KELUARGA SAKINAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 10
Salsabilla (B73219085)
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu.
Ragwan Albaar, M.Fil.I pada mata kuliah Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah, program
studi Bimbingan Konseling Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Metode dan Teknik Konseling Keluarga Sakinah” bagi pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selalu membantu dan
membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari, makalah
yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkaan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
keluarga merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari suami, istri dan anak.
Dimana mereka mempunyai peran masing-masing dalam keluarga tersebut. Setiap
orang yang berkeluarga tentunya memiliki tujuan masing-masing, tak lain halnya
dengan pasangan suami istri yang berusaha untuk menciptakan hubungan keluarga
yang baik, harmonis, dan bahagia dalam kehidupan rumah tangganya. Pasangan
suami istri diharapkan dapat membina hubungan yang baik antara suami, istri, dan
anak-anak mereka. Karena tujuan hidup seorang laki-laki dan perempuan yang telah
melaksanakan pernikahan adalah membina bahtera rumah tangga didalam sebuah
keluarga yang harmonis dan sejahtera. Usaha dalam mengatasi problematika rumah
tangga dan menjaga hubungan baik antara satu dengan yang lain hanyalah karena
Allah yaitu mencapai keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Setiap orang memiliki harapan yang sama dalam hal keluarga, yaitu berharap
keluarganya menjadi keluarga yang bahagia, aman, tentram, damai, dan sejahtera
(sakinah). Akan tetapi, setiap orang mempunyai pemikiran dan memiliki hak cara
mereka mempertahankan sebuah pernikahan agar menjadi keluarga yang sakinah
mawadah warahmah.
Pernikahan merupakan awal dari gerbang utama yang harus dilewati oleh
pasangan suami istri dalam membentuk keluarga sakinah, mawadah warahmah
1
Departemen Agama RI, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya: juz 1-30, (Kudus: Menara Kudus, 2006).
sebagaimana yang diajarkan dalam agama (Islam). Untuk mencapai tujuan tersebut,
penting adanya metode dan teknik dalam membentuk keluarga yang sakinah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode konseling keluarga sakinah?
2. Bagaimana cara membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan konseling
pernikahan?
3. Bagaimana teknik konseling keluarga sakinah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode konseling keluarga sakinah.
2. Untuk mengetahui cara membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan
konseling pernikahan.
3. Untuk mengetahui teknik konseling keluarga sakinah.
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh karena itu, perlu metode yang konkret agar hubungan suami istri dapat
berjalan lancar lalu menjadi keluarga yang sakinah.
b. Saling mengerti
2
Aliah B. Purwakina, Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 187
mengantarkannya kepada kesuksesan, membantunya untuk mengendalikan
perilaku-perilaku yang buruk dan mengatasi kesulitan-kesulitan hidup.3
c. Saling mendengarkan
d. Saling percaya
e. Jangan menunda
Jika dalam perkawinan ditemukan suatu hal yang telah keluar dari
relnya segeralah dibicarakan. Penelitian membuktikan, pasangan yang
perkawinannya berakhir dengan kebahagiaan tidak membiarkan suatu
masalah menjadi berlarut-larut. Mereka segera berbicara dan mencari
solusi.
f. Jangan menyalahkan
3
Mohammad, Washfi, Mencapai Keluarga Barokah, (Malang: Mitra Pustaka, 2005), hal. 53
Karena itulah Islam sangat memperhatikan persoalan emosi dan
mengajarkan metode-metode untuk mengendalikannya dan
mengarahkannya kearah positif. Semua demi kebahagiaan dan kedamaian
keluarga.4
g. Bersikap fleksibel
Keluarga sakinah adalah idaman bagi semua pasangan suami istri yang
menginginkan ketenangan jiwa dan kenyamanan dalam rumah tangga.
Kehidupan rumah tangga, tidak selamanya berjalan mulus. Ada kalanya rumah
tangga diliputi rasa suka, terkadang pula diliputi rasa duka karena ada suatu
permasalahan yang dihadapinya. Karena itu diperlukan bimbingan dan
konseling pernikahan agar rumah tangga yang sudah dibangun sejak lama
tidak karam di tengah jalan. Disinilah peran konselor pernikahan diperlukan
untuk mengatasi kehidupan rumah tangga pasangan suami istri yang
bermasalah.
4
Muhammad Washfi, Mencapai Keluarga Barokah, (Malang: Mitra Pustaka, 2005), hal. 204
5
Suhendi hendi, dan Wahyu Ramdani, Pengantar Studi Sosiologi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal. 150
prapertemuan atau format isian pendahuluan. Dari data tersebut
ditetapkan masalah yang mungkin dihadapi data-data yang perlu
dikumpulkan dan siapa yang akan diundang untuk menghadapi
pertemuan pertama.
2. Kedua, tahap pembinaan hubungan baik. Pada tahap ini konselor
membina hubungan baik dengan anggota keluarga dengan cara
menunjukkan perhatian, penerimaan penghargaan, dan pemahaman
empatik. Ini saat pertama konselor bergabung dengan keluarga
yang akan dibantu meningkatkan fungsinya. Tahap ini penting
karena merupakan wahana terciptanya hubungan baik dengan
anggota keluarga, pemahaman hubungan antar anggota keluarga
dan penetapan struktur konseling.
3. Ketiga, tahap klarifikasi masalah. Setelah terbina hubungan baik
dengan semua anggota keluarga, melalui tahap sebelumnya,
konselor memperkenalkan tahap klarifikasi masalah, pada tahap ini
konselor memfasilitasi teridentifikasikan masalah yang dihadapi
keluarga yang menyebabkan keluarga tersebut meminta bantuan
konseling keluarga. Untuk itu konselor memberi stimulus dengan
pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada teridentifikasinya
masalah yang dihadapi keluarga tersebut.
4. Keempat, tahap interaksi. Pada tahap ini, konselor mengamati
bagaimana pada interaksi yang memelihara terjadinya masalah
dalam keluarga. Untuk itu konselor mendorong mereka membahas
perbedaan-perbedaan tersebut dan mencoba mencapai kesepakatan
tentang masalah yang dihadapinya. Setelah anggota kelompok
menyepakati masalah yang membuat mereka meminta bantuan
konseling maka mereka dimintai menampilkan masalah yang
dialaminya dalam konseling tersebut. Interaksi ini menjadi
informasi yang berharga untuk memahami masalah yang
sebenarnya yang dialami dalam keluarga.
5. Kelima, tahap penetapan tujuan. Tujuan tahap penetapan tujuan
ialah mencapai kesepakatan dengan keluarga tentang masalah
dapat dipecahkan dan memprakarsai proses yang akan mengubah
situasi sosial sedemikian rupa sehingga masalah tersebut tidak lagi
diperlihatkan. Untuk itu masalah yang akan dipecahkan hendaknya
dinyatakan secara spesifik dalam bentuk tujuan yang akan dicapai
sehingga dapat diketahui kapan masalah tersebut telah berhasil
dipecahkan.
6. Keenam, tahap pengakhiran. Pertemuan diakhiri dengan
mengingatkan tugas-tugas yang perlu dilakukan anggota keluarga
dan kemudian ditetapkan pertemuan selanjutnya serta menentukan
anggota keluarga yang hadir pada pertemuan berikutnya.
7. Ketujuh, tahap pasca pertemuan. Konselor perlu mencatat kesan
terhadap masalah yang dikemukakan, struktur keluarga, hipotesis
yang berkenaan dengan perubahan yang akan diperlukan, dan
tugas-tugas yang diberikan.
a. Bimbingan Preventif
c. Bimbingan Preseveratif
1. Konseling Perkawinan
6
Febrini Deni, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 35-36
pemberian layanan konseling perkawinan diorientasikan pada prinsip-
prinsip preventif dan kuratif. Artinya bahwa konseling perkawinan
digunakan sebagai bekal calon pasangan suami-istri untuk mencegah
dan menangani masalah yang akan ditimbulkan dalam kehidupan
perkawinan. Menyadari pentingnya relasi dan koalisi masing-masing
subsistem keluarga, serta mengatasi berbagai kemungkinan kondisi
rawan konflik dalam kehidupan perkawinan. Eksistensi kehidupan
pernikahan akan dapat diukur dari kualitas relasi antar individu dan
keharmonisan yang terjadi di dalamnya. Ini menunjukkan bahwa
konseling perkawinan menjadi upaya terapi bagi pasangan untuk
menyadari situasi dan melengkapi dengan upaya solutif secara mandiri
dan berkelanjutan.
a. Tahap Awal
Tahap awal konseling dilaksanakan dengan tujuan untu
menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat
langsung dalam proses konseling. Dalam tahap ini konselor melakukan
beberapa proses, yaitu membangun hubungan baik antara konselor dengan
klien, memperjelas dan mendefinisikan masalah, membuat penadsiran
masalah, serta mengasosiasikan kontark konseling.8
b. Tahap Inti
Tahap ini konseling ini digunakan untuk membantu klien
memahami gambaran dirinya serta masalah yang dihadapinya atau dapat
dikatakan bahwa tahap ini terjadinya eksplorasi kondisi klien, identifikasi
masalah dan penyebabnya, identifikasi alternative pemecahan, pengujian
dan penetapan alternative pemecahan.
c. Tahap Akhir
7
Ahmad Zaini, Membentuk Keluarga Sakinah melalui Bimbingan dan Konseling Perkawinan. (Jurnal Konseling
Islam: STAIN KUDUS, 2014), hal. 78-86
8
Abubakar Baraja, Psikologi dan teknik Konseling (Bandung Alfabeta, 2008), Cet ke-3, hal. 47
Tahap akhir konseling lebih kepada dalam proses mengakhiri
konseling, yaitu memberikan kesimpulan-kesimpulan yang mengenai hasil
proses konseling dan mengevaluasi proses konsling serta membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya. Dalam tahap ini proses konseling
terdiri dari 6 tahap yaitu:
1. Analisis; yakni tahapan pengumpulan data atau informasi dari diri klien
dan lingkungannya, dengan maksud untuk lebih mengerti tentang keadaan
kita. Adapun data yang perlu dikumpulkan yaitu dari luar diri klien dan
dari dalam diri klien sendiri, berupa fisik maupun data psikologis.
2. Sintesis; merupakan tahapan untuk merangkum mengorganisir data hasil
tahap analisis dengan sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan
gambaran diri klien yang terdiri dari kelemahan dan kelebihannya serta
kemampuan sekaligus ketidakmampuannya menyesesuaikan diri. Semua
data yang diperoleh dari analisa (informasi), dirangkum atau
dispesifikasikan untuk ditemukan akar masalah yang dihadapi klien, serta
dapat dijadikan sebagai diagnose awal dari penemuan analisa kita.
3. Diagnosis; merupakan tahapan untuk menetapkan hakikat masalah yang
sedang dihadapi klien beserta dengan sebab-sebabnya dengan membuat
perkiran-perkiran, kemungkinan yang akan dihadapi klien berkaitan
dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini. Sebelum memberikan
diagnosa terhadap keadaan klien, perlu menentukan identifikasi masalah
dan sebab (etilogi) klien.
4. Pronosis; merupakan langkah untuk memprediksi apa yang akan terjadi
pada diri klien, yaitu masalah tersebut akan terus berkembang. Informasi
yang disampaikan kepada klien dengan kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi akan mengurangi atau setidak-tidaknya memberikan jalan
keluar kepada klien bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
5. Konseling / Treatment (perlakuan).
6. Foolow up (tinda lanjut); berguna untuk melihat tingkat keberhasilan
pemberian bantuan (konseling yang telah berlangsung).
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menjaga keeratan rumah tangga merupakan tugas dari suami dan istri tetapi
terkadang ada saja konflik yang menerpa rumah tangga . perlu metode yang konkret
agar hubungan suami istri dapat berjalan lancar lalu menjadi keluarga yang sakinah
yaitu: melalui diri sendiri, saling mengerti, saling mendengarkan, saling percaya,
jangan menunda, jangan saling menyalahkan dan bersikap fleksibel.
B. Saran
Abdullah Umar, Ibnu Muhalli.(2001). Menyongsong Hidup Baru Penuh Barokah, Tuntunan
Abdul, Hamid Kisyik. (2000). Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah. Jakarta:
Mizan.
Amin, Samsul Munir. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Sinar Grafika Affset.
Al Aina’, Abu. (1996). Bagaimana Meraih Mawaddah Mawaddah Warahmah dalam Rumah
Departemen Agama RI. (2001). Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen
Agama.
Departemen Agama RI. (2003). Petunjuk teknis Pembinaan Keluarga Sakinah. Jakarta:
Provinsi DKI Jakarta. Membina Keluarga Sakinah. (2010). Jakarta: Badan Penasihatan