Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HADITS TENTANG HORMAT

KEPADA KEDUA ORANG TUA


DAN
HADITS SHOLAT BERJAMA'AH
Dosen : Dr. Muhammad Ichsan, S.Pd,I., M.Ag.
D

Oleh :
Miftahul Mau’izhah (210201140)
Nur Fadhila (210201178)
Siti Nurhabibah (200201073)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Segenap puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan limpah-Nya jualah sehingga makalah yang berjudul “MAKALAH HADITS
TENTANG HORMAT KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN HADITS SHOLAT BERJAMA'AH
” ini dapat diselesaikan.

Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, baik moral, materil, kontribusi ilmu. Terutama kepada Dosen mata kuliah
Pendidikan Al-Qur’an dan hadits yaitu Bapak Dr.Muhammad Ichsan S.Pd,I.,M,Ag. yang
telah memberikan tugas demi tercapainya tujuan proses belajar mengajar yang telah
digariskan. Di dalam makalah ini membahas tentang birrul walidain sebagai bahan pelajaran
khusus juga untuk menambah pengetahuan bagi penyusun maupun bagi pembaca pada
umumnya.

Terlepas dari hal di atas kami menyadari makalah ini masih mempunyai banyak
kekurangan. Untuk itu, kami meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
memperbaiki makalah selanjutnya. Kami menyadari bahwa bagaimanapun kami berusaha
menyempurnakannya tidak akan tercapai karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata.

Banda Aceh

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….…………. 1

DAFTAR I………………………………………………………………………….………. 2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang…………………………………………………………..……………..
….. 4
2. Rumusan Masalah…………........................................................................................5
3. Tujuan……………………………….....................................................................… 5

BAB II
PEMBAHASAN
A.Berbakti kepada kedua orang tua
1. Pengertian dari Birrul Walidain serta Dalil-dalil yang berkaitan tentang hormat
kepada kedua orang
tua……...................................................................................................................... 6-7
2. Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua dan
pahalanya.................................................................................................................. 8-9
3. Contoh bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang
tua............................................................................................................................10-12
4. Contoh-contoh bentuk-bentuk durhaka kepada orang .......................................... 12-13

B.Sholat Berjam’ah
1. Pengertian sholat
Berjam’ah...........................................................................................................................14
2. Hukum Shalat Berjam’ah...................................................................................................14
3. Dalil-dalil yang Berkaitan Dengan Shalat Berjama’ah................,
……………………………………...........................................16-17
4. Aturan dan ketentuan sholat
Berjam’ah….................................................................................................................17-18

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………..................................... 19
Saran…………………………………………………………………………………..……. 20
DAFTAR PUSTAKA...………..
……………………..............................................................................21

..

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena dengan perantara
orang tualah kita dapat merasakan kenyamanan hidup yang sekarang ini. Selain itu mengingat
betapa mulianya, betapa kerasnya dan betapa banyaknya pengorbanan yang telah mereka
lakukan demi anaknya. Jasanya untuk menghidupi, memelihara dan mendidik kita dengan
semua kasih sayang yang mereka miliki, bahkan marah mereka pun merupakan suatu bentuk
sayang yang terhadap kita. sehingga dapat tumbuh besarlah kita seperti sekarang ini. Semua
karena kasih sayang yang meraka limpahkan untuk kita.

Mereka melakukan semuanya tanpa mengharap balasan dari kita, mereka


melakukannya semata-mata untuk membuat kiat menjadi yang terbaik. Perhatian mereka
terhadap kita tidak akan pernah luntur, meskipun nanti kita sudah bisa hidup mandiri. Bahkan
dalam hadits ditegaskan bahwa keridhoan Allah tergantung pada keridhoan orang tuanya.

Allah SWT sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya,
demikian juga Rasulullah SAW. dalam banyak sabdanya dengan memberikan bingkai-
bingkai khusus bahwa Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekedar
berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun Birrul Walidain memiliki nilai tambah yang
semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah bakti. Bakti itu
sendiri pun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua.
Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Arti Birrul Walidain yaitu berbuat baik terhadap
kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat
membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka”.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas penulis akan merumuskan dasar masalah sebagai
berikut:

1. Apa pengertian dari Birrul Walidain?


2. Apa keutamaan berbakti kepada kedua orang tua dan pahalanya?
3. Bagaimana contoh bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua?
4. Bagaimana contoh bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua?
5. Apa itu pengertian sholat Berjam’ah?
6. Apa Hukum Shalat Berjam’ah?
7. Apa dalil-dalil yang Berkaitan Dengan Shalat Berjama’ah?
8. Aturan dan ketentuan sholat Berjam’ah

C. Tujuannya

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan dan memahami pengertian dari Birrul Walidain serta hadits tentang
hormat kepada orang tua
2. Menjelaskan dan memahami keutamaan berbakti kepada kedua orang tua dan
pahalanya
3. Menjelaskan dan memahami hadits serta dalil tentang sholat berjamaah
4. Menjelaskan dan memahami keutamaan sholat berjamaah

6
BAB II
PEMBAHASAN

A.BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA

1.Pengertian Birrul Walidain

Birrul Walidain ditinjau secara bahasa Abu Faaris berkata: Huruf “baa” dan “raa” yang
ditasydidkan, memiliki empat arti dasar:
Kejujuran , ungkapan suara , lawan dari kata bahr dan jenis tanaman (gandum). Adapun
kejujuran, diambil dari perkataan mereka: “Fulan telah berlaku jujur”. Ia telah jujur dalam
sumpahnya, yaitu melakukannya dan menunaikannnya dengan kejujuran. Adapun
ungkapan suara, orang-orang arab mengatakan: “Tidak bisa dibedakan antara hirr dan birr.
Hirr adalah suara untuk memanggil kambing dan birr adalah suara ketika mengiringnya”.
Makna ketiga, yaitu lawan dari kata bahr (lautan), dikatakan: “Seorang lelaki terdampar
didaratan dan seorang pelaut berada dilautan”. Adapun nama jenis tanaman, diantaranya
adalah burr yaitu gandum, bentuk tunggalnya adalah burrah. Sedangkan Birrul Walidain
ditinjau secara Syar’I yaitu berbuat baik kepada orang tua, menunjukan kasih saying dan
kelemah lembutan terhadap keduanya, memperhatikan keadaan mereka berdua dan tidak
melakukan perbuatan buruk terhadap keduanya. Memulaikan temanteman keduanya sesudah
keduanya wafat.

B.Dalil-dalil yang berkaitan dengan hormat atau berbakti kepada orang tua

Di dalam al-Qur’an, setelah memerintahkan kepada manusia untuk bertauhid kepada-Nya,


Allah SWT. memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Mengenai wajibnya
seorang anak berbakti kepada orang tua diantaranya.
Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah berfirman:

۞ ‫ك َأاَّل ت َۡعبُد ُۤو ۟ا ِإاَّل ۤ ِإیَّاهُ َوبِ ۡٱل َو ٰلِد َۡی ِن ِإ ۡح َس ٰـنً ۚا ِإ َّما یَ ۡبلُغ ََّن ِعندَكَ ۡٱل ِكبَ َر َأ َح ُدهُ َم ۤا َأ ۡو ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُل لَّهُ َم ۤا‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ى َرب‬bٰ ‫ض‬
‫َاح ٱل ُّذلِّ ِمنَ ٱلر َّۡح َم ِة َوقُل رَّبِّ ۡٱر َحمۡ هُ َما َك َما‬ َ ‫ض لَهُ َما َجن‬ ۡ ِ‫ٱخف‬ ۡ ‫ َك ِری ࣰما ۝ َو‬b‫ َوقُل لَّهُ َما قَ ۡو ࣰلا‬b‫ُأ ࣲّف َواَل ت َۡنهَ ۡرهُ َما‬

َ ‫َربَّیَانِی‬
‫ص ِغی ࣰرا‬

7
Artinya : “Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah
melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan
sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut
disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
keduanya”. [Ayat 23], “Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah,
“Wahai Rabbku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil”.
[Ayat: 24], ( QS Al-Isra' ayat :23-24)”

Dalam surah Al-Ankabut ayat 8 menjelaskan tidak boleh mematuhi orang tua yang mengajari
kita kepada kekafiran yang dapat menyekutukan Allah SWT.
Yang Artinya Sebagai berikut:

“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang
tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan”. [Al-Ankabut: 8]

Hadits Tentang Hormat Kepada Orang Tua :

C.Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Pahalanya

Diantara fadhilah (keutamaan) berbakti kepada kedua orang tua, yaitu:

1. Merupakan Amal yang Paling Utama

Dengan dasar diantaranya yaitu hadist Nabi Muahmmad SAW yang disepakati oelh
Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

8
Artinya: “dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud ra. Dari Abdullah bin
Mas’ud berkata, “Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang amal-amal yang paling
utama dan dicintai Allah? Nabi SAW menjawab, Pertama shalat pada waktunya
(dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada
orang tua, ketiga jihad di jalan Allah”.

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua

Dalam hadist yang diriwyatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu
Hibban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat.
Artinya: “Abdilah bin Amr dikatakan: Dari Abdilah bin Amr bin Ash ra dikatakan bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan
murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua”

3. Berbakti Kepada Orang Tua dapat Menghilangkan Kesulitan yang sedang dialami
dengan cara bertawasul dengan amal shaleh tersebut.

Dengan dasar hadist Nabi SAW dari Ibnu Umar. Rasulullah SAW bersabda, “Pada
sutu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki
sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan
menutupi pintu gua.

Sebagian mereka berkata kepada yang lain, ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu
lakukan’. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawasul melalui amal tersebut,
dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut.

Salah satu diantara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua
orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih
kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan
memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari kau harus berjalan
jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan
aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana
sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu kau mendatangi keduanya namun keduanya
masih tertidur pulas. Anak-anaku merengek-rengek menagis untuk meminta susu ini dan aku
9
tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku
perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya
bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah
keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini
adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yang
menutupi pintu gua itu pun bergeser”.

4. Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur

Sebagaimana dalam hadist yang disepakati oleh Bukhari dan


Muslim, dari sahabat Anas ra bahwa Nabi SAW bersabda:

Artinya “Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya


maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”.

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadist-hadist Nabi SAW dianjurkan untuk


menyambung silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada
kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk
bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insya Allah
akan dimudahkan Rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi
bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkannya ajal dan umur seseorang. Walaupun masih
terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendapat yang lebih
kuat berdasarkan Nash dan Zhahir. Hadist ini bahwa umumnya memang benar-benar akan
dipanjangkan.

5. Akan Dimasukkan ke Jannah (surga) Oleh Allah SWT

Di dalam Hadist Nabi SAW disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk
surga. Maka kebalikan dari Hadist tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada orang tua
akan dimasukkan oleh Allah SWT ke jannah (surga). Dan dosa-dosa yang Allah SWT
segerakan adzabnya di dunia diantaranya berbuat Zhalim, dan Durhaka kepada orang tua.
Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah SWT
akan menghilangkannya dari berbagai malapetaka dengan izin Allah.

10
D.Bentuk-bentuk Berbakti kepada Orang Tua

Bentuk-bentuk berbuat baik kepada kedua orang tua adalah sebagi berikut:

1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik

Di dalam Hadist Nabi SAW disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang
mu’min termasuk Shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua
orang tua kita.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam
hal ini Fardhu Kifayah kecuali waktu diserang musuh maka Fardhu ‘Ain), dengan
meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah SAW bekata,
“Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya
menangis”.

Dalam riwayat lain dikatakan, “Berbaktilah kepada kedua orang tuamu”.

2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut.

Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman
atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak
boleh mengucapkan ‘ah’, apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya
karena ini merupakan dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua.

Kita tidak boleh kasar kepada orang tua kita, meskipun keduanya berbuat jahat terhadap kita.
Atau ada hak kita yang ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau keduanya
belum memenuhi apa yang kita minta walaupun mereka memiliki, kita tetap tidak boleh
durhaka kepada keduanya.

11
Tawadhu' (rendah diri) dan tidak sombong dihadapan orang tua Tidak boleh kibir (sombong)
apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita
berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang
menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.

Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan dan
merendahkan kita yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita dan bukan
sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kepada keduanya. Lakukan dengan
senang hati karena hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh
adalah orang tua kita sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat baik
selagi keduanya masih hidup.

3. Memberikan Infaq (Shadaqah) dan nafkah kepada kedua orang tua.

Semua harta kita adalah milik orang tua.


Sebagai Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 215.

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja
kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui.

4. Mendo’akan kepada kedua orang tua

Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro” (wahai Rabb-ku


kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu
kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik
serta bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada
keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdo’a di malam hari, ketika sedang
shaum, di hari jum’at dan di tempat-tempat dikabulkannya do’a agar ditunjuki dan
dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah SWT.

Apabila kedua orang tua itu meninggal maka, yang pertama kita lakukan adalah meminta
ampun kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat
12
durhaka kepada kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup. Yang kedua adalah
mendo’akan kedua orang tua kita.
Sedangkan menurut hadist-hadist yang shahih tentang amal-amal yang diperbuat untuk
kedua orang tua yang sudah wafat, adalah sebagai berikut:
a. Mendo’akannya
b. Menshalatkan ketika orang tua meninggal
c. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya
d. Membayarkan hutang-hutangnya
e. Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at

5. Menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah


menyambungnya.

Sebagaimana hadist Nabi SAW dari sahabat Abdullah bin Umar ra.
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang
adalah menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman bapaknya sesudah bapaknya
meninggal”.

6. Menaati perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan syari’at dan aqidah
.
B. Bentuk-bentuk Durhaka Kepada Orang Tua

Bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua adalah sebagai berikut:

1. Berbicara dengan kata-kata kasar


Tanda seseorang beradab adalah bertutur kata dengan kata-kata yang halus karena hal itu
menunjukkan bahwa orangnya berbudi dan tahu kesopanan dan berjiwa halus. Terhadap
orang yang lebih tua, seorang anak harus menunjukkan, dari Ibnu ‘Amir, dari Nabi SAW
besabda: “Keridhaan Allah adalah keridhaan ayah bunda dan kemurkaan-Nya ada dalam
kemurkaan mereka”.
(HR. Thabrani)

 Kata-kata kasar dan ucapan merendahkan terkadang berupa:

13
 Bersuara tinggi atau keras ketika kita berbicara terhadap orang yang lebih tua
 Menyuruh orang yang lebih tua dengan kata-kata yang kasar.
 Menyidir
 Mengumpat
 Mengata-ngatai seseorang yang lebih tua layaknya mengatai seorang pembantu
 Membentak

2. Membuang muka

Membuang muka ketika berbicara dengan orang lain merupakan perilaku yang merendahkan
lawan bicara dan cerminan dari sifat tinggi hati sang pendengar/ pembicara yang
memalingkan muka.

3. Duduk mendahului orang tua

Mendahulukan orang tua mengambil tempat duduk adalah hak orang tua yang harus
dijunjung tinggi oleh anak dimana pun orang tua dan anak berada.

4. Menghardik

Menghardik berarti membentak atau melontarkan kata-kata dengan nada suara keras.
Menghardik dimaksudkan untuk menakut-nakuti atau meluruskan sebuah kesalahan bila yang
bersalah lebih muda dalam umur dan statusnya.

5. Berkacak pinggang di depan orang tua

Orang beradab tinggi selalu bersikap rendah hati terhadap orang lain. Salah satu tanda dari
sikap tinggi hati adalah berkacak pinggang di hadapan orang lain karena merasa dirinya lebih
hebat daripada orang lain. Berpersaan orang lain lebih rendah derajatnya atau hina daripada
dirinya adalah suatu perbuatan yang sangat tercela dan dimurkai oleh Allah. Contoh
merendahkan derajat orang lain adalah “Saudara ini lulusan SD, apakah mungkin saudara
mengerti benar dan salah dari perkara yang ada”.

6. Membelakangi
14
7. Merendahkan
Merendahkan dalam artian memandang orang lain lebih rendah derajatnya/ kurang di
mata kita. Merendahkan bisa berupa ucapan maupun perbuatan. Contoh kasus anak yang
merendahkan orang tua: “Kalau saya tidak bantu setiap bulan, tentu ibu bapak tidak bisa
hidup”. Ucapan tersebut jelas-jelas merendahkan martabat orang tua karena memang sudah
menjadi tanggung jawab seorang anak untuk membantu kehidupan ibu bapaknya.

B.SHOLAT BERJAMAAH

A. Pengertian Shalat Berjama’ah

Secara umum shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih,
dimana salah satunya menjadi imam dan yang lain menjadi makmum dengan memenuhi
semua ketentuan shalat berjamaah.

B. Hukum Shalat

Berjama’ah Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat berjamaah sehingga
terpolar menjadi empat pendapat yaitu (Sunnah Mu‟akkad, Fardhu Kifayah, Fardhu „Ain dan
Syarat Sah) namun pendapat yang kuat (pendapat ulama) adalah yang mengatakan fardhu
„ain dikarenakan dalildalil yang mereka paparkan begitu banyak dan kuat sekali.

C. Dalil-dalil yang Berkaitan Dengan Shalat Berjama’ah

Ada begitu banyak dalil tentang anjuran shalat berjama‟ah, diantaranya adalah :

1. Dalil Al-Qur‟an
 Surah An-Nisa' ayat 102

ۡ‫وا ِمن َو َر ۤا ِٕى ُكم‬ ۟ ‫ا َأ ۡسلِ َحتَهُمۡۖ فَِإ َذا َس َجد‬b۟‫صلَ ٰوةَ فَ ۡلتَقُمۡ طَ ۤاىفَ ࣱة ِّم ۡنهُم َّم َعكَ َو ۡلیَ ۡأ ُخ ُذ ۤو‬
۟ ُ‫ُوا فَ ۡلیَ ُكون‬ َّ ‫َوِإ َذا ُكنتَ فِی ِهمۡ فََأقَمۡ تَ لَهُ ُم ٱل‬
ِٕ
۟ ‫ َو َّد ٱلَّ ِذینَ َكفَر‬bۗۡ‫وا ِح ۡذ َرهُمۡ َوَأ ۡسلِ َحتَهُم‬
‫ُوا لَ ۡو ت َۡغفُلُونَ ع َۡن‬ b۟ ‫ك َو ۡلیَ ۡأ ُخ ُذ‬ b۟ ُّ‫ُصل‬
َ ‫وا َم َع‬ َ ‫وا فَ ۡلی‬ ۟ ُّ‫ُصل‬ ِ ‫َو ۡلت َۡأ‬
َ ‫ت طَ ۤا ِٕىفَةٌ ُأ ۡخ َر ٰى لَمۡ ی‬

15
‫ض ٰۤى َأن‬
َ ‫م فَیَ ِمیلُونَ َعلَ ۡی ُكم َّم ۡیلَ ࣰة َو ٰ ِح َد ࣰۚة َواَل ُجنَا َح َعلَ ۡی ُكمۡ ِإن َكانَ بِ ُكمۡ َأ ࣰذى ِّمن َّمطَ ٍر َأ ۡو ُكنتُم َّم ۡر‬bۡ‫َأ ۡسلِ َحتِ ُكمۡ َوَأمۡ تِ َعتِ ُك‬
b۟ ‫َضع ُۤو ۟ا َأ ۡسلِ َحتَ ُكمۡۖ َو ُخ ُذ‬
‫وا ِح ۡذ َر ُكمۡۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َأ َع َّد لِ ۡل َك ٰـفِ ِرینَ َع َذا ࣰبا ُّم ِهی ࣰنا‬ َ ‫ت‬

Artinya : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu


kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila
mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka
hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan
hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka
denganmu.” (QS. An Nisa': 102)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa shalat berjamaah hukumnya Fardhu ‘Ain
bukan Sunnah atau Fardhu Kifayah. Seandainya hukumnya Sunnah tentu keadaan takut dari
musuh adalah udzur yang utama. Juga bukan Fardhu Kifayah karena Allah menggugurkan
kewajiban berjamaah atas rombongan kedua dengan telah berjamaahnya rombongan pertama.

 Surah Al-Baqorah ayat 43

۟ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َو ۡٱر َكع‬


َ‫ُوا َم َع ٱل َّر ٰ ِك ِعین‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ b۟ ‫َوَأقِی ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

Artinya :“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-
orang yang ruku‟.(QS. Al-Baqarah ayat: 43)

Imam Ibnu Katsir asy-Syafi‟i berkata dalam tafsirnya 1/162,


1

”Mayoritas ulama berdalil dengan ayat ini tentang wajibnya shalat berjamaah.

2. Dalil Hadits

َ ‫صالَةُ ال َّر ج ُِل فِي َج َما َع ٍة ت َِز ْي ُد َعلَى‬


‫صاَل تِ ِه فِي‬ َ : ‫ل هللاِ ﷺ‬bُ ْ‫ قَ َل َرسُو‬:‫ قَ َل‬، َ‫ع َْن اَبِ ْي هُ َر ْي َرة‬
ً‫صاَل تِ ِه فِي سُو قِ ِه بِضْ عًا َو ِع ْش ِر ينَ َد َر َجة‬
َ ‫ َو‬، ‫بَ ْيتِ ِه‬
َArtinya : Dari Abu Hurairah,ia berkata,”Rasulullah SAW bersabda,’Shalat seseorang
dengan berjamaah melebihi shalatnya seorang diri atau di pasar sebanyak dua puluh lima
derajat’.”

1
Al-Albani.Muhammad Nashiruddin”SHAHIH SUNAN IBNU MAJAH”Maktabah Al Ma’arif,Riyadh,Saudi Arabia.1998.Hal 333

16
Artinya:” Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah Saw bersabda demi Dzat
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan untuk memerintahkan
dengan kayu bakar lalu dibakar, kemudian aku memerintahkan agar adzan
dikumandangkan. Lalu aku juga memerintah seorang untuk mengimami manusia,
lalu aku berangkat kepada kaum laki-laki (yang tidak shalat) dan membakar rumah-
rumah mereka.” (HR. Bukhari 644 dan Muslim 651)

Imam Bukhari Ra membuat bab Hadits ini “Bab Wajibnya Shalat Berjamaah”. Al-Hafizh
Ibnu Hajar asy-Syafi‟i Ra berkata, Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa shalat
berjamaah Fardhu Ain, sebab jika hukumnya sunnah maka tidak mungkin Rasulullah Saw
mengancam orang yang meninggalkannya dengan ancaman bakar seperti itu.

D. Aturan atau Ketentuan Shalat Berjama’ah

Tata cara shalat berjamaah tidak jauh berbeda dengan shalat sendirian.Hanya saja ada
beberapa aturan khusus shalat berjamaah yang perlu diperhatikan agar mendapat pahala
shalat berjamaah. Di antara aturan khusus itu sebagai berikut :

1. Makmum dalam shalat berjamaah


 Mengikuti gerakan imam

Karena shalat berjamaah dipimpin imam, maka makmum wajib mengikuti seluruh
gerakan imam. Shalat berjamaah bisa jadi batal kalau makmum tidak mengikuti gerakan
imam. Jadi kalau imam
sujud, makmum harus ikut sujud. Begitu seteseterusnya

 Makmum berdiri di belakang imam

Posisi makmum saat shalat berjamaah harus berada di belakang imam. Minimal
tumit makmum tidak boleh mendahului tumit imam.Kalau posisi makmum di depan imam,
maka shalat berjamaahnya tidak sah.

 Mengetahui gerakan imam

Makmum harus mengetahui setiap gerakan imam. Kalaumakmum berada jauh dari
imam, dia harus memastikan bahwa dia bisa mengetahui gerakan imam. Supaya dia tidak
ketinggalan dan
Terlambat

 Imam dan makmum berada didalam satu masjid

Jarak antara makmum dan imam tidak boleh terlalu jauh dan harus berada dalam satu
masjid. Meskipun makmum berada di luar masjid, seperti shalat di teras masjid karena saking
ramainya jamaah, itu tetap sah selama masih dalam satu masjid dan makmum bisa
mengetahui gerakan imam. Sekarang sudah ada pengeras suara, sehingga orang yang berada
di teras masjid masih bisa mengetahui gerakan imam.

17
 Makmum niat mengikuti imam

Niat sangat penting dalam Islam. Sebab itu, makmum harus berniat mengikuti imam
dalam hatinya pada saat takbiratul ihram. KalauKalau dia tidak niat ikuti imam, maka shalat
berjamaahnya tidak sah. YangYang dimaksud dengan “mengikuti imam” atau mutaba‟atul
imam dalam pembahasan ini adalah mengikuti gerakan-gerakan imam shalat, dengan tanpa
mendahuluinya, atau membarenginya, atau telat dalam mengikutinya.

Dari definisi ini kita bisa membagi makmum dalam Mutaba‟tul Imam menjadi empat
keadaan yaitu
1) Mengikuti gerakan imam dengan segera,
2) Mendahului gerakan imam,
3) Membarengi gerakannya, dan
4) Terlalu terlambat dalam mengikuti gerakan imam.

Mutaba‟tul imam secara umum hukumnya wajib, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam :

Artinya :“Sesungguhnya imam dijadikan agar diikuti, maka janganlah kalian


menyelisihinya! Apabila ia sudah bertakbir, maka bertakbirlah kalian…” (HR. Al-
Bukhari, no. 722, dan Muslim, no. 414)

Mutaba‟atul imam yang sempurna adalah dengan mengikuti atau mengiringi gerakan
imam, segera setelah imam selesai melakukan gerakannya. Misalnya ketika kita akan ruku‟,
maka hendaknya kita menunggu hingga imam sudah dalam keadaan ruku‟ dengan sempurna,
setelah itu makmum bersegera melakukan ruku‟. Begitu pula gerakan-gerakan shalat lainnya,
seperti sujud, duduk diantara
dua sujud, bangkit dari duduk dan lain sebagainya.

2. Imam dalam shalat berjamaah


Tugas imam merupakan tugas keagamaan yang mulia, yang telah diemban sendiri
oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam ; begitu juga dengan Khulafaur Rasyidin
setelah beliau shallallahu „alaihi wasallam.

Di bawah ini, dijelaskankan tentang siapa yang berhak menjadi imam, dan beberapa
adab berkaitan dengannya, sebagaimana point-point berikut ini.

Penilaian-penilaian ini tentu berdasarkan sudut pandang syari‟at. Diantara yang harus
menjadi penilaiannya ialah :

1. Jika seseorang sebagai tamu, maka yang berhak menjadi imam ialah tuan
rumah, jika tuan rumah layak menjadi imam.
2. Penguasa lebih berhak menjadi imam, atau yang mewakilinya. Maka tidaklah
boleh maju menjadi imam, kecuali atas izinnya. Begitu juga orang yang
ditunjuk oleh penguasa sebagai imam, yang disebut dengan imam rawatib.
3. Kefasihan dan kealiman dirinya. Maksudnya, jika ada yang lebih fasih dalam
membawakan bacaan Al Quran dan lebih „alim, sebaiknya dia mendahulukan
orang tersebut.

18
Hal ini ditegaskan oleh hadits yang diriwayatkan Abi Mas`ud Al Badri Radhiyallahu
„anhu ,dari Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :

Artinya:“Yang (berhak) menjadi imam (suatu) kaum, ialah yang paling pandai
membaca Kitabullah. Jika mereka dalam bacaan sama, maka yang lebih mengetahui
tentang sunnah. Jika mereka dalam sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah.
Jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih dahulu masuk Islam (dalam riwayat
lain: umur). Dan janganlah seseorang menjadi imam terhadap yang lain di tempat
kekuasaannya (dalam riwayat lain: di rumahnya). Dan janganlah duduk di tempat
duduknya, kecuali seizinnya”. (HR. Muslim 2/133)

4. Seseorang tidak dianjurkan menjadi imam, apabila jama‟ah tidak


menyukainya.
Dalam sebuah hadits disebutkan :

Artinya:“Tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka lebih satu jengkal dari
kepala mereka: (Yaitu) seseorang menjadi imam suatu kaum yang membencinya”.
(HR. Ibnu Majah no. 971. Berkata Syaikh Khalil Makmun Syikha,)”

“Sanad ini shahih, dan rijalnya tsiqat.” Hadits ini juga diriwayatkan melalui jalan Thalhah,
Abdullah bin Amr dan Abu Umamah c. Berkata Shiddiq Hasan Khan,“Dalam bab ini, banyak
hadits dari kelompok sahabat saling menguatkan satu sama lain.” (Lihat Ta`liqatur Radhiyah,
halaman 1/336.)

3. Shaf dalam shalat berjamaah

Shaf dalam shalat berjamaah tetap diluruskan dan dirapatkan, pundak bertemu pundak
atau mata kaki bertemu mata kaki, sampai selesai shalat. Sehingga shalat menjadi sempurna
dari awal sampai akhir rakaat.

Ketentuan untuk meluruskan dan merapatkan shaf bersifat umum berlaku baik bagi
lelaki maupun wanita.
Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam memerintahkan dalam sebuah Hadist sebagai
berikut:

Artinya : “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena kelurusan shaf termasuk


kesempurnaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 723 dan Muslim no. 433).”

Keutamaan shaf laki-laki dan perempuan :


 Shaf pertama bagi laki-laki
Sabda Nabi Shallallahu‟alaihi wa sallam :

Artinya: “Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang ada pada adzan dan shaf
pertama, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan mengundi, pastilah
mereka akan mengundinya”. (HR. Bukhari 615, 652, 2689, Muslim 437)

Lalu terdapat dalil yang membedakan antara laki-laki dan wanita dalam hal ini, Nabi
Shallallahu‟alaihi Wa Sallam bersabda

19
Artinya : “Shaf yang terbaik bagi laki-laki adalah yang pertama, yang terburuk
adalah yang terakhir. Sedangkan shaf yang terbaik bagi wanita adalah yang terakhir,
yang terburuk adalah yang pertama”. (HR. Muslim 440)

BAB IV
PENUTUP

a.Kesimpulan

Pada hakekatnya seorang anak harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Meski
orang tua masih dalam keadaan musyrik mereka tetap mempunyai hak untuk mendapatkan
perlakuan yang baik dari anak-anaknya.

Berbuat baik kepada orang tua harus didahulukan daripada fardhu kifayah dan amalan-
amalan sunnah lainnya.. berbuat baik kepada kedua orang tua didahulukan daripada berjihad
dan hijrah di jalan Allah. Berbuat baik kepada orang tua harus didahulukan daripada kepada
istri dan anak-anak.
Berbuat baik kepada orang tua tidak berarti harus meninggalkan kewajiban terhadap istri dn
anak-anaknya. Kewajiban memberikan nafkah kepada itri dan anak-anak tetap dipenuhi
walaupun kepada kedua orang tuanya harus didahulukan.

Imam Qurthubi secara umum mengatakan bahwa dalam berbakti kepada kedua orang
tua hendaknya seorang anak menyetujui apa yang dikehendaki, diinginkan dan dimaui oleh
kedua orang tua. Fudlail bin Iyadl berkata, “Janganlah enngkau melayani kedua orang tuamu
dalam keadaan malas”. Abu Hurairah ra dalam Hadist shahih yang diriwayatkan Imam
Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad.

Ketika Abu Hurairah ditanya bagaimana berbakti kepada kedua orang tua, ia berkata,
“Janganlah engkau memberikan nama seperti namanya, janganlah engkau berjalan
dihadapannya, dan janganlah engkau duduk sebelum ia duduk”. Tidak boleh berbuat baik
kepada kedua orang tua dalam bermaksiat kepada Allah. Apabila orang tua menyuruh
20
melakukan sesuatu yang haram atau mencegah dari perbuatan yang wajib, maka tidak boleh
ditaati. Bahwa orang yang paling baik untuk kita jadikan teman dan sahabat karib selama-
lamanya adalah orang tua sendiri. Harta yang dimiliki seorang anak pada hakekatnya adalah
milik orang tua. Berikan kepada orang tua apa yang ada pada kita yang pada hakekatnya
adalah milik orang tua.karena kita tidak bisa berusaha, bekerja dan mendapat gaji,
mendapatkan ma’isyah (mata pencaharian), karena sebab orang tua yang melahirkan dan
mendidik kita. Kalau keduanya sudah meninggal, tetap berbuat baik dengan mendo’akan,
menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman orang tua yang disambung oleh keduanya.

b.Saran

Membicarakan tentang berbakti kepada orang tua, kita sebagai seorang anak harus
mematuhi apa yang orang tua inginkan, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan aqidah
Islam. Hendaklah memperhatikan kedua orang tua seumur hidup dan jangan merasa lelah,
capek, maupun letih dalam berbakti kepada keduanya, sebagaimana kita tidak capek dan letih
dalam taat kepada Allah.

21
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani,Muhammad Nashiruddin.(2006).Silsilah Hadis Sahih.Jakarta:Qisthi Press
Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas bin al-maliki al-Hasani Makki
HR. Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9
HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid), Tirmidzi
(1900), Hakim (4/151-152)
HR. Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) Bab Qishshah Ashabil
Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A’mal
HR. Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693
Syaikh Salim Bin 'Ied Al-Hilali, Imam An Nawawi. (2014). Riyadhus
Shalihin (Terjemahan Bahasa Indonesia). Jakarta: Pustaka Imam Asy Syafii - Tafsir
Ibnu Katsir, Juz III, Cet.I. Maktabah Daarus Salam, 1413 H.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. (2003). Kitab Birrul Walidain edisi Indonesia
Berbakti Kepada Kedua Orang Tua. Jakarta: Darul Qolam.
Sarwat, Ahmad. 2018. Shalat Berjamaah. Jakarta: Rumah Fikih Publishing
Muslim.or.id. (2019, 21 November). Posisi Imam dan Makmum dalam Shalat
Jama‟ah. Diakses pada 08 November 2020, dari
https://muslim.or.id/52861posisi-imam-dan-makmum-dalam-shalat-
jamaah.html#Shaf_pertama_bagi_ laki-laki_shaf_terakhir_bagi_wanita

22

Anda mungkin juga menyukai