Anda di halaman 1dari 3

Siri’ na Passe’ : Solusi Sukses dalam Berumah Tangga

Kesuksesan sebuah keluarga tidak diukur dari sebesar apa finansial yang didapatkan,
namun dilihat dari sejauh mana kita mampu menciptakan iklim keharmonisan. Salah
satu yang paling berperan untuk mewujudkan hal ini adalah istri. Kenapa? Karena
istrilah yang cenderung lebih faham terhadap seluk-beluk urusan rumah tangga, yang
notabene menjadi salah satu tugas utamanya. Meski suami sering kali digambarkan
sebagai kepala rumah tangga, namun peran istri tentu saja tidak bisa dikesampingkan,
karena sosok istri tidak jarang hadir sebagai teman berdiskusi dan berdialog suami,
yang akan mempengaruhi segala keputusan dalam lingkungan keluarga. Atas dasar itu,
sosok istri mesti memiliki jiwa yang kuat, agar mampu menjadi penopang berdiri
tegaknya sebuah rumah tangga.

Hanya saja, populasi istri di Indonesia agaknya cenderung belum memiliki jiwa kuat itu.
Kasus perceraian karena gugatan istri yang terus mendominasi menjadi salah satu
buktinya. Menurut data Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia
mencapai 447.743 kasus pada 2021, dan sebanyak 337.343 kasus atau 75,34% di
antaranya bersumber dari gugatan istri.

Jika ditelusuri lebih jauh, penyebab perceraian itu didominasi oleh perselisihan dan
pertengkaran, yakni sebanyak 279.205 kasus.

Fakta ini tentu saja memprihatinkan dan mesti menjadi perhatian, khususnya bagi kita
kalangan istri. Apalagi, kita telah memahami bersama bahwa menikah adalah ibadah
panjang yang mesti diupayakan bertahan seterusnya. Jangan sampai masalah sepele
dibiarkan terus-menerus menjadi biang pertengkaran dan menghancurkan kehidupan
rumah tangga yang telah lama ditanam dan dipupuk dengan penuh cinta.

Itulah sebabnya, penting bagi kita para istri untuk memegang kuat prinsip dan komitmen
untuk menjaga keharmonisan keluarga. Sebab, bertahan tidaknya hubungan
pernikahan bergantung pada kita yang melakoninya. Jika kita menjalaninya dengan
bekal prinsip teguh. Maka percayalah, hubungan yang dijalin tidak akan berujung pada
nuansa keruh.
Memang, setiap istri mengantongi prinsip berbeda perihal tersebut. Ada yang
mendesain liburan setiap pekan agar tak jenuh, ada pula yang rutin menyemangati
pasangan agar hubungan tetap teduh.

Hanya saja, bagi penulis, ada prinsip universal yang patut untuk dipegang seerat
mungkin, oleh seorang istri yang tengah berjuang merajut keharmonisan pernikahan.
Prinsip itu sudah sangat akrab di telinga kita. Apalagi, bagi yang hidup dan memijakkan
kaki di Bumi Bugis-Makassar. Prinsip itu dikenal dengan istilah siri' (malu) dan passe
(iba).

Kenapa mesti siri’ (malu) ?

Rasa malu adalah hal yang perlu terus-menerus dihidupkan dalam hati dan jiwa.
Sebab, ia bisa menjadi pencegah bagi siapa saja yang hendak melakukan keburukan.
Selama rasa malu itu terus bersemayam dan mendominasi hati manusia, maka saat itu
pula niat untuk melakukan keburukan akan gagal mewujud dalam kenyataan. Mungkin
itulah yang menjadi sebab, Rasulullah SAW memposisikan malu sebagai sifat yang
amat dekat dengan keimanan.

"Al-Hayaau minal iimaan (Malu itu sebagian dari iman)," demikian sabda Rasulullah.

Di sisi lain, kata Al-Hayaau (malu) ditempatkan satu akar kata dengan Al-Hayaatu
(kehidupan). Hal itu menjadi penanda bahwa antara malu dan kehidupan adalah satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Siapa saja yang menghadirkan rasa malunya, maka
saat itu pula ia memelihara kehidupannya

Dalam konteks rumah tangga, maka malulah kepada diri kita, jikalau kita gagal merajut
kekokohan hubungan pernikahan di tengah jalan.

Kenapa mesti iba ?

Iba adalah ungkapan kepedulian terhadap seseorang yang sering kali dimanifestasikan
sebagai cinta. Para cendekiawan sering kali mengukur kadar kecintaan seseorang
berdasarkan tingkat kepedulian. Tidak heran, jikalau Gus Baha pernah mengutarakan
bahwa lawan dari cinta bukanlah benci, bukan pula caci-maki. Tapi lawan dari cinta
adalah ketika tidak ada lagi rasa peduli. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa
menumbuhkan rasa iba (kepedulian) adalah bagian dari upaya untuk merawat rasa
cinta.

Dalam konteks rumah tangga, maka ibalah kepada pasanganmu, jikalau sewaktu-waktu
terbesit dalam hatimu hendak untuk meninggalkan.

Tak bisa dipungkiri bahwa prinsip siri dan passé adalah dua hal yang mesti tertanam
kuat dalam hati, khususnya bagi kita kalangan istri yang memiliki peran cukup vital
dalam rumah tangga.

Selama kedua prinsip itu tertanam abadi dalam diri, selama itu pula cinta dan
kepedulian akan tumbuh, menopang keharmonisan hubungan hingga nanti.

Anda mungkin juga menyukai