Anda di halaman 1dari 11

Corporate Restrukturing

Kasus 1: Djakarta Lloyd

Didirikan pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh Kolonel Darwis Djamin, Komandan Pangkalan TNI AL Tegal
dengan nama NV. Djakarta Lloyd dengan modal awal dua unit kapal, bernama SS Djakarta Raya dan SS
Djatinegara. Selanjutnya PT Djakarta Lloyd (Persero) berkembang dengan pesat. Tahun 1970, dengan 22
unit dibawah kepemimpinan Capt. Hahyari, Djakarta Lloyd berlayar hingga ke Sidney, Amsterdam, Cape
Town dan New York.
Pada periode tersebut, Djakarta lloyd amat terkenal karena telah mengoperasikan KM Jatimulia yang
mampu berlayar dengan kecepatan 21 knots tetapi akhirnya karam akibat tabrakan dengan tanker milik
Rusia. Bartje Van Houten dan group D’Lloyd adalah group musik binaan Djakarta Lloyd. Bahkan kabarnya,
Bob Sadino pernah menjadi Jenang Kapal di Djakarta Lloyd dan terakhir menjadi Kepala Cabang di Jerman.
Tahun 1972, Djakarta Lloyd bersama dengan Trikora Lloyd dan Gesuri Lloyd mendirikan Asia Trans
Company Ltd yang bertujuan untuk melakukan integrasi jasa angkutan laut di luar negeri. Pada masa itu,
Gesuri Lloyd mengoperasikan 14 unit kapal dan Trikora Lloyd mengoperasikan 8 unit kapal. Operasi luar
negeri diatur bersama dengan membagi slot yang ada pada ketiga perusahaan pelayaran tersebut. Biaya
operasional menjadi lebih murah dan mencegah perang harga diantara bertiga.
Pada awal tahun 1990, sebenarnya Djakarta Lloyd telah memiliki 22 kapal besar yang secara rutin berlayar
ke Hamburg, Durnham dan New York. Tetapi di awal tahun 1990 mulai terjadi perubahan pola angkutan
laut. General Cargo yang biasanya dibungkus dengan palet kayu atau polybag kini dimasukan ke dalam
container ukuran 20” atau 40”. Struktur kapal angkut juga berubah, yang semula kapal besar dengan palka
tertutup menjadi kapal datar dengan palka terbuka. Prof BJ Habibie memahami hal tersebut dan
mempersiapkan Djakarta Lloyd untuk melakukan transformasi bisnis dan manajemen perubahan dari
angkutan breakbulk menjadi container regular liner.
Tahun 1995 Pemerintah Republik Indonesia memberikan 12 unit bahan kapal buatan Jerman dan 12 unit
bahan kapal buatan Jepang untuk dijahit mejadi kapal Caraka Jaya Niaga III ukuran 200 teuss sebagai
feeder ditambah 5 unit bahan kapal Palwo Buwono ukuran 1600 teuss sebagai poros. Namun karena krisis
ekonomi, Djakarta Lloyd hanya mampu menyelesaikan 9 unit Caraka Jaya Niaga III pada 9 galangan kapal,
sisanya 15 unit bahan kapal Caraka Jaya Niaga III hanya menjadi sampah belaka. Pembangunan tersebut
dibiayai oleh hutang Medium Term Notes dalam jumlah amat besar yang kelak menjadi malaikat pencabut
nyawa bagi Djakarta Lloyd.
Djakarta Lloyd dibawah pimpinan Manoppo cs akhirnya dapat menyelesaikan 5 unit kapal Palwo Buwono.
Namun demikian, ternyata pada masa itu, Pelindo I-IV belum siap untuk memberikan layanan angkutan
container (container regular liner). TPK Kodja dan TPK Berlian yang baru dibangun hanya memiliki gentry
dengan kapasitas 10 bph. Akhirnya Manoppo cs menyewakan 5 unit Palwo Buwono keluar negeri
sedangkan 9 unit CNJ III digunakan untuk melayani pelabuhan yang sudah siap dengan Terminal Peti
Kemas kapasitas kecil. Pembangunan sisa CNJ III dihentikan. Disisi lain, 22 unit kapal milik Djakarta Lloyd
yang sudah berusia lebih 30 tahun berangsur di scrap.
Kebijakan ini membuat berang pihak Dirjen Hubla. Hanya 2 tahun, Manoppo cs kemudian diganti dengan
orang yang tidak memiliki kemampuan manajemen dan pengetahuan angkutan laut. Terjadilah salah urus
(mismanagement) di Djakarta Lloyd dimana pendapatan usaha tidak mampu menutup biaya operasional
sampai akhirnya tahun 2007 Djakarta Lloyd mulai mengalami kesulitan keuangan (Financial Distress). Hal
ini diakibatkan semakin menumpuknya beban bunga hutang kepada pihak ketiga.
Tahun 2009, Pacific International Line Pte.Ltd. mengembalikan 2 unit kapal yang selama ini telah disewa
tme chartering. Tanggal 16 May 2009, Australia National Lines Ltd. (ANL) melalui Kantor Perwakilan
Singapura meminta Pengadilan Singapura untuk menyandera 2 kapal milik Djakarta Lloyd. Direksi pada
saat itu panik dan membuat hutang baru dengan PT PANN (Persero) dengan menjaminkan 3 unit kapal
milik Djakarta Lloyd untuk membiayai proses pengadilan niaga di Singapura. Upaya mengembalikan kedua
kapal tersebut gagal dan pada bulan Januari 2010, kedua kapal tersebut dilelang oleh Pengadilan
Singapura.
Pada bulan Mei 2010, PT PANN (Persero) menarik operasional 3 unit kapal milik Djakarta Lloyd yang
dijaminkan karena gagal bayar. Pada tahun yang sama, PT Globex, pemegang 10 lembar MTN (no.026 s.d
035) yang diterbitkan perusahaan tanggal 25 Maret 1997 mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Utara untuk menyandera 3 unit kapal milik Djakarta Lloyd yang kemudian dilelang pada tahun
berikutnya. Secara bersamaan, PT Daya Radar Utama, partner docking Djakarta Lloyd juga meminta
Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk meletakan sita jaminan atas 1 unit kapal Djakarta Lloyd yang
tersisa. Pada bulan Oktober 2010, Direksi saat itu mengumumkan Djakarta Lloyd beku operasi.
Sejak saat itu, 5 unit kapal Palwo Buwono yang masih berstatus Bantuan Pemerintah Yang Belum
Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) laid up di Tanjung Priok, Surabaya dan Batam. Selain itu, 1200 karyawan
tertunggak gaji selama 16 bulan dan 2000 pensiunan tidak terbayar. Media massa pada tahun 2011
menulis bahwa Djakarta Lloyd tidak mampu untuk operasi.
Globex “the bucher” bertindak lebih jauh. Tidak puas hanya dengan itu, setelah berhasil melelang 3 unit
kapal CNJ III, Globex mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyita
dan melelang Kantor Pemasaran di Jl Cikini pada tahun 2012 dan selanjutnya Kantor Pusat Djakarta Lloyd
di Jl Senen Raya 44 pada tahun 2013. Berdasarkan putusan lelang eksekusi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat no.046/2010 /Eks tanggal 29 September 2011, sisa hasil lelang sebagian dipergunakan manajemen
untuk membayar kewajiban kepada pegawai dan pensiunan.
Tanggal 23 May 2013, Globex mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam Keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat no. 27/Pdt.Sus-
PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 9 July 2013 memutuskan penerima permohonan PKPU pada Djakarta
Lloyd. Namun berdasarkan pasal 265 UU no.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Perusahaan
memiliki hak untuk mengajukan program perdamaian (Homologasi) kepada Kreditur.
Program Perdamaian tersebut kemudian diajukan oleh perusahaan tanggal 27 November 2013 dan
disetujui oleh mayoritas kreditur konkuren untuk selanjutnya disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat dengan putusan no. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 19 December 2013. Kedua
kreditur pemegang MTN kemudian mengajukan kasasi namun tanggal 15 April 2014 kasasi tersebut
ditolak oleh Mahkamah Agung dengan putusan no. 137.K/Pdt.Sud-PKPU/2014. Selanjutnya Perjanjian
Perdamaian (Homologasi) atas PKPU memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Perjanjian Perdamaian tersebut menetapkan pengalihan kredit menjadi saham (Debt to Equity Swap) dan
secara berangsur akan mulai ditarik (buy back) mulai Januari 2019 sampai dengan tahun 2031 dengan
kewajiban per tahun sebesar Rp42,5 milyar. Sejak itu, Djakarta Lloyd mulai bertumbuh dan melakukan
aktivitasnya sebagai perusahaan pelayaran dengan 5 kapal yang laid up di laut.
Tanggal 28 Desember 2015, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah no. 126/2015 mengenai
perubahan struktur modal pada Djakarta Lloyd dengan menerbitkan saham baru senilai Rp437 milyar yang
akan diteruskan kepada eks kreditur konkuren. Selanjutnya, Rapat Umum Pemegang Saham memutuskan
untuk penerbitan saham baru tersebut harus ditetapkan dengan akta Notaris dan didaftarkan ke Lembaga
Kustodian.
Pada tanggal yang sama, Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah no. 125/2015 mengenai
penambahan modal saham Pemerintah RI pada Djakarta Lloyd senilai Rp350 milyar. Dana tersebut
ditujukan untuk perbaikan 5 unit kapal kontainer ex BPYBDS sebesar Rp163 milyar, pembelian 1 unit kapal
bekas breakbulk sebesar 142 milyar dan sisanya untuk menambah modal operasi perusahaan. Hal ini
dilakukan pemerintah RI agar Djakarta Lloyd cepat pulih dan mampu menunjang program Tol Laut
Nusantara.
PKPU menjadi titik balik perubahan Djakarta Lloyd. Bukan itu saja, Pemerintah juga merubah utang
BPYBDS sebesar Rp667 milyar dan utang SLA sebesar Rp363 milyar diubah menjadi tambahan PMN Non
Tunai. Utang RDI sebesar Rp171 milyar direskeduling sesuai putusan PKPU sedangkan utang Pajak sebesar
Rp137milyar diselesaikan dengan mekanisme Tax Amnesty. Hutang pesangon dan pension sebesar Rp89
milyar sudah dilunasi. Restrukturisasi Keuangan yang dilakukan telah berhasil memperbaiki kinerja
keuangan perusahaan.
Dengan satu unit kapal breakbulk 55.000 dwt milik dan empat unit kapal charter, Djakarta Lloyd berupaya
memenuhi kontrak dengan PLN dalam melayani angkutan batubara untuk memenuhi pasokan PLTU yang
tersebar di seluruh Indonesia. Untuk itu, perusahaan diperkuat dengan 1 set Tug and Barges milik dan 2
unit charter untuk transshipment batubara di PLTU yang tidak dapat disandari kapal besar. Disamping itu,
perusahaan juga memiliki satu unit Harbor Tug milik dan 2 unit charter yang dikontrak jangka panjang
oleh Kaltim Prima Coal. Untuk jasa keagenan kapal, Djakarta Lloyd memiliki 15 cabang yang tersebar di
seluruh Indonesia dan untuk jasa bongkar muat, melalui anak perusahaannya PT Dharma Lautan
Nusantara. Sedangkan PT DL Logistik Nusantara juga sudah siap untuk melayani kebutuhan pengguna jasa
angkutan laut.
Perbaikan operasional Djakarta Lloyd sudah dilihat oleh Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan.
Sejak tahun lalu, Djakarta Lloyd dipercaya untuk mengelola 5 kapal container milik Kementerian
Perhubungan untuk Program Tol Laut di wilayah Sulawesi. Masyarakat dan Pemerintah Daerah di Sulawesi
menyambut baik kedatangan Djakarta Lloyd dengan Program Tol Laut-nya dan telah banyak melakukan
angkutan hasil bumi seperti kopra, jagung, cengkeh dan ikan beku ke Surabaya.
Perbaikan dalam manajemen juga telah dilakukan. Sertifikasi ISO 9001:2015, ISO 14001:2015 dan OHSAS
18001:2007 untuk standar layanan dan standar mutu telah diperoleh. Tata Kelola Perusahaan yang baik
(GCG) juga sudah diterapkan dan tahun ini rencananya akan dilakukan assessment oleh BPKP. Internal
Control sudah diterapkan secara menyeluruh dan Manajemen Risiko sedang dibangun dengan target
tahun ini memperoleh sertifikasi ISO 31000:2017 mengacu pada konsep PDCA. Keterbukaan Informasi
dengan membangun Knowledge Management berbasis web juga sudah dikembangkan perusahaan sesuai
dengan Masterplan IT yang ada.
Perkembangan perusahaan saat ini membuat perusahaan sangat siap untuk memenuhi kewajiban
melakukan buy back saham dimana pembayaran pertama akan dilakukan pada bulan Maret 2019.
Verifikasi terhadap pemegang saham eks kreditur PKPU sudah dilakukan. Dana Sinking Fund untuk
pembayaran tahun 2019 juga sudah disisihkan. Hal ini membuat para pemegang saham eks kreditur PKPU
lebih tenang. Kepercayaan bank juga sudah pulih, banyak bank yang menghampiri Djakarta Lloyd untuk
membantu membiayai pengadaan kapal.
Meski demikian masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan oleh manajemen yakni Manajemen harus
tetap berupaya meningkatkan kinerjanya dalam upaya memulihkan kepercayaan masyarakat kembali.
Manajemen harus mendaftarkan 131 pemegang saham serie B ex kreditur konkuren ke Kustodian dan
mulai menyisihkan sinking fund untuk melakukan buy back saham sesuai jadwal PKPU yang telah
diputuskan oleh Pengadilan. Bila manajemen lalai dalam melaksanakan kewajiban buyback saham sesuai
jadwal PKPU maka secara otomatis Djakarta Lloyd dinyatakan pailit. Manajemen harus menunjukan
pengelolaan yang bersih (good corporate governance) dan efisien agar Djakarta Lloyd tidak mengalami
finansial distress kembali.
Jelaskan pendapat anda mengenai Kasus Restrukturisasi Perusahaan pada PTDL?

Kasus 2: PT KAI (Persero)

Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai ketika pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-
Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron
Sloet van de Beele tanggal 17 Juni 1864. Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan swasta Naamlooze
Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM) menggunakan lebar sepur
1435mm.
Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara melalui Staatssporwegen
(SS) pada tanggal 8 April 1875. Rute pertama SS meliputi Surabaya-Pasuruan- Malang. Keberhasilan NISM
dan SS mendorong investor swasta membangun jalur kereta api seperti Semarang Joana Stoomtram
Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram
Maatschappij (SDS), Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij
(Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram Maatschappij (Pb.SM),
Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera
Stoomtram Maatschappij (Mad.SM), Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api dilaksanakan di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889),
Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922). Sementara itu di Kalimantan, Bali,
dan Lombok baru dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, belum sampai tahap
pembangunan. Sampai akhir tahun 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464
km dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Pada tahun 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu,
perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta
Api). Selama penguasaan Jepang, operasional kereta api hanya diutamakan untuk kepentingan perang.
Salah satu pembangunan di era Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk
pengangkutan hasil tambang batu bara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka. Namun, Jepang
juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta
api disana.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa hari
kemudian dilakukan pengambilalihan stasiun dan kantor pusat kereta api yang dikuasai Jepang.
Puncaknya adalah pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tanggal 28 September 1945 (kini
diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia). Hal ini sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api
Indonesia Republik Indonesia (DKARI). Ketika Belanda kembali ke Indonesia tahun 1946, Belanda
membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif
(SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM).
Berdasarkan perjanjian damai Konfrensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949, dilaksanakan
pengambilalihan aset-aset milik pemerintah Hindia Belanda. Pengalihan dalam bentuk penggabungan
antara DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950. Pada tanggal 25 Mei DKA
berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun tersebut mulai diperkenalkan juga
lambang Wahana Daya Pertiwi yang mencerminkan transformasi Perkeretaapian Indonesia sebagai
sarana transportasi andalan guna mewujudkan kesejahteraan bangsa tanah air. Selanjutnya pemerintah
mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1971. Dalam rangka
meningkatkan pelayanan jasa angkutan, PJKA berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api
(Perumka) tahun 1991. Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
pada tahun 1998.
Selama kurun waktu ini, beberapa perubahan nyata telah berhasil dilakukan PT KAI. Antara lain dalam
penerapan IT seperti e-Kiosk yakni mesin penjualan tiket KA jarak jauh, C-VIM yakni mesin penjualan tiket
KRL Jabodetabek, sistem check in, boarding pass yang kini telah menjadi e- Boarding pass, Preorder meals
yakni pemesanan makanan & minuman untuk di atas KA, dan Railpay yakni kartu segudang fungsi.
Dalam aspek sarana, PT KAI telah melakukan peremajaan kereta eksekutif dan ekonomi untuk
kenyamanan penumpang. Hingga tahun 2019, PT KAI akan mengganti 882 kereta yang berusia di atas 30
tahun. PT KAI juga telah mengoperasikan kereta ekonomi (K3) premium. KA ekonomi premium ini terdiri
atas delapan kereta dengan kapasitas masing-masing 80 tempat duduk dan dua unit kereta premium
untuk penumpang difabel, berkapasitas 64 tempat duduk di tiap kereta sehingga kapasitas dalam setiap
satu kali perjalanan adalah 768 seat. Juga ada fasilitas tempat duduk yang sudah reclining, di tiap kereta
tersedia 4 tv, interior kereta makan dengan desain mini bar, dan lain-lain.
PT KAI juga memodernisasi prasarana dan fasilitas pendukungnya untuk memberikan kenyamanan lebih
kepada penumpang. PT KAI menghadirkan Hotel Rail transit Suite Gambir di Stasiun Gambir, perbaikan
toilet dan granitisasi stasiun, underpass Stasiun Manggarai, JPO Stasiun Tanah Abang, Fasilitas Anggrek
Lounge di Stasiun Tugu Yogyakarta, gerai Pojok UMKM, dan Skybridge Solo di Stasiun Solo Balapan. Untuk
mengakomodasi jumlah penumpang yang kian bertambah, PT KAI pun telah mengoperasikan beberapa
KA baru diantaranya KA Kertajaya Rangkaian Panjang, KA Tawang Jaya Rangkaian Panjang, KA Blora Jaya
Rangkaian Ekonomi New Image, KA Singasari Relasi Pasar Senen-Blitar PP, dan KA Wijaya Kusuma Cilacap-
Solo dan Cilacap-Yogyakarta.
Tak hanya angkutan penumpang, PT KAI juga meningkatkan pelayanan Angkutan Barang dengan
mengoperasikan KA barang yang terintegrasi dengan pelabuhan sehingga arus distribusi logistik kian cepat
dan efektif. Beberapa KA angkutan itu yakni KA Pelabuhan Tanjung Perak, KA Pelabuhan JICT, dan KA
Pelabuhan Relasi Sei Mangkei-Belawan. PT KAI juga memberikan perhatian dalam bidang kesehatan
masyarakat melalui program corporate social responsibility, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar jalur rel dan stasiun KA. PT KAI telah mengoperasikan Rail Clinic, yakni kereta kesehatan yang
bertugas memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat.
PT KAI juga telah mendapat penghargaan MURI karena mengoperasikan kereta kesehatan pertama di
Indonesia. Selama ini, Rail Clinic telah kerap memberikan bantuan layanan kesehatan bagi masyarakat di
sekitar jalur rel. Selain itu, Rail Clinic juga bisa dilibatkan untuk pertolongan korban bencana alam
termasuk dalam upaya melakukan evakuasi, seperti yang pernah dilakukan saat membantu korban banjir
di Garut pada September 2016 lalu.
Terbaru, PT KAI meluncurkan Rail Clinic Generasi ke-4 pada 28 September 2017. Rail Clinic Generasi ke-4
ini selain memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pemeriksaan umum, gigi,
kehamilan, mata, serta pelayanan kefarmasian, juga dilengkapi dua kereta pustaka yang dinamakan Rail
Library. Rail Library berisikan buku-buku manual dan fasilitas e-library untuk meningkatkan minat baca
warga sehingga diharapkan dapat turut andil dalam mencerdaskan masyarakat.
PT KAI sebagai satu-satunya operator perkeretaapian di Indonesia mendapat penugasan dari pemerintah
untuk mengoperasikan jalur-jalur baru yang saat ini sedang dibangun, diantaranya KA Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, LRT Palembang, KA Bandara Internasional Minangkabau, LRT Jabodebek,
KA Trans Sulawesi, KA Trans Sumatera, KA Bandara Internasional Kulonprogo, dan KA Bandara
Adisumarmo.
Selain itu, PT KAI juga bersinergi dengan BUMN lainnya dalam melaksanakan penugasan pembangunan
TOD atau transit oriented development, yang pada tahun ini direncanakan akan dibangun di 13 lokasi di
kawasan Jabodetabek meliputi: Tanjung Barat, Pondok Cina, Bogor, Pasar Senen, Tanah Abang, Juanda,
Rawabuntu, Jurangmangu, Manggarai, Cisauk, Parung Panjang, Bekasi, dan Klender.
Keberhasilan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dalam melakukan transformasi bisnis patut
diacungi jempol. Menurut CDD of Personnel Care, Control & Development KAI, Wawan Ariyanto,
lompatan tinggi KAI ini disertai tiga faktor dan sembilan dimensi transformasi sebagai pendahulunya.
Pertama, change management, antara lain manajemen perubahan pada identitas perusahaan. Visi dan
Misi kini berubah. Corporate Value juga ikut dirubah.
Kedua, commitment management yang meliputi pembenahan (a) sistem remunerasi yang membawa
konsekuensi penanganan sumber daya manusia. Dulu, sistem penggajian sama dengan pegawai negeri.
Sekarang agar produktivitas meningkat, diterapkan sistem remunerasi baru dengan meniadakan
senioritas.

Transformasi terkait commitment management benar-benar menjadi perhatian. Terkait dengan SDM, KAI
begitu menekankan soal (b) integritas. Adapun terkait dengan (c) kompetensi, maka yang ditekankan
adalah soal kepemimpinan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, orientasi hasil, daya tahan,
keahlian bisnis, dan mengembangkan orang lain. Untuk kompetensi lainnya yang perlu dikembangkan,
antara lain berpikir analitis, kreatif, dorongan berprestasi, mencari informasi, komitmen organisasi, dan
komitmen belajar.
Ketiga, implementasi Teknologi Informasi (TI) disadari KAI begitu penting untuk melakukan perubahan
yang cepat. Dukungan TI yang sigap mengharuskan perusahaan untuk melakukan standarisasi TI di semua
elemen, mulai dari restrukturisasi organisasi hingga penerapan website, mobile application, dan media
sosial yang lebih baik.
Kini, nomor induk seluruh pegawai KAI telah disertai info email, sehingga masalah apapun yang terjadidari
ujung Banyuwangi hingga Aceh akan tahu. SAP juga telah diterapkan untuk operasi yang lebih cepat.
Terdapat 9 modul SAP yang dijalankan. Implementasi aplikasi bisnis juga. Sampai pemeriksaan tiket tidak
ada lagi. Dengan penerapan CSB, yang dilakukan pengecekan yang diskon saja. E-boarding juga sudah
diterapkan. Ada KAI Access sehingga tidak perlu e-boarding.
Ujungnya yang pasti dari transformasi ini adalah orientasi pasar yang ingin dibidik KAI. Model business
canvas telah diterapkan KAI dengan melihat (a) segmen pelanggan dan (b) mendengarkan apa yang
dibutuhkan serta (c) cost structure.

Dengan menerapkan model bisnis KAI yang lebih tepat, perseroan mampu mendorong efisiensi.
Kolaborasipun terbuka lebar dengan menggandeng beberapa kanal penjualan tiket lebih banyak lagi.
Terakhir kolaborasi yang dilakukan dengan Traveloka, setelah sebelumnya dengan jaringan minimarket.
Setelah melihat perubahan sistem yang telah diupayakan, dalam hal ini PT. KAI telah menggunakan
konsep transorganizational change sebagai upaya merespon perubahan akibat lingkungan dan teknologi
yang semakin berkembang saat ini (Cummings dan Worley, 1993). Sejak tahun 2016, PT. KAI telah
melakukan perubahan pada (1) sistem regenerasi pegawai, dalam hal ini PT. KAI mengubah sistem
perekrutan yang manual dan tradisional menjadi sistem perekrutan berbasis digital yang lebih transparan
dan terbuka kepada masyarakat luas. Nah, perubahan yang dimaksudkan tadi bermula dariinisiatif Ignasius
Jonan melalui gaya kepemimpinannya yang responsif terhadap perubahanmenjadikan PT. KAI sebagai
organisasi yang adaptif dan mampu mengembangkan organisasinya dengan sangat baik.
Dalam implementasinya, terdapat beberapa (2) driver forces, (Griffin, 2014) yang mempengaruhi
pengembangan organisasi PT. KAI itu sendiri, salah satunya yakni general environment atau faktor
lingkungan sosial yang secara tidak langsung mempengaruhi organisasi. Hal tersebut dapat kita lihat dari
(a) perubahan lingkungan akibat pandemi COVID-19 dan (b) perubahan struktur pemimpin PT.KAI. Selain
itu, (c) perubahan teknologi saat ini juga menuntut PT. KAI untuk dapat memanfaatkan kecanggihan
teknologi pada era modernisasi ini.
Tidak hanya faktor yang berasal dari lingkungan sosial saja, jika kita merujuk pada (3) faktor task
environment yaitu faktor lingkungan tugas yang secara langsung dapat mempengaruhi organisasi, dapat
terlihat dari semakin tingginya (a) tuntutan pelanggan. Belajar dari pengalamannya, PT. KAI terus
mengembangkan potensinya salah satunya dengan menciptakan fitur sebagai wadah keluhan konsumen
pada KAI Access. Terakhir, persaingan yang timbul antara PT. KAI dengan beberapa perusahaan lainnya
juga mendorong PT. KAI dalam melakukan perubahan agar terus dapat (b) bersaing dengan perusahaan
transportasi milik swasta.
Dalam perkembangannya, terlihat bahwa PT. KAI memiliki sejumlah pendekatan dan strategi dalam
melakukan pengembangan organisasinya. Berdasarkan Istianda (2014), PT. KAI menggunakan pendekatan
(4) unilateral power, hal ini dikarenakan adanya (a) pergantian pemimpin beserta gaya kepemimpinan
yang berbeda, sehingga berdampak pada (b) perubahan pelayanan berbasis product oriented menjadi
customer oriented. Dengan melakukan perubahan fokus pelayanan juga menyebabkan adanya (c)
perubahan struktur organisasi dalam PT. KAI dengan menetapkan sejumlah kejelasan tugas wewenang
yang berbeda-beda.
Selanjutnya mengenai strategi yang diambil oleh PT. KAI yaitu melalui (5) coaching dan mentoring. Dalam
hal ini, inisiatif dari pemimpin dalam mendukung proses pelatihan dan pendampingan anggotaorganisasi
PT. KAI menjadi penting (Cummings dan Worley, 1993), sehingga diperlukan pemimpin yang dapat
menjunjung tinggi kegiatan kerja sama. Melalui strategi tersebut, PT. KAI telah melakukan pelatihan
manajemen aset pegawai melalui kerja sama dengan Perusahaan Kereta Api Italia (Sinaga, 2019).
Berdasarkan upaya pengembangan yang telah disebutkan di atas, penting bagi PT. KAI untuk menerapkan
karakteristik (6) learning organization untuk mendukung keberlanjutannya, seperti (a) Personal Mastery
memperluas kompetensi pegawai, (b) Mental Models kemampuan untuk mengevaluasi diri, (c) Shared
Vision, (d) Team Learning, hingga (e) System Thinking guna memprediksi pola perubahan yang terjadi
(Senge, 1990).
Sejak tahun 2018, PT. KAI telah memenuhi aspek Personal Mastery dan Team Learning melalui adanya
kesadaran PT. KAI dalam meningkatkan anggota organisasinya melalui program kerja sama maupun
program pendidikan dan pelatihan, salah satunya melalui Pelatihan Basic Development. Kemudian pada
aspek Shared Vision, PT. KAI juga selalu memiliki visi yang terintegrasi baik antara direksi maupun
anggotanya. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa pada aspek Mental Models dan System Thinking,PT.
KAI telah menerapkan pemikiran berbasis sistem yang ditandai dengan hadirnya aplikasi KAI Access.
Dengan hadirnya inovasi aplikasi KAI Access juga memberikan dampak positif yang cukup besar baik bagi
pengguna atau masyarakat dalam kemudahan transportasi maupun bagi PT. KAI dalam meningkatkan
volume penumpang bahkan hingga mencapai 425 juta penumpang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam melakukan (7) restrukturisasi organisasi, terdapat
beberapa indikator dalam melakukan restrukturisasi meliputi, (a) Downsizing adalah perampingan
organisasi dengan menghapuskan beberapa pekerjaan atau fungsi tertentu, (b) Delayering adalah
pengelompokkan kembali jenis-jenis pekerjaan yang sudah ada, (c) Decentralizing, dilakukan dengan cara
menyerahkan beberapa fungsi dan tanggungjawab kepada tingkat organisasi yang lebih rendah,
Refocusing adalah peninjauan atau penyusunan kembali tentang kompetensi inti (core competition) dari
organisasi yang bersangkutan. Indikator restrukturisasi organisasi diuraikan sebagai berikut :
1. Perampingan Organisasi (Downsizing) Dalam melakukan restrukturisasi organisasi unit
memperhatikan elemen-elemen yang terkena akibat atau dampak dari restrukturisasi itu salah
satunya adalah jumlah sumber daya manusia khususnya jabatan-jabatan dalam organisasi unit
sarana. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi jumlah sumber daya manusia yang dianggap tidak
perlu atau kedudukannya dalam struktur organisasi dianggap tidak efektif dan efisien, berdasarkan
indikator analisis beban kerja karyawan, analisis jabatan serta keputusan Direksi PT Kereta Api
Indonesia (Persero).
2. Pengelompokan Kembali Tugas Pokok dan Fungsi (Delayering) Pembentukan organisasi unit sarana
harus menerapkan prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan
fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisien dan efektifitas, juga rentang kendali dan tata
kerja yang jelas. Berdasarkan pelaksanaan dilapangan yang berkaitan dengan pembentukan unit-unit
organisasi berdasarkan pengelompokan urusan- urusan dalam sarana dan prasaran perkeretaapian
yang mencakup kedudukan, tugas, dan fungsi dalam unit sarana. Unit sarana merupakan unit
pelaksana pendayagunaan, perawatan dan perbaikan sarana. Setiap bagian dalam unit sarana
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan urusan yang berkaitan dengan perawatan dan perbaikan
sarana dan prsarana perkeretaapian. Pada uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian
menjadi suatu alur koordinasi dalam birokrasi dalam perusahaan, menandakan adanya sikap loyalitas
pada kedudukan bawahan ke atasan sehingga dapat melengkapi dan membatu proses
penyelenggaraan pelaksanaan kegiatan usaha yang membantu menyediakandana dari anggaran serta
mengkoordinasikan masing-masing unit dari unit sarana dan tenaga ahli membuat unit sarana lebih
optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga menunjang dalam memberikan
pelayanannya kepada masyarakat
3. Desentralisasi Fungsi Organisasi (Decentralizing) Tugas pokok dan fungsi merupakan suatu kegiatan
yang harus diselenggarakan oleh suatu jabatan atau organisasi. Setiap unit dalamorganisasi telah
memiliki tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai nomenklatur organisasi. Sehingga masing-
masing unit diharapkan dapat menjalankan fungsi organisasi untuk menjalankan visi-misi PT. KAI
(Persero). Sehubungan dengan ruang lingkup proses bisnis Unit Sarana saat ini, maka tugas pokok
unit sarana meliputi:
a. Penyusunan program dan penyajian Sarana siap operasi
b. Pemeliharaan dan perbaikan Lok, KRD, Kereta, Gerbong, dan Fasilitas kerja di lintas dan bagian
produksi
c. Pengendalian dan evaluasi kinerja sarana serta menjamin kualitas hasil pemeliharaan dan
perbaikan.
d. Menampung dan menganalisa keluhan pengguna jasa.
e. Administrasi logistik.
f. Pembinaan teknis
Saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan/grup usaha yakni KAI Services
(2003), KAI Bandara (2006), KAI Commuter (2008), KAI Wisata (2009), KAI Logistik (2009), KAI Properti
(2009), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).
Yayasan Pusat Kesejahteraan Karyawan Kereta Api (Yayasan Pusaka), salah satu yayasan milik PNKA,
mendirikan perusahaan bernama PT Karya Pusaka yang didirikan 5 Desember 1967 dan berubah nama
menjadi PT Pusaka Nusantara pada 18 April 1970. Pusaka memfokuskan diri perusahaan restorasi,
outsourcing, dan kebersihan prasarana dan sarana kereta api
Anak perusahaan pertama PT Kereta Api pasca perubahannya menjadi persero adalah Reska Multi Usaha.
Perusahaan ini memfokuskan diri pada layanan multibisnis penunjang operasi kereta api, seperti restorasi,
perparkiran, kebersihan di atas kereta, restoran dan kafe, cuci kereta, serta pendukung kenyamanan.
Perusahaan ini dibentuk tanggal 2 Juli 2003. Reska juga merupakan pemilik merek dagang Loko, sebuah
jaringan restoran bertema transportasi rel yang banyak membuka gerainya di sekitar stasiun.
Pada tanggal 12 Agustus 2008, PT Kereta Api melakukan pemisahan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek
menjadi sebuah anak perusahaan dengan nama KAI Commuter Jabodetabek (KCJ). Sehubungan dengan
rencana ekspansi, PT KCJ resmi berubah nama menjadi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) per 20
September 2017. Dengan demikian, layanan kereta komuter tidak lagi hanya berfokus pada wilayah
Jabodetabek.
Pada tanggal 8 September 2009, tiga anak perusahaan dibentuk, yaitu Kereta Api Pariwisata (Kawisata,
sebelumnya IndoRailTour), KA Properti Manajemen (KAPM), serta Kereta Api Logistik (Kalog). KAI juga
membentuk patungan dengan PT Angkasa Pura II untuk mengoperasikan KA Bandara, yang kemudian
diberi nama Railink. Railink didirikan tanggal 28 September 2006, tetapi baru memulai operasinya sejak
2013 dengan meluncurkan KA Airport Raillink Services dengan rute Medan–Bandara Kualanamu pp. PT
KAI juga membentuk konsorsium dengan Wijaya Karya (Wika), PTPN VIII, dan Jasa Marga dengan nama
Pilar Sinergi BUMN Indonesia untuk proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang dioperasikan oleh Kereta
Cepat Indonesia–China (KCIC). Kecuali KAI Bandara dan PSBI/KCIC, Yayasan Pusaka memiliki 0,1% hingga
hampir 5% saham di seluruh anak usaha KAI.
Jelaskan pendapat anda mengenai Restrukturisasi Organisasi pada PT KAI?

Anda mungkin juga menyukai