Sampling dengan Purposive Sampling
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu. Kriteria dalam penelitian ini yaitu diantaranya sebagai berikut :
a. Tenaga kerja bongkar muat peti kemas dermaga II gate I PT Pelindo
(Persero) Cabang Pantoloan Kota Palu dengan lama bekerja >10
Tahun.
b. Tenaga kerja bongkar muat peti kemas dermaga II gate I PT Pelindo
(Persero) Cabang Pantoloan Kota Palu yang berusia 30-65 Tahun.
c. Informan kunci Pelayanan Operasi bongkar muat peti kemas dermaga
II gate I PT Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan Kota Palu.
Dari kriteria diatas maka sampel pada penelitian ini yang
termasuk dalam kriteria adalah sebanyak 5 orang diantaranya, seorang
General Manager Pelayanan Operasi, seorang Supervisi (Pengawas)
Kegiatan dan 3 orang tenaga kerja bongkar muat peti kemas yang
berusia 30-65 Tahun dan sudah bekerja selama >10 Tahun di dermaga
II PT Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ialah terkait bahaya serta resiko
keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan kerja pada tenaga kerja
31

bongkar muat peti kemas di Pelabuhan PT Pelabuhan indonesia (Persero)


Cabang Pantoloan. Dalam penelitian ini memiliki satu variabel yaitu :
Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Bongkar Muat
Peti Kemas.
E. Definisi Operasional Penelitian
Definisi operasional ialah menentukan kontrak maupun sifat yang hendak
dikaji hingga kemudian menjadi variabel yang bisa diukur. Definisi operasional
memaparkan secara tertentu yang dipakai guna melangsungkan penelitian serta
mengoperasi kontrak, hingga kemudian memberi kemungkinan untuk peneliti
yang lainnya guna mereplika pengukuran melalui metode serupa ataupun
melakukan pengembangan metode pengukuran kontak yang semakin membaik
Adapun definisi dari masing-masing indikator variabel pada penelitian adalah
sebagai berikut10 :
1. Aktivitas membongkar muatan peti kemas ialah aktivitas bongkar muat
kontainer dari dan ke kapal yang dilangsungkan melalui dermaga serta
lapangan penumpukan di pelabuhan.
2. HIRARC merupakan rangkaian proses untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja yang dimulai dari identifikasi bahaya terhadap kegaiatan
perusahaan baik kegiatan rutin maupun tidak rutin. Selanjutnya dilakukan
penilaian resiko dari bahaya tersebut, dan kemudian dibuat program
pengendalian bahaya.
3. Identifikasi bahaya merupakan usaha secara terstruktur untuk mengetahui
potensi bahaya pada suatu kegiatan
4. Menilai risiko merupakan usaha guna melakukan penghitungan besar atau
kecilnya suatu resiko sehingga dapat ditentukan risiko tersebut diterima
ataupun ditolak
5. Mengendalikan risiko merupakan tahapan utama pada manajemen resiko.
Apabila sudah diketahui suatu resiko besar serta memiliki dampak
signifikan maka resiko tersebut harus dikelola sebagaimana dengan
kapabilitas korporasi.
6. Risk Rating iyalah nilai resiko yang didapat dari operasi perkalian antara
peluang kemungkinan peristiwa terjadi serta konsekuensi hingga kemudian
32

didapat Risk rating. Terdapat empat kategori diantaranya ialah resiko


ekstrem, resiko tinggi, resiko menengah serta resiko rendah.
Definisi operasional adalah cara peneliti akan menjelaskan terkait dengan
variabel yang akan diteliti :
Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat Peti
Kemas
Definisi : Aktivitas bongkar muat memiliki beragam potensi
berbahaya yang mengakibatkan banyaknya kecelakaan
pada tenaga kerja kegiatan bongkar muat peti kemas
saat dilapangan.
Alat ukur : Teknik wawancara
Cara ukur : Wawancara (lembar observasi HIRARC)
Hasil ukur : Low 1-4
Moderate 5-12
High 12-16
Extreme >16

Potensi Risiko Kecelakaan Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat Peti Kemas.
Definisi : Aktivitas bongkar muat memiliki berbagai potensi yang
dapat menyebabkan beberapa tenaga kerja kegiatan
bongkar muat peti kemas mengalami kecelakaan pada
saat kegiatan kerja dilapangan.
Alat ukur : Teknik wawancara
Cara ukur : Wawancara (lembar observasi HIRARC)
Hasil ukur : Low 1-4
Moderate 5-12
High 12-16
Extreme >16
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian, untuk mengidentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian risiko menggunakan instrumen lembar observasi HIRARC.
Kamera untuk memotret kegiatan kerja, kalkulator, tabel atau matriks penilaian
33

risiko menurut teknik analisa kualitatif berdasarkan AS/NZS 43600:2004 Risk


Management Guide14.
G. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian data kualitatif sehingga dalam
penulisannya sebagian besar menggunakan kata-kata daripada angka dan tidak
tersusun pada berbagai kategori ataupun struktur klasifikasi. Pengumpulan data
bisa dilakukan dengan sejumlah metode misalnya pengamatan, tanya jawab,
intisari dokumen, serta perekaman.Pada umumnya, sebelum disajikan data
diproses melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis.Analisis
data secara kualitatif dijabarkan melalui kata-kata yang dikembangkan secara
luas dan tidak menggunakan perhitungan baik secara matematis atau statistik.
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa kegiatan analisis rangkaian dari
tiga kegiatan yang dilakukan bersama yang meliputi redukasi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Artinya, kegiatan tersebut saling
bergantung dan memiliki hubungan siklus sebelum, selama, dan setelah
pengumpulan data dalam bentuk paralel yang menghasilkan informasi dasar
yang disebut "analisis"16
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah :
1. Cara Pengumpulan Data
a. Wawancara/ kuisioner yaitu melakukan/ memberikan pertanyaan
secara langsung dengan para informan untuk mendapatkan jawaban/
informasiyang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
b. Metode dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan dokumen-
dokumen data yang dikumpulkan dan dipublikasikan oleh instansi
terkait.
c. Media atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan hasil
wawancara pertanyaan informan dan pengambilan dokumtensi melalui
Android.
d. Studi Pustaka, Penelitian ini didapat dari membaca literature–literature
terkait dengan penelitian ini.
34

2. Jenis Data
a. Data Primer adalah data yang diambil dengan cara melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerja, lingkungan kerja dan
peralatan kerja yang digunakan, serta dengan membuat profil dan
merekam ulang setiap langkah proses yang dilakukan dalam operasi
penanganan peti kemas.
b. Data Sekunder. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
meliputicompany profile, SOP (Standar Operasional Prosedur) dan
instruksi kerja suatu perusahaan, serta mempelajari dan menelaah
berbagai literatur yang ada untuk mendukung dan melengkapi
penulisan penelitian ini.

H. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
adalah statistik deskriptif. Dengan metode ini data yang terkumpul dianalisis
dengan cara pendeskripsian dan penggambaran. Selanjutnya data tersebut
dilakukan identifikasi serta diberi penilaian risiko. Analisis data diawali dengan
melakukan perhitungannilai resiko yang didapat dari operasi perkalian antara
peluang kemungkinan peristiwa terjadi serta konsekuensi hingga kemudian
didapat Riska rating. Terdapat empat kategori diantaranya ialah resiko ekstrem,
resiko tinggi, resiko menengah serta resiko rendah secara deskriptif pada setiap
proses kerja kegiatan bongkar muat peti kemas.Setelah penilaian risiko
dilakukan kemudian membuat pengendalian risiko dari hasil penilaian tersebut.
Data yang dianalisis lalu disajikan dalam bentuk tabel.
Dalam menentukan penilaian bahaya dan risiko, penelitian ini
menggunakan analisi kualitatif berdasarkan standar AS/NZS 4360: 2004.
Rumus: Risk Rating = Likelihood x Consequences

Tabel 3.1 Ukuran Kualitatif dari Likelihood

Level Deskripsi Uraian


1 Almost Certain Hampir tidak pernah di alami
2 Likely Peluang terjadinya jarang
3 Possible Bisa dialami sesekali
4 Unlikely Peluang dialaminya cukup sering
5 Rare Bisa dialami kapanpun
35

Tabel 3.2 Ukuran Kualitatif dari Consequences

Level Deskriptif Uraian


1 Insignifant Tidak dialami cidera, keuangan merugi kecil
2 Minor Cidera ringan, keuangan merugi sedang
3 Moderate cidera sedang, mesti ditangani medis,
terganggunya produksi
4 Major cidera berat lebih dari satu orang, merugi
besar, terganggunya produksi
5 Catastrophic Fatal melampaui 1 orang, merugi besar serta
pengaruh luas yang memberi dampak
berkepanjangan, berhentinya semua kegiatan

Tabel 3.3 Tingkat Risiko


Tingkat Risiko Score Keterangan
Low 1-4 Masih dapat dikelola
Moderate 5-11 Tanggung jawab manajemen
harus ditentukan
High 12-16 Dibutuhkan perhatian terkhusus
Extreme >16 Dibutuhkan pengendalian segera
36

I. Bagan Alur Penelitian

Mulai

Studi Lapangan

Identifkikasi dan Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data

Pengambilan Data Awal

Populasi
Tenaga kerja bongkar muat peti kemas PT. Pelindo

Teknik pengambilan sampel


Purposive sampling

Informant consent
Menjelaskan dan memberikan informasi

Pengumpulan Lembar Observasi


HIRARC

Variabel
Analisis potensi bahaya risiko kecelakaan kerja
kegiatan bongkar muat peti kemas pada pekerja

Analisis DataHIRARC Hasil dan Pembahasan


(Likelihood x Consequences)

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN


PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan merupakan
Pelabuhan yang berada di kawasan Laut Sulawesi, dimana Pelabuhan
Pantoloan ini terletak di wilayah kota Palu yang merupakan Pelabuhan utama
di Provinsi Sulawesi Tengah. Letak geografis Pelabuhan Pantoloan 00’’_06’’
LU/119’’_07’’ BT dan merupakan Pelabuhan terbuka untuk Pelayaran Dalam
dan Luar Negeri.
Sebelum Pelebuhan Pantoloan dibangun yang menjadi Pelabuhan utama di
Sulawesi Tengah ialah Pelabuhan Donggala, sejalan dengan meningkatnya
arus perdagangan dalam dan luar negeri, kegiatan Pelabuhan Donggala dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan sehingga perlu di imbangi dengan
sarana dan prasarana yang memadai untuk kelancaran arus kapal, barang,
penumpukan dan hewan.
Sejak tahun 1975 dibangun Pelabuhan Pantoloan yang terletak 23 Km
disebelah Utara Kota Palu yang dinilai mempunyai prospek lebih baik untuk
dikembangkan sebagai Pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan Dalam
Negeri dan Luar Negeri.

Gambar 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian


38

PT Pelabuhan Indonesia Cabang Pantoloan merupakan bisnis perseroan


yang bergerak dijasa kePelabuhanan menempatkan konsumen sebagai salah
satu pilar penting, bersama dngan layanan yang prima. Karena hal itu adalah
selain memberikan layanan jasa yang terintegrasi, perseroan juga
mengeluarkan bisnis melalui setiap kegiatan PT Pelindo IV menciptakan nilai
tambah yang bermmanfaat tinggi tidak hanya bagi yang pemegang saham tapi
juga masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Dalam kegiatan PT
Pelabuhan Indonesia Cabang Pantoloan melayani kapal-kapal domestik
maupun internasional dengan berbagai jenis kapal baik itu kapal penumpang
maupun kapal barang.
B. Gambaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diLokasi Penelitian
bahwa aktivitas yang berkaitan dengan bahaya risiko kecelakaan kerja
yang telah diidentifikasi tindakan, sehingga tindakan yang diambil dapat
menjamin setiap aktivitas yang telah dilakukan berlangsung dengan aman :
1. Gambaran K3 dilokasi penelitian
a. Sistem Pengawasan Mengenai K3
K3 dilokasi penelitian dengan menggunakan sistem pengawasan
yang sesuai dengan adanya tingkat risiko yang akan menjamin
bahwa setiap tenagaa kerja melakukan pekerjaan mereka dapat
melaksanakan dengan aman serta mengikuti setiap petunjuk kerja
yang telah ditentukan perusahaan untuk karyawan PT Pelindo
Cabang Pantoloan serta melakukan evaluasi untuk menjamin
bahwa pengawasan yang telah diberlakukan untuk karyawan
dengan tingkat pengawasan yang dimiliki oleh karyawan
berlangsung secara aman.
b. Sistem Perizinan kerja
Untuk pekerjaan-pekerjaan khusus yang berisiko tinggi perusahaan
dapat menerapkan sistem izin kerja yang dimaksud sebagai
pengawasan yang sesuai dengan tingkat risiko untuk menjamin
bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan berlangsung secara aman
dengan mengikuti setiap petunjuk kerja yang telah ditentukan
pihak perusahaan.
39

c. Sistem Area pembatasan


Area berbahaya di PT Pelindo Cabang Pantoloan, melakukan
upaya-upaya yang dapat mengendalikan potensi bahaya dan yang
mengendalikan potensi bahaya yang ada pada perusahaan agar
tidak menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan bagi para
pekerja, mitra kerja, serta rekan dan tamu. Pengendalian yang
dimaksud akan dilakukan dengan pembatasan pada area-area yang
berbahaya dan pemberian tanda-tanda serta pelanggaran bagi yang
tidak berkepentingan diarea tersebut.
C. Gambaran potensi bahaya yang terjadi di Lokasi Penelitian
Potensi bahaya yang ada dilokasi penelitian, mereka telah
melakukan adanya sistem pengawasan agar tidak mudah terjadinya
kecelakaan kerja saat dilokasi, tenaga kerja dapat melakukan pengawasan
yang telah sesuai dengan tingkat risiko untuk menjamin semua tenaga
kerja bahwa setiap pekerjaan yang telah dilakukan dapat dilaksanakan
dengan aman dan mengikuti setiap kegiatan petunjuk kerja yang telah
ditentukan. Penempatan tenaga kerja tetap dan non tetap saat ditempat
kerja selalu dilakukan evaluasi untuk menjamin bahwa penugasan
pekerjaan tersebut didasarkan pada kemampuan dan tingkat keterampilan
tenaga kerja.
D. Gambaran sistem menerapkan K3 dilokasi penelitian
1. PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan, telah
menerapkan K3 sejak berdirinya PT Pelindo, dan perusahaan
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) peorangan sesuai dengan
jenis dan tingkat risiko pekerjaan. Setiap tenaga kerja berkewajiban
untuk mempergunakan APD yang telah ditetapkan oleh pihak
perusahaan serta menjaganya agar tidak rusak atau dalam kondisi baik
dan layak untuk dipakai sesuai standar yang telah ditentukan
perusahaan. Perusahaan memiliki Alat Pelindung Diri yang disediakan
oleh perusahaan antara lain: Safety Shoes, Safety Vest, Safety Helm
serta sarung tangan.
40

2. Para tenaga kerja yang berada dikawasan PT Pelabuhan Indonesia


(Persero) Cabanag Pantoloan, sudah mengetahui tentang pematuhan
serta penerapan mengenai APD (Alat Pelindung Diri), akan tetapi telah
diketahui bahwa ada beberapa tenagakerja yang patuh terhadap
penggunaan APDdan ada juga yang kurang patuh, kalau untuk yang
kurang patuh seperti kurangnya pengawasan dan sedikit tidak nyaman
saat menggunakan APD, walaupun mereka juga sudah tau
konsekuensinya ketika tidak menggunakan APD pada saat bekerja,
tapi ketika ada pengawas mereka dengan sesegera mungkin langsung
memakai APD masing-masing.
3. Jumlah Tenaga Kerja
Pegawai atau karyawan tetap maupun kontrak sebanyak 73 orang baik.
41

B. Hasil Penelitian
Kegiatan bongkar muat peti kemas memiliki jam kerja yang tidak
menentu. Biasanya kapal paling banyak masuk tiga kali dalam seminggu.
Dalam satu kali kegiatan bongkar ataupun muat membutuhkan waktu 8
hingga 24 jam tergantung pada jumlah peti kemas yang masuk dan keluar.
Terdapat 4shift kerja pada satu kali kegiatan bongkar ataupun muat.
Pembagian dalam satu kali shift kerja yaitu 8 jam.
1. Kareteristik Informan
Dalam penelitian ini untuk menentukan kareteristik informan
peneliti menggunakan beberapa kriteria tertentu seperti tenaga kerja
bongkar muat peti kemas PT Pelindo Cabang Pantoloan dengan lama
bekerja dalam kurun waktu >10 tahun, kemudian tenaga kerja bongkar
muat peti kemas yang berusia 30-65 tahun serta informan kunci
pelayanan pekerja peti kemas dermaga 2 gate 1.
Dari kriteria diatas maka diperoleh sebanyak 5 orang yang
termasuk dalam kareteristik responden penelitian, dengan demikian
peneliti bisa mendapatkan infomasi mengenai potensi bahaya risiko
kecelakaan kerja pada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cab
Pantoloan tahun 2022, adapun informan tersebut sebagai berikut :
Tabel 4.1 Informan Penelitian

Informan Usia Jabatan Lama Tempat


Bekerja
Informan 1 SDM Kantor PT Pelindo
(P.S) 47 Tahun Supervisor 20 Tahun Cab Pantoloan
Umum
Kantor dan
Informan 2 33 Tahun 6 Tahun Lapangan PT
(A.S) Supervise Pelindo Cab
Pantoloan
Informan 3 Operator CC Lapangan Peti
(R.Y) 32 Tahun Countanier 10 Tahun Kemas PT Pelindo
Crane Cab Pantoloan
Informan 4 Operator Alat Lapangan Delivery
(R.I) 34 Tahun Berat 5 Tahun PT Pelindo Cab
Pantoloan
Lapangan area
Informan 5 62 Tahun Mandor 9 Tahun Perkapalan PT
(I.S) Pelindo Cab
Pantoloan
42

2. Pengetahuan pegawai supervisor, supervise serta tenaga kerja Bongkar


muat peti kemas, tentang identifikasi potensi bahaya serta risiko kegiatan
bongkar muat peti kemas di PT Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan.
Berdasarkan hasil wawancara terbuka yang telah dilakukan mengenai
identifikasi potensi bahaya serta risiko yang terjadi dipantoloan, informan
menyatakan bahwa :
Informan 1 menyatakan bahwa:
“ya jadi kan kita ketahui identifikasi potensi bahaya serta resiko itu kan
sesuatu yang tidak bisa kita duga ya kapan pun bisa terjadilah dan
peluangnya untuk terjadi itu adalah untuk setiap tenaga kerja baik untuk
tenaga kerja dilapangan atau disekitarnya ya, seperti yang kita ketahui
juga kan setiap pekerja ada risiko baik yang ringan dan yang berat yang
tidak bisa kita pikirkan kapan terjadi atau bagaimana kan tapi dalam
yang namanya kita ee ada peraturan dalam setiap ini apa lagi kita kan
perusahaan ada yang diterapkan itu namanya informasi yang kita pajang
atau yang dipampang nyata dan maupun seperti sosialisasi bahwa ini
penting menjaga bahwa yang namanya menghindari risiko pada saat
bekerja ya seperti itulah ee jadi lebih keberusaha menerapkan itu tadi
safety emm untuk meminimalisisr untuk tenga kerja apa lagi mengingat
tenaga kerja bongkar muat peti kemas ini kan sebenarnya berisiko sekali
yang berakibat fatal seperti yahh tadi, tapi kan kita juga berusaha untuk
ini lah meminalisir bisa saja terjadi cranenya yang ini lah seperti rusak
atau peti kemasnya ketika pengangkutan terlepas dari sling itu kan bisa
saja jadi ini bagaimna cranya kita ini dalam sosialisasi maupun
penerapannya dalam sehari-hari ini kita menerapkan untuk meminalisir
terjadinya kecelakaan kerja ini kan untuk kebaikan kita sendiri juga, jadi
pentingnya kita selalu mematuhi aturan yang ditetapkan diperusahaan yaa
itu tadi jadi kenapa dari satu perusahan pt pelindo sendiri ini kita
terapkan ini namanya mengenai k3 nya ini yaa”
43

Informan 2 menyatakan bahwa :


“yaa okeh sebelumnya ini saya yakin kita atau kalian yah yang masih
mahasiswa sendiri juga tau kan pasti sudah ada kan bekal-bekal tersendiri
untuk ini untuk informasi apa itu k3 yah sebelum pengajuan judul yah, iya
jadi seperti itu yah ee jadi ini kan perusahaan pt pelindo ini khususnya
peti kemas disini kan kita ini ada dua pelabuhan yang satu untuk
penumpang dan yang kedua untuk peti kemas sendiri jadi kita disini fokus
ke peti kemas itu yah, jadi ee potensi bahaya dan risiko ya disetiap
pekerjaan itu diperusahaan tidak lepas dari apa itu yang namanya itu
kedekataan antara tenaga kerja kegiatan kerja kita selalu ada yang
namanya potensi bahaya risiko kecelakaan kerja yang ibaratnya
mengintai kita untuk itu macam seperti kita harus hati-hati dalam
bekerjanya baik yang pekerja langsung maupun tidak langsung yang
seperti ini yah dipeti kemas kan kalau sekarang kita sudah lebih modern
lagi yah semua yang bekerja itu semua alat tidak lagi secara manual baik
pengangkatan dari palka kapal sendiri sampai kelapangan delivery itu
sendiri sudah menggunakan alat semua, tapi tidak menutup kemungkinan
ini tidak bisa terjadi yang namnaya bahaya yah risikonya terjadi itu tetap
ada yah yang sering kita ini dengar yah seperti kecil-kecil dari mereka
sendiri ada yang ini lah terpeleset begitu atau apalah yah tapi ini yah
kategori kecil lah cuman yang namanya kita juga usahakan untuk seaman
mungkin untuk para pekerja dan mereka juga bisa aman dalam bekerja
safety selalu juga ini kan untuk keselamatan kita sendiri otomatis juga
nanti itu baik juga untuk diri sendiri, untuk lingkungan kerja perusahaan
ee bisa baik juga hasilnya untuk kita bekerja kan lebih aman kayak lebih
mawas begitulah kira-kira, jadi yah seperti itu namanya potensi bahaya
risiko ini ee khususnya bagian TKBM (tenaga kerja bongkar muat) yaa itu
kalau melakukan pekerjaan yah kira-kira posisinya yang bagian
potensinya besar yah yang itu pengangkutan pengangkatan sling itu kan
bisa saja lepas atau bagaimana lah saat dilapangan, untuk lebih penting
lagi pengawasannya ini lah yang pengawasan pada saat masuk
dilapangan selalu mematuhi APD (alat pelindung diri) lah iya kira-kira
44

begitu yah untuk keamanan sendiri dari pihak perusahaan juga pt pelindo
ini selalu menerapkan emm untuk mematuhi peraturan dimana kita setiap
shift sebelum pergantian shift misal disini kan kita ada empat shif A,B,C
dan D jadi kalau misalnya masuk sejam atau 30 menit lah paling
lambatnya sebelum masuk pergantian shift B mereka sudah ada namnya
breafing ini untuk selalu menerapkan yang namanya safety, selalu
menggunakan APD (alat pelindung diri) kita tidak izinkan mereka masuk
kalau mereka tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) lengkap dan
didalam breafing ini selalu kita tekankan para tenaga kerja TKBM
(tenaga kerja bongkar muat) ini untuk selalu menjaga yang namanya ini
kepatuhan menggunakan APD selalu kita tingkatkan dan untuk selalu
mengingkatkan mereka baik itu sosialisasi setiap paginya. Jadi seperti itu
kira-kira sebelum mereka masuk kelapangan untuk bekerja tetap selalu
untuk mengusahakan keamanan dalam bekerja”

Informan 3 menyatakan bahwa:


”potensi bahaya itu yaa seperti kita bekerja mungkin pada saat saya
bekerja begini apa lagi saya yang operator seperti ini itu yang kita jaga
ini itu pas yang ini pengangkatan countanier kemobil pemesan kita selalu
ini jangan sampai sling yang kita pasang itu lepas karna bukan cuman
satu juga ini nya ee apa yah pesanan nya orang lah yang didalam peti
kemas ini tidak tau isi yang didalamnya ini apa tapi kita kan yang
namanya ini kita harus jaga juga untuk ini untuk tetap aman kita angkat
belum lagi beratnya ini kita tidak tau nanti ini berapa ton yang kita angkat
ini karna countainer nya saja sudah berapa, takutnya itu yah begitu lepas
mungkin slingnya waktu kita angkat kan potensi bahaya, iya seperti itu
yang saya tau, tapi kita tidak tau kalau yang bagian mulai dari pelabuhan
sana kalau yang bagian sini ee dibagian delivery ini pengangkatan
countainernya yang memang sudah datang mengambil yah risikonya itu
kalau menurut saya besar lah ee potensi nya untuk terjadi ini tapi itu kan
kita ini kita usahakan untuk tidak terjadinya kecelakaan kerja agar selalu
hati-hati lah karna dikawasannya kita disini itu tidak sembarang, karna
45

terlalu berisiko kalau tidak hati-hati disini karna memang kita juga punya
tanggung jawab jadi pekerja disini yah seperti begitu”

Informan 4 menyatakan bahwa:


“oh iya-iya baik jadi ini penelitian tentang kecelakaan kerja yah, oh bagus
itu penting sekali ini untuk para pekerja kalau menurut saya iya setiap
pekerjaan kita semua juga sudah tau kalau semua pekerjaan ada potensi
bahayanya cuman kalau diwilayah ini dibagian ini peti kemas
dipengangkatan peti kemas juga disini dibagian ini lah ee delivery juga
yah, yang paling ini kita ini mobil yang kita gunakan ini kan mobil crane
yang kecil sementara peti kemas yang kita angkat ini berat semua dan
mobil ini juga itu kayak oleng apa seperti tidak seimbang mobilnya antara
countainer yang terangkat dengan ini kemampuan atau kapasitas nya ini
mobil untuk mengangkat kan bisa jadi terjungkir balik lah istilahnya jadi
ee yah sebisa mungkin lah kita hati-hati untuk mengakatnya itu kan kita
ini wilayahnya yah tidak terlalu luas kadang kan ini lagi toh kalau
misalnya ada yang datang dengan mobil ini kita yang angkut untuk
mencari yang namanya kode dari countainer yang berdasarkan
pesananya mereka kan itu kalau misalnya nomor countainer itu yang agak
sulit karna ya itu crane yang kita pake ini juga dimobil operator ini
terbatas tidak terlalu tinggi untuk carannya keatas yaa otomatis kita yaa
angkut satu-satu dulu kita pindahkan dulu kemana diwilayahnya kita juga
sempit untuk gerak-gerak nanti kalau kita sudah dapat kode nomor
pesanan countainer kita akan pindahkan lagi countainer yang tadi
keposisi semula, yaa kaya beratnyaa itu double-doubel lah karna kita
seperti ini juga ya kalau misalkan kenapa-kenapa kita duluan kan yang
kena countainernya ini yang ada dikawasan ini jadi menurut saya ini
sangat besar lah risikonya dibagian operator ini”

Informan 5 menyatakan bahwa:


“kalau menurut saya sendiri bahaya dan risiko itu bisa saja terjadi oleh
siapa pun itu yah, kapan pun dan dimana pun itu”.
46

Berdasarkan hasil wawancara dari informan mengenai identifikasi


potensi bahaya serta risiko pekerja kegiatan bongkar muat peti kemas
diketahui bahwa potensi bahaya serta risiko kecelakaan kerja merupakan
hal yang sangat rawan atau rentan terjadi pada lingkungan kerja. Potensi
bahaya serta risiko kecelakaan kerja dapat terjadi dimana saja dalam
keadaan apa saja dan terjadinya tidak dapat diduga dalam keadaan apa pun
yang bisa berakibat fatal bagi tenaga kerja atau TKBM (Tenaga Kerja
Bongkar Muat Peti Kemas) itu sendiri oleh karna itu sangat penting bagi
pihak perusahaan maupun tenaga kerja TKBM (Tenaga Kerja Bongkar
Muat Peti Kemas) untuk selalu menerapkan dan untuk mematuhi peraturan
untuk keselamatan bekerja, penting pula untuk para tenaga kerja. Untuk
itu penting pula selalu diadakan pengawasan dilapangan pada saat kegiatan
bongkar muat peti kemas berlangsung.

3. Mengenai kepatuhan tenaga kerja terhadap APD yang telah disediakan


oleh pihak perusahaan.
Penggunaan APD (alat pelindung diri) pada Tenaga kerja
mempunyai peran yang sangat penting dalam setiap proses kegiatan
bekerja terlebih terhadap kegiatan bongkar muat peti kemas pada PT
Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan, penggunaan APD, merupakan hal
yang wajib karena seperti yang kita ketahui potensi bahaya dan risiko
kecelakaaan kerja rentan terjadi disekitar kegiatan tenaga kerja untuk itu
penting bagi setiap tenaga kerja untuk mematuhi peraturan ataupun
memperhatikan setiap informasi yang diberikan dari pihak perusahaan
mengenai kepatuhan untuk selalu menggunakan atau menerapkan safety
melalui APD yang telah disediakan dan diberikan oleh pihak perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara terbuka yang telah dilakukan oleh
peneliti terhadap seluruh informan yang ada di PT Pelabuhan Indonesia
(Persero) Cabang Pantoloan, didapatkan informasi yang menyatakan
bahwa Informan 1 dengan ini menyampaikan :
“iya APD itu begitu penting untuk selalu digunakan bagi setiap pekerja
yaa terlebih kita dilingkuan kerjanya kita itu risiko terjadinya kecelakaaan
kerja itu besar yaa apa lagi untuk pekerja dilapangan mereka itu kan
47

rentan untuk terjadinya kecelakaan baik yang kecil maupun yang besar
yaa jadi ini sangat penting untuk ee, selalu menggunakan APD mereka itu
harus patuh pada peraturan karna memang kita diperusahaan
menetapkan dan itu wajib, wajib harus dipatuhi seperti misal kalau
sebelum mereka kelapangan kita tidak memberikan izin kepada mereka
untuk masuk diwilayah kerja sebelum mereka pakai APD lengkap itu lah
kami selalu mengadakan namanya breafing selalu memastikan mereka
sebelum masuk kewilayah kerja bahwa mereka sudah menggunakan APD
walaupun ketika dilapangan kita tidak selalu mengawsi tiap jam kerja
mereka apakah mereka selalu menggunakan APD atau tidak tapi sebisa
mungkin kami memastikan kalau mereka harus mengutamakan keamanan
mereka dengan selalu menggunakan APD lah seperti itu kira-kira”

Informan 2 pun juga menyatakan hal yang serupa bahwa:


”kalau untuk melihat pematuhan APD (alat pelindung diri) itu wajib
dilakukan oleh pihak tenaga kerja bongkar muat peti kemas, kami juga
dari perusahaan selalu memberikan ketegasan untuk para tenaga kerja ya,
seperti misal para pekerja ini kalau tidak mematuhi peraturan yang
ditetapkan oleh pihak perusahaan maka tenaga kerja itu akan langsung
kita keluarkan dari lapangan, sekalipun sementara proses bekerja ya kita
tidak ada kompensasi kalau menyangkut APD karna itukan hal yang wajib
lah yaa untuk dipatuhi bukan untuk kepentingan perusahaan semata juga
lah tapi untuk keselamatan para pekerja juga, dan kalau untuk bahaya
risikonya terjadi kecelakaan kerja itu, ini cukup banyak terjadi di kapal
cargo semen, kenapa, karna perusahaan yang melakukannyanya bukan
dari pt pelindo tetapi perusahaan bongkar muat swasta yang ada disekitar
pelabuhan ini lah istilahnya yang diluar kendali perusahaan kami yaa,
nah kalau ini bisa lebih banyak kecelakaan kerja yang terjadi karna
kenapa, kan disana banyak itu buruh-buruh tenaga kerja yang tidak
menggunakan APD (alat pelindung diri) seperti misalnya helm, jadi
sangat berpotensi yah untuk kecelakaan kerja terjadi, dan kalau untuk
tenaga kerja bongkar muat peti kemas itu kami selalu bekali terlebih dulu
kita melakukan breafing lah istilahnya untuk mengecek tenaga kerja yang
48

masuk kerja untuk pematuhan APD (alat pelindung diri) sebelum masuk
diarea pekerjaan, harus menggunkaan APD (alat pelindung diri) seperti
Helm, rompi dan sepatu walaupun sepatunya bukan sepatu safety tapi
setidaknya mereka harus menggunakan sepatu kan seperti itu kiira-kira
dan itu kami lakukan setip hari setiap masuk pergantian shift kerja juga
begitu”

Informan 3 menyatakan bahwa:


“kalau untuk itu, sebenarnya kami disini juga sudah ditekankan untuk
selalu pakai APD (alat pelindung diri) sebelum bekerja dilapangan, saya
sendiri kalau sudah masuk bekerja sudah diarea lapangan untuk kerja
saya dengan teman-teman yang 1 shift itu selalu di breafing sebelum
bekerja terutama breafing sosialisasi mengenai pematuhan APD, kalau
sudah ada diarea terus ada salah satu anggota tenaga kerja yang tidak
patuh atau tidak pakai APD (alat pelindung diri), seperti sepatu safety,
helm, sarung tangan itu tidak bisa masuk kelapangan biasanya pengawas
langsung kasi teguran dikasi peringatan lah supaya tetap safety sebelum
kerja”.

Informan 4 pun menyatakan dengan hal yang serupa bahwa:


“APD ini penting sekali untuk digunakan kalau menurut saya, kalau kita
dengar berita atau kejadian biasa itu saat kerja sebenarnya juga kadang
hanya kecelakaan kecil tapi karna mungkin posisi tidak pakai APD waktu
kerja jadi kadang kelihatan seperti bahaya besar padahal mungkin hanya
misalkan terpeleset lah tapi dilokasi mungkin ada yang tajam mungkin
besi atau apa begitu bisa jadi kan karna tidak pakai sepatu ya terpeleset
nah kena itu besi jadi luka juga jadi bedalah ya kalau mungkin dia posisi
pakai sepatu mungkin cuma terkilir tidak sampai kena luka juga. Ini juga
untuk perhatian saya pribadi sebenarnya kenapa harus patuh toh, kalau
saya tidak patuh atau tidak pakai APD waktu diarea perusahaan bisa saja
akibatnya juga fatal karna bisa juga hal kecil begitu terjadi dengan saya
kan misalnya saya kena senggol alat begitu, jadi itu kenapa tenaga kerja
harus patuh dengan peraturan yang ada, kalau disini juga kita dari
49

pengawas lapangan selalu dipantau untuk pakai APD tiap masuk jam
kerja biasa breafing dulu kalau hari-hari tertentu sering ada sosialisasi
tentang APD juga diperusahan sebelum bekerja, dari pihak perusahaan
juga kalau ada yang tidak patuh biasanya dikasi teguran bahkan kena
sanksi oleh pihak perusahaan”.

Sedangkan Informan 5 sendiri berpendapat tentang pematuhan APD yang


telah ditetapkan perusahaan bahwa:
Menurut bapak apakan dulu sampai waktu saat sekarang ini masih ada
yang tidak mematuhi APD (alat pelindung diri) diwilayah tenaga kerja
bongkar muat peti kemas ini?
“iya masih banyak dan bahkan ini saja biasa tenaga kerja tidak
menggunakan APD (alat pelindung diri) karna alasan tertentu kalau
sebagian bilang waktu kita Tanya yaa seperti kurang nyaman katanya apa
lagi kalau seperti helm mereka tenaga kerja sering lepas kalau sudah
lama bekerja dilapangan katanya panas juga kalau selalu pakai helm
apalagi posisi didalam alat yaa itu yg sebagai operator biasanya”

Berdasarkan hasil dari wawancara terbuka mengenai pematuhan


APD (alat pelindung diri) kepada tenaga kerja dapat disimpulkan bahwa
masih ada tenaga kerja yang tidak mematuhi untuk menggunakan APD
(alat pelindung diri) yang telah disediakn oleh pihak perusahaan dan
walaupun sudah melakukan breafing mengenai APD (alat pelindung diri)
sebelum bekerja itu masih terdapat beberapa tenaga kerja yang tidak patuh
terhadap penggunaan APD dengan berbagai alasan tertentu, walaupun
sudah diperingati oleh pihak perusahaan bahwa yang tidak patuh terhadap
APD (alat pelindung diri) akan dikenakan sanksi untuk keluar dari area
lapangan pekerjaan.

4. Kecelakaan Kerja Seperti Apa Yang Bisa Terjadi Dilapangan Saat


Bekerja?
Kecelakaan kerja di PT Pelindo (Persero) Cabang Pantoloan ini
bisa terjadi dikarenakan berbagai faktor yang bisa berakibat fatal dan bisa
50

dilihat mulai dari pengamatan awal peneliti saat dilapangan dan melihat
langsung Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) serta mereka dibantu oleh
Alat Berat Bongkar Muat (ABM), bahwa kecelakaan bisa saja terjadi dan
kapan pun itu tanpa diduga-duga.

Adapun informan 1 menyatakan mengenai kecelakaan kerja yang


terjadi dilapangan adalah seperti:
”Kalau untuk kecelakaan yang berakibat fatal iya sudah jarang terjadi
yah untuk dibagian peti kemas itu sendiri karna kenapa?
Iya karna untuk tenaga kerja peti kemas itu sendiri sudah dibekali oleh
penggunaan APD (alat pelindung diri) lengkap, serta menggunakan alat
berat yah semua alat yang menggerakannya, dan kalau untuk kecelakaan
kerja yang terjadi bisa kita lihat sendiri yang barusan terjadi biasa yaa
tersenggol antara alat berat dan tenaga kerja dan ini bukan merupakan
hal yang baru terjadi tapi sudah pernah dialami oleh tenaga kerja lainnya
dikarenakan kurangnya hati-hati ketika bekerja.

Hal lain juga diungkapkan oleh informan 2 bahwa:


“untuk kecelakaan yang sangat merugikan atau berakibat fatal itu sendiri
selama saya bekerja disini belum pernah terjadi, dan kalau untuk seperti
kena senggol mengenai sesama alat berat dan tenaga kerja iya pernah
tapi tidak sering untuk dialami, apa lagi kami disini pihak perusahaan
sudah menggunkaan alat berat sebagai alat bantu untuk pengoprasianya
mulai dari pembukaan atau penutupan palka kapal sampai delivery dan
kalau dibilang kenapa kami masih menggunakan tenaga kerja lainnya
untuk bongkar muat peti kemas ini padahal semuanyakan sudah
menggunakan alat berat, iya karna dari pihak pemerintah sendiri
mengatakan bahwa kami juga pihak perusahaan masih membutuhkan
tenaga-tenaga dari mereka, walaupun kita sudah menggunakan alat berat
itu sendiri iya sehingga kami bisa mengambil kesimpulan bahwa tenaga
kerja dari mereka yang bekerja disini itu bisa dibilang wajib lah untuk
masih kami gunakan karena meskipun menggunakan alat kan tetap juga
yang mengoperasikan alat tetap tenaga kerjanya juga”
51

Informan 3 menyatakan bahwa:


“kalau yang saya tau sih untuk kecelakaan kerja itu sendiri iya agak
minim untuk terjadi yang berakibat fatal karena kami disini juga sebelum
bekerja harus breafing dulu yaa, dan kalau untuk dulu saya lupa tahun
berapa iya memang pernah terjadi kecelakaan kerja yah katanya sih
karna kurangnya pengetahuan dan kurang ber-hati-hati juga, dan kami
juga sebelum melakukan pekerjaan sudah mengikuti sosialisai dulu ee
supaya kami juga para tenaga kerja bisa tau apa itu kecelakaan kerja dan
apa yang dilakukan ketika terjadi kecelakaan, tapi namanya juga musibah
iya kita tidak pernah tau kapan musibah itu datang dan musibah itu bisa
terjadi sama siapa saja yang bekerja, tapi kami juga harus lebih berhati-
hati lagi walaupun sudah dibekali oleh APD serta breafing dan sosialisasi
sebelum bekerja, ee menurut saya seperti itu sih”

Informan 4 menyatakan bahwa :


“yaa kalau bertanya kecelakaan seperti apa yang biasa terjadi
dilapangan ini selama bekerja iya banyak yah, tapi tidak setiap kita
bekerja ada kecelakaan kerja emm tidak yah kalau jenis kecelakaannya itu
cukup banyak ada yang kecelakaan ringan bahkan ada juga kecelakaan
yang berat, ee kalau yang ringan itu seperti antara alat berat itu disini
disebut kecelakan kerja yah karna kenapa itu biasa bisa saja ee yang
operatornya ini kehilangan keseimbangan saat didalam mobil operator
yah bisa terjadi terjatuh kebawah terseleo biasa nya dan luka memar itu
untuk yang ringan-ringan sih, tapi kalau yang berat kan disini ada
operator cc crane ada dua alat nya, alat yang mobil dan ada yang biasa
cuman bergerak maju mundur dia namanya itu emm RTG (Rober Tired
Gantry) nah itu biasa berakibat fatal sekali kalau terjatuh dari atas apa
lagi itu kan alat memang luar biasa tinggi sekali kalau orang yang
didalamnya terjatuh kebawah bisa sangat fatal sekali yaa bisa
menyebabkan kematian juga, tapi selama saya bekerja yaa belum pernah
sih terjadi, ee kurang lebih seperti itu kalau dari yang saya tau selama
saya bekerja disini”
52

Informan 5 juga menyatakan bahwa:


”iya namanya juga musibah kita tidak tau kapan saja bisa terjadi dan
untuk terjadinya itu sudah jarang tapi yaa kalau dulu pernah disini orang-
orang yang tenaga kerja disini itu ada yang mengalami kecelakaan kerja
mulai dari jari tangan nya yang terpotong, terjatuh dari ketinggian, luka
memar cukup banyak sih itu dulu sekarang sudah jarang”

Berdasarkan hasil informasi dari wawancara terbuka ini mengenai


kecelakaan kerja yang terjadi dilapangan dapat disimpulkan bahwa,
kecelakaan kerja yang sering terjadi dilapangan ada banyak macamnya
satu diantaranya seperti tersenggol antar pekerja, namun hal demikian juga
sangat minim terjadi terlebih pada kecelakaan kerja yang dapat berakibat
fatal sangat jarang terjadi bahkan hampir tidak pernah. Hal ini tentunya
juga didukung dari pengetahuan para tenaga kerja mengenai pentingnya
untuk selalu mematuhi peraturan safety atau kepatuhan penggunaan APD.
Jika dilihat dari informasi informan bahwa pihak perusahaan selalu
melakukan pengawasan kepatuhan menggunakan APD baik saat breafing
atau sosialisasi maupun pengawasan langsung. Namun demikian lalainya
sebagian tenaga kerja masih terjadi pada saat bekerja dilapangan meskipun
mereka sendiri tau bahwa bahaya kerja itu rentan terjadi dimanapun dan
kapanpun itu. Untuk itu pihak perusahaan harus lebih meningkatkan
ketegasan pada tenaga kerja itu sendiri.

5. Apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan ketika ada tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan pada saat bekerja?
Informan 1 pun menyatakan dengan hal bahwa ketika ada
kecelakaan kerja yang terjadi pihak perusahaan langsung menanganai
dengan lanjut :
”iya kalau misalnya ada kecelakaan kerja terjadi yah kami memang pihak
perusahaan belum menyediakan tempat pengeobatan khusus diarea
perusahaan biasa disebut kayak seperti rumah sakit perusahaan begitu,
tapi ketika ada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja kami dari
pihak perusahaan langsung menindak lanjuti terutama, harus melapor
53

dulu kepihak perusahaan untuk dimasukkan pencatatan perusahaan itu


kalau kecelakaan ringan tapi kalau kecelakaan berat kami langsung
menghubungi tim medis yang ada di rumah sakit terdekat supaya mereka
yang mengelami kecelakaan langsung ditangaini lebih lanjut”

Informan 2 menyatakan bahwa :


“iya baik kalau untuk bertanya penanganan apa yang harus dilakukan
untuk pihak perusahaan iya biasa kami disni juga langsung menangani
dengan penyedian alat yang seadanya saja yah P3K yang ada
diperusahaan iya itu kalau kecelakaan ringan-ringan saja, tapi kalau yang
berat-berat kami pihak perusahaan langsung menindak lanjuti kepihak
medis yang terdekat supaya tenaga kerja yang tadinya mengalami
kecelakaan itu bisa dengan ee apa itu, iya ditangani sesegera mungkin
lah”

Hal lain juga diungkapkan oleh informan 3 dan 4 bahwa dan ini langsung
peneliti menjelaskan secara bersamaan kenapa? Iya karna pendapat dari
informan 3 dan 4 itu hal yang yang serupa :
“iya kalau ada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan biasa terjadi
kalau untuk kecelakaan biasa saja seperti luka gores, tepelset dan memar
biasanya langsung istirahat seperti biasa saja tidak harus butuh
penanganan medis lebih lanjut, tapi ee kalau kecelakaan kerja yang
terjadi berakibat fatal iya langsung dievakuasi kerumah sakit terdekat
supaya iya juga untuk langsung dapat perawatan medislah dengan cepat,
iya kurang lebih seperti itu”

Untuk informan 5 menyatakan dengan hal berdasarkan dengan


pengetahuannya sendiri yaitu :
“iya biasa dulu kan pernah itu terjadi kecelakaan kerja dengan
bermacam-macam kecelakaan lah, yang saya tau pihak perusahaan itu iya
ee cukup bagus juga cepat juga langsung ditangani lah ini kalau ringan
iya seperti dibawa ke kantor lah kan disana kalau tidak salah ada P3K
yang sudah disediakan tapi kalau kecelakaan berat langsung dibawa ke
54

puskesmas, biasa disana baru ditau kalau memang cukup parah dibawah
lanjut ke RS yang terdekat lah, begitu kalau yang saya tau selama saya
bekerja disini”

Berdasarkan hasil wawancara terbuka bersama informan


didapatkan bahwa apabila terdapat tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja pada saat dilapangan pihak perusaahan juga memiliki
rasa tanggung jawab yang sangat besar terhadap tenaga kerja setidaknya
dengan pertolongan pertama yang ada dilingkungan perusahaan, serta
pihak perusahan juga harus mendampingi tenaga kerja sampai mereka
mendapatkan perawatan lebih lajut jika ada yang mengalami kecelakaan
kerja, terlebih jika sampai meninggal dunia maka pihak perusahaan akan
mengurus tunjangan sebagai ganti rugi yang diberikan oleh pihak
keluarga.

6. Identifikasi Potensi Bahaya, Penilaian Resiko Dan Pengendalian Proses


Kegiatan Bongkar Muat Peti Kemas yang ada di PT Pelabuhan Indonesia
(Persero) Cabang Pantoloan.
Potensi bahaya yang terdapat pada proses bongkar muat peti kemas
telah terindetifikasi kemudian diberikan penilaian untuk mengetahui
makna potensi bahaya serta dapat mengkategorikannya kedalam empat
kategori yaitu :
a. Low Risk (Risiko Rendah)
b. Moderate Risk (Risiko Sedang)
c. High Risk (Risiko Tinggi)
d. Extrame Risk (Risiko Ekstrim)

Hal jenis atau tingkatan risiko ini diperlukan untuk mengetahui


potensi bahaya yang memiliki dampak besar terhadap perusahaaan, adapun
Tabel dibawah ini mengenai peningkatan atau penilaian dari risiko
tersebut.
55

Tabel 4.2 Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Kegiatan Proses Bongkar Muat Peti Kemas
di PT Pelabuhan Indonesia Cabang Pantoloan

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
Pembukaan palka Tangga yang Terpeleset/ Memar pada 3 3 Moderate
kapal, tenaga kerja sedikit curam terjatuh kaki risk
menaiki kapal pada saat tenggelam
menggunakan menaiki kapal
tangga
Tenaga kerja Kehilangan Terjatuh dari Tenggelam 3 3 Mederate
memasang sling keseimbangan ketinggian risk
pada palka
menggunakan
crane
Tenaga kerja berada Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
dilapangan matahari langsung pada saat risk
sinar bekerja,
matahari dehidrasi
Stevedoring Kelalaian Tertimpa Mengalami 3 5 High risk
opearator operator alat kebocoran
mengemudi alat berat/countai diarea
berat ner kepala,ceder
ah parah,
meninggal
dunia
Stevedoring Ergonomi Sakit Low back 2 2 Low risk
opearator posisi duduk pinggang pain
mengemudi alat terlalu lama
berat
Tallyman yang Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
mencatat/pelaporan matahari langsung kerja, risk
sinar dehidrasi
matahari
Tallyman yang Ergonomi Nyeri pada Kelelahan 5 2 High risk
mencatat/pelaporan terlalu lama otot kaki kerja
berdiri tegak serta
persendian
Foreman yang Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
mengatur jalannya matahari langsung saat risk
kegiatan sinar bekerja,dehi
matahari drasi
Foreman yang Berdiri tegak Nyeri pada Kelelahan 2 2 Low risk
mengatur jalannya terlalu lama otot serta kerja
kegiatan persendian
Buruh tenaga kerja Terkena sling Tertimpa Kepala 5 5 Extrame risk
melakukan alat berat sling mengalami
pemasangan sling kebocoran,
pada alat berat terhimpit,
kecountainer meninggal
dikapal dunia
Posisi kerja Pekerja low back 1 2 Low risk
beulang membungku pain
k
Kehilangan Terjatuh dari Cidera, 3 4 High risk
keseimbangan ketinggian Tenggelam
56

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
matahari langsung saat bekerja, risk
sinar dehidrasi
matahari
Tersenggol Sisi Luka gores 4 3 High risk
badan countainer
countainer yang tajam
Buruh tenaga kerja Terkena sling Tertimpa Kepala 5 5 Extrame risk
mengarahkan sling mengalami
operator untuk kebocoran,
membuka sling badan
pada countainer terhimpit,
diatas truk dermaga meninggal
dunia
Buruh terkena Tertimpa Luka parah 4 5 Extrame risk
countainer countainer pada tubuh,
pada saat cacat,
berada diatas meninggal
truk dunia
Ergonomi Pekerja Low back 2 2 Low risk
posisi kerja membungku pain
berulang k
Berdiri tegak Nyeri pada Kelelahan 2 2 Low risk
terlalu lama otot serta kerja
disamping persendian
truk
Terpapar sinar Terpapar Kelelahan 2 3 Moderate
matahari langsung kerja, serta risk
oleh sinar mengalami
matahari dehidrasi
Terkena badan Sisi Luka gores 4 2 Moderate
countainer countainer risk
yang tajam
Cargodoring Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
tallyman countainer matahari langsung kerja serta risk
yard melakukan sinar dehidrasi
pencatatan/pelapora matahari
n
Foreman yang Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
mengatur jalannya matahari langsung kerja dan risk
kegiatan dilapangan sinar dehidrasi
penumpukan matahari
Ergonomi, Nyeri pada Kelelehan 2 2 Low risk
berdiri terlalu otot serta kerja
lama persendian
Operator alat berat Kelalaian Terjadi Kerusakan 5 1 Moderate
yang memindahkan operator kecelakaan/s countainer risk
countaner dari truk alah posisi
kelapangan meletakkan
countainer/te
rsenggol
countainer
yang lain
Delivery Kelalaian Tabrakan Kecelakaan 5 5 Extrame risk
Supir yang supir serta bisa
57

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
mengendarai truk meninggal
berisi countainer dunia
menuju tujuan
pengantaran
pemesanan
perusahaan
Posisi duduk Nyeri Low back 2 2 Low risk
terlalu lama punggung pain

Tabel 4.3 Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Kegiatan Proses Muat Peti Kemas di PT
Pelabuhan Indonesia Cabang Pantoloan

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
Receiving supir Kelalaian Tabrakan Kecelakaan, 3 4 High risk
mengendarai truk supir meninggal
countainer menuju dunia
countainer yard
Ergonomi Nyeri Low back 2 2 Low risk
posisi duduk punggung pain
terlalu lama
Tallyman Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
Countainer yard matahari langsung saat bekerja, risk
mencatat countainer sinar dehidrasi
yang masuk matahari
Foreman yang Posisi berdiri Nyeri pada Kelelahan 2 2 Low risk
mengatur jalannya tegak terlalu tot dan kerja
kegiatan dilapangan lama persendian
Terpapar sinar Paparan Kelelahan 2 3 Moderate
matahari langsung kerja serta risk
sinar dehidrasi
matahari
Operator yang Kelalaian Terjadi Kerusakan 5 1 Moderate
melakukan operator kecelakaan , countainer risk
pemindahan salah posisi
countainer countainer,
erta
tersenggol
countainer
lain
Cargodoring Ergonomi Nyeri otot Kelelahan 2 2 Low risk
Foreman yang posisis berdiri serta kerja
mengatur jalannya tegak terlalu persendian
kegiatan dilapangan lama
Operator alat Kelalaian Terjadi Kerusakan 4 1 Low risk
memindahkan operator kecelakaan, countainer
countainer dari salah tempat
lapangan ke atas peletakan
truk countainer
Stevedoring Posisi berdiri Nyeri otot Kelelahan 2 2 Low risk
Foreman yang tegak terlalu serta kerja
58

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
megatur jalaannya lama persendian
kegiatan didermaga
Tallyman Posisi berdiri Nyeri otot Kelelahan 2 2 Low risk
melakukan tegak terlalu serta kerja
pencatatan lama persendian
pelaporan
Operator akan Kelalaian Tertimpa Kepala 5 5 Extrame risk
memindahkan operator alat berat mengalami
countainer dari serta bocor, badan
truk keatas kapal countainer luka parah,
serta
meeninggal
dunia
Posisi duduk Sakit Low back 2 2 Low risk
terlalu lama pinggang pain
Pandanganterli Tertimpa Kelapa 5 5 Extrame risk
hat kabur, alat berat, mengalami
gelap saat countainer bocor, badan
malam mengalami
luka-luka
patah serta
meninggal
dunia
Terkena sling Tertimpa Kepala 5 5 Extrame risk
alat berat sling mengalami
bocor sera
badan
terhimpit,
meninggal
dunia
Posisi kerja Pekerja Low back 2 2 Low risk
berulang membungku pain
k
Kehilangan Terjatuh Memar pada 2 3 Moderate
keseimbangan tubuh risk
pada saat
diatas truk
Terkena badan Tersenggol Luka gores 4 3 High risk
countainer Sisi
countainer
yang tajam
Buruh Terjatuh Luka memar 3 4 High risk
melompat dari pada tubuh,
truk patah kaki
ringan
Buruh Terjatuh, Luka 3 4 High risk
melompati terpeleset memar,
countainer keseleo,
serta patah
kaki ringan
Ergonomi, Nyeri pada Kelelahan 2 2 Low risk
posisi berdiri otot serta kerja
tegak terlalu persendian
lama
Penutupan palka Terkena sling Tertimpa Terjadi 5 4 Ektrame risk
59

Identifikasi bahaya Penilaian resiko


Aktivitas Sumber Potensi Potensi L C Risk rating
Kerja bahaya bahaya resiko
kapal operator alat sling kebocoran
berat melepaskan pada area
sling pada palka Kepala,
diatas kapal badan
terhimpit,
meninggal
dunia
Kehilangan Terjatuh dari Tenggelam 3 4 High risk
keseimbangan ketinggian
diatas palka
kapal

Berdasarkan hasil dari identifikasi potensi bahaya, penilaian risiko dan


pengendalian yang dilakukaan pada proses kegiatan bongkar muat di PT
Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan terdapat dua proses dari
kegiatan peti kemas, yaitu terdiri dari kegiatan bongkar dan muat dimana masing-
masing kegiatan memiliki empat proses tahapan kerja, dimana terdapat total 48
sumber risk rating yang berhasil diidentifikasi peneliti yakni, tingkat low risk
dengan presentase 33% terdapat total 16 sumber bahaya sedang, tingkat moderate
risk dengan presentase 31% total 15 sumber bahaya, tingkat high risk dengan
presentase 19% total 9 sumber bahaya, dan tingkat extrame risk dengan presentase
17% total dari 8 sumber bahaya. Untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
kerja kegiatan bongkar muat peti kemas pada pekerja PT Pelindo Cabang
Pantoloan, peneliti memberikan pengendalian yang dapat diterapkan serta
diberikan pada pihak perusahaan dan tenaga kerja untuk selalu mengikuti saran
untuk melakukan Breafing ilmu K3 sebelum kegiatan bongkar muat dilakukan,
dan selalu melakukan pengawasan mengenai kepatuhan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) dan tenaga kerja bersedia diberikan sanksi apabila tenaga
kerja tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan.
60

Data Hasil Risk Rating PT Pelabuhan Indonesia


Persero Cabang Pantoloan Tahun 2022

17%
33%

19%

31%

Low Risk (Rendah)


Moderate Risk (Sedang)
High Risk (Tinggi)
Extrame Risk (Ekstrime)

Gambar 4.2 Presentase Risk Rating

PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan khususnya pada


kegiatan bongkar muat peti kemas dapat berpotensi bahaya mulai dari
bahaya yang rendah hingga bahaya extreme, sebagai tenaga kerja
sebaiknya dapat meminimalisir adanya kecelakaan kerja sehingga dapat
mencegah potensi kecelakaan yang dapat terjadi saat melakukan bongkar
muat, untuk dapat menghindari ataupun mencegah agar tidak
mengakibatkan banyaknya potensi bahaya kecelakaan pada tenaga kerja
perlu kita mengetahui dan mengenal bahayanya terlebih dahulu serta cara
meminimalisir terjadinya bahaya tersebut sebelum terjadi pada tenaga
kerja yang dapat berakibat fatal bagi para pekerja.
61

E. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengidentifikasi dua
tema dan beberapa proses dari kegiatan bongkar muat terkait dengan
potensi terjadinya sumber bahaya dan risiko kecelakaan kerja pada
kegiatan bongkar muat peti kemas,yaitu :
1. Sumber Bahaya Pada Proses bongkar muat peti kemas terdiri dari
empat kegiatan:
a. Pembukaan Palka Kapal
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 5. Pada proses ini tenaga kerja yang ada
disekitar pelabuhan bersiap dengan datangnya kapal yang masuk
dan akan berlabuh di Pelabuhan Pantoloan. Para tenaga kerja sudah
siap di dermaga untuk membuka palka penutup kapal, selanjutnya
saat dianggap sudah memungkinkan maka operator crane akan
bersiap untuk menggerakan alat dengan empat sisi sling palka siap
untuk dikaitkan dengan slot dan dingakat untuk proses dipindahkan
kedermaga dengan menggunakan alat berat, dan tenaga kerja yang
lain akan mengarahkan operator untuk meletakan peti yang siap
diturunkan keatas truk yang sudah stay menunggu didermaga.
Potensi terjadinya kecelakaan kerja pada proses pembukaan
palka kapal ini dapat teridentifikasi dari beberapa aktivitas yaitu
pada saat tenaga kerja akan menaiki tangga kapal menuju palka
kapal dimana kemungkinan terjadinya potensi bahaya seperti
terpeleset/terjatuh karena tangga yang curam atau medan yang licin
sehingga dapat mengakibatkan memar pada kaki atau anggota badan
yang lainnya.
Selain itu aktivitas yang dapat berpotensi bahaya dan
kecelakaan kerja pada proses pembukaan palka kapal yaitu tenaga
kerja yang berada dilapangan, aktivitas ini sangat besar potensinya
untuk para tenaga kerja untuk terkena paparan sinar matahari secara
langsung, dimana hal tersebut dapat mengakibatkan kelelahan pada
saat bekerja bahkan mengakibatkan dehidrasi bagi pekerja.
62

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Alim dan


Triyana,17 mengatakan bahwa suhu lingkungan yang tinggi dapat
menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat yang
cukup banyak, dan kekurangan cairan eksternal atau dehidrasi dapat
terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan volume
cairan. Penurunan asupan cairan dapat terjadi pada pekerja yang
bekerja terus-menerus tanpa disadari bahwa mereka kehilangan
cairan tubuh. Kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan
kehilangan elektrolit dalam jumlah proposional, terutama natrium
dapat mengakibatkan dehidrasi.
Oleh karena itu menurut asumsi peneliti, tenaga kerja
diharuskan menggunakan APD safety helm saat bekerja dibawa
paparan sinar matahari sehingga dapat menghindari hal demikian
terjadi. Serta pekerja disarankan lebih berhati-hati lagi dalam
melakukan pekerjaan pada saat proses pembukaan palka kapal
dibuka karna potensi bahaya untuk pekerja sangatlah bisa terjadi
jika terlalu dekat dengan penutup palka kapal potensi yang bisa
terjadi terhimpit, tersenggol dan bahkan akan menyeybabkan luka
pada pekerja serta dibutuhkan penanganan medis, oleh karena itu
pekerja harus mematuhi aturan yang telah ditetapkan perusahaan
untuk selalu mematuhi APD dan selalu berhati-hati lagi agar tidak
terjadinya kecelakaan kerja pada saat proses pembukaan palka
kapal. Karenanya penting bagi para tenaga kerja untuk selalu
mematuhi peraturan keamanan kerja setidaknya untuk
meminimalisir kejadian yang serupa.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil Moderate
Risk (Risiko Sedang). Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat
direkomendasikan dengan mengupayakan semua tenaga kerja agar
lebih berhati-hati pada saat menaiki tangga kapal, dan selalu
menggunakan APD seperti sepatu Safety untuk menghindari
terpeleset saat menaiki tangga kapal maupun disekitar pelabuhan,
selain itu terdapat aktivitas tenaga kerja memasangkan sling pada
63

palka menggunakan crane, dalam kegiatan ini berpotensi terjatuh


dari ketinggian karena kehilangan keseimbangan atau mungkin
karena kurangnya perhatian terhadap medan kerja yang dapat
mengakibatkan tenaga kerja tersebut terjatuh kelaut dan bisa saja
tenggelam, hal demikian dapat diminimalisir dengan tenaga kerja
yang diharuskan selalu berhati-hati dan fokus pada saat
memasangkan sling yang terdapat pada palka.
b. Stevedoring
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 3. Proses Stevedoring dilakukan pada
tahap persiapan. Pada proses ini tenaga kerja melakukan
pembongkaran barang dari kapal ke dermaga, operator akan bersiap
untuk memindahkan peti kemas dengan menggunakan alat berat
seperti handtruck, adapun cara kerjanya yaitu operator akan
mengaitkan sling di empat sisi peti kemas dan digerakakan
menggunakan alat berat yang dipandu oleh tenaga kerja untuk
mengatur arah alat saat meletakkan peti kemas ke atas truk,
kemudian diletakkan diatas truk dan operator melepaskan sling dari
ke empat sisi peti kemas.
Selanjutnya sling berputar kembali kearah kapal untuk
mengangkat peti kemas yang lain. Pada proses stevedoring ini
terdapat beberapa aktivitas pekerja yang diidentifikasi dapat
berpotensi terjadinya risiko diantaranya seperti aktivitas
Stevedoring operator mengemudi alat berat yang mana pada
aktivitas ini bisa saja terjadi kelalaian operator yang akibatnya dapat
tertimpa alat berat/countainer sehingga dapat mengakibatkan tenaga
kerja mengalami kebocoran diarea kepala, cedera parah, bahkan
meninggal dunia.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nugroho,18 yaitu pada
penilaian risiko kecelakaan kerja operator Container Crane (CC)
menunjukkan bahwa terdapat risiko kecelakaan pada pengoperasian
CC, diketahui 2 risiko kecelakaan kerja yang termasuk kategori
64

high risk. Risiko kecelakaan kerja yang termasuk high risk yaitu
terjatuh saat menaiki lift dan tertimpa alat CC saat pengoperasian
CC. Risiko kecelakaan terjatuh yang dapat disebabkan putusnya
sling pada lift, disarankan dilakukan load test dan pengecekan
kondisi lift secara berkala.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil High Risk
(Risiko Tinggi). Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat
direkomendasikan dengan meminimalisir terjadi kecelakaan yakni
seperti para tenaga kerja disarankan istirahat yang cukup sehingga
operator tidak mudah mengantuk pada saat kegiatan bekerja, dan
pekerja disaranakan peregangan dan mengatur posisi duduk yang
lebih nyaman saat bekerja.
c. Cargodoring
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 4. Proses Cargodoring merupakan
kegiatan melepas peti kemas dari slot sling, truk yang telah
membawa peti kemas kelapangan penumpukan countainer terdapat
beberapa tenaga kerja yang sudah siap untuk mengatur proses
selama kegiatan cargodoring dilapangan ada yang bertugas
mencatat nomor countainer yang masuk serta operator alat berat
yang bertugas untuk proses memindahkan countainer yang berada
diatas truk kelapangan penumpukan. Operator alat berat mobil
crane mengangkat peti pertama dari atas truk kelepangan
penumpukkan begitu seterusnya hingga selesai.
Pada proses ini diidentifikasi dapat terjadi beberapa potensi
bahaya diantaranya, Cargodoring tallyman countainer yang
melakukan pencatatan/pelaporan, pada aktivitas ini berpotensi
bahaya terkena paparan sinar matahari langsung yang dapat
mengakibatkan kelelahan kerja serta dehidrasi pada pekerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Saragih,dkk dalam Alfitri Jannati,19 Pada proses Cargodoring
terdapat bahaya dominan berupa posisi tubuh membungkuk dan
65

Tallyman terpapar sinar matahari, hal tersebut dikarenakan pada


saat penerimaan container tallyman mengarahkan sopir truk
tronton/trailer dan operator dilapangan terbuka sehingga risiko
terpapar sinar UVA dan UVB dari matahari sangat tinggi sehingga
berisiko menyebabkan kelelahan dan kanker kulit.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil Moderate
Risk (Risiko Sedang). Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat
direkomendasikan bahwa pekerja diharuskan menggunakan APD
safety helm untuk menghindari paparan sinar matahari secara
langsung, serta disarankan banyak minum air agar tidak terjadi
dehidrasi pada saat bekerja.
d. Delivery
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 4. Proses Delivery ini merupakan proses
pengantaran countainer ketempat penumpukan peti kemas untuk
siap diambil oleh masing-masing pemilik atau pemesan diantaranya
seperti toko besar, ataupun perusahaan, truk akan datang kelapangan
penumpukan countainer untuk mengambil pesanannya dan
kemudian akan mengarah kemobil alat berat untuk menyerahkan
struk pembayaran lunas countainer yang dilakukan diloket sebelum
masuk kelapangan penumpukan, setelah itu operator mobil crane
akan mencarikan countainer sesuai dengan nomor kode pesanan
yang terdapat pada struk pembayaran tersebut dan setiap countainer
yang keluar akan dicatat oleh tallyman yang bertugas di bagian
delivery kemudian peti akan diangkat menggunakan alat berat yang
diarahkan dengan operator menggunakan mobil crane, diletakkan
diatas truk yang sudah menunggu dilapangan penumpukan dan
kemudian truk boleh meninggalkan lapangan penumpukan untuk
pergi ketujuan masing-masing.
Pada proses ini juga teridentifikasi beberapa aktivitas yang
berpotensi bahaya diantaranya, Delivery supir yang mengendarai
truk berisi countainer menuju tujuan pengantaran pemesanan
66

toko/perusahaan, dapat menyebabkan tabrakan antar pengendara


yang terjadi akibat kelalaian supir sehingga mengakibatkan
kecelakan pada pekerja bahkan dapat mengakibatkan meninggal
dunia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Saragih, dkk dalam Irma Ocktaviani Ramisdar, 20 Beberapa
Proses kejadian kecelakaan yang terjadi yakni RTG saling
tabrak/crash, Container Crane (CC) menabrak antena radar pada
kapal, dan RTG menabrak rumah river. Kecelakaan tersebut
diakibatkan oleh operator yang lalai atau human error seperti halnya
miss-communication antara operator dan tally saat pengoperasian
alat dan juga dipengaruhi kesehatan operator yang sedang tidak
sehat.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil Extrame
Risk (Risiko Ekstrim). Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat
direkomendasikan dengan hal-hal yang dapat dicegah ataupun dapat
diminimalisir kejadiannya saat berkerja agar selalu berhati-hati saat
sedang bekerja terutama bagi para pekerja terlebih supir ataupun
operator mobil crane itu sendiri yang mana, diharuskan untuk selalu
berhati-hati pada saat bekerja, dan memiliki waktu yang cukup
untuk istirahat sebelum bekerja agar tidak mudah mengalami kantuk
saat mengemudi atau bekerja dilapangan.

2. Sumber Bahaya Pada Proses muat peti kemas terdiri dari empat
kegiatan:
a. Receiving
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 4. Tahap Receving/delivery ini merupakan
proses penerimaan truk yang datang membawa peti kemas yang siap
dikirim melalui kapal yang berlabuh di PT Pelabuhan Indonesia
Cabang Pantoloan, dan penerimaan peti kemas akan dicatat oleh
seorang tenaga kerja Tallyman, operator dan mobil crane bersiap
67

untuk mengambil peti kemas satu persatu yang berada di atas truk
dengan menggunakan alat berat yang dioperasikan oleh operator
yang kemudian akan dipindahkan ke lapangan penumpukan peti
kemas begitu seterusnya hingga proses selesai.
Pada proses ini teridentifikasi beberapa aktivitas yang
berpotensi menimbulkan bahaya risiko yang dapat terjadi
diantaranya, Receiving Supir mengendarai truk countainer menuju
countainer yard. Pada proses tersebut berpotensi terjadi tabrakan
yang diakibatkan oleh kelalaian supir sehingga dapat
mengakibatkan kecelakaan bahkan hingga menyebabkan pekerja
meninggal dunia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Windy Pranita
Sari dkk,21 definisi kecelakaan dapat disimpulkan bahwa kecelakaan
merupakan suatu pristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak diduga
dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana
terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan,
kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban).
Didapatkan hasil ada pengemudi truk yang mengalami kejadian
kecelakaan kerja yang dipengaruhi oleh kondisi pengemudi truk
sendiri seperti mengantuk dan terburu-buru, dan ada yang
dipengaruh oleh kondisi pengemudi kendaraan lain yang ceroboh.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil High Risk
(Risiko Tinggi) Hal ini dapat direkomendasikan dengan pekerja
lebih diharuskan untuk berhati-hati saat bekerja, dan tenaga kerja
juga harus mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga tidak
mudah mengalami kantuk saat mengemudi.
b. Cargodoring
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 4. Proses cargodoring yaitu peti akan
dimuat ke kapal, peti kemas yang datang dari lapangan penumpukan
dicatat oleh seorang tenaga kerja yang bertugas (Tallyman),
68

operator alat berat kembali bersiap untuk mengambil peti kemas


yang terletak di lapangan penumpukan dan akan meletakkannya
keatas truk yang datang secara bergantian untuk diisi peti kemas,
kemudian truk akan menuju ke dermaga pelabuhan untuk proses
selanjutnya.
Pada proses ini teridentifikasi beberapa aktivitas yang
berpotensi terjadi risiko bahaya diantaranya, Cargodoring Foreman
yang mengatur jalannya kegiatan di lapangan. Pada kegiatan
tersebut pekerja dapat merasakan nyeri otot serta persendian yang
diakibatkan oleh tenaga kerja berada pada posisi berdiri tegak dalam
waktu yang relatife lama selama kegiatan berlangsung sehingga
dapat menimbulkan kelelahan fisik bagi para pekerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amalia,dkk
dalam Alfitri Jannati,19 Kaki menekuk dan pergelangan tangan
memutar. Salah satu operator mengungkapkan setelah selesai
bekerja beliau sering mengalami keluhan pegal di bagian leher,
punggung dan pinggang, serta nyeri otot pada persendian, beberapa
teman dari sesama tenaga kerja pun mengeluhkan hal yang sama.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil Low Risk
(Risiko Rendah). Hal ini dapat direkomendasikan untuk tenaga kerja
disarankan untuk selalu melakukan peregangan otot setelah
berkerja.
c. Stevedoring
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 3. Truk datang kedermaga pelabuhan dari
lapangan penumpukan untuk melakukaan pemindahan peti kemas
ke dalam kapal, seorang foreman dan tallyman tetap mengatur
proses jalannya kegiatan bongkar muat dan akan mencatat setiap
truk yang datang kedermaga. Selanjutnya seorang tallyman
mengatur proses pemindahan peti kemas agar tidak terjadi
kesalahan dalam pencatat pelaporan saat pengangkutan container
dari Countainer yard (CY) menuju dermaga/sebaliknya. Posisi kerja
69

operator duduk terus-menerus di kabin kendaraan sehingga berisiko


terjadinya keluhan pada otot dan kelelahan.
Beberapa tenaga kerja akan melihat serta memperhatikan
pemasangan sling di empat sisi peti, kemudian peti yang telah
dikaitan dengan menggunakan sling dan diangkat dengan
menggunakan alat berat handtruck yang dikendalikan oleh operator
alat berat, berputar kearah kapal untuk meletakan peti dengan cara
menyusun rapi, setelahnya operator melepaskan slot sling pada peti
kemas. Hal demikian dilakukan hingga proses pemindahan peti
kemas ke dalam palka kapal selesai.
Pada proses tersebut teridentifikasi beberapa aktivitas yang
berpotensi menimbulkan risiko bahaya diantaranya, Stevedoring
Foreman yang mengatur jalannya kegiatan didermaga. Pada
aktivitas tersebut dapat menyebabkan nyeri otot serta persendian
akibat dari kegiatan bekerja dengan posisi berdiri tegak yang terlalu
lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan fisik pada pekerja.
Selain hal tersebut, potensi yang dapat terjadi pada aktivitas ini juga
ialah sakit pada pinggang atau persendian lainnya karena selain
posisi berdiri yang terlalu lama pada kegiatan ini pekerja juga
berada pada posisi duduk yang terlalu lama dan mengakibatkan
sakit pinggang serta nyeri pada bagian saraf tulang belakang pada
tenaga kerja dilapangan sehingga dapat mengakibatkan Low back
pain pada pekerja.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nugraha,18 Operator pada
finishing guci dengan posisi kerja duduk terus-menerus, punggung
membungkuk, leher menunduk dan tangan memutar meja selama 8
jam memiliki keluhan Rasa Pegal dan nyeri pada lengan, sakit
punggung dan sakit Leher.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil Low Risk
(Risiko Rendah). Hal ini dapat direkomendasikan pekerja untuk
selalu melakukan peregangan setelah bekerja serta mengatur posisi
duduk agar lebih nyaman.
70

d. Penutupan palka kapal


Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh
peneliti kepada informan 5. Ketika pemindahan peti kemas telah
selesai dilakukan maka kapal akan siap diberangkatkan, palka kapal
ditutup kembali dengan menggunakan palka penutup kapal yang
dari awal pembongkaran diletakan disisi kapal yang berada
didermaga dengan beberapa tenaga kerja yang siap mengarahkan
operator untuk mengaitkan sling di empat sisi palka kapal, setelah
tertutup dengan palka ABK yang berada diatas kapal kembali
mengarahkan operator untuk membuka sling yang sudah di pasang
di empat sisi palka kapal, kemudian diputar kembali kearah
dermaga dan proses pemuatan telah selesai dilakukan dan kapal siap
diberangkatkan ke tempat tujuan selanjutnya.
Pada kegiatan ini juga teridentifikasi beberapa aktivitas yang
berpotensi terjadi risiko bahaya diantaranya, penutupan palka kapal
yaitu. Operator alat berat melepaskan sling pada palka diatas kapal.
Pada aktivitas tersebut tenaga kerja dapat terjatuh dari ketinggian
yang terjadi akibat dari kehilangan keseimbangan diatas palka kapal
sehingga dapat menyebabkan luka pada pekerja bahkan dapat
mengakibatkan tenggelam pada pekerja dan berpotensi meninggal
dunia.
Hal ini sejalan dengan penelitian Humas Sardjito 23
mengatakan bahwa terpeleset, tersandung hingga terjatuh dapat
menimbulkan cedera yang serius diarea pergelangan kaki, lutut dan
punggung. Bahkan kecelakaan terpeleset dan tersandung dapat
menyebabkan cedera patah tulang.
Setelah dilakukan penilaian risiko didapatkan hasil High Risk
(Risiko Sedang) Hal ini dapat direkomendasikan untuk tenaga kerja
disarankan untuk selalu melakukan pekerjaan agar selalau lebih
berhati-hati lagi pada saat bekerja diatas palka dan menggunakan
APD Safety Shoes pada saat melakukan pekerjaan agar tidak mudah
terpeleset serta terjatuh dari ketinggian.
71

F. Keterbatasasan penelitian
1. Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut :
a. Pada penelitian peti kemas di Pantoloan, peneliti melakukan
observasi dan wawancara pada proses bongkar dan muat peti
kemas pada pekerjaan dibagian, Stevedoring, Cargodoring dan
Receiving/Delivery. Proses observasi yang dilakukan hanya dengan
pengamatan terhadap setiap tahapan yang ada pada proses
pekerjaan di peti kemas. Identifikasi dan analisis dilakukan pada
proses pekerjaan di area peti kemas ini sangat terbatas untuk
menilai risiko kecelakaan kerja yang ada, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu peneliti.
b. Peneliti tidak dapat menampilkan gambar atau dokumentasi proses
kerja secara keseluruhan karena area tempat penelitian yang
memiliki temperature yang sangat ekstrime dan tidak
memungkinkan peneliti untuk mengambil seluruh dokumentasi
gambar mengenai rangkaian proses kerja bongkar dan muat peti
kemas di Pelabuhan Pantoloan.
2. Solusi keterbatasan untuk peneliti selanjutnya :
a. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya yang berorientasi pada
masalah yang sama terhadap penelitian mengenai potensi bahaya
risiko kecelakaan kerja diarea peti kemas di PT Pelindo (Persero)
Cabang Pantoloan dapat lebih meluangkan waktu penelitian
sehingga proses observasi yang dilakukan serta identifikasi dan
analisis pada proses pekerjaan diarea peti kemas dapat lebih
terperinci dengan baik dan lebih detail pada setiap bagian
prosesnya, yang didukung dengan waktu dan kesempatan
penelitian dari pihak perusahaan.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu untuk lebih berkordinasi
dengan tenaga kerja yang ada pada setiap rangkaian proses kerja
bongkar muat peti kemas di pelabuhan pantoloan agar sekiranya
tenaga kerja yang ada dilapangan dapat membantu peneliti dalam
proses pengambilan gambar dan dokumentasi, mengingat jika
72

peneliti yang melakukan proses tersebut akan kesulitan karena


pada area lapangan kerja, tamu perusahaan (peneliti) terbatas untuk
melakukan aktivitas terlebih pada kegiatan yang berpotensi bahaya
bagi peneliti itu sendiri, dimana hal tersebut sesuai dengan arahan
dari pihak perusahaan sebelum peneliti memasuki area bekerja
untuk proses observasi. Oleh karena itu diharapkan dengan bantuan
dari tenaga kerja tersebut dapat membantu peneliti untuk
mendapatkan gambar atau dokumentasi yang cukup sehingga
kurangnya pengambilan dokumentasi pada penelitian ini dapat
terpenuhi dengan lebih baik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti pada PT
Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan, mengenai Analisis
Potensi Bahaya Risiko Kecelakaan Kerja Kegiatan Bongkar Muat Peti
Kemas, diketahui bahwa kegiatan bongkar muat peti kemas terbagi
menjadi dua kegiatan yaitu kegiatan bongkar dan muat. Pada proses
terdapat tiga tahap kerja yaitu tahap stevedoring, tahap cargodoring, dan
tahap receiving/delivery yang merupakan tahap terakhir dari proses
bongkar dan muat peti kemas.
Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti pada tenaga kerja bongkar
muat peti kemas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat sekitar 48 (empat puluh
delapan) sumber bahaya yang dapat berpotensi menyebabkan
adanya risiko-risiko kecelakaan kerja dalam kegiatan bongkar muat
peti kemas, satu diantaranya seperti pada kegiatan stevedoring yakni
operator mengemudi alat berat yang teridentifikasi dengan sumber
bahaya terdapatkan kelalaian operator dan akan berpotensi tertimpa
alat berat/countainer sehingga dapat menyebabkan risiko dibagian
area kepala, cederah parah, bahkan sampai bisa menyebabkan
meninggal dunia bagi tenaga kerja bongkar muat peti kemas.
2. Berdasarkan identifikasi risiko dari berbagai sumber bahaya pada
tiap tahap Penilaian dalam aktifitas bongkar muat peti kemas
didapatkan hasil bahwa jumlah sumber bahaya yang sudah
diidentifikasi setara dengan risiko bahaya yang dapat terjadi. Pada
kegiatan tersebut terdapat empat tahapan penilaian untuk
mengetahui nilai risiko pada analisis potensi bahaya dan risiko
kecelakaan pada tenaga kerja tahapan penilaian pertama Low Risk,
Moderate Risk, High Risk, dan Ekstrime Risk.
Dimana penilaian hasil analisis peneliti mendapatkan hasil
Moderate Risk (Risiko Sedang) dengan hasil presentase 33%,
74

peneliti dapat menyimpulkan bahwa penilaian yang telah dilakukan


di PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Cabang Pantoloan sudah
memasuki kategori Sedang bahwasanya pihak perusahaan telah
memahami ilmu K3 dan telah diterapkan kepada tenaga kerja pada
saat dilapangan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti
maka peliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Widya Nusantara Palu
Hasil penelitian ini disarankan agar dapat digunakan sebagai bahan
ilmu tambahan tentang pengetahuan ilmu keperawatan dalam teori K3
diperusahaan serta menambah wawasan tentang mengenai identifikasi
bahaya risiko dengan menggunakan metode HIRARC.
2. Bagi Tempat Penelitian
Disarankan agar hasil penelitian ini bisa dijadikaan bahan ilmu
tambahan untuk perusahaan dan tenaga kerja bahwa ilmu Keperaatan
dalam teori K3 bisa diterapkan kepada seluruh yang terlibat
diperusahaan, adapun saran untuk perusahaan dan tenaga kerja sebagai
berikut :
a. Bagi Perusahaan
Disarankan untuk perusahaan agar lebih menegaskan lagi kepada
tenaga kerja untuk selalu mematuhi aturan yang ditetapkaan
perusahaan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap pada
saat proses kegiatan bongkar muat peti kemas dilakukan, dan
bersiap akan diberikan sanksi jika tidak mematuhi aturan yang
telah dibuat dan ditetapkan perusahaan.
b. Bagi Tenaga Kerja
Selalu mengikuti kegiatan Brafing mengenai K3 sebelum
melakukan pekerjaan untuk meningkatkan kewaspadaan tenaga
kerja mengenai potensi-potensi bahaya yang ada dilapangan pada
saat kegiatan bongkar muat berlangsung, dan tenaga kerja
75

diharapkan selalu memaatuhi aturan yang ditetapkan oleh


perusahaan terlebih penggunaan APD pada saat dilapangan.
3. Bagi Pembaca/Peneliti Selanjutnya
Disarankan untuk pembaca serta peneliti selanjutnya diharapkan
dimana masa yang akan mendatang dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data dan rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan luas mengenai ilmu
Keperawatan dalam teori K3 diperusahaan.
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Lembaran T. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun


2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran (Lembaran Negara RI
Tahun 2021 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 6643).
2021;(085414):213.

2. Permenhub no 57 P. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia


no 57 tahun 2020. Mentri Perhub Republik Indones. 2020;13.

3. Pantoloan PPI (Persero) C. Biografi PT Pelabuhan Indonesia PERSERO.


Palu Sulawesi Tengah; 2021.

4. Bahaya I, Pengendalian PDAN, Departemen P, Pt F. Risiko Keselamatan


Dan Kesehatan Kerja ( K3 ). 2014;62–74.

5. SETIAWAN MT, Trisnaini I. Penilaian Risiko Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja Pada Pekerjaan Bongkar Muat Di Pelabuhan Boom Baru
Palembang Tahun …. 2018; Tersedia pada:
https://repository.unsri.ac.id/11112/1/RAMA_13201_10011381419208_02
30098802_01_front_ref.pdf

6. Meylani. Daftar Pustaka Daftar Pustaka. Pemikir Islam di Malaysia Sej dan
Aliran [Internet]. 2016;20(5):40–3. Tersedia pada:
https://books.google.co.id/books?
id=D9_YDwAAQBAJ&pg=PA369&lpg=PA369&dq=Prawirohardjo,
+Sarwono.+2010.+Buku+Acuan+Nasional+Pelayanan+Kesehatan+
+Maternal+dan+Neonatal.+Jakarta+:
+PT+Bina+Pustaka+Sarwono+Prawirohardjo.&source=bl&ots=riWNmMF
yEq&sig=ACfU3U0HyN3I

7. Andhika F, Lubis T, Area Um. Analisis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


( K3 ) Dengan Metode Hazop Pada Pt . Tales Inti Sawit Bangun Purba –
Sumatera Utara Skripsi Oleh : Fakultas Teknik Metode Hazop Pada Pt .
Tales Inti Sawit Bangun Purba – Sumatera Utara Diajukan Sebagai Salah
Satu S. 2021;

8. Sanjayani. penilaian dan pengendalian risiko pada pekerja bongkar muat


peti kemas oleh tenaga kerja bongkar muat dengan crane. JPH Record, 1
(2), 36-41. https//www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jphrchd5787135622full.pdf. 2018;

9. Pantoloan PPI (Persero) C. Tenaga Kerja Bongkar Muat. Palu Sulawesi


Tengah; 2021.

10. Kerja K, Lingkungan DI, Central K, Dan L. Gambaran pelaksanaan


keselamatan dan kesehatan kerja (k3) di lingkungan kerja. 2017.
38

11. Kasmad dalam Gemely Delfani. Implementasi Sistem Manajemen


Keselamatan Dan Terminal Petikemas Makassar Tahun 2018 Terminal
Petikemas Makassar Tahun 2018. 2013; Tersedia pada:
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
MWFmNTEyZWUxZTNmNjE2MWU4MjMxNWM0ZDY5OWJkNDA5Y
zAwMzIxZQ==.pdf

12. HIPERKES RI. Keselamatan dan. Cd Rom Himpun Peratur Perundangan


Keselam Dan Kesehat Kerja Ri. 2005;1:1–793.

13. Kapal alur kegiatan bongkar muat. PT Pelabuhan Indonesia Cabang


Pantoloan. Palu Sulawesi Tengah; 2022.

14. Anastryani D, Studi P, Industri T, Teknik F, Magelang UM. Analisis


Kecelakaan Kerja Di Pt Papertech Indonesia Unit Ii Magelang Dengan
Pendekatan. 2020;

15. Drs. Irzal MK. Buku Dasar – Dasar Kesehatan & Keselamatan Kerja.
Kesehatan Masyarakat. 2016.

16. Ulber S. PT. Refika Aditama. Metod Penelit Sos Bandung. 2009;

17. Alim M.2014. Efek Buruk Dari Dedidrasi Alamat


http://uniqpost.com/1414/efek-buruk-dari-dehidrasi/#. Di akses tanggal 16
juni 2014, Triyana, Yani Firda. 2012. Teknik Prosedural Keperawatan.
Yogyakarta : D-Medika.

18. Nugroho, Nyco. 2016. Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja Pada


Pengoprasian Cc (Countainer Crane) Di Pt X Surabaya. The Indonesia
Journal Of Occupantional Safety and Health, Vol. 5, No. 2 Juli-Des 2016:
101-111

19. Alfitri J. Analisis potensi bahaya risiko kegiatan bongkar muat peti kemas
pada pekerja di Pelabuhan PT. Pelindo 1 (Persero) Cabang Dumai Tahun
2019. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatra Utara, 2019. Avalible from:
http//:repositori.usu.ac.id/handle/123456789/24808

20. Saragih, W. L., Mahyuni, E L., & Lubis, A M. (2015). Penilaian risiko
kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Teluk
Nibung Tanjung Balai Asahan Tahun 2015. Media Neliti, 1-6.
https://media.neliti.com/media/publications/14589-ID-penilaian-risiko-
kecelakaan-kerja-pada-tenaga-kerja-bongkar-muat-di-pelabuhan-te.pdf.

21. Windy S, E. U., Salamah. potensi kecelakaan kerja;departemen


keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sumatra Utara Belawan Tahun
2015.
39

22. Nugraha, Hadi, dkk 2018. Perancangan Meja dan Kursi fisiologiss pada
Stasiun Finishing Menggnakan Metode Postural Loading On The Upper
Body Assesment (LUBA) (Studi Kasus : Home Industri Keramik dan Guci
HJ. OMA)Volume 4, No. 2, Tahun 2018

23. Hunas Sardjito, 2019. Hindari Terpeleset Tersandung dan Terjatuh Pada
Saat Bekerja- RSUP Dr. Sardjito., https://sardjito.co.id/2019/02/11/hindari-
terpeleset-tersandung-dan-terjatuh-pada-saat-bekerja/

Anda mungkin juga menyukai