Anda di halaman 1dari 9

BAB III

YOHANES PAULUS II DENGAN ROSARIO

A. Santo Yohanes Paulus II

Karol Yosef Wojtlya yang kerap disapa Yohanes Paulus II lahir di Wadowice,

Polandia Selatan pada tanggal 18 Mei 1920. Ayah Yohanes Paulus II juga bernama

Karol Wojtlya, ia adalah seorang opsir tentara Kekaisaran Habsurg Austria, dan

ibunya bernama Emilia Kaczorowska, ia merupakan seorang keturunan Lituania.1

Pada tanggal 20 Juni 1920 Karol dibaptis oleh Pater Franciszek Zak digereja paroki

Wadowice. Kehidupan Karol dapat diakatakan tidak enak, karena awal kehidupannya

ditandai dengan hal yang buruk, yakni ibunya meninggal pada 13 April 1929, saat ia

berusia delapan tahun. Jauh sebelum itu saudarinya bernama Olga meninggal dunia

sebelum Karol lahir. Dengan demikian ia tumbuh dan dekat dengan kakaknya

Edmund yang lebih tua 14 tahun.2 Karol menerima komuni pertama saat ia berusia

sembilan tahun dan ia menerima sakramen krisma saat berusia 18 tahun.

Pada tahun 1932 kakaknya yaitu Edmund mrninggal dunia, tetapi kepergian

saudara tidak mematahkan semangat Karol untuk memperjuangkan hidupnya. Masa

1
Fr. Stefanus Tino Dwi Prasetiyo, “Selayang Pandang Riwayat Hidup Santo Yohanes Paulus
II,” dalam Duta Damai Dan Saksi Pengharapan, Tim Spiritualitas St. Yohanes Paulus II.,
(Jakarta: OBOR, 2020), 15-20.
2
Ibid.., hlm 15.
kecilnya diwarnai dengan kontak intensif dengan komunitas Yahudi di Krakow yang

saat itu diduduki oleh Nazi. Karol menamatkan sekolah menengahnya yang berada di

Marcin, Wadowita, Wadowice pada tahun 1938. Setelah itu ia melanjutkan studinya

di Jagielloian Universitas, Krakow, dan ia mengambil jurusan drama. Pada masa

mudanya ia memiliki nama panggilan. Nama panggilannya itu adalah Lolek. Saat

muda ia adalah seorang olahragawan, pemain sepakbola, pemain sandiwara, penulis

drama, dan menguasai berbagai macam bahasa. Namun sayangnya pada tahun 1939

kuliahnya terpaksa ditutup karenakependudukan Nazi. Pada akhirnya ia memutuskan

untuk bekerja disebuah pertambangan pada tahun 1940-1944. Hal ini ia lakukan agar

ia tidak di deportasi ke Jerman. Pada tahun 1941 ada sebuah peristiwa dimana

ayahnya meninggal dunia akibat perang dunia ke II.

Ditengah keganasan perang tahun 1942, ia yang sedang sibuk mencari nafkah,

tiba-tiba merasa bahwa dirinya terpanggil untuk melayani Tuhan. Karol pun

mengikuti pembinaan calon imam di seminari yang dikelola oleh Kardinal Adam

Stefan Sapieha, Uskup Agung Krakow, hal ini ia lakukan secara diam-diam. Pada

tahun itu juga Karol menjadi salah satu pendiri Rhapsodics Theatre, hal ini ia lakukan

juga secara diam-diam. Setelah perang berakhir pada tahun 1944, Karol melanjutkan

studi di Seminari Tinggi Krakow pada fakultas teologi Jagiellonian Universitas. Pada

1 November 1946, Karol ditahbiskan menjadi seorang imam. Sesudah ia ditahbiskan ,

Karol dikirim oleh Kardinal Sapieha ke Roma. Disana ia menempuh studi lanjut di

Universitas Angelicum, Roma, dibawah asuhan seorang teolog ternama yang


bernama Garrigou-Lagrange, seorang imam Dominikan dari Perancis. Tahun 1948 ia

berhasil menyelesaikan studi doktoralnya dengan tesis “Kesaksian Santo Yohanes

dari Salib.” Pada masa itu saat liburan ia menjalankan karya pelayanan imamatnya di

tengah-tengah imigran Polandia yang datang dari Perancis, Belgia, dan Belanda.

Setelah sekian lama belajar di Roma, akhirnya Karol dianugerahi gelar doktor

di Universitas Angelicum. Setelah itu Karol pulang ke Polandia dan menjadi pastor

paroki di Krakow.3 Selain itu, ia juga belajar lagi di Universitas Lublin. Disana ia

mengambil jurusan filsafat dan teologi, ia juga memberikan pelayanan imamatnya

kepada para mahasiswa. Pada tahun 1953 ia mempertahankan tesis tentang “Evaluasi

Kemungkinan Mendasarkan Etika Katolik Pada Sistem Etika Max Scheler.”

Kemudian ia menjadi profesor teologi moral dan etika sosial di Seminari Tinggi

Krakow dan di Fakultas Teologi Lublin.4

Pada 4 Juli 1948 Karol diangkat menjadi uskup pembantu di Krakow oleh

Paus Pius XII. Kemudian diteguhkan pada 28 September 1958 di Katedral Wawel,

Krakow oleh Uskup Agung Baziak. Empat tahun kemudian, ia diangkat menjadi

uskup dengan gelar Vicular Capitular. Pada 13 Januari 1964, Paus Paulus VI

mengangkatnya menjadi Uskup Agung Krakow, semasa jabatannya Karol juga

terlibat dalam Konsili Vatikan II dan mengambil banyak bagian dalam penyusunan

materi Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern)

3
https://fjp2.com/id/biografi-yohanes-paulus-ii/ (diakses 11 Agustus 2022)
4
https://fjp2.com/id/biografi-yohanes-paulus-ii/ (diakses 11 Agustus 2022 )
dan Dignitatis Humanae (Pernyataan tentang Kebebasan Beragama). Pada 26 Juni

1967, Paus Paulus VI mengangkat Karol menjadi Kardinal. Setelah kematian Paus

Paulus VI, Kardinal Wojtlya menghadiri konklaf pemilihan paus, ia memilih Kardinal

Albino Luciani sebagai Paus. Kardinal Albino Luciani menang atas pemilihan suara,

kemudia ia menggunakan nama Paus Yohanes Paulus I. Namun sayangnya, Yohanes

Paulus I hanya memerintah atau menjabat sebagai paus selama 33 hari. Setelah

kematian Paus Yohanes Paulus I diadakan konklaf lagi. Pada konklaf tersebut

melahirkan dua kubu yang sama-sama memiliki calon kuat untuk menjadi paus, yaitu

Kardinal Giuseppe Siri, Uskup Agung Genoa dan Kardinal Benneli, Uskup Agung

Firenze (Florence). Pada putaran suara pertama dimenangkan oleh Benelli dengan

jumlah sembilan suara, selain itu Karol juga terpilih sebagai calon kompromi, antara

lain berkat dukungan dari Kardinal Giuseppe Siri.

Pada 16 Oktober 1978, pukul 17.15 waktu Roma, Kardinal Wojtlya dipilih

oleh 103 dari 109 kardinal untuk menjadi Paus.5 Karol merupakan Paus ke-264

setelah Petrus. Karol Wojtlya memilih nama Yohanes Paulus II yang didasarkan

pendahulunya dan meneruskan karya dari Yohanes Paulus I. Sejak Karol menjabat

sebagai paus, ia mempunyai kehendak yang kuat untuk memperjuangkan Hak Asasi

Manusia (HAM), kebebasan beragama, hak para buruh, hak atas pendidikan agama

disekolah seta menghidupkan gereja di tengah kekuasaan rezim komunis yang

menanamkan paham ateisme, materialisme, dan sekukarisme kepada kalangan umat

5
Ibid.., hlm 18
beragama di Polandia.6 Semangat ini berpuncak pada gerakan ekumenis dikalangan

gereja.

Pada tahun 2001 kesehatan Yohanes Paulus II mulai menurun, ia juga mulai

bergerak secara perlahan, tampak tidak stabil, sering gemetaran. Salah satu dokter

Yohanes Paulus II mengatakan bahwa ia terkena parkinson. Pada tanggal 31 Maret

2005, ia mulai mengalami situasi Sheptic Shock akibat dari penyebaran infeksi

disertai demam tinggi, menurunnya tekanan darah karena adanya infeksi disaluran

kemih.7 Dalam situasi ini Paus Yohanes Paulus II diberi sakramen pengurapan orang

sakit yang diberikan oleh Kardinal Stanislaw Dziwisz yang merupakan sekretaris

pribadinya. Pada 2 April 2005 tepat pukul 22.37 waktu Italia, Wakil Sekretaris

Negara Vatikan, Uskup Agung Leonardi Sandri mengumumkan bahwa Yohanes

Paulus II telah wafat. Pada 8 April, pukul 08.00 pagi waktu Roma, Misa Requiem

dipimpin oleh Kardinal Joseph Ratzinger selaku pejabat tinggi dewan kardinal.

Makam Yohanes Paulus II berada di gua-gua dibawah Basilika, makam para paus.

Setelah sembilan tahun wafatnya, ia dikanonisasikan menjadi santo. Ia menjadi santo

karena pra hidupnya dan aneka mukjizat yang terjadi dan dialami oleh kaum beriman

yang sembuh dari sakit setelah berdiam di pusaranya.8

6
https://www.kompasiana.com/renghadpasaribu/619b06ec1cc83d0180576424/sekilas-
riwayat-hidup-santo-paus-yohanes-paulus-ii?page=2&page_images=1 (diakses 11 Agustus
2022)
7
https://www.kompasiana.com/renghadpasaribu/619b06ec1cc83d0180576424/sekilas-
riwayat-hidup-santo-paus-yohanes-paulus-ii?page=2&page_images=1 (diakses 11 Agustus
2022)
8
https://www.kompasiana.com/renghadpasaribu/619b06ec1cc83d0180576424/sekilas-
riwayat-hidup-santo-paus-yohanes-paulus-ii?page=2&page_images=1 (diakses 11 Agustus
B. Pandangan Yohanes Paulus II terhadap Rosario

Santo Yohanes Paulus II sudah akrab dengan devosi kepada Bunda Maria

sejak kecil. Devosi kepada Bunda Maria menjadi motor penggerak hidup dan

panggilan imamatnya. Salah satu devosi yang ia sukai ialah Rosario. Santo Yohanes

Paulus II menyukai Rosario karena Rosario menyertainya disaat suka dan duka. Pada

tahun 1978 dua minggu setelah pengangkatannya sebagai paus, ia mengakui bahwa

Rosario adalah doa favoritnya. Yohanes Paulus II pun mempunyai beberapa

pandangan terhadap Rosario, diantaranya:

1. Rosario sebagai doa kontemplasi : Rosario sebagai doa kontemplasi

merupakan tradisi yang terbaik dan berharga. Didalam Rosario kita

mengontemplasikan kehidupan Yesus bersama dengan Maria.

Mengontemplasikan berarti mengingat kembali suatu kejadian di masa

lalu, tetapi bukan hanya sekedar mengingat kejadian masa lalu melainkan

menghadirkan karya penyelamatan Allah pada masa kini. 9 Rosario

merenungkan peristiwa-peristiwa pokok keselamatan yang di laksanakan

Kristus, dari pengandungan-Nya dalam diri Santa Perawan dan misteri-

misteri masa kanak-kanak-Nya sampai saat-saat puncak paskah-

penderitan-Nya yang membahagiakan dan kebangkitan-Nya yang mulia -

2022)
9
https://parokicikarang.or.id/detailpost/memahami-doa-rosario-bersama-st-yohanes-paulus-ii
(diakses 30 Juli 2022)
dan sampai pada buahnya pada Gereja muda pada hari Pentakosta, dan

pada Santa Perawan Maria yang dengan jiwa-raganya diangkat dari

lembah kedudukan di dunia ke tanah air surgawi.10 Rosario sebagai doa

kontemplasi secara ringkas adalah doa yang merenungkan awal mula

hidup Yesus sampai Maria diangkat ke surga. Rosario tanpa kontemplasi

adalah badan tanpa jiwa.

2. Rosario sebagai doa perdamaian : Yohanes Paulus II mengatakan bahwa

Rosario menjadi doa yang memberi rasa damai. Rosario mampu membuka

hati pendoa untuk menerima damai sejati yang merupakan anugerah

khusus dari Tuhan yang bangkit. Selain itu, bukti bahwa doa Rosario

merupakan doa perdamaian adalah penampakan Maria di Fatima kepada

tiga anak, yaitu Lucia, Jacinta, dan Francesco. Dalam penampakan yang

terjadi pada 13 Mei 1917, Maria mengajak semua orang melalui tiga anak

tersebut untuk mendoakan Rosario sebagai doa perdamaian untuk dunia.

Maka, pada hakikatnya doa Rosario adalah doa untuk perdamaian, karena

inti doa ini adalah kontemplasi akan Kristus, Pangeran perdamaian, Dia

yang adalah “Damai Kita” (Ef 2:14).11

3. Rosario sebagai doa keluarga : Mendaraskan doa Rosario secara bersama

dalam keluarga akan mempersatukan mereka dengan keluarga kudus,

10
Yohanes Paulus II, Marialis Cultus (2 Februari 1974), art. 45 (terj. R.P Piet Go, O.Carm,
Jakarta: KWI, 2008)
11
Yohanes Paulus II, Rosarium Virginis Mariae (16 Oktober 2002), art. 40 (terj. Ernest
Mariyanto, Jakarta: KWI, 2011)
membawa harapan-harapan serta persoalan mereka kepada Tuhan, serta

memusatkan perhatian mereka kepada gambaran kehidupan Kristus.12

Selain itu, keluarga juga menempatkan Yesus dan Maria ditengah-tengah

kehidupan mereka. Dalam dokumen gereja Marialis Cultus mengatakan

bahwa keluarga adalah gereja rumahtangga, untuk mewujudkan gereja

rumahtangga tersebut Paus Yohanes Paulus II menyarankan untuk berdoa

Rosario didalam keluarga.13 Maka dari itu doa Rosario, lewat tradisi yang

sudah berabad-abad, telah menunjukkan diri sebagai doa yang sangat

manjur untuk menghimpun keluarga.14

4. Rosario sebagai doa melawan kuasa kegelapan : Maria adalah Ratu

Rosario, maka dari itu Maria memimpin dan membimbing kita dalam

melawan kuasa kegelapan. Maria digambarkan sebagai sosok yang

menginjak kepala ular, yang dimana ular tersebut melambangkan setan,

selain itu juga berkat jasa Yesus Kristus yang telah wafat dan menang dari

maut.15

C. Kesimpulan

12
http://yesaya.indocell.net/id249.htm (diakses 22 Agustus 2022)
13
Bdk. Marialis Cultus, art.52
14
Yohanes Paulus II, Rosarium Virginis Mariae (16 Oktober 2002), art. 41 (terj. Ernest
Mariyanto, Jakarta: KWI, 2011)
15
http://www.carmelia.net/index.php/artikel/spiritualitas/3662-doa-rosario-membawa-damai-
dan-keselamatan-bagi-umat-manusia (diakses 24 Agutus 2022)
Karol Josef Wojtlya atau Yohanes Paulus II merupakan paus ke-264

setelah Petrus. Kehidupan Yohanes Paulus II sangat menyedihkan karena

ditandai dengan kematian, mulai dari ibunya, Olga saudarinya, Edmund

kakaknya, dan ayahnya. Namun, Yohanes Paulus II tetap semangat dalam

menjalankan hidupnya. Salah satu motor penggerak bagi Yohanes Paulus II

adalah Rosario. Ia mengatakan demikian karena Rosario selalu menemaninya

disaat suka dan duka. Selain Rosario menemaninya disaat suka dan duka, ia

juga memandang Rosario sebagai doa untuk kontemplasi, sebagai doa

perdamaian, sebagai doa keluarga, dan sebagai doa untuk melawan kuasa

kegelapan.

Anda mungkin juga menyukai