Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

METODE DAN TEKNIK KONSELING

KELUARGA SAKINAH

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah

Dosen Pengampu:

Dr. Ragwan Albaar, M.Fil.I

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Rizki Farida Tunisa (B93219146)

Salsabilla (B73219085)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bismillahirahmanirrahim, Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan


rahmat, hidayah-Nya, serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Metode dan
Teknik Konseling Keluarga Sakinah” ini dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu.
Ragwan Albaar, M.Fil.I pada mata kuliah Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah, program
studi Bimbingan Konseling Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Metode dan Teknik Konseling Keluarga Sakinah” bagi pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selalu membantu dan
membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari, makalah
yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkaan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gresik, 09 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Metode konseling keluarga sakinah

B. Membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan konseling pernikahan

C. Teknik konseling keluarga sakinah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

keluarga merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari suami, istri dan anak.
Dimana mereka mempunyai peran masing-masing dalam keluarga tersebut. Setiap
orang yang berkeluarga tentunya memiliki tujuan masing-masing, tak lain halnya
dengan pasangan suami istri yang berusaha untuk menciptakan hubungan keluarga
yang baik, harmonis, dan bahagia dalam kehidupan rumah tangganya. Pasangan
suami istri diharapkan dapat membina hubungan yang baik antara suami, istri, dan
anak-anak mereka. Karena tujuan hidup seorang laki-laki dan perempuan yang telah
melaksanakan pernikahan adalah membina bahtera rumah tangga didalam sebuah
keluarga yang harmonis dan sejahtera. Usaha dalam mengatasi problematika rumah
tangga dan menjaga hubungan baik antara satu dengan yang lain hanyalah karena
Allah yaitu mencapai keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

Keluarga sakinah merupakan dambaan setiap insan yang bersuami istri.


Keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang, damai, tentram dan memuaskan hati.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.1 Bahwa keluarga sakinah adalah
suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan
mengharapkan ridha dari yang maha pencipta, yaitu Allah SWT dan mampu
menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia dalam mengusahakan
terwujudnya kehidupan yang sejahtera di dunia maupun di akhirat.

Setiap orang memiliki harapan yang sama dalam hal keluarga, yaitu berharap
keluarganya menjadi keluarga yang bahagia, aman, tentram, damai, dan sejahtera
(sakinah). Akan tetapi, setiap orang mempunyai pemikiran dan memiliki hak cara
mereka mempertahankan sebuah pernikahan agar menjadi keluarga yang sakinah
mawadah warahmah.

Pernikahan merupakan awal dari gerbang utama yang harus dilewati oleh
pasangan suami istri dalam membentuk keluarga sakinah, mawadah warahmah

1
Departemen Agama RI, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya: juz 1-30, (Kudus: Menara Kudus, 2006).
sebagaimana yang diajarkan dalam agama (Islam). Untuk mencapai tujuan tersebut,
penting adanya metode dan teknik dalam membentuk keluarga yang sakinah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode konseling keluarga sakinah?
2. Bagaimana cara membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan konseling
pernikahan?
3. Bagaimana teknik konseling keluarga sakinah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode konseling keluarga sakinah.
2. Untuk mengetahui cara membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan
konseling pernikahan.
3. Untuk mengetahui teknik konseling keluarga sakinah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Konseling Keluarga Sakinah

Menjalin keserasian hubungan suami istri agar menjadi keluarga sakinah


memang tidak mudah. Setidaknya hal itu didasari oleh pemikiran bahwa perkawinan
di sebut sesuatu yang aneh karena menyatukan dua orang dengan latar belakang yang
berbeda. Jika kemudian dalam bahtera perkawinan terdapat perbedaan, hal itu
sangatlah wajar sebagai perkawinan merupakan media yang berupaya memperkecil
perbedaan untuk menggapai kebersamaan. Jika hal itu terjadi maka yang muncul ke
permukaan adalah perbedaan konflik.

Oleh karena itu, perlu metode yang konkret agar hubungan suami istri dapat
berjalan lancar lalu menjadi keluarga yang sakinah.

a. Melalui dari diri sendiri

Dalam pergaulan antara suami istri akan ditemukan suatu


perbedaan. Agar perbedaan ini tidak mengganggu keserasian hubungan
antara keduanya, ada cara lain untuk menyelesaikannya, yaitu memulainya
dari diri sendiri. Kemampuan untuk memahami diri sendiri atau konsep
diri berkembang sejalan dengan usia seseorang.2

b. Saling mengerti

Dalam pergaulan suami istri, pertengkaran merupakan suatu hal


yang tidak dapat dihindari. Untuk meminimalisasikannya dianjurkan untuk
menyelesaikan masalah tanpa harus menyalakan pasangan dan
menggunakan senjata yang mematikan. Perbedaan emosi laki-laki dan
perempuan adalah, seorang laki-laki akan menggunakan akalnya untuk
mengatasi emosinya, tidak larut dan berusaha mengendalikan serta
mengarahkan emosinya ke arah sesuatu yang positif, yang akan

2
Aliah B. Purwakina, Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 187
mengantarkannya kepada kesuksesan, membantunya untuk mengendalikan
perilaku-perilaku yang buruk dan mengatasi kesulitan-kesulitan hidup.3

c. Saling mendengarkan

Belajarlah mendengarkan, lalu memberikan tanggapan yang


diperlukan. Sebagian kita belum mampu jadi pendengar yang baik, hal ini
karena kita begitu rapuh. Kita tidak ingin mendengar sehingga menjadi
sumber yang menyebabkan pasangan menderita.

d. Saling percaya

Kesulitan yang muncul dalam hubungan suami istri yang sulit


diubah karena ada alasan yang spesifik. Perkawinan mempunyai masalah
yang buruk akibat terjebak dalam emosi yang berasal dari masa lalu. Masa
lalu biasanya menyatakan diri dalam bentuk terselubung dan asumsi-
asumsi. Perkawinan diharapkan sebagai jembatan terakhir untuk
menghapus kekecewaan di masa lalu.

e. Jangan menunda

Jika dalam perkawinan ditemukan suatu hal yang telah keluar dari
relnya segeralah dibicarakan. Penelitian membuktikan, pasangan yang
perkawinannya berakhir dengan kebahagiaan tidak membiarkan suatu
masalah menjadi berlarut-larut. Mereka segera berbicara dan mencari
solusi.

f. Jangan menyalahkan

Dalam berdiskusi, jangan menyalahkan pasangan. Berilah pendapat


mengenai hal yang bisa dilakukan. Emosi terkait dengan akal pikiran
terdalam, yang jika tidak menemukan hal-hal yang bisa meringankannya,
dan segala perasaan hati yang mengiringinya meledak, maka akan
mengakibatkan kepribadian menjadi tidak stabil. Orang yang sangat
mencemburui istrinya dan tidak mampu meringankan beban yang ada pada
dirinya maka emosi akan memperdayai.

3
Mohammad, Washfi, Mencapai Keluarga Barokah, (Malang: Mitra Pustaka, 2005), hal. 53
Karena itulah Islam sangat memperhatikan persoalan emosi dan
mengajarkan metode-metode untuk mengendalikannya dan
mengarahkannya kearah positif. Semua demi kebahagiaan dan kedamaian
keluarga.4

g. Bersikap fleksibel

Pasangan yang cerdik akan mencari jalan untuk meredakan


ketegangan sebelum ketegangan itu berubah menjadi tidak terkendali. Satu
perbuatan kecil bisa mendatangkan perubahan besar.5

B. Membentuk Keluarga Sakinah melalui Bimbingan dan Konseling


Pernikahan

Keluarga sakinah adalah idaman bagi semua pasangan suami istri yang
menginginkan ketenangan jiwa dan kenyamanan dalam rumah tangga.
Kehidupan rumah tangga, tidak selamanya berjalan mulus. Ada kalanya rumah
tangga diliputi rasa suka, terkadang pula diliputi rasa duka karena ada suatu
permasalahan yang dihadapinya. Karena itu diperlukan bimbingan dan
konseling pernikahan agar rumah tangga yang sudah dibangun sejak lama
tidak karam di tengah jalan. Disinilah peran konselor pernikahan diperlukan
untuk mengatasi kehidupan rumah tangga pasangan suami istri yang
bermasalah.

Seorang konselor ketika akan melakukan konseling pernikahan, harus


memperhatikan tahap-tahap konseling. Khususnya dalam wawancara
permulaan. Hal ini penting karena wawancara permulaan menentukan suasana
bagi pertemuan konseling keluarga (pernikahan) berikutnya. Adapun tahap-
tahap konselingnya adalah sebagai berikut:

1. Pertama, perencanaan prapertemuan. Perencanaan prapertemuan


penting dilakukan untuk membuat perencanaan umum bagi
pertemuan pertama dengan keluarga yang menjadi klien. Untuk itu
diperlukan data awal tentang keluarga tersebut melalui telepon

4
Muhammad Washfi, Mencapai Keluarga Barokah, (Malang: Mitra Pustaka, 2005), hal. 204
5
Suhendi hendi, dan Wahyu Ramdani, Pengantar Studi Sosiologi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal. 150
prapertemuan atau format isian pendahuluan. Dari data tersebut
ditetapkan masalah yang mungkin dihadapi data-data yang perlu
dikumpulkan dan siapa yang akan diundang untuk menghadapi
pertemuan pertama.
2. Kedua, tahap pembinaan hubungan baik. Pada tahap ini konselor
membina hubungan baik dengan anggota keluarga dengan cara
menunjukkan perhatian, penerimaan penghargaan, dan pemahaman
empatik. Ini saat pertama konselor bergabung dengan keluarga
yang akan dibantu meningkatkan fungsinya. Tahap ini penting
karena merupakan wahana terciptanya hubungan baik dengan
anggota keluarga, pemahaman hubungan antar anggota keluarga
dan penetapan struktur konseling.
3. Ketiga, tahap klarifikasi masalah. Setelah terbina hubungan baik
dengan semua anggota keluarga, melalui tahap sebelumnya,
konselor memperkenalkan tahap klarifikasi masalah, pada tahap ini
konselor memfasilitasi teridentifikasikan masalah yang dihadapi
keluarga yang menyebabkan keluarga tersebut meminta bantuan
konseling keluarga. Untuk itu konselor memberi stimulus dengan
pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada teridentifikasinya
masalah yang dihadapi keluarga tersebut.
4. Keempat, tahap interaksi. Pada tahap ini, konselor mengamati
bagaimana pada interaksi yang memelihara terjadinya masalah
dalam keluarga. Untuk itu konselor mendorong mereka membahas
perbedaan-perbedaan tersebut dan mencoba mencapai kesepakatan
tentang masalah yang dihadapinya. Setelah anggota kelompok
menyepakati masalah yang membuat mereka meminta bantuan
konseling maka mereka dimintai menampilkan masalah yang
dialaminya dalam konseling tersebut. Interaksi ini menjadi
informasi yang berharga untuk memahami masalah yang
sebenarnya yang dialami dalam keluarga.
5. Kelima, tahap penetapan tujuan. Tujuan tahap penetapan tujuan
ialah mencapai kesepakatan dengan keluarga tentang masalah
dapat dipecahkan dan memprakarsai proses yang akan mengubah
situasi sosial sedemikian rupa sehingga masalah tersebut tidak lagi
diperlihatkan. Untuk itu masalah yang akan dipecahkan hendaknya
dinyatakan secara spesifik dalam bentuk tujuan yang akan dicapai
sehingga dapat diketahui kapan masalah tersebut telah berhasil
dipecahkan.
6. Keenam, tahap pengakhiran. Pertemuan diakhiri dengan
mengingatkan tugas-tugas yang perlu dilakukan anggota keluarga
dan kemudian ditetapkan pertemuan selanjutnya serta menentukan
anggota keluarga yang hadir pada pertemuan berikutnya.
7. Ketujuh, tahap pasca pertemuan. Konselor perlu mencatat kesan
terhadap masalah yang dikemukakan, struktur keluarga, hipotesis
yang berkenaan dengan perubahan yang akan diperlukan, dan
tugas-tugas yang diberikan.

Kemudian dalam melakukan hubungan bimbingan dan konseling


pernikahan ada tiga macam pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Bimbingan Preventif

Pendekatan bimbingan ini menolong seseorang sebelum


seseorang menghadapi masalah. Caranya ialah dengan menghadiri
masalah itu, mempersiapkan orang tua untuk menghadapi masalah
yang pasti akan dihadapi dengan memberi bekal pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan keterampilan untuk menghadapi masalah
tersebut.

b. Bimbingan Kreatif dan Kuratif

Dalam pendekatan ini pembimbing menolong seseorang


jika orang itu menghadapi masalah yang cukup berat hingga tidak
dapat diselesaikan sendiri.

c. Bimbingan Preseveratif

Bimbingan ini bertujuan untuk meningkatkan yang sudah


baik, yang mencakup sifat dan sikap yang menguntungkan
tercapainya penyesuaian diri dan terhadap lingkungan kesehatan
jiwa yang telah dimilikinya, kesehatan jasmani, dan kebiasaan-
kebiasaan hidup yang sehat, kebiasaan bergaul yang baik dan
sebagainya.

C. Teknik Konseling Keluarga Sakinah

1. Konseling Perkawinan

Konseling perkawinan sering diidetifikasikan dengan konseling


keluarga. Zaini menyebutkan bahwa bimbingan perkawinan dipahami
sebagai proses pemberian bimbingan dan bantuan untuk mengubah dan
membangun hubungan keluarga guna mencapai keharmonisan.
Konseling perkawinan melibatkan fungsi-fungsi terapi. Fungsi terapi
yang dibentuk dalam konseling perkawinan adalah bagaimana fungsi
relasi yang ada pada keluarga dapat dijalankan, dan dimanfaatkan
untuk mencegah, menangani problem relasi dan hubungan
kekeluargaan, selanjutnya mengembangkan hubungan saling
menguntungkan demi keharmonisan dan kesejahteraan. Konseling
perkawinan seperti diungkapkan Kathrin Geldard dan David Geldard
bertujuan membangun kesadaran keluarga baik dalam pola relasinnya,
komunikasi, pola hubungan, dan aliansi mengatasi masalah personal
dan sosial. Proses ini penting dilakukan mengingat keluarga bagian
paling urgen sebagai pembentuk kekuatan masyarakat. Konseling
perkawinan mengarahkan anggota keluarga menyadari fungsi, peran
dan tanggung jawab individu dalam keluarganya. Kehidupan
perkawinan harus dijalankan dengan landasan tanggung jawab, peran,
kekuasaan yang sesuai dengan kaidah norma yang berlaku di
masyarakat maupun ajaran agama. 6

Arah selanjutnya menjadikan kehidupan perkawinan selalu


diliputi dengan rasa aman, nyaman, tenteram, dan bahagia. Konteks

6
Febrini Deni, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 35-36
pemberian layanan konseling perkawinan diorientasikan pada prinsip-
prinsip preventif dan kuratif. Artinya bahwa konseling perkawinan
digunakan sebagai bekal calon pasangan suami-istri untuk mencegah
dan menangani masalah yang akan ditimbulkan dalam kehidupan
perkawinan. Menyadari pentingnya relasi dan koalisi masing-masing
subsistem keluarga, serta mengatasi berbagai kemungkinan kondisi
rawan konflik dalam kehidupan perkawinan. Eksistensi kehidupan
pernikahan akan dapat diukur dari kualitas relasi antar individu dan
keharmonisan yang terjadi di dalamnya. Ini menunjukkan bahwa
konseling perkawinan menjadi upaya terapi bagi pasangan untuk
menyadari situasi dan melengkapi dengan upaya solutif secara mandiri
dan berkelanjutan.

Bowen menyebutkan bahwa proses terapi yang terlibat dalam


konseling perkawinan dengan pendekatan psikologi sosial adalah
terapi naratif dan berorientasi pada pemecahan masalah relasional
beserta alternatifnya. Teorinya berkembang dari praktik dan prinsip
struktur pembentuk keluarga serta kelekatan yang terbangun dalam
keluarga yang diadopsi dari psikoanalisis. Terdapat lima model
konseling perkawinan yang menekankan pada relasi keluarga yaitu
terapi keluarga multigenerasi, strategis, eksperiensal, struktural, dan
konstruktif.

Terapi keluarga multigenerasi memusatkan perhatian


membantu keluarga mengembangkan wawasan-wawasan kehidupan
perkawinan. Pemikiran utamanya diberikan pada pentingnya
differentiating anggota keluarga. Diferentiating memaparkan pada
pembeda konsep intrapsikis dan interpersonal pada keluarga. Dinamika
keluarga yang terbentuk pada kehidupan perkawinan ditularkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Cara untuk mengubah masalah
kehidupan perkawinan dengan mengubah interaksi-interaksi individu
dengan keluarga asalnya. Kedekatan pada keluarga asal harus
diputuskan sebagai upaya diferensiasi diri karena dapat membebaskan
kelekatan emosional yang justru akan melahirkan konflik antar
keluarga.
Terapi keluarga strategis adalah terapi yang mendasarkan pada
pemanfaatan sibernetika untuk menjelaskan dinamika keluarga.
Konsep sibernetik memberikan keterangan masalah dalam keluarga
pada saat keluarga menunjukkan reaksi terhadap suatu masalah, dan
menerapkan solusi yang tepat atas masalah. Orientasi terapi yang
dilakukan adalah reframing mengubah sudut pandang suatu perilaku.
Konselor pada konsep ini berperan sebagai konsultan ahli yang
berfungsi memandu para keluarga mengubah cara berperilaku dalam
relasi dengan keluarga lainnya. Layanan yang ada dalam terapi
strategis mencakup pemberian nasihat, saran, melatih, member tugas
dan melakukan intervensi paradoks. Intervensi ini merupakan proses
reframing yang mengonotasikan masalah dan perilaku anggota
keluarga secara simtomatik.

Terapi keluarga eksperiensial bermaksud untuk memaknai


eksistensi manusia keluarga berdasarkan pada pengalaman-
pengalaman pribadi. Pengalaman-pengalaman pribadi ini membawa
anggota keluarga berhubungan dengan emosi-emosinya selama proses
konseling. Orientasi dasarnya mengedepankan adanya keyakinan,
kearifan alamiah, komunikasi, emosi yang jujur, akal yang kreatif,
bersemangat, penuh cinta, dan bersifat produktif. Keluarga yang sehat
dalam pandangan teori ini adalah keluarga yang memberikan
keleluasaan individual, tidak mengabaikan kebersamaan, memiliki
cukup rasa aman, kasih sayang dan cinta, jujur memelihara perasaan,
dan cukup memberikan kebebasan menjadi diri sendiri. Aspek
subjektivitas banyak berperan dalam proses terapi eksperiensial.
Kondisi ini dilatarbelakangi pada keyakinan bahwa individu dalam
keluarga memiliki hak menjadi diri sendiri. Proses terapi mengarahkan
individu untuk aktif berkomunikasi melalui emosi-emosinya,
melakukan pengungkapan, memunculkan ikatan keluarga,
mengutamakan autentisitas. Konselor dalam terapi ini berperan sebagai
fasilitator yang membantu klien memperjels komunikasi dalam
keluarga dan menjauhkan orang dari keluhan-keluhan menuju pada
penemuan solusi. Penguatan rasa harga diri para anggota keluarga
dilakukan dengan menekankan pada maksud-maksud positifnya.

Terapi keluarga struktural menekankan pada struktur keluarga,


subsistem keluarga, dan batasan-batasan. Keluarga dalam
kehidupanperkawinan akan berinteraksi satu dengan yang lainnya
dalam rangkainan pola terorganisasi secara spesifik. Keluarga sebagian
besar memmpunyai struktur hierarkis anatara orang dewasa, dan anak-
anak dalam kekuatan dan otoritas berbeda. Struktur hierarki orang
dewasa sangat penting dalam rangka mengelola keluarga, sehingga
diharapkan mampu mengubah struktur keluarga, dan para anggotanya
mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi yang berubah serta
berkembang. Perubahan struktur yang diharapkan dalam proses
konseling harus didasarkan pada struktur keluarga itu sendiri, pola
komunikasi dan selanjutnya memodifikasi-pola tersebut. Kerjasama
dan koordinasi anggota keluarga dalam terapi ini sangat menentukan
sehingga struktur yang terbentuk adalah struktur hasil kerja partisipatif
seluruh anggota keluarga.

Terapi keluarga konstruktif mendasarkan pemahaman tentang


makna keluarga. Menyadari makna keluarga dilakukan dengan
membantu anggota keluarga untuk bergaul dan berinteraksi secara
efektif, berkomunikasi dan konstruksi bersama, serta memiliki
kepekaan terhadap relasi dan nilai. Praktik konseling ini
mengedepankan terjadinya proses refleksi sehingga hal-hal yang
diasumsikan tidak membantu dapat ditangguhkan. Akibatnya terapi
keluarga membantu terjadinya pergeseran pendekatan dari penerapan
pengetahuan menjadi perimbangan nilai-nilai yang inheren. Terjadi
adopsi posisi yang awalnya tidak diketahui, tidak ditanyakan menjadi
pemahaman dan eksternalisasi masalah, sehingga terbentuk modifikasi
solusi atas masalah yang dihadapi keluarga. Model-model konseling
perkawinan memberikan pemahaman bahwa individu dalam keluarga
memainkan peran pentingnya secara efektif. Apapun model yang
digunakan, muara dari pelaksanaan konseling perkawinan adalah
menumbuhkan pemahaman dan kesadaran individu mengani
kehidupan perkawinan. Pemahaman dan kesadaran yang meningkat
bukan hanya terletak pada keluarga inti melainkan juga pada anggota
keluarga lainnya. Keluarga memerlukan upaya peningkatan kesadaran
atas apa yang ada dalam kehidupan perikahan, sehingga membawa
keluarga dan anggotanya menuju pada posisi kemampuan untuk
mengambil keputusan tentang perubahan bagi kehidupan
perkawinannya.7

2. Proses dan Teknik Konseling Keluarga

Proses pelaksanaan konseling keluarga berbeda dengan konseling


individual karena ditentukan oleh beberapa faktor seperti jumlah kliennya
(anggota keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat
beragam dan bersifat emosional dan konselor harus melibatkan diri dalam
dinamika konseling keluarga. Menurut Abubakar Baraja. proses konseling
terdapat unsur-unsur dan tahapan yang dapat dilakukan konselor untuk lebih
meringankan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi klien. Dalam secara
umum proses konseling dibagi atas tiga tahapan, yakni:

a. Tahap Awal
Tahap awal konseling dilaksanakan dengan tujuan untu
menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat
langsung dalam proses konseling. Dalam tahap ini konselor melakukan
beberapa proses, yaitu membangun hubungan baik antara konselor dengan
klien, memperjelas dan mendefinisikan masalah, membuat penadsiran
masalah, serta mengasosiasikan kontark konseling.8
b. Tahap Inti
Tahap ini konseling ini digunakan untuk membantu klien
memahami gambaran dirinya serta masalah yang dihadapinya atau dapat
dikatakan bahwa tahap ini terjadinya eksplorasi kondisi klien, identifikasi
masalah dan penyebabnya, identifikasi alternative pemecahan, pengujian
dan penetapan alternative pemecahan.
c. Tahap Akhir

7
Ahmad Zaini, Membentuk Keluarga Sakinah melalui Bimbingan dan Konseling Perkawinan. (Jurnal Konseling
Islam: STAIN KUDUS, 2014), hal. 78-86
8
Abubakar Baraja, Psikologi dan teknik Konseling (Bandung Alfabeta, 2008), Cet ke-3, hal. 47
Tahap akhir konseling lebih kepada dalam proses mengakhiri
konseling, yaitu memberikan kesimpulan-kesimpulan yang mengenai hasil
proses konseling dan mengevaluasi proses konsling serta membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya. Dalam tahap ini proses konseling
terdiri dari 6 tahap yaitu:

1. Analisis; yakni tahapan pengumpulan data atau informasi dari diri klien
dan lingkungannya, dengan maksud untuk lebih mengerti tentang keadaan
kita. Adapun data yang perlu dikumpulkan yaitu dari luar diri klien dan
dari dalam diri klien sendiri, berupa fisik maupun data psikologis.
2. Sintesis; merupakan tahapan untuk merangkum mengorganisir data hasil
tahap analisis dengan sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan
gambaran diri klien yang terdiri dari kelemahan dan kelebihannya serta
kemampuan sekaligus ketidakmampuannya menyesesuaikan diri. Semua
data yang diperoleh dari analisa (informasi), dirangkum atau
dispesifikasikan untuk ditemukan akar masalah yang dihadapi klien, serta
dapat dijadikan sebagai diagnose awal dari penemuan analisa kita.
3. Diagnosis; merupakan tahapan untuk menetapkan hakikat masalah yang
sedang dihadapi klien beserta dengan sebab-sebabnya dengan membuat
perkiran-perkiran, kemungkinan yang akan dihadapi klien berkaitan
dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini. Sebelum memberikan
diagnosa terhadap keadaan klien, perlu menentukan identifikasi masalah
dan sebab (etilogi) klien.
4. Pronosis; merupakan langkah untuk memprediksi apa yang akan terjadi
pada diri klien, yaitu masalah tersebut akan terus berkembang. Informasi
yang disampaikan kepada klien dengan kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi akan mengurangi atau setidak-tidaknya memberikan jalan
keluar kepada klien bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
5. Konseling / Treatment (perlakuan).
6. Foolow up (tinda lanjut); berguna untuk melihat tingkat keberhasilan
pemberian bantuan (konseling yang telah berlangsung).
III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menjaga keeratan rumah tangga merupakan tugas dari suami dan istri tetapi
terkadang ada saja konflik yang menerpa rumah tangga . perlu metode yang konkret
agar hubungan suami istri dapat berjalan lancar lalu menjadi keluarga yang sakinah
yaitu: melalui diri sendiri, saling mengerti, saling mendengarkan, saling percaya,
jangan menunda, jangan saling menyalahkan dan bersikap fleksibel.

Membentuk keluarga sakinah melalui bimbingan dan konseling pernikahan


dengan adanya perencanaan pernikahan, pembinaan hubungan yang baik, klarifikasi
masalah jika ada masalah yang muncul, tahap insteraksi, tahap penetapan tujuan dan
pengakhiran. Dan juga adanya Teknik konseling keluarga sakinah yang secara umum
melalui proses tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir di tahap akhir melalui analisis,
sintesis, diagnosis, pronosis, konseling kemudian follow up klien

B. Saran

Untuk referensinya harus diperbanyak, penulis menyadari makalah diatas masih


banyak kesalahan dan minimnya penjelasan karena tidak mencari materi dari berbagai
sumber. Sehingga pemakalah akan berusaha mencari lebih banyak referensi untuk
makalah yang lebih baik lagi dan agar materi tersampaikan dengan baik kepada
seluruh pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Umar, Ibnu Muhalli.(2001). Menyongsong Hidup Baru Penuh Barokah, Tuntunan

Pernikahan Dalam Bingkai Al Qur’an. Yogyakarta: Media Insani.

Abdul, Hamid Kisyik. (2000). Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah. Jakarta:

Mizan.

Amin, Samsul Munir. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Sinar Grafika Affset.

Al Aina’, Abu. (1996). Bagaimana Meraih Mawaddah Mawaddah Warahmah dalam Rumah

Tangga. Solo: Pustaka Amanah.

Daud, M. (2013). Program Keluarga Sakinah dan Tipologinya. Palembang: Widyaiswara

Madya Balai Diklat Keagamaan.

Departemen Agama RI. (2001). Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen

Agama.

Departemen Agama RI. (2003). Petunjuk teknis Pembinaan Keluarga Sakinah. Jakarta:

Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam.

Hawari, Dadang. (1996). Membina Keluarga Sakinah. Jakarta: Pustaka Antara.

Junaedi, Dedi. (2001). Bimbingan Perkawinan, Membina Keluarga Sakinah Menurut Al

Qur’an dan As Sunnah, Jakarta: Akademia Presindo.

Provinsi DKI Jakarta. Membina Keluarga Sakinah. (2010). Jakarta: Badan Penasihatan

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai