Anda di halaman 1dari 4

Nama : Evaldus Oscarlo Jangging MSC

Tingkat 1

Program Studi : Ilmu Filsafat

Joseph Ratzinger

Joseph Alois Ratzinger lahir di Marktl am Inn Bavaria, Jerman pada tanggal 16 April 1927.
Tanggal ini bertepatan dengan hari Jumat Agung. Dia adalah bungsu dari tiga bersaudara yaitu Georg
Ratzinger dan Maria Ratzinger1. Ayahnya bernama Joseph Ratzinger Sr dan ibunya bernama Maria
Riger. Ayahnya adalah seorang polisi nasional Jerman dan seorang anti rezim NAZI. Dia sangat
menentang kebijakan Adolf Hitler. Akibatnya, keluarga Ratzinger dipindahkan ke tempat terpencil di
Ausschau am Inn, di kaki pegunungan Alpen pada bulan Desember 1932. Pada tahun 1937, ayahnya
berhenti dari dinas kepolisian Jerman. Akhirnya mereka pindah ke Aufschlag, di pinggiran kota
Traunstein. Dari sinilah Joseph Alois Ratzinger mulai belajar bahasa Latin dan Yunani. Di tempat ini
pula dia masuk seminari menengah pada tahun 1937.
Tahun 1939 Perang Dunia II pecah. Hal ini menyebabkan Joseph Ratzinger tidak dapat
melanjutkan pendidikannya di seminari. Sekalipun ia terus menghindar dari pertemuan-pertemuan
NAZI, pada umur 16 tahun ia terpaksa mengikuti wajib militer yang digagaskan oleh Hitler. Ia pun
menjadi jajaran Pemuda Hitler dan ikut ambil bagian dalam Perang Dunia II. Sebagai seorang prajurit
ia masuk dalam korps anti pesawat terbang2. Hati Joseph Ratzinger muda tidak di tempat ini. Ia masih
ingin menjadi seorang imam katolik. Oleh karena keinginannya ini, ia pernah disiksa komandannya
ketika ia bertugas di perbatasan Hungaria-Austria yang pada waktu itu sudah dikuasai Jerman. Mei
1945 ia meninggalkan barak secara diam-diam. Ini merupakan tindakan yang penuh resiko.
Bagaimana tidak? Ia akan disebut “penghianat” dan akan dibunuh jika ketahuan. Untungnya dia dapat
tiba dengan selamat di rumah keluarganya. Pada musim panas tahun 1945, pasukan sekutu tiba.
Mereka memiliki data dan daftar para tentara NAZI dan nama Joseph Ratzinger tercantum dalam
daftar itu. Ia pun dikurung sebagai tawanan perang selama 1,5 bulan. Ketika terbukti bahwa ia bukan
“NAZI sungguhan”, pada 19 Juni 1945 ia dibebaskan.
Pada tahun 1946 pintu-pintu seminari mulai dibuka. Ratzinger dan saudaranya Georg
kembali masuk seminari. Beberapa lama kemudian mereka ditahbiskan bersama-sama pada tanggal
29 Juni 1951. Ia memulai tugas pastoralnya sebagai dosen sambil belajar filsafat dan teologi di
Universitas Munich dan di Sekolah Tinggi Freising. Dia menerima gelar doktor teologi pada 1953
dengan disertasi berjudul “ Umat dan Rumah Tuhan dalam Doktrin Gereja St. Agustinus” 3. Ia pun
aktif mengajar dogma teologi fundamental di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Freising. Cukup
lama ia mengabdikan diri sebagai pengajar. Dia mengajar di Bonn dari tahun 1959 hingga 1969. Pada

1 Libertus Jehani, Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik (Sinondang Media: Jakarta, 2005), hlm. 3-4
2 Ibid. hlm. 8-9
3 Ibid. hlm. 15

1
kurun waktu yang sama dia juga mengajar di Münster (1962-1966) dan Tubingen dari tahun 1966
hingga 1969. Tahun 1969, dia dikukuhkan sebagai profesor (guru besar) bidang teologi dogmatik dan
sejarah dogma di Universitas Regensburg. Gelar ini merupakan pencapaian tertinggi selama dia
menjadi dosen. Oleh karena kecerdasannya, pada umur 35 tahun, ia menjadi penasihat ahli teologi
bagi Uskup Agung Cologne, Kardinal Joseph Frings yang saat itu sedang mengikuti Konsili Vatikan
II.
Pada tanggal 28 Mei 1977, Paus Paulus VI menahbiskan Ratzinger menjadi Uskup Agung
Munich dengan motto “Cooperatio Veritatis“, yang artinya “Pekerja-Pekerja Kebenaran”. Kemudian
Ratzinger diangkat menjadi kardinal pada tanggal 27 Juni 1977. Dengan statusnya sebagai kardinal,
Joseph Ratzinger dapat menjalin keakraban dengan berbagai pemimpin Gereja, termasuk Paus
Yohanes Paulus II. Malahan, Ratzinger sudah menjalin komunikasi yang intensif dengan paus sejak
berlangsungnya Konsili Vatikan II tahun 1962-1965. Tanggal 25 November 1981, Paus Yohanes
Paulus II menunjuknya sebagai Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman. Dia juga mendapat posisi
penting dalam lingkup internal Vatikan. Pada Tanggal 6 November 1998, Kardinal Ratzinger dipilih
sebagai Sub Dekan Dewan Kardinal. Empat tahun kemudian, 30 November 2002, Paus Yohanes
Paulus II mengangkatnya menjadi Dekan Dewan Kardinal. Posisi yang boleh dikatakan sebagai
“tangan kanan” dan rekan terdekat Paus Yohanes Paulus II4.
Ketika Paus Yohanes Paulus II meninggal dunia, 2 April 2005, Kardinal Ratzinger memimpin
misa pemakamannya. Misa itu dilaksanakan di pelataran Basilika Santo Petrus, 8 April 2005. Sebelas
hari kemudian, tepatnya 19 April, Kardinal Joseph Ratzinger terpilih menjadi Paus ke-256 dengan
nama kepausannya Benediktus XVI. Dia memilih Benediktus XVI sebagai nama resmi kepausannya
karena terinspirasi oleh St. Benediktus dari Nursia. Ia terinspirasi oleh kualitas pribadinya yang
mengutamakan kesederhanaan, kejujuran, kerelaan berkorban, doa, belajar, dan kerja keras 5. Arti
nama Benediktus sendiri ialah ‘yang terberkati’, dengan harapan selama ia memimpin Gereja Katolik,
ia terberkati oleh Tuhan. Juga karena keteladanan pendahulunya Paus Benediktus XVI (1914-1922)
yang menjadi paus ketika terjadi Perang Dunia I. Paus ini adalah seorang pejuang perdamaian bagi
negara-negara yang berperang saat itu 6. Kiranya warisan spiritual dari 2 tokoh ini ingin diteruskan
oleh Kardinal Ratzinger sehingga ia memilih nama Benediktus XVI sebagai nama resmi kepausannya.

Karya-Karya Terkenalnya

1. Yesus dari Nazareth

Buku ini adalah karya pertama Joseph Ratzinger ketika sudah diangkat menjadi Paus
Benediktus XVI. Ini bukanlah suatu karya untuk menyatakan ajaran resmi Gereja, melainkan benar-
benar suatu karya teologis. Buku ini merupakan pencarian pribadinya dalam “menemukan Wajah
Tuhan”(bdk. Mzm. 27:8)7. Joseph Ratzinger berusaha memperbaiki pandangan dewasa sekarang
tentang Yesus Kristus. Baginya Yesus Kristus tidak hanya sekadar dipandang sebagai salah satu tokoh
berpengaruh di dunia. Titik pangkal pencarian jati diri Yesus dimulai dari persekutuan-Nya dengan
Allah Bapa. Dari persekutuan inilah terlihat titik pusat dari Pribadi Yesus.
Kedatangan Yesus sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Jauh sebelum Yesaya
bernubuat tentang datangnya seorang mesias, Musa telah bernubuat kepada bangsa Israel tentang
datangnya seorang nabi seperti dia (bdk. Ul. 18:15). Dialah Sang Musa Baru untuk menyelamatkan

4 Ibid. hlm.17
5 Ibid. hlm. 23
6 Ibid. hlm. 24
7 Joseph Ratzinger, Yesus dari Nazareth (Gramedia: Jakarta, 2008) hlm. xxiii

2
dan membebaskan bangsa Israel 8. Peran Musa sebagai nabi terlihat sangat khas. Bukan karena
mukjizat yang dilakukannya atau karena kisah hidupnya, melainkan karena kedekatannya dengan
Allah. Ia berelasi dengan Tuhan seperti seorang ‘teman kepada teman’(bdk. Kel. 33:11). Meskipun
begitu, dia tidak pernah melihat Wajah Allah secara langsung. Musa pernah meminta kepada Allah
supaya menunjukkan kemuliaanNya, tetapi tidak dikabulkan. Allah hanya menunjukkan “punggung-
Nya” kepada Musa di dalam gua karang sebagai bentuk kedekatan-Nya (bdk. Kel.33:33).
Hal ini menunjukkan ada jarak yang terbentang antara Musa dengan Allah, walaupun Musa
dapat bercakap-cakap seperti ‘teman kepada teman’. Maka nubuat kedatangan Musa Baru
mengandaikan bahwa nabi itu lebih besar daripada Musa Lama. Dia tidak hanya melihat “punggung
Allah”, tetapi langsung memandang Wajah Allah dan bercakap-cakap dengan-Nya. Nubuat tentang
Musa Baru ini tergenapi di dalam pribadi Yesus 9. Dialah yang pernah melihat Allah secara langsung
dan hidup di dalam hadirat-Nya. Hubungan pribadi Yesus dengan Allah bukan hanya sekadar “teman
kepada teman”, melainkan antara “Anak dan Bapa”. Maka tidak mengherankan, ketika Yesus
mengajar reaksi pendengar menganggapnya penuh kuasa. Ajaran-Nya tidak berasal dari ajaran
sekolah atau dari guru manapun. Ajaran Yesus berasal dari Bapa sendiri. Semua tindakan dan
perkataan Yesus mewahyukan Sang Bapa. Malahan Yesus sendiri berkata: “Barangsiapa melihat Aku,
ia telah melihat Bapa”(Yoh. 14:9). Ini menunjukkan kualitas relasi Yesus dengan Bapa yang tanpa
jarak dan sekat, melainkan sungguh-sungguh menyatu.
Masih ada banyak penjelasan lanjut tentang Yesus dari buku ini. Apa yang telah diuraikan di
atas adalah bagian pendahuluan. Dalam setiap bab dari buku ini akan membantu kita menggali
kekayaan pada Pribadi Yesus. Joseph Ratzinger lebih memfokuskan diri pada karya-karya Yesus,
mulai dari awal Pembaptisan Yesus, Pencobaan di Padang Gurun, Khotbah di Bukit, hingga
pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah “Kristus, Putra Allah yang Hidup” (Mat. 16:16). Yesus
memang sungguh-sungguh Putra Allah. Jati diri Yesus inilah yang menjadi poin penting. Pertanyan-
pertanyaan seputar Yesus seperti: kenapa Yesus itu disebut Putra Allah? Apa yang dibawa oleh Putra
Allah kepada dunia?, akan terjawab di dalam buku ini.

2. Ensiklik Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih)

Ini adalah karya Joseph Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI. Karyanya ini berupa
ajaran iman dalam bentuk surat edaran paus (ensiklik). Deus Caritas Est adalah ensiklik pertama
yang ditulis olehnya. Ensiklik ini ditulis sebagai bentuk keprihatinan paus terhadap dunia dewasa ini.
Manusia sebagai penghuni dunia mulai bersikap egois terhadap sesama dan cenderung mementingkan
diri sendiri. Akibatnya dunia sekarang mengalami berbagai macam krisis. Menurutnya semua ini
karena pemahaman yang keliru tentang kasih Allah. Paus dalam suratnya ini ingin menjernihkan
pemahaman tentang kasih itu.
Dia menilai perintah kasih adalah inti kehidupan orang kristen. Perintah kasih ini timbul
karena kepercayaan akan kasih Allah. Allah-lah yang telah lebih dahulu mengasihi kita(bdk. 1 Yoh 4:
10). Tanda nyata dari kasih Allah itu terwujud dalam peristiwa inkarnasi. “Begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya.. beroleh hidup kekal” (1 Yoh. 3:16). Maka, kasih bukan lagi hanya “perintah”,
melainkan jawaban atas anugerah dikasihi oleh Allah 10.

8 Ibid. hlm. xxix


9 Ibid. hlm. xxxii
10 Ensiklik Deus Caritas Est, hlm. 7

3
Daftar Pustaka

- Jehani, Libertus. 2005. Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik.
Jakarta: Sinondang Media.
- Ratzinger, Joseph. 2008. Yesus dari Nazareth. Jakarta: Gramedia.
- Paus Benediktus XVI. Ensiklik Deus Caritas Est (Allah adalah Kasih),
terj.Piet Go. O. Carm. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), 2005.

Anda mungkin juga menyukai