Secara politik, keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu baik.
Hal ini bisa terjadi karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela jika Indonesia
merdeka, Adjarian.
Selain itu rakyat Indonesia juga harus berhadapan dengan tentara Sekutu dan
Belanda atau NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berhasil datang
kembali ke Indonesia.
Soekarno dana Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama
Indonesia pada 18 Agustus 1945.
Nah, Indonesia pada saat itu menerapkan sistem presidensial sebagai sistem
pemerintahan negara.
Selain itu, dibentuk juga Tentara Nasional Indonesia atau TNI untuk menjaga
keamanan negara.
Hal ini tidak lepas karena pada saat itu rakyat Indonesia sudah mempercayakan
Indonesia pada keduanya.
Kondisi politik bangsa pada masa demokrasi liberal
Situasi politik Indonesia sebelum pemilu tahun 1955 menunjukkan beberapa perbedaan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pertama, Indonesia menganut sistem multi
partai. Hal ini bertujuan untuk menampung aspirasi masyarakat untuk berpolitik.
Kedua, salah satu akibat dari sistem multi partai tersebut adalah terjadinya persaingan
di antara partai politik. Partai yang memiliki banyak suara di parlemen akan menjadi
mayoritas, sedangkan yang suaranya sedikit menjadi partai oposisi. Tidak jarang sering
terjadi pergantian kabinet/pemerintahan akibat persaingan antar partai mayoritas dan
oposisi.
Kabinet Sukiman kemudian jatuh karena penandatanganan Mutual Security Act (MSA).
Perjanjian ini berisi kerjasama keamanan dan ekonomi yang dianggap lebih condong ke
pihak Blok Barat.
Prestasi atau keberhasilan yang diraih Kabinet Djuanda adalah berhasil menetapkan
batas wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi
Djuanda. Selain itu, pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, kabinet ini menjadi domisionernya.