Abstrak
Kebakaran merupakan salah satu kecelakaan yang banyak menimbulkan korban jiwa
dan kerugian harta benda, terjadinya kebakaran pada umumnya di mulai dari ignition
ataupun flash kemudian api membesar dan jika tidak terkendali dapat menimbulkan
korban jiwa dan kerugian harta benda. Fire safety di atas kapal merupakan standar
keselamatan untuk mendapatkan ijin berlayar, KL. Frans Kaisiepo adalah kapal latih yang
juga menerapkan hal yang sama, untuk itu penelitian ini membuat rancangan assessment
fire safety di KL. Frans Kaisiepo untuk menghasilkan standar fire safety assessment di atas
KL. Frans Kaisiepo. Penelitian ini menggunakan metode cause and effect dengan diagram
fishbone dan formal safety assessment dengan tujuan untuk mendapatkan standar safety
fire assessment yang sesuai dengan formal safety assessment yang direkomedasikan oleh
IMO.
tenaga, kehilangan cairan tubuh, terbakar kebakaran kapal cukup besar.Untuk itu
atau luka bakar, merusak saluran pernafasan diperlukan suatu sistem penanggulangan
dan mematikan jantung. Pada temperatur kebakaran di kapal agar bisa mengatasi
148,90C dikatakan sebagai temperatur tinggi kebakaran sehingga tidak menimbulkan
dimana manusia dapat bertahan bernafas kerugian harta maupun jiwa.
hanya dalam waktu singkat. Bahaya asap Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
yang dapat menyebabkan iritasi atau 186/KepMen/1999 tentang unit
ransangan terhadap mata, selaput lendir pada penanggulangan kebakaran di tempat kerja,
hidung dan kerongkongan serta mengganggu pasal 2 ayat 1 dan 2 mewajibkan kepada
pernafasan. Bahaya gas yang dihasilkan dari pengurus dan pengusaha untuk mencegah,
proses kebakaran dapat mengakibatkan iritasi mengurangi dan memadamkan kebakaran
pada mata, sesak nafas, gas yang bersifat dan wajib memiliki unit penanggulangan
racun dapat meracuni paru-paru dan kebakaran dengan tugas dan tanggung jawab
menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan masing-masing. Untuk mengurangi dan
bahkan mematikan. menghindari resiko dari kebakaran kapal,
Menurut data investigasi Komite maka diperlukanlah suatu sistem
Nasional Keselamatan Tranportasi (KNKT) penanggulangan kebakaran di atas
bahwa mayoritas kecelakaan tranportasi kapal.Sistem tersebut mencakup sarana
pelayaran di Indonesia antara tahun 2012 proteksi kebakaran, sarana penyelamat jiwa
sampai dengan tahun 2017 terdiri dari: 29 dan manajemen penanggulangan kebakaran
kapal tenggelam (27%), 40 kapal terbakar di atas kapal.Keberadaan sistem proteksi
(37%), 24 kapal tabrakan (22%), 10 kapal kebakaran di atas kapal sangat penting,
kandas (9%), kecelakaan lain lain 4 kapal karena merupakan tahap awal dari sistem
(3%). Data kecelakaan tranportasi KNKT penanggulangan kebakaran di atas kapal.
memperlihatkan bahwa kebakaran Berdasarkan survey awal yang peneliti
merupakan kecelakaan yang paling sering lakukan pada kapal latih KL.Frans
terjadi dan memiliki tingkat resiko yang Kaisiepodengan panjang (length over all) 63
tinggi pada tranportasi pelayaran di meter, lebar (moulded breadh)12 meter,
Indonesia.Badan Keamanan Laut Republik mesin 2 x 100 HP dan 1.200 GT dengan
Indonesia (Bakamla-RI) mencatat selama jenis multipurposes dapat digunakan untuk
periode 1 Januari – 31 Mei 2015 telah terjadi mengangkut taruna praktek layar (prala),
48 kecelakaan kapal tenggelam, 19 kapal mengangkut penumpang dan membawa
terbakar, 16 kapal terbalik, 9 kapal kargo. Kapasitas kapal mampu menampung
terdampar, 4 kapal karam, 6 kapal kandas dan sekitar 21 orang ABK, 2 penumpang VVIP,
3 kapal hancur dan 1 kapal meledak. Hal ini 10 orang instruktur, 100 orang cadet/taruna,
memberikan gambaran bahwa dari sejumlah dan 100 orang penumpang. Dari pengamatan
kasus kecelakaan laut, resiko terjadinya yang peneliti lakukan KL. Frans Kaisiepo
telah memiliki fire control planakan tetapi atas kapal ferry roro adalah sebagai berikut:
untuk memastikan bahwa peralatan pemadam kebakaran di kamar mesin 63%, kebakaran di
kebakaran yang ada di KL. Frans Kaisiepo ruang akomodasi dan cargo spaces 27%, dan
dapat di gunakan setiap saat untuk kebakaran di ruang dek kendaraan 10%
menanggulangi bahaya kebakaran yang (DNV).
terjadi perlu adanya sistem assesment fire 2.3 Kebakaran di kapal
Safetyuntuk memastikan apakah fire safety Kebakaran terjadikarena bermacam-
plan berfungsi dengan baik dan juga macam sebab.Penyebab yang paling sering
memenuhi persyaratan regulasi SOLAS. terjadi adalah karena kelalaian manusia
disamping itu ada yang disebabkan peristiwa
KAJIAN PUSTAKA alam, penyalaan sendiri, dan ada pula
2.2 Resiko Kebakaran disebabkan faktor kesengajaan.Kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu karena kelalaian adalah suatu tindakan yang
kecelakaan yang banyak menimbulkan tidak disengaja tetapi hal tersebut dapat
korban jiwa dan kerugian harta benda, berakibat fatal. Berdasarkan penjelasan
terjadinya kebakaran pada umumnya di mulai modul 2 (Fire Prevention and Fire Fighting)
dari ignition ataupun flash kemudian api bahwa hampir pada setiap peristiwa
membesar dan jika tidak terkendali dapat kebakaran besar, terjadi karena faktor
menimbulkan korban dan kerugian, ada tiga kelalaian antara lain: 1) Kurang pengertian
persyaratan kebakaran bisa terjadi dan pencegahan bahaya kebakaran, 2) Kurang
membesar yaitu: 1) adanya bahan bakar atau berhati-hati dalam menggunakan alat atau
bahan yang mudah terbakar, 2) adanya bahan yang dapat menimbulkan api, 3)
sumber pemantik api, 3) adanya oksigen di Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak
udara untuk mendukung pembakaran. disiplin seperti merokok sambil tiduran dan
Hand book ILOmenjelaskan bahwa mengelas logam dengan bahan-bahan yang
kebakaran bisa menjadi besar dapat mudah terbakar.
disebabkan hal-hal berikut: 1) Penumpukan Kebakaran yang terjadi diatas kapal
bahan yang mudah terbakar di tempat kerja, dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
2) Pengadaan sumber pemantik api secara bahan yang terbakar, ABK kapal perlu
tidak disengaja, 3) Ketidakmampuan mengetahui klasifikasi kebakaran yang
mendeteksi adanya kebakaran dengan cepat, terjadi untuk mengetahui media pemadam
5) Ketidakmampuan mengendalikan yang digunakan untuk memadamkan
kebakaran dan memadamkannya. kebakaran tersebut, ada beberapa klasifikasi
Terjadinya kebakaran diatas kapal kebakaran salah satunya adalah National Fire
disebabkan dari berbagai macam sebab dan Protection Association (NFPA) USA, adapun
berbagai tempat di atas kapal. Menurut DNV pembagian klasifikasi kebakaran menurut
berdasarkan tempat terjadinya kebakaran di NFPA adalah sebagai berikut :
7) Metode dari fire detector, bahaya (sistem semi otomatis) ataupun juga
dapat langsung mengaktifkan alat pemadam
8) Perlindungan terhadap awak kapal.
(sistem otomatis).
Sistem pencegahan dan penanggulangan
Sarana pemadam kebakaran di kapal
bahaya kebakaran di mulai dengan sistem
KL.Frans Kaisiepo dengan tipe multi purpose
deteksi, sistem deteksi kebakaran adalah
terdiri dari dua bagian besar kamar mesin dan
sebuah sistem yang dapat mengetahui
kabin crew/ penumpang. Sarana pencegahan
timbulnya kebakaran sebelum kebakaran
dan pemadaman kebakaran di kamar mesin
terjadi, sesuai kemajuan teknologi bahaya
mengikuti peraturan SOLAS chapter II-2:
kebakaran yang akan terjadi dapat di deteksi
Construction fire protection, detection,
sedini mungkin dengan tingkat kecermatan
extinction dengan tinjuan khusus pada
yang tinggi. Peralatan deteksi kebakaran
machinery space, peneliti mengidentifikasi
dapat dibedakan menjadi tiga macam antara
sarana proteksi kebakaran berdasarkan
lain:
peraturan SOLAS chapter II-2 bahwa
1) Alat deteksi asap (smoke detector)
komponen komponen proteksi kebakaran
adalah sebuah alat deteksi yang
yang harus ada di kamar mesin adalah
mempunyai kepekaan yang tinggi,
sebagai berikut: fixed fire detection and fire
dan memberikan alarm bila terjadi
alarm, sprinkle, alat pemadam api ringan
asap di diruangan dimana alat ini (APAR), escape route, fire doors, emergency
dipasang, lighting dan hidran.
2) Alat deteksi nyala api (flame Sarana pencegahan dan pemadaman
detector) adalah sebuah alat yang kebakaran pada kabin crew dan penumpang
dapat mendeteksi adanya nyala api mengikuti peraturan solas.
yang memakan korban jiwa 167 orang ship.Guideline ini dapat digunakan untuk
1
meninggal . melakukan evaluasi sistem bahaya kebakaran
Formal Safety Assessment (FSA) adalah sesuai regulasi solas II-2/17.2.2. Penilaian
Metodologi terstruktur dan Sistematis Risiko yang dilakukan meliputi :
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan 1) Menguraikan tujuan dan fungsi suatu
dalam dunia kemaritiman, termasuk area;
didalamnya perlindungan terhadap 2) Menentukan dan menetapkan material
kehidupan, kesehatan, lingkungan laut, dan yang mengandung bahan mudah
property, dengan menerapkan sistem FSA ini terbakar;
maka dapat meminimalisir yang ditimbulkan 3) Menentukan dan menetapkan sumber-
oleh resiko dari bencana di atas kapal. FSA sumber yang dapat menjadi penyebab
dapat digunakan sebagai metodologi untuk kebakaran;
membantu dalam mengevaluasi aturan- 4) Menguraikan metode menyelamatkan
aturan baru untuk keselamatan dan diri dari daerah kebakaran dan jalan
perlindungan lingkungan di atas laut, metode masuk petugas pemadam kebakaran ke
FSA ini masih dapat diperbaharui dengan dalam daerah kebakaran tersebut;
melihat perkembangan kehidupan dalam 5) Menguraikan fungsi material yang
dunia maritim agar sejalan dengan aturan- digunakan untuk mengendalikan dan
aturan yang berlaku sehingga tujuan dari FSA mengurangi resiko kebakaran (Jika
ini yaitu untuk mencapai keseimbangan Ada);
antara berbagai masalah baik teknis dan 6) Terdapat instruksi kerja dari fungsi
operasional, termasuk elemen manusia, dan peralatan pemadam kebakaran didalam
antara keselamatan maritim atau area tersebut (Jika Ada);
perlindungan lingkungan laut dan 7) Terdapat uraian fungsi dari sistem alarm
meminimalisir kerugian finansial dapat deteksi kebakaran dalam area-area yang
tercapai. berpotensi pemicu kebakaran (Jika
Assessment sistem kebakaran untuk Ada);
menilai dan mengevaluasi apakah sistem 8) Terdapat prosedur tanggap darurat;
kebakaran di kapal dapat mendeteksi 9) Hal yang harus diperhatikan harus ada
terjadinya kebakaran, sehingga sistem adalah prosedur identifikasiresiko
bahaya kebakaran dapat memproteksi kapal kebakaran;
dari bahaya kebakaran.Untuk melakukan 10) Terdapat informasi peralatan-peralatan
assessment bahaya kebakaran peneliti tanggap darurat dalam suatu area;
merujuk padaguideline for evaluation of fire
risk of external areas on passenger
1www.imo.org
(MSC/Circ.1023/MEPC/Circ.392)
7|Jurnal Patria Bahari P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
2
Tague, 2005, Hal. 247
10 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
11 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
Sumber dan jenis data dalam penelitian dan mencatatdata yang ada di atas Kapal
ini adalah kata-kata dan tindakan Latih KL. Frans Kaisiepo. Adapun Data
12 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
▪ Peraturan
internasional seperti
Standar Internasional
Safety of Life at Sea
(SOLAS) dan
National Fire
Protection
Association (NFPA)
13 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
perencanaan suatu kegiatan. Proses dalam Bab ini merupakan jawaban dari
rumusan masalah yang telah dikembangkan
membangun diagram membantu
di Bab I sebelumnya.Bab V ini merupakan
menstimulasi pemikiran mengenai suatu
paparan dan pembahasan hasil penelitian
isu, dan membantu berfikir rasional.
yang telah dilakukan melalui pendekatan
Berikut adalah tahapan yang
survei dan wawancara dalam rangka
dilakukan dalam menyusun diagram sebab mendukung hasil survei. Bab V ini pula
dan akibat, sebagai berikut: dijelaskan secara deskriptif tentang
1) Tentukan masalah/akibat yang akan implementasi konsep sistem assesment fire
dicari penyebanya. Tuliskan dalam Safety, apakah berfungsi dengan baik dan
kotak yang menggambarkan kepala juga memenuhi persyaratan regulasi SOLAS.
ikan. 2.9 Kondisi Umum Objek Penelitian
14 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
Marine Pontianak. Pembangunan enam kapal berlayar dari galangan kapal Steadfast
latih taruna tersebut dibangun secara bertahap Marine di Pontianak pada 22 Januari 2018.
selama 2 tahun melalui pembiayaan APBN KL. Frans Kaisiepo yang telah
secara multiyear.Kontrak kapal latih sejak melakukan sea trial pada 18 Januari 2018
ditandatangi pada 7 Desember 2015,telah lalu, akan dinakhodai oleh Andreas Galih
selesai masa pembangunannya dan telah Paripurna dalam pelayaran perdananya
didistribusikan ke 6 (enam) sekolah menuju pelabuhan Sorong dengan estimasi
pelayaran Kementerian Perhubungan yaitu lama perjalanan 9 hari.
Politeknik Pelayaran Malahayati Aceh, STIP Kapal latih milik sekolah-sekolah
Jakarta, Poltekpel Surabaya, PIP Makassar, pelayaran di bawah Badan Pengembangan
Poltekpel Minahasa Selatan, dan Poltekpel Sumber Daya Manusia Perhubungan
Sorong Papua Barat. (BPSDMP) dinamai dengan nama pahlawan
Kapal Latih Special Purpose 1200 nasional, karena diharapkan nama pahlawan
GTdibangun dari bahan baja dengan las akan menjadi inspirasi bagi para taruna untuk
penuh, dua buah baling-baling, dan digerakan menjadi pelaut yang tangguhsebelum
oleh dua buah mesin diesel. Ukuran utama memasuki dunia kerja. Diharapkan dengan
panjang kapal keseluruhan sepanjang 63 adanya pembelajaran di atas Kapal Latih
meter dengan panjang garis tegak 59 meter, akan lebih membantu proses transfer
lebar 12 meter, tinggi 4 meter, dan syarat knowledge dan meningkatkan skills tentang
kedalaman air 2,8 meter. Kapal tersebut ilmu pelayaran serta membentuk karakter dan
memiliki 115 ton tangki bahan bakar dan 175 pola kerja seorang pelaut yang tangguh dan
ton tangki air tawar. Kapal memiliki prima.
kecepatan minimal 12 knot dengan daya 2.10 Karakteristik Informan
maksimal 2x1000hp. Kapasitas kapal mampu Informan utama berjumlah 2 orang yang
menampung 21 orang ABK, 2 penumpang merupakan crew Kapal Latih Frans Kaisiepo.
VVIP, 10 orang instruktur, 100 orang Kedua informan berjenis kelamin laki-
cadet/taruna, dan 100 orang penumpang. laki.Informan utama 1 memiliki jabatan
Kapal latih milik Poltekpel Sorong yang sebagai Masinis I sedangkan informan utama
telah selesai pembangunannya di Pontianak 2 memiliki jabatan sebagai Mualim I.
siap melakukan pelayaran perdana setelah Informan triangulasi berjumlah 2 orang
pada tanggal 20 Januari 2018 telah diadakan yang merupakan crew Kapal Latih Frans
penandatangan serah terima antara Dirut PT Kaisiepo. Kedua informan berjenis kelamin
Steadfast Marine dengan Direktur Poltekpel laki-laki. Informan triangulasi 1 memiliki
Sorong di kantor PT. Steadfast Marine. jabatan sebagai Nakhoda sedangkan
Rencananya kapal latih yang diberi informan triangulasi 2 memiliki jabatan
nama pahlawan nasional yang berasal dari sebagai Kepala Kamar Mesin (KKM).
Papua ini, Frans Kaisiepo dijadwalkan akan
15 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
16 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
17 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
18 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
19 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
20 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
21 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192
Vol 1 No 1 Mei 2021
DAFTAR PUSTAKA
------. (u.d.). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2013 tentang Investigasi
Kecelakaan Transportasi.
------. (u.d.). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012 tentang Komite Nasional
Keselamatan Transportasi.
Akten, N. (2006). Shipping Accidents: A Serious Threat for Marine Environment. Journal Black
Sea/Mediterranean Environment, Vol. 12: 269-304.
Doey, L., & Kurta, J. (2011). Correspondence Analysis applied to psychological research. Tutorials in
Quantitative Methods for Psychology, Vol 7 (1), 5-14.
Dogarawa, L. B. (2012). Marine Accident in Northern Nigeria: Causes, Prevention and Management.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 2, No. 11.
Grammenos, C. T. (2010). The Handbook of Maritime Economics 2nd. ed. Cornwall: Exeter Premedia
Services, MPG Books.
Greenacre, M. (2007). Correspondence Analysis in Practice, 2nd ed. Barcelona: Chapman & Hall/CRC.
Hetherington, C., Flin, R., & Mearns, K. (2006). Safety in Shipping: The Human Element. Journal of
Safety Research Vol. 37 , 401-411.
ITS & World Bank. (2012). Connectivity Report on Domestic Sea Transport. Jakarta: Word Bank.
Mazaheri, A., Montewka, J., & Kujala, P. (2013). Correlation Between the Ship Accident and the Ship
Traffic - A Case Study Based on Statistics of the Gulf of Finland. The International Journal on
MArine Navigation and Safety of Sea Transportation, Vol. 7, No.1, 119-124.
perhubungan, B. d. (2000). Fire prevention and fire fighting. jakarta: Badan diklat perhubungan.
Talley, W. K., Jin, D., & Powell, H. (2005). Determinants of Crew Injuries in Vessel Accident .
Maritime Policy & Management Vol. 32, No. 3, 263-278.
22 | J u r n a l P a t r i a B a h a r i P-ISSN: 2776-5881
E-ISSN: 2776-4192