Anda di halaman 1dari 3

Djakarta Lloyd Terbelit Surat Pengakuan Utang

[15/11/08]

Tidak mampu melunasi medium term note, Djakarta Lloyd digugat oleh Globex Indonesia.

Niat hati ingin mendapat keuntungan, justru kerugian yang diderita Alexander Gee.
Direktur Utama PT Globex Indonesia ini harus kehilangan uang dari hasil
pembeliansurat pengakuan utang jangka menengah (medium term note) yang
dikeluarkan oleh PT Djakarta Lloyd (Persero). Total kerugian yang dialami Gee
sebesar 500 juta yen Jepang (JPY). Kerugian itu timbul lantaran Djakarta Lloyd tidak
sanggup membayar cicilan surat pengakuan utang yang dikeluarkannya sendiri.
 
Awalnya, Djakarta Lloyd menerbitkan surat pengakuan utang yang setiap lembarnya
berharga JPY100 juta. Total kupon yang dikeluarkan sebesar JPY1
miliar. Surat pengakuan utang yang dapat diperdagangkan itu ditandatangani oleh
dua direksi Djakarta Lloyd, Muhamad Muntaqa (presiden direktur) dan Dady Tjahjo
Kuntjoro (direktur Administrasi dan Keuangan). Djakarta Lloyd lantas menunjuk PT
Pan Indonesia Bank selaku agen penerbit. Di ranah bisnis,
penerbitan suratpengakuan utang lazim dilakukan korporasi yang ingin menambah
permodalan.
 
Pada 21 Desember 2006, sesuai perjanjian pembelian kembali, Djakarta Lloyd
membeli kembali 10 lembar surat pengakuan utang tersebut dari PT Danpac
Securitas. Dalam perjanjian disebutkan, harga jual beli adalah 43 persen dari harga
nominal yakni JPY430 juta atau setara Rp33,11 miliar dengan bunga 18 persen per
tahun.
 
Pembayaran disepakati dengan cara mengangsur selama dua tahun (24 bulan).
Angsuran per bulan dibayar setiap tanggal 21 dan dimulai pada bulan Februari 2007.
Keduanya juga sepakat menunjuk PT Bank Windu sebagai kustodian (penyimpan)
dari surat pengakuan utang tersebut.
 
Masalah kemudian timbul. Baru tiga kali mengangsur –itu pun tidak sesuai dengan
jadwal pembayaran— Djakarta Lloyd sudah tidak sanggup membayar sisa angsuran.
Dalam perjanjian disebutkan, jika Djakarta Lloyd wanprestasi dalam membayar
cicilan dua kali berturut-turut, Danpac berhak membatalkan perjanjian dan medium
term note bisa dijual lagi ke pihak lain.
 
Karena gagal bayar, perjanjian Djakarta Lloyd dengan Danpac dianggap batal
dengan sendirinya. Hal itu mengacu dari klausul perjanjian yang menyatakan penjual
dan pembeli sepakat untuk tidak tunduk pada ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH
Perdata.
 
Danpac lantas menjual medium term note itu kepada Globex Indonesia. Jumlah
kupon yang dibeli Globex sebanyak lima lembar dengan nilai JPY500 juta atau setara
dengan Rp44,5 miliar.
 
Di sinilah letak masalahnya. Ketika Globex melakukan penagihan kepada Djakarta
Lloyd terhadap surat pengakuan utang yang sudah dibelinya, Badan Usaha Milik
Negara ini tidak bisa membayarnya. Kalau pun Djakarta Lloyd punya dana, sudah
pasti dari awal dia melunasi utangnya ke Danpac.
 
Sekarang yang jadi pertanyaan adalah kenapa Globex mau membeli suratpengakuan
utang Djakarta Lloyd? Apakah Danpac tidak menerangkan kepada pembeli (Globex)
kondisi surat pengakuan utang perusahaan bergerak dalam bisnis kargo container
tersebut?
 
Gugat ke Pengadilan
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, Globex sudah kadung emosi terhadap
pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini. Mereka pun lantas melayangkan gugatan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
 
Sebelumnya, Globex beberapa kali melayangkan somasi kepada Djakarta Lloyd.
Dalam somasi tertanggal 14 Agustus 2008, Globex menuntut agar pembayaran
dilakukan paling lambat 7 hari setelah somasi diterima. Namun hasilnya nihil.
Djakarta Lloyd tetap tidak bergeming.
 
Dalam gugatan ke pengadilan, Globex menyasar Presiden RI cq Menteri Negara
BUMN cq PT Djakarta Lloyd sebagai Tergugat I. Globex juga menggugat PT Danpac
Sekuritas selaku Turut Tergugat I dan PT Bank Windu sebagai Turut Tergugat II.
Globex menuntut agar Djakarta Lloyd membayar cicilan pembelian surat pengakuan
utang sebesar JPY500 juta, sesuai jumlah yang mereka beli.
 
Kuasa hukum Globex, William R.R. Rawung, menyatakan persidangan perkara ini
akan bergulir pada 21 November mendatang. Sebelumnya mediasi kedua belah
pihak mentok lantaran Djakarta Lloyd tidak pernah memberikan penawaran. "Setiap
mediasi mereka menyatakan masih mempelajari gugatan," ujar pengacara yang
biasa dipanggil Roy itu.

Kapal Djakarta Lloyd Disita


[27/2/09]

Permohonan sita jaminan PT Globex Indonesia terhadap aset PT Djakarta Lloyd dikabulkan. Dua
kapal Djakarta Lloyd resmi disita karena diduga bisa dialihkan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita


jaminan (conservatoir beslag) yang diajukan Direktur Utama PT Globex Indonesia,
Alexander Gee, terhadap aset PT Djakarta Lloyd (Persero). Yakni dua kapal
berbendera Indonesia milik Djakarta Lloyd yang bernama KM Pontianak dan KM
Makassar. Saat ini, kedua kapal tersebut bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta Utara. Hal itu dituangkan dalam penetapan majelis hakim yang dibacakan
Kamis (19/2) lalu.
 
Sebelumnya, permohonan sita jaminan itu diajukan terkait dengan gugatan yang
diajukan Alexander Gee terhadap aset Presiden RI cq Menteri Negara BUMN cq PT
Djakarta Lloyd sebagai Tergugat I. Globex juga menggugat PT Danpac Sekuritas
selaku Turut Tergugat I dan PT Bank Windu sebagai Turut Tergugat II. Permohonan
diajukan untuk menjamin agar gugatan tidak sia-sia (illusoir) terhadap seluruh
piutang Globex terhadap Djakarta Lloyd.
 
Dalam surat penetapan dijelaskan berdasarkan Pasal 227 HIR ditentukan,
permohonan sita jaminan harus dilandasi adanya dugaan bahwa seorang debitur
atau tergugat akan mengalihkan harta kekayaannya ke pihak lain sebelum putusan
dijatuhkan atau sebelum eksekusi putusan. Majelis hakim yang diketuai Andriani
Nurdin berpendapat Globex memenuhi ketentuan tersebut. Globex menduga
Djakarta Lloyd bisa melakukan pengalihan kapal. Sebab Djakarta Lloyd merupakan
perusahaan pelayaran nasional yang melayani jalur pelayaran samudera dan
domestik.
 
Menyusul penetapan sita jaminan, Wakil Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Coriana Saragih, mengajukan surat permintaan bantuan peletakan sita jaminan ke
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (26/2) kemarin. Dalam suratnya,
Coriana meminta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk memerintahkan
seorang pegawai plus dua saksi untuk melaksanakan sita jaminan.
 
Sementara, permohonan sita jaminan terhadap tanah dan Gedung Djakarta Lloyd
yang terletak di Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, ditolak majelis hakim. Alasan
Globex adalah aset tersebut akan dialihkan dinilai tidak beralasan hukum. Sebab
pengalihannya harus melalui proses yang tidak mudah. Selain itu, Djakarta Lloyd
merupakan perusahaan negara yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
sehingga kegiatan yang dilakukan harus tetap kondusif.
 
Dalil tergugat yang menyatakan sita jaminan bertentangan dengan Pasal 50 UU No.1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan dibantah majelis hakim. Pasal tersebut
melarang penyitaan terhadap aset milik pemerintah. Menurut majelis, harta
kekayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak termasuk barang milik negara.
Sebab, BUMN sebagai badan hukum perdata keberadannya di luar struktur
organisasi lembaga negara atau pemerintah. Barang milik negara hanyalah barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau perolehan lain yang sah.
 
Sekedar informasi ini, perkara ini bermula saat Alexander Gee membeli surat
pengakuan utang jangka menengah (medium term note) yang dikeluarkan oleh
Djakarta Lloyd. Namun bukan untung yang didapat, melainkan kerugian. Total
kerugian yang dialami Gee sebesar 500 juta yen Jepang (JPY). Kerugian itu timbul
lantaran Djakarta Lloyd tidak sanggup membayar cicilan surat pengakuan utang
yang dikeluarkannya sendiri. Karena itu, Globex menuntut agar Djakarta Lloyd
membayar cicilan pembelian surat pengakuan utang sebesar JPY500 juta, sesuai
jumlah yang mereka beli.
 
Perkara yang mulai bergulir pada November 2008 lalu itu kini tengah menunggu
putusan. Majelis hakim mengagendakan pembacaan putusan pada Kamis (05/3)
mendatang. Menurut kuasa hukum Globex, William R.R. Rawung, menyatakan
agaknya pembacaan putusan akan tertunda karena menunggu proses penyitaan
selesai dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. “Kita tunggu saja,” ujarnya
saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (26/2).

Anda mungkin juga menyukai