Anda di halaman 1dari 10

1

RINGKASAN KOLOKIUM
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERIKANAN LAUT
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021

Judul Tesis : Implementasi Kelaiklautan Kapal dan Analisis Risiko pada Armada yang Berbasis
di Pelabuhan Perikanan Samudera Kutaradja
Nama : Zakyatul Muna
NIM : C451190111
Pembimbing : 1. Dr. Fis Purwangka, SPi MSi
2. Dr. Ir. Wazir Mawardi, MSi
Hari/Tanggal : Jum’at / 15 Januari 2021
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pekerjaan pada kapal penangkap ikan merupakan pekerjaan yang tergolong
membahayakan dibanding dengan pekerjaan lain, sehingga profesi pelaut kapal penangkap
ikan memiliki karakteristik yang membahayakan (dangerous), kotor (dirty), sulit (difficult)
(FAO 2000). Statistik resmi Food Agriculture Organization (FAO) memperkirakan pada
tahun 2018 terdapat 59,51 juta orang terlibat dalam sektor utama perikanan tangkap dan
akuakultur, dimana 20,5 juta orang mewakili akuakultur dan 39,0 juta orang terlibat dalam
perikanan tangkap dengan jumlah total armada kapal penangkap ikan di dunia diperkirakan
sekitar 4,56 juta (FAO 2020). International Labour Organisation (ILO) memperkirakan
setiap tahun terdapat 2,78 juta pekerja yang tewas karena kecelakaan di tempat kerja atau
penyakit terkait pekerjaan (ILO 2019). Laporan hasil investigasi Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) menggambarkan pada kurun waktu 2015–2019 pada
wilayah perairan di Indonesia, dengan jenis kecelakaan kapal seperti tenggelam, tubrukan,
kandas dan terbakar berjumlah 124 kasus dengan jumlah korban meninggal/hilang
sebanyak 579 orang dan jumlah korban luka–luka sebanyak 41 dari total korban jiwa
sebanyak 620 orang. Jumlah kasus kecelakaan kapal merupakan salah satu indikasi
perlunya perbaikan dalam sistem transportasi laut. Keselamatan transportasi setidaknya
harus memenuhi 2 kriteria yang layak. Pertama adalah layak laut yang selanjutnya disebut
kelaiklautan kapal dan kedua adalah layak layar (Rahman et al. 2015).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2008 tentang
pelayaran, kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat,
pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Untuk itu kelaiklautan kapal
merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh kapal pada setiap aktivitas pelayaran
yang dilakukan begitu juga keselamatan dan keamanan kapal ditandai dengan kondisi
terpenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal. Faktor-faktor yang diduga berkontribusi
2

dalam kecelakaan kapal diantaranya kelalaian manusia (human error), teknis dan cuaca
(Rahman et al. 2015, Hasugian et al. 2017).
Faktor tersebut berkaitan dengan 8 kriteria yang berhubungan dengan kelaiklautan
kapal, yang mana kecelakaan pelayaran banyak terjadi karena kapal tidak memenuhi
kelaiklautan kapal (Rahman et al. 2015). Kapal wajib memenuhi syarat kelaiklautan kapal
serta memiliki upaya mitigasi risiko agar dapat meminimalisir kecelakaan dan
meningkatkan keselamatan pelayaran. Upaya ini mampu dilakukan oleh syahbandar apabila
tersedianya informasi dasar tingkat implementasi kelaiklautan kapal dan data kecelakaan
kapal di pelabuhan. Pihak pelabuhan harus memperhatikan penuh mengenai hal ini, begitu
pula dengan nelayan yang harus mematuhi dan menerapkan laik laut.
Angka kecelakaan kapal pelayaran cenderung meningkat. Badan Search and Rescue
(SAR) Aceh membuktikan kasus kecelakaan kapal di provinsi Aceh mengalami
peningkatan dari tahun 2018-2019 baik untuk kapal penangkap ikan, kargo maupun kapal
penumpang (BASARNAS Aceh 2019). Total kecelakaan kapal pada tahun 2019 mengalami
peningkatan kasus dari sebanyak 22 kasus (2018) menjadi 36 kasus di 2019. Kecelakaan ini
dipicu karena adanya indikasi pengabaian aspek keselamatan dalam berlayar. Jika hal ini
tidak diperhatikan, maka kecelakaan akan terus terjadi dan aktivitas pelayaran akan selalu
penuh dengan risiko, sehingga perlu upaya pengurangan tingkat kecelakaan dengan adanya
strategi mitigasi. Oleh karena itu, beberapa penelitian telah dilakukan sebagai upaya untuk
merumuskan upaya mitigasi. seperti yang dilakukan oleh (Suharyo 2017, Purwangka et al.
2013, Ladesi 2009, Satria dan Manfaat 2012, Suhardjo dan Suharyo 2014). Perlu dilakukan
identifikasi bahaya dan pendugaan risiko terkait aspek-aspek kelaiklautan kapal. Oleh
karena itu, informasi tentang tingkat penerapan aspek kelaiklautan kapal menjadi sangat
penting. Menurut mudiyanto (2019) kelaiklautan kapal memiliki hubungan yang kuat
terhadap keselamatan pelayaran sehingga kelaiklautan di atas kapal harus ditingkatkan
untuk menunjang keselamatan pelayaran. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil
perhitungan pendugaan risiko dari aspek kelaiklautan akan digunakan untuk menyusun
strategi mitigasi yang diprioritaskan.
Pelabuhan perikanan menjadi tempat bagi pihak-pihak yang berwenang dalam upaya
mengurangi kecelakaan. Sehingga penelitian ini dilakukan berbasis di pelabuhan, adapun
pelabuhan yang dipilih adalah PPS Kutaradja. Alasan menjadikan PPS Kutaradja sebagai
pelabuhan studi kasus implementasi kelaiklautan kapal dan analisis risiko ialah karena
jumlah armada kapal yang cenderung meningkat dari jumlah armada 335 unit pada tahun
2016 bertambah menjadi 369 unit pada tahun 2019 (BPS Aceh 2019), jumlah ini
memberikan peluang yang semakin besar kaitannya dengan kecelakaan kapal, dimensi
kapal bervariasi, serta tidak adanya pendataan dan investigasi kecelakaan kapal penangkap
ikan yang tersedia di PPS Kutaradja. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan dan informasi untuk syahbandar dalam upaya penerapan kelaiklautan kapal
di PPS Kutaradja, serta memberi solusi pencegahan dan mitigasi risiko kecelakaan kapal
penangkap ikan yang berbasis di PPS Kutaradja.
Rumusan Masalah
Aktivitas kapal penangkap ikan merupakan aktivitas yang tergolong membahayakan
sehingga rawan menimbulkan kecelakaan, baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan
pelayaran. Angka kecelakaan kapal di Aceh semakin meningkat. Dibutuhkan upaya untuk
mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan melalui perumusan solusi
3

pencegahan dan mitigasi risiko. Perlu dilakukan identifikasi bahaya dan pendugaan risiko
terkait aspek-aspek kelaiklautan kapal. Hasil perhitungan pendugaan risiko akan digunakan
untuk menyusun strategi mitigasi yang diprioritaskan .Oleh karena itu, tingkat penerapan
kelaiklautan kapal menjadi informasi penting dalam perumusan strategi mitigasi risiko.
Penelitian ini akan dilakukan di PPS Kutaradja. jumlah armada yang mengalami
peningkatan, dimensi kapal yang bervariasi, dan tidak adanya perhatian pihak pelabuhan
terhadap kecelakaan kapal hal ini dibuktikan dengan tidak tersedianya data dan investigasi
kecelakaan kapal yang berbasis di PPS Kutaradja. Alasan inilah yang menjadikan PPS
Kutaradja layak dijadikan sebagai tempat studi kasus penelitian implementasi kelaiklautan
kapal dan analisis risiko kecelakaan kapal. Dengan harapan penelitian ini berguna bagi
pihak PPS Kutaradja untuk menurunkan tingkat kecelakaan kapal dengan mengacu pada
alternatif rumusan solusi pencegahan dan mitigasi risiko.
Tujuan Penelitian
1. Menenentukan tingkat implementasi kelaiklautan kapal pada armada kapal penangkap
ikan yang berbasis di PPS Kutaradja
2. Menghitung tingkat risiko kecelakaan yang terjadi pada armada kapal penangkap ikan
yang berbasis di PPS Kutaradja; dan
3. Merumuskan solusi pencegahan dan mitigasi risiko kecelakaan kapal penangkap ikan

METODE
Lokasi, Waktu Penelitian dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2021 yang berlokasi di PPS
Kutaradja, Kota Banda Aceh Provinsi Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus yang berbasis di PPS Kutaradja. Aspek pada penelitian ini adalah tingkat
implementasi kelaiklautan kapal pada armada kapal penangkap ikan di PPS Kutaradja,
identifikasi risiko kecelakaan di atas kapal, penilaian risiko, dan mitigasi risiko kecelakaan
di atas kapal pada armada kapal penangkap ikan yang berbasis di PPS Kutaradja.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mengikuti panduan
kuesioner dan pengamatan langsung dilapangan. Teknik pengambilan responden yang
digunakan ada dua teknik yaitu purposive sampling dan proportionate stratified random
sampling. Purposive sampling yaitu teknik penentuan responden didasarkan pada
pertimbangan peneliti (Nasution 2013). Kriteria responden yang diambil diantaranya pihak
yang bertanggung jawab terhadap tugas pemeriksaan kelaiklautan kapal, petugas yang
mengeluarkan dokumen kapal serta nelayan (nahkoda). Responden terdiri atas syahbandar,
panglima laot lhok, pengelola PPS Kutaradja dan nelayan (nahkoda). Teknik proportionate
stratified random sampling digunakan pada penelitian ini karena populasinya tidak
homogen, mengacu pada pendapat Sugiyono (2011) bahwa, teknik proportionate stratified
random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang digunakan jika populasi
mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
Strata yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu ukuran kapal 6-10 GT (113 unit), 11-20
GT (31 unit), 21-30 GT (62 unit), 31-50 GT (76 unit), 51-60 GT (60 unit), 61-100 GT (9
unit), dan >100 GT (5 unit). Jumlah anggota sampel total ditentukan melalui rumus Taro
Yaname dan Slovin, hal ini mengacu pada Riduwan dan Kuncoro (2011) bahwa, Adapun
rumus tersebut ialah sebagai berikut:
n= .
4

n = Jumlah anggota sampel


N = Jumlah populasi
d = Presisi (presisi yang ditetapkan 10%
Maka jumlah anggota sampel berdasarkan populasi ialah 78 unit kapal. Jika jumlah
anggota sampel telah diketahui, selanjutnya menentukan jumlah anggota sampel bertingkat
(berstrata), dilakukan dengan cara pengambilan sampel secara proportional random
sampling yaitu menggunakan rumus alokasi proportional:
ni= . n
ni = Jumlah anggota sampel menurut stratum
N = Jumlah anggota populasi seluruhnya
n = Jumlah anggota sampel seluruhnya
Ni = Jumlah anggota populasi menurut stratum
Maka jumlah anggota sampel yang diambil menurut kategori ukuran kapal ialah kapal
ukuran 6-10 GT (25 unit), 11-20 GT (7 unit), 21-30 GT (14 unit), 31-50 GT (17 unit), 51-
60 GT (13 unit), 61-100 GT (2 unit), dan >100 GT (1 unit). Dari setiap kategori diambil
contoh dan dilakukan skoring berdasarkan kuesioner dan pengamatan. Kriteria kapal yang
diteliti untuk penerapan aspek kelaiklautan kapal sebagai salah syarat untuk keselamatan
ialah kapal yang berukuran >7 GT. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang
pelayaran menjelaskan bahwa, sertifikat keselamatan diberikan kepada semua jenis kapal
ukuran 7 GT. Jenis data, teknik pengumpulan serta metode analisis yang akan digunakan
berdasarkan masing-masing tujuan tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis data yang dikumpulkan
Teknik
Tujuan Jenis Data Analisis data
pengumpulan
1. Menentukan a. Keselamatan kapal
tingkat b. Pencegahan pencemaran dari kapal
implementasi c. Pengawakan kapal
kelaiklautan d. Kesejahteraan dan kesehatan awak
kapal terhadap kapal
armada e. Status hukum kapal Wawancara,
penangkap ikan f. Manajemen keselamatan, keamanan pengamatan,
yang berbasis di dan pemeriksaan Deskriptif
PPS Kutaradja pencegahan pencemaran dari kapal sertifikat kapal dan
g. Jumlah armada yang berbasis di PPS studi pustaka
Kutaradja
h. Data pendidikan awak kapal yang
berbasis di PPS Kutaradja
i. Data rumah tangga nelayan dan
pendapatan nelayan PPS Kutaradja
2. Menghitung
tingkat risiko
kecelakaan yang
Formal Safety
terjadi pada Data identifikasi kejadian risiko dan Wawancara,
Assessment
armada kapal penyebab risiko berdasarkan aspek pengamatan dan
(FSA)
penangkap ikan kelaiklautan kapal studi pustaka
yang berbasis di
PPS Kutaradja
5

3. Merumuskan
solusi
pencegahan dan Hasil pengolahan
Output dari tujuan 2 Deskriptif
mitigasi risiko data
kecelakaan kapal
penangkap ikan

Metode Analisis Data


Metode analisis data dilakukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini, dengan menggunakan analisis deskriptif dan metode Formal Safety
Assessment (FSA). Sudjana (1989) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan
suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang dimana peneliti
berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian
digambarkan sebagaimana adanya. Metode ini dilakukan dengan menempuh langkah-
langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan
dan laporan dengan tujuan utama untuk penggambaran tentang suatu keadaan secara
objektif dalam suatu deskripsi. Formal Safety Assessment (FSA) merupakan suatu
metodologi atau proses yang rasional, terstruktur dan sistematis untuk menilai risiko yang
berhubungan dengan aktivitas di bidang maritim (pelayaran) dan untuk mengevaluasi biaya
(cost) dan manfaat (benefit) dari beberapa pilihan kendali risiko (risk control options)
dengan menggunakan risk analysis dan cost benefit assessment (International Maritime
Organization, 2018).
Tujuan ke -1 : Menentukan Tingkat Implementasi Kelaiklautan Kapal pada Armada
Kapal Penangkap Ikan yang Berbasis di PPS Kutaradja
Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan 1 ialah analisis deskriptif.
Adapun data yang akan dianalisis adalah hasil dari skoring adapun aspek yang akan
dilakukan skoring pada penelitian ini berdasarkan Undang-undang nomor 17 tahun 2008
tentang pelayaran yang menyebutkan bahwa kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a wajib dipenuhi setiap kapal sesuai dengan daerah pelayarannya.
Penilaian menggunakan skala 1 s.d 3, 1= ya, 2= tidak, 3= tidak tahu. Aspek kelaiklautan
kapal dengan kriteria skor yang telah ditentukan tercantum pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Tabel nilai skor penerapan aspek kelaiklautan kapal berdasarkan Undang-undang
nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran
Nilai skor
Penerapan
Aspek Kelaiklautan kapal Kelaiklautan
Kapal
1 2 3
Material
Kontruksi
Bangunan
Keselamatan
Permesinan dan pelistrikan
kapal
Stabilitas
Tata susunan serta perlengkapan alat penolong dan radio
Elektronika kapal
Pencegahan Pencemaran minyak dari kapal;
pencemaran Pencemaran kotoran dari kapal;
dari kapal Pencemaran sampah dari kapal
6

Pencemaran udara termasuk emisi mesin dan efesiensi energi;


Pencemaran yang timbul akibat tumpahnya muatan dan
barang dari kapal.
Nahkoda dan Anak buah kapal yang berbendera Indonesia
harus warga negara Indonesia
Nahkoda untuk kapal motor ukuran 35 GT atau lebih
memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung
jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal,
pelayar, dan barang muatan
Nahkoda wajib menolak dan memberitahukan kepada instansi
yang berwenang apabila mengetahui muatan yang diangkut
tidak sesuai dengan dokumen muatan
Nahkoda memiliki tugas dan kewenangan khusus yaitu
membuat catatan setiap kelahiran, membuat catatan setiap
kematian dan menyaksikan dan mencatat surat wasiat
Nahkoda wajib memenuhi persyaratan pendidikan, pelatihan,
Pengawakan kemampuan, dan keterampilan serta kesehatan
kapal Anak buah kapal wajib mematuhi perintah Nahkoda secara
tepat dan cermat dan dilarang untuk meninggalkan kapal
tanpa izin Nahkoda
Sebelum kapal berlayar Nahkoda wajib memastikan bahwa
kapalnya telah memnuhi persyaratan kelaiklautan dan
melaporkan hal tersebut kepada syahbandar
Pemilik atau operator kapal wajib memberikan keluasan
kepada nahkoda untuk melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan peraturan perundang- undangan
Seorang nahkoda dan beberapa perwira kapal harus memiliki
sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan dan
sertifikat keahlian pelaut tekhnik permesinan kapal
penangkap ikan Sertifikat tersebut harus sesuai dengan daerah
pelayaran, ukuran kapal, dan daya penggerak kapal
Gaji
Jam kerja dan jam istirahat
Jaminan pemberangkatan ketempat tujuan dan pemulangan
Kesejahteraan ketempat asal
awak kapal dan Kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena
kesehatan mengalami kecelakaan
penumpang Kesempatan mengembangkan karir
Pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan/minuman
Pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian
asuransi kecelakaan kerja
Pengukuran kapal sesuai dengan surat ukur bagi kapal < 7 GT
dibuktikan dengan pas kecil dan kapal > 7 GT memiliki pas
besar
Status hukum
Pemasangan tanda selar
kapal
Melakukan pendaftaran kapal dibuktikan dengan grosse akta
pendaftaran
Memiliki surat tanda kebangsaan kapal Indonesia
Manajemen Kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan
keselamatan Tanggung jawab dan wewenang perusahaan/ pemilik kapal
7

dan keamanan Personil darat yang ditunjuk (Designated Persons Ashore /


kapal DPA)
Tanggung jawab dan wewenang nahkoda
Sumberdaya personil
Pengoperasian kapal
Kesiapan keadaan darurat
Pelaporan dan analisa atas ketidaksesuaian, kecelakaan, dan
kejadian berbahaya
Dokumentasi
Perawatan kapal dan perlengkapannya
Audit, tinjau ulang dan evaluasi pemilik kapal

Tujuan ke -2 : Menghitung Tingkat Risiko Kecelakaan yang Terjadi pada Armada


Kapal Penangkap Ikan yang Berbasis di PPS Kutaradja
Model FSA (Formal Safety Assesment) akan digunakan sebagai metode dalam
menyelesaikan tujuan kedua. FSA bertujuan untuk mengurangi risiko yang ada, sekaligus
meningkatkan keselamatan pelayaran (marine safety), yang mencakup perlindungan
terhadap jiwa (life), kesehatan (health), lingkungan perairan (marine environment), dan hak
milik (property). Proses FSA diawali dengan identifikasi dan perumusan masalah,
kemudian diikuti 5 langkah proses FSA dan diakhiri dengan penyajian hasil dari proses
tersebut. Berikut adalah deskripsi singkat mengenai 5 langkah FSA:
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Tujuan dari pendefinisian masalah ialah untuk menggambarkan masalah secara benar
berdasarkan analisis yang berhubungan dengan peraturan yang sedang ditinjau-ulang atau
yang sedang dikembangkan. Pendefinisian masalah harus sesuai dengan pengalaman
operasional dan persyaratan yang berlaku dengan mempertimbangkan semua aspek yang
relevan. Aspek yang dianggap relevan untuk tinjauan pada penelitian ini antara lain
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal, pengawakan kapal, status hukum
kapal, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, serta manajemen keselamatan
dan keamanan awak kapal.
1. Identification of Hazard (Identifikasi Bahaya)
Identifikasi bahaya merupakan suatu daftar dari semua skenario kecelakaan yang
relevan dengan penyebab-penyebab potensial dan akibat-akibatnya, sebagai jawaban dari
pertanyaan “kesalahan apa yang mungkin dapat terjadi?” (IMO 2018). Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi daftar bahaya dan kumpulan skenario yang prioritasnya ditentukan
oleh tingkat risiko dari masalah yang sedang dibahas. Tujuan ini dapat dicapai dengan
teknik-teknik standard untuk mengidentifikasi bahaya yang berperan dalam kecelakaan,
dengan menyaring bahaya-bahaya ini melalui suatu kombinasi dari data dan hasil
wawancara yang ada. Pendekatan yang digunakan untuk identifikasi bahaya umumnya
merupakan kombinasi dari kreatifitas dan teknik analitik, yang tujuannya untuk
mengidentifikasi bahaya yang relevan. Pengidentifikasian bahaya dan gabungan skenario
yang relevan terhadap masalah yang dibahas harus diurut sesuai prioritasnya (di-ranking)
sehingga dapat menghilangkan risiko yang tidak terlalu berpengaruh. Urutan tingkatan
dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia dan didukung oleh pendapat/penilaian
terhadap skenario tersebut. Selain itu, frekuensi dan konsekuensi dari hasil skenario
memerlukan penilaian. Penyajian dari penilaian frekuensi dan konsekuensi yang telah
8

diurutkan ini berupa suatu matriks risiko. Tabel matriks risiko dapat dilihat pada gambar 3
berikut ini:

Keterangan:
- 0 & 1 Risiko yang dapat diabaikan
- 2 & 3 Risiko rendah
- 4 & 5 Daerah dari As low as Reasonably Practicable
Area (ALARP)
- 6 Risiko semakin tinggi
- 7 & 8 Risiko yang signifikan
- 9 & 10 Risiko tinggi

Gambar 3 tabel matriks risiko


Hasil keluaran dari langkah ke-1 ialah daftar bahaya dan skenario yang berhubungan
dengan bahaya tersebut, dengan prioritas berdasarkan tingkat risikonya dan deskripsi
penyebab dan pengaruh dari bahaya tersebut.
2. Risk Analysis (Analisis Risiko)
Tujuan analisis risiko dalam langkah ke-2 ini ialah untuk menyelidiki secara
terperinci mengenai penyebab dan konsekuensi dari skenario yang telah diidentifikasi
dalam langkah ke-1 dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko.
Penilaian risiko tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang sesuai dengan
model risiko yang dibuat dan perhatian difokuskan pada risiko yang dinilai tinggi. Nilai
yang dimaksud ialah tingkat (level) risiko:
a. Risiko yang tidak dapat dibenarkan atau diterima, kecuali dalam keadaan yang luar
biasa (Intolerable)
b. Risiko yang telah dibuat sangat kecil sehingga tidak perlu tindakan pencegahan lebih
lanjut (negligible)
c. Risiko yang levelnya berada diantara Intolerable dan negligible level (as low as
reasonably practicable = ALARP)
Hasil keluaran dari langkah ke-2 berupa penyampaian identifikasi mengenai risiko
yang dinilai tinggi.
3. Risk Control Options (Pilihan-pilihan Pengendalian Risiko)
Tujuan dari langkah ke-3 adalah untuk mengusulkan RCOs yang efektif dan praktis,
melalui empat langkah prinsip berikut:
a. Memfokuskan pada risiko yang memerlukan kendali, untuk menyaring dari langkah
ke-2, sehingga fokus hanya pada bidang yang paling memerlukan kontrol risiko
b. Mengidentifikasi tindakan untuk mengendalikan risiko yang potensial (Risk control
measures = RCMs)
c. Mengevaluasi efektivitas dari RCMs didalam mengurangi risiko dengan
mengevaluasi-ulang langkah ke-2
d. Mengelompokkan RCMs ke dalam pilihan yang praktis
Hasil keluaran dari langkah ke-3 adalah nilai efektifitas bidang RCOs dalam mengurangi
risiko dan daftar entiti yang menjadi perhatian dan dipengaruhi oleh RCOs yang
teridentifikasi.
4. Cost Benefit Assessment (Penilaian Biaya Manfaat)
9

Pada tahapan ke-4 bertujuan untuk mengidentifikasi serta membandingkan manfaat


dan biaya dari pelaksanaan tiap RCOs yang diidentifikasi dalam langkah ke-3. Hasil
keluaran dari langkah ke-4 yaitu biaya dan manfaat untuk tiap RCO yang diidentifikasi
dalam langkah ke -3, biaya dan manfaat untuk RCO yang menjadi perhatian dan kegunaan
secara ekonomi yang dinyatakan dalam indeks yang sesuai Persamaan yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan Net Cost of Averting a Fatality (Net
CAF) seperti yang tercantum pada persamaan 2.1 berikut:
(∆ ∆ )
Net CAF =

Dimana:
Net CAF = Net Cost of Averting a Fatality
∆C = Biaya pengendalian risiko
∆B = Manfaat ekonomis penerapan kendali risiko
∆R = penurunan risiko setelah diadakan pengendalian
5. Recommendations for Decision-making (Rekomendasi untuk Pengambilan Keputusan)
Pada tahapan ini akan dilakukan pendefinisian rekomendasi yang harus diberikan
kepada pengambil keputusan. Rekomendasi didasarkan pada:
a. Perbandingan dan pengurutan tingkat dari semua bahaya dan penyebabnya
b. Perbandingan dan pengurutan tingkat dari pilihan kendali risiko sebagai fungsi dari
gabungan biaya dan manfaat
c. Identifikasi dari pilihan kendali risiko yang menjaga risiko serendah mungkin
sehingga masuk akal untuk dilaksanakan
Rekomendasi harus diberikan dalam suatu format yang dapat dipahami oleh seluruh
pihak, terlepas dari pengalamannya. Penyampaian rekomendasi sebagai hasil dari suatu
proses FSA harus diberikan tepat waktu dan memiliki akses kedokumen pendukung yang
relevan dengan suatu mekanisme yang menyertakan komentar. Hasil keluaran dari langkah
ke-5 ialah suatu perbandingan secara objektif terhadap pilihan alternatif berdasarkan
pengurangan risiko potensial dan kegunaan secara ekonomi (cost effectiveness) serta sesuai
perundang-undangan atau aturan yang sedang ditinjau-ulang atau dikembangkan dan
informasi umpan balik untuk meninjau-ulang hasil yang diberikan dalam langkah-langkah
sebelumnya.
Tujuan ke-3: Merumuskan solusi pencegahan dan mitigasi risiko kecelakaan kapal
penangkap ikan
Perumusan solusi pencegahan dan mitigasi risiko kecelakaan kapal penangkap ikan
didapatkan dari pengolahan data pada tujuan 2 yaitu berdasarkan tahapan FSA yang ke-5
Recommendations for Decision-making (rekomendasi untuk pengambilan keputusan) Hasil
tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif untuk ditentukan solusi pencegahan dan
mitigasi resiko kapal penangkap ikan.

DAFTAR PUSTAKA
BASARNAS Aceh. 2019. Rekapitulasi Kecelakaan 2019. Aceh: Laporan Basarnas Provinsi
Aceh.
Buku Statistik Tangkap. 2019. Buku Statistik Tangkap 2019. Aceh: Badan Pusat Statistik
Provinsi Aceh.
FAO. 2000. The State of World Fisheries and Aquaculture - Part 2: Selected Issues Facing
Fishers and Aquaculturists. Rome. Italy.
10

FAO, 2020. The State of World Fisheries and Aquaculture - Sustainability in Action. Rome.
Italy.
Hasugian S, Wahyuni I S, Rahmawati M, Arleiny. 2017. Pemetaan Karakteristik
Kecelakaan Kapal di Perairan Indonesia Berdasarkan Investigasi KNKT. Warta
Penelitian Perhubungan. 29(2).
ILO. 2019. Work for A Brighter Future: Global Commission on The Future of Work.
International Labour Office. Geneva. Switzerland.
IMO. 2018. Revised Guidelines for Formal Safety Assessment (FSA) for Use in The IMO
Rule-making Process. 4 ALBERT EMBANKMENT. London.
[KNKT] Komite Nasional Keselamatan Transportasi. 2019. Data Investigasi Kecelakaan
Pelayaran KNKT 2015-2019. Media Release KNKT Tahun 2019. Jakarta.
Ladesi V K. 2009. Model Formal Safety Assessment (FSA) Untuk Penilaian Risiko
Kecelakaan Di Pelabuhan Kendari. Tesis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember:
Surabaya.
Mudiyanto. 2019. Analisis Kelaiklautan Kapal Terhadap Keselamatan Pelayaran Di Kapal
Niaga (Study Kasus Pada Perusahaan Pelayaran Kapal Penumpang Di Surabaya).
Jurnal Saintek Maritim. 20(1).
Nasution R. 2013. Teknik Sampling. Sumatra Barat: Perpustakaan Digital USU.
Purwangka F, Wisudo S H, Iskandar B H, Haluan J. 2013. Identifikasi Potensi Bahaya Dan
Teknologi Keselamatan Kerja Pada Operasi Perikanan Payang Di Pelabuhan Ratu,
Jawa Barat. Jurnal Kelautan Nasional. 8(2).
Rahman H, Satria A, Iskandar B H, Soeboer D A. 2017. Penentuan Faktor Dominan
Penyebab Kecelakaan Kapal di Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok. Albacore
1(3):277-284.
Riduwan dan Kuncoro E A. 2011. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path
Analysis). Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.
Satria B dan Manfaat D. 2012. Aplikasi Formal Safety Assessment Untuk Penilaian Risiko
Kecelakaan Pada Helipad FSO:Studi Kasus FSO Kakap Natuna. Jurnal Teknik ITS.
1(1).
Sudjana, Nana, Ibrahim. 1989. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Sinar Baru.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Suhardjo B dan Suharyo O S. Penilaian Risiko Kecelakaan Kapal Berlayar Di Alur
Pelayaran Timur Surabaya Dengan Metode Formal Safety Assessment (FSA). Journal
Asro. 2(1):1-14.
Suharyo O S. 2017. Aplikasi Formal Safety Assessment Model (Fsam-Imo) Untuk
Penilaian Risiko dan Pencegahan Kecelakaan Kapal (Studi Kasus Alur Pelayaran
Barat Surabaya). Technology Science and Engineering Journal 1(1).
[UU] Undang- Undang Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Republik Indonesia No
17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai