Anda di halaman 1dari 16

LECTURE NOTES

Global Supply Chain Management

Week 7

Koordinasi Pada Rantai Pasokan


LEARNING OUTCOMES

Diakhir sesi ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Memahami kurangnya koordinasi terhadap kinerja rantai pasokan


2. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat terkait koordinasi rantai pasokan.
3. Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dapat mengatasi permasalahan dan meningkatkan
koordinasi pada rantai pasokan
4. Menganalisis pendekatan praktis untuk mendorong peningkatan koordnasi pada rantai pasokan

OUTLINE MATERI :

7.1. Kurangnya Koordinasi dan Dampaknya pada Rantai Pasokan


7.2. Hambatan Koordinasi dalam Rantai Pasokan
7.3. Tindakan Manajerial untuk Meningkatkan Koordinasi
7.4. Pendekatan Praktis untuk Meningkatkan Koordinasi Pada Rantai Pasokan

Global Supply Chain Management-R3 | 2


ISI MATERI

7.1. Kurangnya Koordinasi dan Dampaknya Pada Rantai Pasokan

Kurangnya koordinasi menyebabkan penurunan daya respon dan peningkatan biaya


dalam rantai pasokan. Hal tersebut bisa saja terjadi karena kendala yang ada sehingga menjadi
penyebab kurangnya koordinasi dan memperburuk variabilitas pada rantai pasokan. Merupakan
hal penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong manajerial sehingga dapat
membantu mengatasi hambatan dan meningkatkan koordinasi. Koordinasi yang baik dapat
meningkatkan kinerja rantai pasokan. Peningkatan koordinasi rantai pasokan dapat terjadi
apabila seluruh tahapan dilakukan selaras dengan peningkatan total surplus pada rantai pasokan.
Koordinasi mengharuskan setiap tahapan rantai pasokan untuk berbagi informasi dan mampu
memperhitungkan dampaknya pada rantai pasokan.
Kurangnya koordinasi dikarenakan setiap tahapan dalam rantai pasokan tidak dilakukan
secara selaras dengan tujuan rantai pasokan. Selanjutnya terjadinya hambatan seperti adanya
distorsi informasi atau keterlambatan penyampaian informasi dalam setiap tahapan rantai
pasokan. Perbedaaan tahapan pada rantai pasokan menunjukkan adanya indikasi tujuan yang
saling bertentangan, Kondisi tersebut memungkinkan setiap pihak dalam tahapan rantai pasokan
untuk memaksimalkan keuntungannya sendiri. Dampaknya terjadi pengurangan keuntungan
pada rantai pasokan.

Rantai pasokan memiliki tahapan dengan pelaku yang berbeda-beda. Contohnya,


perusahaan Ford Motor yang memiliki banyak pemasok. Setiap pemasok memiliki tahapan rantai
pasokan, yang memungkinkan terjadi distorsi informasi. Kondisi tersebut akan berdampak pada
kinerja rantai pasok pada perusahaan Ford karena memiliki banyak variasi produk. Untuk
meminimalisir distorsi informasi maka dibutuhkan koordinasi yang termonitor dengan baik
khususnya pada antar pemasok. Apabila koordinasi berjalan dengan baik maka kinerja rantai
pasokan tidak akan terganggu meskipun terjadi peningkatan permintaan pada variasi produk.

Global Supply Chain Management-R3 | 3


Salah satu akibat dari kurangnya koordinasi rantai pasokan adalah dampak bullwhip
(bullwhip effect), di mana terjadi peningkatan fluktuasi pesanan khususnya pada pengecer
kemudian retailer berlanjut pada perusahaan hingga ke pemasok. Bullwhip effect mendistorsi
informasi terkait permintaan bahan baku pada rantai pasokan dimana setiap tahapan memiliki
perencanaan yang berbeda.

Hewlett-Packard (HP) berpendapat bahwa fluktuasi pesanan meningkat secara signifikan


saat produk berpindah dari pengecer. Contohnya, studi mengenai industri pakaian jadi dan bahan
makanan menunjukkan fenomena kenaikan fluktuasi permintaan. Fluktuasi pesanan meningkat
saat bergerak menuju hulu rantai pasokan yaitu dari peritel ke manufaktur (artinya terjadi
pergerakan rantai pasokan ke alur atas). Barilla, produsen pasta Italia memperoleh pesanan
mingguan oleh pusat distribusi lokal dengan fluktuasi yang tinggi sepanjang tahun, sedangkan
penjualan mingguan di pusat distribusi fluktuasinya tidak terlalu tinggi. Artinya, Barilla
menghadapi permintaan dari pusat distribusi yang jauh lebih bervariasi daripada permintaan
pelanggan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan persediaan, ketersediaan produk yang lebih
buruk, dan penurunan laba.

Beberapa industri rentan menghadapi fenomena “booming and bust”. Fluktuasi harga
disebabkan karena kekurangan atau kelebihan kapasitas yang cukup besar. Kekurangan kapasitas
tersebut diperparah oleh panic buying dan overordering yang diikuti dengan penurunan
permintaan secara tiba-tiba. Kurangnya koordinasi dalam rantai pasokan menyebabkan
terjadinya peningkatan variabilitas dan menurunnya surplus rantai pasokan. Artinya bullwhip
effect berdampak pada biaya dan daya respon pada rantai pasokan. Berikut beberapa identifikasi
dampak bullwhip effect:

a. Biaya produksi (manufacturing cost)


Kurangnya koordinasi berdampak pada peningkatan biaya produksi dalam rantai pasokan.
Akibatnya perusahaan dan pemasoknya harus memenuhi aliran pesanan yang jauh lebih
bervariasi daripada permintaan pelanggan. Perusahaan dapat membangun kelebihan kapasitas
atau menyimpan kelebihan persediaan namun tetap terjadi peningkatan biaya produksi.

Global Supply Chain Management-R3 | 4


b. Biaya persediaan (inventory cost)
Kurangnya koordinasi meningkatkan biaya persediaan pada rantai pasokan. Untuk menangani
variabilitas permintaan, perusahaan menyediakan tingkat persediaan yang lebih tinggi dari
yang diperlukan dengan demikian biaya persediaan dan biaya penyimpanan juga meningkat.
c. Penambahan lead time (replenishment lead time)
Kurangnya koordinasi menyebabkan semakin lamanya waktu tunggu pasokan. Variabilitas
meningkat akibat bullwhip effect sehingga pengaturan jadwal pabrik pemasok dalam
merespon permintaan jauh lebih rumit. Hal tersebut menyebabkan terjadinya lead time yang
lebih panjang.
d. Biaya transportasi (transportation cost)
Kurangnya koordinasi menyebabkan kenaikan biaya transportasi dalam rantai pasokan.
Akibat dari bullwhip effect membuat kebutuhan transportasi mengalami fluktuasi secara
signifikan dari waktu ke waktu. Sehingga terjadi peningkatan biaya transportasi karena
kelebihan kapasitas akibat permintaan yang tinggi.
e. Biaya tenaga kerja untuk pengiriman dan penerimaan (labor cost for shipping and receiving)
Kurangnya koordinasi meningkatkan biaya tenaga kerja terkait dengan pengiriman dan
penerimaan dalam rantai pasokan. Persyaratan tenaga kerja untuk pengiriman barang dan
pemasoknya berfluktuasi sesuai pesanan pada rantai pasokan.
f. Tingkat ketersediaan produk (level of product availability)
Kurangnya koordinasi menganggu tingkat ketersediaan produk dan menghabiskan stok dalam
rantai pasokan. Fluktuasi pesanan yang besar mempersulit perushaan untuk memasok semua
pesanan distributor dan pengecer tepat waktu. Hal tersebut menyebabkan pengecer akan
kehabisan stok dan kehilangan penjualan untuk rantai pasokan.
g. Hubungan lintas rantai pasokan (relationship across the supply chain)
Kurangnya koordinasi memiliki efek negatif pada kinerja pihak di setiap tahapan rantai
pasokan. Selain itu juga merusak hubungan antar pihak pada tahapan rantai pasokan.
Kurangnya koordinasi dengan demikian menyebabkan hilangnya kepercayaan di antara
pelaku dalam tahapan rantai pasokan dan membuat upaya koordinasi menjadi lebih sulit.

Global Supply Chain Management-R3 | 5


7.2. Hambatan Koordinasi Pada Rantai Pasokan
Apabila manajer rantai pasokan dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan utama, maka
dapat diambil tindakan yang sesuai untuk meningkatkan koordinasi. Terdapat lima kategori
hambatan utama yaitu sebagai berikut:

a) Hambatan insentif (Incentive obstacles)

Hambatan insentif terjadi pada situasi ketika insentif yang ditawarkan ke pelaku dalam
rantai pasokan yang mengarah pada tindakan untuk meningkatkan variabilitas dan
mengurangi total keuntungan rantai pasokan. Terdapat dua faktor dalam hambatan insentif
yaitu:

• “Optimasi lokal pada fungsi atau tahapan rantai pasokan (Local optimization withing
functions or stages of a supply chain)” yaitu insentif yang hanya fokus pada dampak dari
keputusan yang tidak memaksimalkan total surplus rantai pasokan. Misalnya apabila
kompensasi manajer transportasi di perusahaan dikaitkan dengan biaya transportasi rata-
rata per unit, manajer kemungkinan akan mengambil tindakan yang dapat menurunkan
biaya transportasi bahkan mereka akan meningkatkan biaya persediaan hingga merugikan
pelayanan terhadap pelanggan. Tindakan tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan
ukuran kinerja di mana mereka dievaluasi.

• “Insentif tenaga penjualan (Sales force incentives)” yaitu insentif tenaga penjualan yang
tidak terstruktur sehingga menjadi hambatan yang signifikan dalam rantai pasokan. Di
banyak perusahaan, insentif tenaga penjualan melebihi ambang batas penjualan selama
periode evaluasi dalam satu bulan atau kuartal. Penjualan yang biasanya diukur oleh
produsen mengarah pada kuantitas barang yang dijual ke distributor atau pengecer (sell-
in), bukan kuantitas barang yang dijual ke pelanggan akhir (sell-through).

Global Supply Chain Management-R3 | 6


b) Hambatan pemrosesan informasi (Information-processing obstacles) yaitu hambatan pada
pemrosesan informasi yang terjadi ketika informasi disalurkan pada pihak disetiap tahapan
rantai pasokan telah mengalami distorsi. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan
variabilitas pesanan dalam rantai pasokan. Terdapat dua faktor dalam hambatan pemrosesan
informasi yaitu :

• “Peramalan yang berdasarkan pesanan dan bukan dari permintaan pelanggan


(Forecasting based on orders and not customer demand)” yaitu setiap pihak dalam
tahapan rantai pasok membuat peramalan yang berdasarkan pesanan yang diterima.

• “Kurangnya Informasi yang berikan (Lack of Information Sharing)” yaitu informasi yang
tidak tersampaikan secara utuh kepada pihak dalam setiap tahapan rantai pasokan akan
semakin memperbesar distorsi informasi.

c) Hambatan operasional (Operational obstacles) merupakan hambatan yang terjadi ketika


tindakan yang diambil selama memasok pesanan menyebabkan peningkatan variabilitas.
Terdapat tiga faktor dalam hambatan operasional sebagai berikut :

• Pemesanan dalam jumlah besar (Ordering in Large Lots), suatu kondisi dimana
perusahaan menempatkan pesanan dalam jumlah yang lebih besar sehingga
berdampak pada variabilitas pesanan.

• Penambahan lead time (Large replenishment lead times, dimana distorsi informasi
akan semakin besar karena terjadi lead time yang panjang. Biasanya sering kali
terjadi ketika terdapat kesalahan peramalan yang dilakukan pengecer sehingga saat
permintaan tinggi namun terjadi kesalahan informasi dalam pemesanan maka
menyebabkan waktu tunggu pesanan semakin lama.

• Rationing and shortage gaming merupakan skema yang mengalokasikan barang


tertentu atas dasar pesanan (biasanya hanya untuk barang dengan produksi terbatas,
contoh produk-produk limited edition).

Global Supply Chain Management-R3 | 7


d) Hambatan harga (Pricing obstacles) terjadi ketika kebijakan penetapan harga suatu produk
menyebabkan peningkatan variabilitas pesanan. Terdapat dua faktor dalam hambatan harga
sebagai berikut :

• “Ukuran berdasarkan kuantitas diskon (Lot -Size-Based Quantity Discounts)” dimana


besarnya diskon yang berikan akan meningkatkan pesanan karena harga yang ditawarkan
lebih rendah. Kondisi tersebut memungkinkan terjadi bullwhip effect pada rantai pasokan.

• “Fluktuasi Harga (Price Fluctuation)”, promosi dan pemberian diskon jangka pendek
yang ditawarkan oleh produsen akan berdampak pada peningkatan pembelian barang
dimasa depan. Pedagang grosir atau pengecer akan membeli banyak barang selama
periode diskon untuk menutupi permintaan pada periode mendatang. Dengan demikian,
promosi dan pemberian diskon menghasilkan variabilitas dalam pengiriman barang.
Produsen mengalami kenaikan penjualan barang daripada penjualan oleh pengecer.

e) Hambatan perilaku (Behavioral obstacles) merupakan permasalahan yang sering terjadi


dalam perusahaan yang disebabkan distorsi informasi. Masalah-masalah ini sering terkait
dengan struktur rantai pasokan dan komunikasi di antara pelaku pada tahapan rantai
pasokan. Beberapa hambatan perilaku tersebut adalah sebagai berikut:

• Setiap tindakan pelaku pada tahapan rantai pasokan tidak mempertimbangkan dampaknya
terhadap pelaku rantai pasokan lainnya.
• Perbedaan tujuan pada tahapan rantai pasokan memungkinkan terjadi ketidaselarasan.
• Perbedaan tahapan rantai pasokan memungkinkan terjadi permasalahan terhadap mitra
rantai pasokan. (misal antar pemasok, antar distributor)
• Tindakan yang diambil oleh pelaku dalam rantai pasokan dapat menyebabkan gangguan
pada tahapan rantai pasok lainnya.
• Kurangnya kepercayaan di antara mitra rantai pasokan menyebabkan mereka menjadi
oportunistik dengan mengorbankan kinerja rantai pasokan secara keseluruhan.

Global Supply Chain Management-R3 | 8


7.3. Tindakan Manajerial untuk Meningkatkan Koordinasi

Setelah mengidentifikasi hambatan koordinasi, langkah berikutnya fokus pada tindakan


yang dapat dilakukan manajer untuk membantu mengatasi hambatan dan meningkatkan
koordinasi dalam rantai pasokan. Tindakan manajerial berikut meningkatkan keuntungan rantai
pasokan total dan meminimalisir distorsi informasi :

• Menyelaraskan tujuan dan insentif


Manajer dapat meningkatkan koordinasi dalam rantai pasokan dengan menyelaraskan
tujuan dan insentif sehingga setiap peserta dalam kegiatan rantai pasokan bekerja untuk
memaksimalkan keuntungan total rantai pasokan. Bentuk tindakan yang perlu dilakukan
untuk menyelaraskan tujuan dan insentif meliputi (a) menyelaraskan tujuan keseluruhan
rantai pasokan (b) menyesuaiakan pemberian insentif antar fungsi, (c) skema penetapan
harga sebagai bentuk koordinasi rantai pasokan, dan (d) memfokuskan insentif sebagai
kekuatan penjualan

• Meningkatkan visibilitas dan akurasi informasi


Manajer dapat meningkatkan koordinasi dengan meningkatkan visibilitas dan akurasi
informasi yang tersedia untuk berbagai tahap dalam rantai pasokan. Bentuk tindakan
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan visibilitas dan akurasi informasi meliputi (a)
berbagi data permintaan pelanggan, (b) melakukan peramalan dan perencanaan
kolaborasi, serta (c) merancang tindakan pengendalian.

• Meningkatkan operasi sehingga terjadi sinkronasi penawaran dan permintaan


Manajer dapat membantu meredam distorsi informasi dengan meningkatkan kinerja
operasional dan dengan skema alokasi produk khusus (limited edition) untuk melakukan
sinkronasi penawaran dan permintaan. Tindakan yang dapat dilakukan meliputi (a)
mengurangi terjadinya lead time, (b) reducing lot-sizes, (c) pembagian informasi -
(rationing based on past sales and sharing information to limit gaming).

Global Supply Chain Management-R3 | 9


• Merancang strategi penetapan harga untuk menstabilkan pesanan
Manajer dapat mengurangi distorsi informasi dengan merancang strategi penetapan harga
yang mendorong pengecer untuk memesan dalam jumlah yang lebih kecil dan
mengurangi pembelian lanjutan. Berikut upaya yang dapat dilakukan untuk merancang
strategi penetapan harga dalam rangka menstabilkan pesanan meliputi (a) mengatur
pengukuran barang berdasarkan volume dan besarnya diskon yang ditawarkan oleh
produsen dan (b) melakukan stabilisasi harga.
• Membangun kemitraan startegis dan kepercayaan.
Manajer akan merasa lebih mudah melakukan koordinasi apabila kemitraan strategis dan
kepercayaan terbangun dengan baik pada rantai pasokan. Berbagi informasi akurat yang
dipercaya oleh setiap pelaku dalam tahapan rantai pasokan akan menghasilkan
keselarasan penawaran dan permintaan yang lebih baik di seluruh rantai pasokan.
Dampak positifnya memungkinkan terjadinya penurunan harga pada setiap tahapan
dalam rantai pasokan. Misalnya, pemasok bisa saja tidak melakukan peramalan jika
mempercayai pesanan dan perkiraan informasi yang diterima dari pengecer sehingga
terjadi penurunan biaya.

7.4. Pendekatan Praktis untuk Meningkatkan Koordinasi Pada Rantai Pasokan


Manajer menyadari bahwa peningkatan koordinasi tidak dapat dilakukan hanya dari satu
upaya perusahaan saja. Dibutuhkan keterlibatan dari seluruh pihak agar peningkatan koordinasi
tercapai. Berikut beberapa pendekatan praktis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan daya
tarik industri sehingga mampu menunjukkan hasil yang positif :

a) Continuous replenishment and vendor managed inventories


Distorsi informasi dapat diminimalisir dengan memberikan tanggung jawab di seluruh
entitas pada rantai pasokan. Keputusan replenishment jika dilakukan dapat memastikan
visibilitas pesanan pada rantai pasokan. Upaya yang perlu dilakukan untuk mendukung hal
tersebut yaitu melanjutkan replenishment dan persediaan yang dikelola oleh vendor. Pada
program continuous replenishment programs (CRPs) produsen atau retailer melakukan
penambahan produk terhadap pengecer secara teratur berdasarkan data.

Global Supply Chain Management-R3 | 10


CRPs dapat dikelola oleh pemasok, distributor, bahkan pihak ketiga atau vendor. CRPs
akan terintegrasi dengan sistem teknologi informasi sehingga dapat menghasilkan informasi yang
baik. Berikutnya adalah vendor-managed inventory (VMI) dimana produsen atau pemasok
bertanggung jawab atas semua keputusan mengenai persediaan produk pada pengecer. VMI
mengharuskan pengecer untuk berbagi informasi permintaan dengan produsen. Hal ini akan
membantu perusahaan dalam menentukan perkiraan dan mencocokkan produksi terhadap
permintaan pelanggan.

b) Collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR)


Pada CPFR merupakan perencanaan kolaboratif, peramalan, dan replenishment
digambarkan sebagai aktivitas bisnis yang menggabungkan tingkat intelegensi beberapa mitra
atau vendor dalam memenuhi permintaan pelanggan. Keberhasilkan implementasi CPFR hanya
dapat dibangun di atas fondasi di mana kedua pihak yang terlibat telah melakukan sinkronasi
data mereka dan menetapkan standarisasi untuk pertukaran informasi.
Penjual dan pembeli dalam rantai pasokan dapat berkolaborasi di sepanjang salah satu atau
semua dari empat aktivitas rantai pasokan berikut ini :
• Strategi dan Perencanaan
Para mitra yang terlibat menentukan ruang lingkup kolaborasi dan menetapkan peran,
tanggung jawab, dan pemeriksaan data point of sales secara jelas. Mereka kemudian
mengidentifikasi aktifitas penting seperti promosi, pengenalan produk baru,
pembukaan/penutupan toko, dan perubahan kebijakan inventaris yang dapat
memengaruhi permintaan dan penawaran.
• Manajemen permintaan dan penawaran.
Melakukan peramalan penjualan kolaboratif terkait permintaan konsumen. Kemudian
diubah menjadi rencana pesanan kolaboratif yang menentukan pesanan di masa
mendatang dan menentukan persyaratan pengiriman berdasarkan perkiraan penjualan,
posisi inventaris, dan lead time.

Global Supply Chain Management-R3 | 11


• Eksekusi
Peramalan yang telah dirancang mengarah pada pesanan aktual. Pemenuhan pesanan ini
kemudian melibatkan produksi, pengiriman, penerimaan, dan penyimpanan produk.
• Analisis
Analisis yang dilakukan terutama berfokus pada identifikasi trend yang sedang terjadi
dan mengevaluasi pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja.

Aspek mendasar dari keberhasilan kolaborasi yaitu identifikasi dan resolusi atau
penyelesaian “pengecualian” (resolution of exception). Pengecualian mengacu pada kesenjangan
antara peramalan yang dibuat oleh kedua belah pihak atau beberapa pengukuran kinerja yang
mengalami penurunan atau kemungkinan besar berada di luar batas yang telah ditentukan.
Pengukuran ini dapat mencakup inventaris yang melebihi target atau ketersediaan produk yang
berada di bawah target. Keberhasilan dari CPFR telah melalui proses dimana kedua belah pihak
terlibat mampu mengatasi permasalahan tersebut. Terdapat beberapa identifikasi empat skenario
di mana penerapan CPFR dalam skala besar telah terjadi antara pengecer dan produsen sebagai
berikut :

• Retail event collaboration


Pada lingkungan ritel, seperti supermarket, promosi dan acara ritel lainnya
memiliki dampak signifikan terhadap permintaan. Kehabisan stok, persediaan berlebih,
dan naiknya biaya logistik akan berpengaruh pada kinerja keuangan baik bagi pengecer
hingga produsen. Pada pengaturan tersebut dibutuhkan kolaborasi antara pengecer dan
pemasok untuk merencanakan, memperkirakan, dan melakukan promosi agar dapat
efektif. Saat acara berlangsung, penjualan dipantau untuk mengidentifikasi setiap
perubahan atau pengecualian, apabila terjadi permasalahan dapat diselesaikan oleh kedua
belah pihak.
• DC replenishment collaboration
Kolaborasi replenishment DC merupakan bentuk kolaborasi yang paling
sederhana untuk diterapkan. Kedua mitra dagang berkolaborasi dalam meramalkan
penarikan DC atau mengantisipasi permintaan dari DC ke pabrik.

Global Supply Chain Management-R3 | 12


Peramalan ini diubah menjadi aliran pesanan dari DC ke pabrik. Proses CPFR
memerlukan teknologi agar dapat dengan mudah dijalankan. Teknologi CPFR telah
dikembangkan untuk memfasilitasi berbagi peramalan, informasi historis, mengevaluasi
kondisi tertentu, hingga memungkinkan untuk dilakukan revisi. Solusi ini harus
terintegrasi dengan sistem perusahaan sehingga semua transaksi rantai pasokan dapat
tercatat.
• Store replenishment collaboration
Dalam hal ini berkaitan dengan kolaborasi (pengisian/ memasok) replenishment
toko, dimana para mitra dagang berkolaborasi dalam peramalan penjualan (poin of sale /
POS). Peramalan ini menggambarkan serangkaian pesanan pada toko yang dilakukan
dalam jangka waktu tertentu. Kolaborasi tingkat toko memungkinkan pemasok ke
pengecer untuk dapat meningkatkan pengiriman barang tepat waktu.

• Collaborative Assortment Planning


Pada bentuk kolaborasi ini, mitra dagang mengembangkan beberapa perencanaan
secara bersama. Output dari perencanaan tersebut adalah terciptanya pesanan pembelian
yang lebih spesifik misalnya dari tingkat gaya/warna/ukuran (contoh pemesanan barang
untuk baju musim dingin). Pesanan yang direncanakan membantu produsen untuk
membuat perencanaan strategis jangka panjang khususnya dalam mendapatkan bahan
baku. Bentuk kolaborasi ini cukup efektif apabila kapasitas perusahaan dapat
mengakomodasi bauran produk dan bahan baku yang dibutuhkan memiliki kesamaan.

• Organizational and Technology Requirement for Successful CPFR


Kesukessan implementasi CPFR membutuhkan perubahan dalam struktur
organisasi dan membutuhkan penerapan teknologi yang tepat. Kondisi tersebut tidak
dapat diimplementasikan tanpa komitmen dari manajemen puncak. Kolaborasi yang
efektif mengharuskan produsen untuk membentuk tim lintas fungsi. Adanya tim lintas
fungsi akan memudahkan untuk menangani pelanggan yang mencakup penjualan,
perencanaan permintaan, logistik, dan pelanggan besar. Kondisi tersebut biasanya terjadi
pada industri ritel.

Global Supply Chain Management-R3 | 13


Untuk menangani pelanggan dengan skala yang lebih kecil maka tim tersebut cukup
fokus pada aspek geografis dan saluran penjualan. Pengecer harus mengatur perencanaan,
pembelian, dan pengisian barang dagangan ke dalam tim di sekitar pemasok. Seperti yang
ditampilkan pada gambar 10-4 sebagai berikut :

Dalam gambar 10.4 digambarkan bentuk kolaboratif struktur organisasi yang


terbagi dari dua jenis perusahaan yaitu perusahaan manufaktur dan perusahaan ritel
kemudia dibagi dalam beberapa team atau fungsi. Perusahaan manufaktur membagi
menjadi 2 tim untuk menangani pelanggan dari skala besar dan skala kecil. Perusahaan
ritel membagi tim berdasarkan kategori misalnya merchandise, perencanaan, pembeliaan,
dan replenishment. Dengan demikian maka proses CPFR yang terintegarsi dengan sistem
teknologi informasi dapat berjalan dengan efektif.
• Risk and Hurdles for A CPFR Implementation
Terdapat resiko dan hambatan untuk menuju kesuksessan implementasi CPFR.
Pembagian informasi dalam skala besar sangat rawan terjadi penyalahgunaan informasi.
Seringkali salah satu atau kedua mitra CPFR memiliki hubungan terhadap pesaing mitra.
Hal tersebut rawan terjadi kebocoran informasi terhadap pesaing. Ketidakmampuan untuk
menumbuhkan budaya kolaboratif di seluruh mitra perusahaan dapat menjadi rintangan
utama bagi keberhasilan CPFR. Rintangan berikutnya yaitu informasi terkait permintaan
yang dibagikan oleh mitra sering kali tidak digunakan dalam perusahaan secara
terintegrasi. Dengan demikian informasi terkait permintaan, pasokan, logistik, dan
perencanaan harus terintegrasi dalam perusahaan agar dapat memaksimalkan manfaat
dari CPFR.

Global Supply Chain Management-R3 | 14


SIMPULAN

Kurangnya koordinasi menyebabkan penurunan daya respon dan peningkatan biaya


dalam rantai pasokan. Hal tersebut bisa saja terjadi karena kendala yang ada sehingga menjadi
penyebab kurangnya koordinasi dan memperburuk variabilitas pada rantai pasokan. Kurangnya
koordinasi dikarenakan setiap tahapan dalam rantai pasokan tidak dilakukan secara selaras
dengan tujuan rantai pasokan. Terjadinya hambatan seperti adanya distorsi informasi atau
keterlambatan penyampaian informasi dalam setiap tahapan rantai pasokan. Salah satu akibat
dari kurangnya koordinasi rantai pasokan adalah dampak bullwhip (bullwhip effect), di mana
terjadi peningkatan fluktuasi pesanan khususnya pada pengecer kemudian retailer berlanjut pada
perusahaan hingga ke pemasok.

Terdapat beberapa bentu identifikasi dampak bullwhip effect yaitu biaya produksi, biaya
persediaan, penambahan lead time, biaya transportasi, biaya tenaga kerja untuk pengiriman dan
penerimaan, dan tingkat ketersediaan produk, dan hubungan lintas rantai pasokan. Berikutnya
terdapat lima kategori hambatan koordinasi dalam rantai pasokan yaitu hambatan insentif,
hambatan pemrosesan informasi, hambatan operasional, hambatan harga, dan hambatan perilaku.
Selain itu terdapat tindakan manajerial yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keuntungan
rantai pasokan total dan meminimalisir distorsi informasi yaitu menyelaraskan tujuan dan
insentif, meningkatkan visibilitas dan akurasi informasi, meningkatkan operasi sehingga terjadi
sinkronasi penawaran dan permintaan, merancang strategi penetapan harga untuk menstabilkan
pesanan, dan Membangun kemitraan startegis dan kepercayaan. Terdapat dua pendekatan
praktis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan daya tarik industri sehingga mampu
menunjukkan hasil yang positif yaitu continuous replenishment and vendor managed inventories
dan collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR).

Global Supply Chain Management-R3 | 15


DAFTAR PUSTAKA

Chopra, S. (2019). Supply chain management: Strategy, planning, and operation. 7th. Pearson
Education, Inc.

Global Supply Chain Management-R3 | 16

Anda mungkin juga menyukai