Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MENGENAL KARAKTER CALON PASANGAN


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingn Konseling Keluarga Sakinah

Oleh:

Ahmad Taufik B53219062

Muhammad Pazli B53219067

Fadhli Rahman Rinadi B03219017

Semester 6 / Kelas B1

Dosen Pengampu:

Dr. Ragwan Albaar, M. Fil. I

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehinga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Mengenal Karakter
Calon Pasangan” ini tepat waktuya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas “Dr.
Ragwan Albaar, M. Fil. I” pada mata kuliah “Bimbingan Konseling Keluarga
Sakinah”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Mengenal Karakter Calon Pasangan” bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada “Dr. Ragwan Albaar, M. Fil. I” selaku
dosen mata kuliah “Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah” yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang ditekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Surabaya, 12 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................................2
A. Keharusan Mengenali Karakter Calon Pasangan Sebelum Menikah.........................2
B. Mengetahui Karakter Diri Sendiri.................................................................................4
C. Cara Mengetahui Karakter Calon Pasangan................................................................5
KESIMPULAN...............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Seperti
halnya sebuah baju, pernikahan mempunyai tren mode yang terus berubah. Pada masa lalu
kita mengenal kisah Siti Nurbaya sebagai suatu penggambaran perjodohan di masa lalu
sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita akan mencibir jika ada
orangtua yang menjodohkan anak‐anaknya karena sekarang tren telah berubah. Muda‐
mudi jaman sekarang pada umumnya berpacaran sebelum memasuki jenjang pernikahan
dengan alasan agar dapat lebih mengenal karakter calon pasangannya nanti.
Pernikahan dengan atau tanpa masa pacaran pasti mempunyai sisi positif dan sisi
negatifnya. Banyak pendapat, pertentangan dan perdebatan tentang perlu tidaknya masa
pacaran sebagai sebuah hubungan heteroseksual maupun dalam hubungannya dengan
pernikahan. Pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau dapat pula bercerai di tengah
perjalanannya. Suatu pernikahan yang berhasil tentulah yang diharapkan setiap pasangan.
Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam mengukur keberhasilan pernikahan.
Kriteria itu antara lain (a) awetnya suatu pernikahan, (b) kebahagiaan suami dan isteri, (c)
kepuasan pernikahan, (d) penyesuaian seksual, (e) penyesuaian pernikahan, dan (f)
kesatuan pasangan (Burgess dan Locke, 1960). Di sini kepuasan pernikahan menjadi salah
satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pernikahan. Dari permasalahan tersebut,
penulis ingin mengetahui bagaimana cara mengetahui karakter calon pasangan bagi
seseorang yang ingin menikah.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah seseorang harus mengetahui karakter calon pasangannya sebelum menikah?


2. Bagaimana cara mengetahui karakter diri sendiri?
3. Bagaimana cara mengetahui karakter calon pasangan yang sesuai dengan masing-
masing individu?

C. Tujuan

1. Mengetahui seberapa penting mengenal calon pasangan sebelum menikah


2. Mengetahui karakter diri sendiri
3. Mengetahui karakter calon pasangan seperti apa yang sesuai dengan masing-masing
individu.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keharusan Mengenali Karakter Calon Pasangan Sebelum Menikah

Pernikahan adalah suatu peristiwa yang didambakan oleh manusia normal pada
umumnya. Nikah juga merupakan sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan.
Pernikahan adalah peristiwa yang sakral dan suci. Dan idealnya hanya dilakukan sekali
seumur hidup, khususnya bagi perempuan yang kebanyakan tidak mau di madu. Karena
menikah ini juga merupakan sunnah Rasulullah SAW, banyak terdapat hadist-hadist yang
menganjurkan untuk menikah. Salah satu hadist Rasulullah SAW

ِ ‫ َذا‬44ِ‫ا ْظفَ ْر ب‬44َ‫ ِد ْينِ َها ف‬44ِ‫ا َول‬44‫بِ َها َولِ َج َمالِ َه‬44‫س‬
‫دَا َك‬44َ‫ ِربَتْ ي‬44َ‫ ِّد ْي ِن ت‬44‫ت ال‬ ٍ َ‫رَأةُ َِأل ْرب‬44
َ ‫ا َولِ َح‬44‫ع لِ َمالِ َه‬44 ْ ‫تُ ْن َك ُح ا ْل َم‬

Artinya: “Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya,


kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau
beruntung”.1

Hadist ini mengisyaratkan bagaimana memilih jodoh yang baik. Meski Nabi
mendahulukan harta, keturunan, dan kecantikan namun dalam akhir hadistnya mengatakan
bahwa sebaiknya memenangkan mereka yang baik agamanya. Hal ini menandakan bahwa
sebenarnya agama merupakan kriteria paling utama.

Dalam hadist lain juga disebutkan agar seorang pemuda untuk cepat menikah jika dia
sudah mampu

‫ج َو َمنْ لَ ْم‬ َ ‫ص ِر َوَأ ْح‬


ِ ‫صنُ لِ ْلفَ ْر‬ ُّ ‫ستَطَا َع ِم ْن ُك ْم ا ْلبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّو ْج فَِإنَّهُ َأ َغ‬
َ َ‫ض لِ ْلب‬ ْ ‫ب َمنْ ا‬ ِ ‫شبَا‬ َّ ‫ش َر ال‬ َ ‫يَا َم ْع‬
‫ص ْو ِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬
َّ ‫ست َِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬ْ َ‫ي‬
Artinya: “Wahai para pemuda, siapa yang sudah mampu menafkahi biaya rumah tangga,
hendaknya dia menikah. Karena hal itu lebih menundukkan pandangannya dan menjaga
kemaluannya. Siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa, karena puasa dapat
meringankan syahwatnya.”2

Dalam pola pergaulan modern saat ini, terutama dikalangan anak muda, seringkali
“cinta” dikaitan dengan ketertarikan antara dua lawan jenis yang kemudian dilambangkan
menjadi hubungan/pacaran. Maka makna cintapun menjadi hal yang sangat mudah untuk
seseorang mengatakannya. Apalagi, “cinta” itu sendiri dengan mudahnya berubah menjadi
benci dan dendam saat keinginan tidak terpenuhi.

1
Ahmad al-Hasyimy Bek, Mukhtar Al-Ahadist An-Nabawi Wal Hikam Al-Muhammadiyah. Hal. 63 No. 21
2
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Panduan Lengkap Masalah Fiqih, Akhlak dan Keutamaan Amal.
Jakarta: Mizan Pustaka, 2010. Hal. 210

2
Ketika seseorang menjalin hubungan dengan lawan jenis sekian lamanya, beberapa
perasaanpun muncul baik itu positif maupun negatif. Hubungan pacaran menjadi semacam
perkawinan. Kadang pasangan itu, memiliki tanggung jawab, motivasi, dan kesetian.
Tetapi, selama berpacaran terkadang muncul pelukan, berpegangan tangan, ciuman bahkan
lebih jauh.

Dari sini muncul persoalan, bagaimana hubungan antara laki-laki dan perempuan,
bolehkah mereka saling mencintai di luar pernikahan, sementara Islam “melarang keras
berpacaran” antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim untuk saling berhubungan
dekat, seperti saling pandang-pandangan yang tidak lebih dari tiga kali, karena ketiga
kalinya adalah nafsu. Dan sesungguhnya pernikahanlah jalan bercinta yang paling benar,
dan cinta seperti ini adalah cinta yang tidak memperbudak.

Bagaimana kita bisa menemukan calon istri tanpa pacaran. Islam telah menetapkan
jalan tengah untuk mewujudkan saling mengenal (ta’aruf) antara dua calon, dan didalam
tahap pengenalanpun keduanya saling mengetahui satu sama lainnya, namun tidak
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya.

Dalam proses berkeluarga tentu sering terjadi banyak perbedaan pendapat. Acapkali
perbedaan kecil membuat pasangan suami istri bertengkar. Oleh karena itu, penting bagi
kedua belah pihak mengenal karakter satu sama lain agar pertengkaran tak berlangsung
lama.

Setiap manusia dilahirkan dengan karakter dan bakatnya masing-masing, dan itu bisa
tumbuh dan terbentuk dari berbagai faktor seperti lingkungan dan pola asuh orangtua. Pada
akhirnya, dalam pernikahan dua orang yang berbeda akan selalu bersama, sehingga
penting untuk saling mengenal karakter diri masing-masing supaya bisa saling menghargai
dan mendukung.

Kepuasan dalam pernikahan merupakan suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian
antara yang terjadi dengan yang diharapkan, atau perbandingan dari hubungan yang aktual
dengan pilihan jika hubungan yang dijalani akan berakhir. Baik suami ataupun isteri dapat
mengalami ketidakpuasan dalam pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah
tangganya akibat kurang mengenali karakter dan keinginan pasangannya.

Secara umum kepuasan pernikahan akan lebih tinggi diantara orang‐orang religius
daripada orang‐orang dengan religiusitas rendah. Hal ini terutama berlaku untuk
perempuan. Agama seringkali menjadi kompensasi dari rendahnya kepuasan seksual. Bagi
wanita, religiusitas membuat pernikahan lebih memuaskan, namun tidak sepenuhnya benar
untuk laki‐laki.3 Hal ini didukung Mahoney (dalam Bradburry, 2000) yang menyatakan
adanya korelasi positif antara kepuasan pernikahan dengan partisipasi religius.4

3
Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
(Edisi kelima) 1980.
4
Bradbury, T. N., Fincham, F. D. dan Beach, S. R. H. Research on the Nature and Determinants of Marital
Satisfaction: A Decade in Review. Journal of Marriage and the Family, 2000. 62, 964-980.

3
Glenn dan Weaver (dalam Rahmah, 1997) mengatakan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan
dan aspirasinya. Hal ini berarti makin tinggi pendidikan individu makin jelas pula
wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan pernikahannya menjadi
semakin baik.5

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa mengenali karakter calon pasangan baik calon
suami maupun istri itu sangat penting karena kita bisa mengetahui kebutuhan dan
keinginan dari masing-masing pasangan sesuai dengan gaya hidup ataupun pola pemikiran
yang dimilikinya.

B. Mengetahui Karakter Diri Sendiri

Karakter yang baik berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good),
mencintai yang baik (loving the good), dan melakukan yang baik (acting the good). Ketiga
ideal ini satu sama lain sangat berkaitan. Seseorang lahir dalam keadaan bodoh, dorongan-
dorongan primitif yang ada dalam dirinya kemungkinan dapat memerintahkan atau
menguasai akal sehatnya. Maka, efek yang mengiringi pola pengasuhan dan pendidikan
seseorang akan dapat mengarahkan kecenderungan, perasaan, dan nafsu besar menjadi
beriringan secara harmoni atas bimbingan akal dan juga ajaran agama.
Mengetahui yang baik berarti dapat memahami dan membedakan antara yang baik
dan yang buruk. Mengetahui yang baik berarti mengembangkan kemampuan untuk
menyimpulkan atau meringkaskan suatu keadaan, sengaja, memilih sesuatu yang baik
untuk dilakukan, dan kemudian melakukannya. Aristoteles menyebutnya dengan practical
wisdom (kebijakan praktis).
Memiliki kebijakan praktis berarti mengetahui keadaan apa yang diperlukan.
Mengetahui, misalnya, siswa dapat merencanakan kegiatan mereka, seperti bagaimana
mereka mengerjakan pekerjaan rumah mereka, menghabiskan waktu dengan keluarga dan
teman-teman mereka. Tetapi kebijakan praktis tidak semata-mata tentang manajemen
waktu, melainkan berkaitan pula dengan prioritas dan pemilihan sesuatu yang baik dalam
semua suasana kehidupan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk membuat
komitmen yang bijak dan menjaganya.6 Selanjutnya Aristoteles mendefiniskan karakter

5
Rahmah, L. Kepuasan pernikahan dalam kaitannya dengan menejemen konflik. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. 1997.
6
Kevin Ryan & Bohlin, Karen E. Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to
Life. San Francisco: Jossey Bass. 1999.

4
yang baik sebagai tingkah laku yang benar -tingkah laku yang benar dalam hubungannya
dengan orang lain dan juga dengan diri sendiri.
Di pihak lain, karakter, dalam pandangan filosof kontemporer seperti Michael
Novak, adalah campuran atau perpaduan dari semua kebaikan yang berasal dari tradisi
keagamaan, cerita, dan pendapat orang bijak, yang sampai kepada kita melalui sejarah.
Menurut Novak, tak seorang pun yang memiliki semua kebajikan itu, karena setiap orang
memiliki kelemahan-kelemahan.7

C. Cara Mengetahui Karakter Calon Pasangan

Menurut Herimanto dan Winarno manusia sebagai individu ternyata tidak mampu
hidup sendiri. Ia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung
pada manusia lainnya. Manusia yang saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan
manusia lain. Hal ini disebabkan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya tidak
dapt memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung dengan manusia lain membentuk kelompok-
kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia
sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lainnya.8

Syekh Kamil Muhammad dalam bukunya mengatakan nikah merupakan amalan


yang disyari’atkan9 dan menjadi salah satu sunnah yang sangat dianjurkan dari Nabi
Muhammad SAW. Dalam pernikahan tentu tidak selalu berjalan mulus pasti akan selalu
menemui ujian baik itu kecil maupun besar dan tentu ada saja masalah-masalah yang
terjadi entah itu yang disebabkan oleh diri sendiri, pasangan ataupun dari pihak lain.
Permasalahan-permasalahan dalam pernikahan sering juga terjadi penyebabnya adalah
masing-masing individu kurang dalam memahami dan mengenal pasangannya. Jadi sangat
penting sekali bagi pasangan calon pengantin itu mengenal dan memahami karakter dan
kebiasaan pasangannya. Tentu ini adalah upaya untuk dapat memperkecil masalah dalam
rumah tangga yang mungkin saja terjadi sesudah pernikahan. Keduanya harus saling
menyatukan dan menyamakan prinsip.

Sebagian orang menempuh jalan yang salah ketika ia ingin mengenal lebih dalam
calon pasangan hidupnya, ia menjalin hubungan di luar pernikahan untuk saling mengenal
lebih dekat. Hubungan ini sering disebut sebagai hubungan pacaran, dan hubungan
semacam ini adalah terlarang dalam Islam. Cara yang diperbolehkan dan lebih akurat
dalam pengenalan calon pasangan diantaranya adalah dengan menyelidiki dan bertanya-
tanya tentang watak dan karakter calon pasangan dari orang-orang di sekitar calon
pasangan yang sudah bergaul lama dengannya. Diperbolehkan juga melihat dan

7
Thomas Lickona. Educating for Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
1991.
8
Hermanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2017. Hal. 43.
9
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita/Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1998. Hal. 376.

5
memperhatikan gerak-geriknya secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui olehnya.
Dalam salah satu riwayat disebutkan:

ِ ‫ستَطَا َع َأنْ يَ ْنظُ َر ِإلَى َما يَ ْدعُوهُ ِإلَى نِ َك‬


ُ‫ فَ َخطَ ْبت‬:‫ قَا َل‬، »‫اح َها فَ ْليَ ْف َع ْل‬ ْ ‫ فَِإ ِن ا‬،َ‫ِإ َذا َخطَ َب َأ َح ُد ُك ُم ا ْل َم ْرَأة‬
ُّ ‫َجا ِريَةً فَ ُك ْنتُ َأت ََخبَُّأ لَ َها َحتَّى َرَأ ْيتُ ِم ْن َها َما َدعَانِي ِإلَى نِ َكا ِح َها َوت‬
‫َزَو ِج َها فَتَزَ َّو ْجتُ َها‬
Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu
untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia
melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku
bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk
menikahinya, lalu aku pun menikahinya.10

Kedua cara ini lebih efektif untuk mengetahui detail sifat dan karakteristik dari calon
pasangan mengingat orang dekat seperti sahabat dan keluarga calon pasangan akan
megetahui sikap jujur dan keseharian pasangan yang tidak ditutup-tutupi. Hal ini berbeda
bila seseorang menempuh jalan pacaran karena biasanya seorang pacar akan
menyembunyikan aib-aibnya di depan pasangan pacarannya dan hanya menunjukkan sikap
yang disukai oleh pacarnya.

Dibolehkan juga sekali-kali seseorang berbicara langsung dengan calon pasangannya


dengan syarat si wanita ditemani oleh mahramnya sehingga tidak terjadi khalwat,
diharapkan dengan komunikasi ini ada gambaran singkat di benak setiap calon pasangan
tentang pasangannya, dan gambaran ini diperlukan untuk melengkapi informasi yang telah
di dapat sebelumnya. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menerangkan: Apabila seorang laki-
laki ingin melamar seorang wanita boleh baginya untuk berbicara dan melihat kepadanya
dengan menghindari khalwat. Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika didatangi oleh
seorang laki-laki yang ingin meminta arahan Beliau berkata: Apakah engkau telah melihat
kepadanya? Ia menjawab: Belum. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Pergi dan
lihatlah dia. Beliau juga bersabda: Apabila salah seorang kalian melamar seorang wanita
maka kalau ia bisa melihat hal-hal yang menjadikannya tertarik untuk menikahinya
hendaknya ia melakukannya.11

Dan melihat lebih berat dari pada berbicara. Apabila pembicaraan dengannya terkait
pernikahan, tempat tinggal, cerita hidupnya sehingga Anda ketahui apakah ia mengetahui
hal ini maka ini dibolehkan bila laki-laki itu benar-benar ingin meminangnya. Adapun bila
tidak ingin meminangnya maka ia tidak boleh melakukannya.

10
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Imam. Riyadhus Shalihin. terj. Achmad Sunarto, Jakarta:
Pustaka Amani. 1999.
11
Abrasyi, Muhammad 'Athiyyah, al-Tarbiyah Al-Islamiyyah, Terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, Prinsip-Prinsip
Dasar Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.

6
KESIMPULAN

Mengenali karakter calon pasangan baik calon suami maupun istri itu sangat penting
karena kita bisa mengetahui kebutuhan dan keinginan dari masing-masing pasangan sesuai
dengan gaya hidup ataupun pola pemikiran yang dimilikinya karena setiap orang
mempunyai pola kebiasaan dan pola pemikiran yang berbeda beda sesuai dengan
bagaimana seorang itu diasuh, dididik dan lingkungan tempatnya berada.
Seseorang bisa mengetahui dan memahami calon pasangannya sebelum menikah
tanpa harus berpacaran terlebih dahulu, tetapi bisa melalui cara yang sudah diajarkan
dalam agama Islam yakni melalui ta’aruf dan bertanya karakter pasangannya kepada orang
orang terdekatnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abrasyi, Muhammad 'Athiyyah, al-Tarbiyah Al-Islamiyyah, Terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf,


Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.

Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Imam. Riyadhus Shalihin. terj. Achmad
Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani. 1999.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Panduan Lengkap Masalah Fiqih, Akhlak dan
Keutamaan Amal. Jakarta: Mizan Pustaka, 2010.

Bek, Ahmad Al-Hasyimy, Mukhtar Al-Ahadist An-Nabawi Wal Hikam Al-Muhammadiyah

Bradbury, T. N., Fincham, F. D. dan Beach, S. R. H. Research on the Nature and


Determinants of Marital Satisfaction: A Decade in Review. Journal of Marriage and the
Family, 2000.

Hermanto dan Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2017

Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.


Jakarta : Erlangga (Edisi kelima) 1980.

Iis Ardhianita dan Budi Andayani, Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran dan
Tidak Berpacaran. Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada. Volume 32, No. 2, 101-111.

Lickona, Thomas. Educating for Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta:
Bumi Aksara. 1991.

Mubarok, Fadhlan. Sistem Pendukung Keputusan Menentukan Calon Pasangan Hidup


Menurut Sunnah Rasulullah Saw Menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial. Skripsi (tidak diterbitkan). Palembang: Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Raden Fatah. 2018.

8
Rahmah, L. Kepuasan Pernikahan Dalam Kaitannya Dengan Menejemen Konflik. Skripsi
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. 1997.

Ryan, Kevin & Bohlin, Karen E. Building Character in Schools: Practical Ways to Bring
Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass. 1999

Sudrajat, Ajat. Mengapa Pendidikan Karakter?. Jurnal Pendidikan Karakater. Yogyakarta:


FIS Universitas Negeri Yogyakarta. Volume 1, No. 1, 2011

‘Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita/Al-Jami’ Fii Fiqhi An-Nisa’, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1998

Anda mungkin juga menyukai