Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HIPOTEK KAPAL LAUT


(Disajikan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Jaminan)
Dosen Pengampu:
Rika Rosdiana, S.H., M.H.

Disusun oleh:
Kelompok VIII
Abdul Halim 1173020002
Arini Oktaviani 1173020021
Azzahra Nurul Fikriani H 1173020025
Euis Khofiatul Hakiroh 1173020044
Fajar Ivan Ananto 1173020046

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hipotek
Kapal Laut”. Shalawat beriring salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.,
keluarganya dan sahabat – sahabatnya, semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Saya ucapkan terimakasih banyak kepada ibu Rika Rosdiana, S.H., M.H. selaku dosen
hukum jaminan, yang telah membimbing dan juga telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyusun makalah ini, sehingga akhirnya makalah ini selesai tepat pada
waktunya.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi
wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini.
Waalaikumsalam Wr. Wb.

Bandung, 14 November 2019

Penulis

ii
COVER ..................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................................3

A. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Hipotek Kapal Laut ....................3

B. Jangka Waktu Berlakunya Hipotek Kapal Laut .................................................3

C. Hapusnya Hipotek Kapal Laut ..............................................................................4

D. Pencoretan Hipotek Akta kapal Laut ...................................................................5

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................6

A. Kasus 1 ....................................................................................................................6

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................7

A. Kesimpulan ..............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang kreditur pemegang hipotek mempunyai kedudukan istemewa. Hipotek
diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XXI pasal 1162 sampai dengan pasal 1232.
Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok
agraria (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 dakam buku II
KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
Namun diluar itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang
Penerbangan, Hipotik masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan
helicopter. Demikian juga berdasarkan Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang dan Undang-
Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, Kapal Laut dengan bobot lebih dari 20
m3, dapat dijadikan jaminan hipotek
Hipotek itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak
bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan
penjualan) benda itu. Ketika debitur wanprestasi, tentu ada beberapah hal yang telah di
langgar oleh debitur, Salah satunya nya melanggar hak dan kewajiban yang muncul
setelah adanya perjanjian.
Kemudian apakah ketika debitur wanprestasi jaminan hipotek nya akan
hilang?.Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik
untuk menggali lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah hak dan kewajiban yang harus di patuhi oleh subjek jaminan
hipotek?
2. Apa sajakah sebab sebab yang menjadikan hipotek terhapus?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERI DAN PENERIMA HIPOTEK KAPAL LAUT
Akibat yang timbul dari sebuah perjanjian yaitu berupa hak dan kewajiban bagi para
subjek perjajian. Adapun hak dan kewajiban yang melekat bagi subjek perjanjian hutang
pihutang jaminan hipotik kapal laut yaitu:
1. Hak pemberi hipotek kapal laut.
a. Hak untuk tetap menguasai bendanya.
b. Hak untuk mempergunakan bendanya atau memanfaatkannya.
c. Hak untuk melakukan tindakan penguasaan dengan tidak merugikan pemegang
hipotek kapal laut.
d. Hak untuk menerima uang pinjaman dari jaminan hipotek kapal laut.
2. Kewajiban pemberi hipotek kapal laut.
a. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari perjanjian hutang pihutang
dengan jaminan hipotek kapal laut.
b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan peembayaran pokok pinjaman dan
bunga.
3. Hak penerima hipotek kapal laut.
a. Hak memperoleh penggantian atau pelunasan pihutangnya jika debitur wanprestasi.
b. Hak untuk memindahkan pihutangnya, ketika debitur wanprestasi.
4. Kewajiban penerima hipotek kapal laut.
a. Wajib memberikan uang pinjaman sesuai dengan objek jaminan hipotek.
b. Wajib memberikan besaran cicilan pokok dan bunga.
B. JANGKA WAKTU BERLAKU HIPOTEK KAPAL LAUT
Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut bergantung pada substansi perjanjian
pokok atau perjanjian kredit yang dibuat antara debitur (pemilik kapal / kuasanya) dengan
kreditur (bank / lembaga keuangan), Jaminan hipotek sendiri bersifat accesoir, yaitu
perjanjian yang mengikuti perjanjian pokoknya 1. Dengan ini dapat di simpulkan bahwa
ketika perjanjian hutang pihutang nya benjangka waktu sepuluh tahun, maka terikatlah
hipotek pada perjanjian tersebut, yang menegaskan bahwa jangka waktu hipotek kapal laut
adalah sepuluh tahun.

1
Salim H.S. 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia

3
4

Perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: kredit jangka pendek,
kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang (UU No. 7 tahun 1992 Jo. UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan).
Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Kredit
jangka menengah yakni kredit yang berjangka waktu 1 sampai 3 tahun. Dan kredit jangka
panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit yang berjangka
panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal
perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan
pendirian proyek-proyek baru.
Berdasarkan penggolongan ini pula dapat di simpulkan, bahwa perjanjian kredit
dengan menggunakan hipotek kapal laut adalah kredit yang jangka waktunya selama 3
tahun atau lebih. Karena untuk membiayai sebuah kapal atau biaya rehabilitasinya
memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih kredit yang jangka
waktunya panjang.
C. HAPUSNYA HIPOTEK
Menurut pasal 1209 kitab undang-undang hukum perdata (KUH Per) hipotek
dianggap terhapus oleh hukum karena tiga hal2, yaitu:
1. Hapusnya perikatan pokok
Jaminan hipotek yang merupakan perjanjian ikatan (Accesoir) adalah perjanjian
tambahan yang mengikat terhadap perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian hutang
pihutang atau perjanjian yang menimbulkan hutang pihutang. Sehingga apabila
perjanjian hutang pihutangnya lenyap karena alasan apapun, maka jaminan hipotek
sebagai perjanjian yang mengikat terhadap perjanjian pokok juga menjadi lenyap3.
2. Pelepasan Hipotek oleh kreditur
Kreditur berhak mempertahankan atau melepaskan hak jaminan hipotek
debitur. Ketika kreditur ingin melepaskan hak jaminan hipoteknya kepada si debitur
dengan sukarela, maka pada saat itu telah terhapuslah jaminan hipotek tersebut.
3. Karena penetapan oleh hakim
Ketika seorang debitur pailit dan objek jaminan hipoteknya di sita lalu di
lelang, lalu hasil lelang tersebut di bagikan untuk melunasi hutang kepada si

2
Subekti, Tjitrosudibio. 2014. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta Timur: PT.Balai Pustaka. Hlm.312

3
Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Penerbit Erlangga
5

kreditur. Apabila ada kreditur yang hutang nya belum lunas, maka kreditur tersebut
kehilangan hak jaminan hipotek nya juga karena ada pembersihan.
Ada Prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu hipotek hapus,
yakni harus dicoret pencatatanya dikantor tempat pendaftaran hipotek. Selanjutnya,
kantor kantor tempat pendaftaran hipotek menerbitkan surat keterangan yang
menyatakan bahwa sertifikat hipotek yang bersangkutan sudah dicoret dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
D. PENCORETAN HIPOTEK KAPAL LAUT

Ketentuan dalam pasal 1195 KUH Perdata menetapkan, bahwa setelah hak hipotek
terhapus, dilakukan pencoretan terhadap hak hipotek yang telah didaftarkan di dalam
register umum yang telah disediakan di kantor pegawai balik nama. Pencoretan hak hipotek
dilakukan atas biaya pemberi hipotek dengan persetujuan atau menurut suatu putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pencoretan hak hipotek dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai
pengaruh hukum terhadap hak hipotek yang bersangkutan yang sudah hapus. Setidaknya
pihak ketiga telah mengetahui bahwa kebendaan yang dijaminkan dengan ikatan hipotek
sudah terlepas dari pembebanan hak hipoteknya, sehingga bebas diasingkan oleh
pemiliknya.

Karena pegawai penyimpan hipotek (pegawai balik nama) dalam melakukan


pencoretan itu hanyalah bertindak sebagai pegawai tata usaha saja, ini berarti perbuatan
roya itu tidak merupakan penghapusan secara mutlak terhadap haknya seorang pemegang
hak hipotek, sehingga jikalau terjadi pencoretan yang telah dilakukan itu tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya maka keadaan yang sesungguhnya inilah yang diakui
oleh hakim (R. Subekti,1979:71).

Kemudian pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Pasal 35 diatur kembali
ketentuan mengenai pencoretan hipotek atas kapal laut, yaitu

1. Roya hipotek dilakukan oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal atas
pemintaaan tertulis dari penerima hipotek.

2. Dalam hal permintaaan sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
pemberi hipotek, harus dilampiri dengan surat persetujuan roya dari penerima hipotek
6

3. Pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal yang dilakukan oleh pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama kapal atas balik nama kapal atas permintaan tertulis dari pemegang
hak

4. Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diajukan oleh pemberi hak,
harus dilampiri dengan surat persetujuan dari pemegang hak.

5. Selain atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat
(4), roya hipotek atau pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal dapat dilakukan
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara roya hipotek dari pencoretan hak kebendaan
lainnya atas kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan
ayat (5) diatur dengan Keputusan Manteri.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diketahui, bahwa roya hipotek atas kapal atau
hak kebendaan lainnya atas kapal dilakukan oleh pejabat pendaftaran dan pencatatat balik
nama kapal, yang didasarkan oleh permintaan tertulis dari pemberi hipotek atau penerima
hipotek. Selain itu pencoretan hipotek atas kapal laut dan kebendaan lainnya atas kapal laut
selain didasarkan atas permintaan pemberi atau penerima hipotek, juga dapat dilakukan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.4

4
Rachamadi Usman.2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Raja Grafindo Perseda. hlm. 312-315
BAB III

PEMBAHASAN

a. PELAKSANAAN PEMBEBANAN HIPOTEK ATAS KAPAL PADA PT. BANK


NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk. CABANG PONTIANAK

Pemberian kredit merupakan kegiatan usaha yang paling utama bagi bank karena bank
dapat memperoleh pendapatan terbesar yang berasal dari pembayaran bunga kredit dan provisi.
Dalam pemberian kredit, debitur dapat menyerahkan jaminan berupa kapal yang dibebani
dengan hak jaminan berupa hipotek. Namun pengaturan hak jaminan tersebut masih tersebar
di beberapa peraturan perundang-undangan sehingga sering menimbulkan permasalahan di
dalam implementasinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di BNI Cabang Pontianak,
diperoleh hasil sebagai berikut: pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal di BNI Cabang
Pontianak sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 28 s/d Pasal
31 Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 Tahun 2012, dimana pembebanan hipotek atas
kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Pontianak yang bertindak sebagai Pejabat Pendaftar dan Pencatat
Baliknama Kapal. Dan sebagai bukti bahwa kapal telah dibebani hipotek, kepada bank
(penerima hipotek) diberikan grosse akta hipotek kapal bersamaan dengan grosse akta
pendaftaran kapal atau grosse akta baliknama kapal, sedangkan minuta akta hipotek kapal
disimpan di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Pontianak. Hambatan yang terjadi
dalam pelaksanaannya adalah Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Pontianak
belum memiliki Standard Operational Procedure (SOP), sehingga pelaksanaan pembebanan
hipotek atas kapal menjadi tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan waktu dan biaya
pengurusan5.

5
Wardhani Indah Kusuma, PELAKSANAAN PEMBEBANAN HIPOTEK ATAS KAPAL PADA PT. BANK
NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk. CABANG PONTIANAK , Jurnal Constitutum, Vol. 12 No. 1, Oktober
2012,hal. 1

7
b. Pembelaan Hak individu atas hipotik tanah

Setelah mereka membeli toko tersebut, Umar mengajukan permohonan sertifikat tanah
atas toko Mayko yang telah dibeli oleh kongsi dagang tersebut atas nama Umar pribadi tanpa
sepengetahuan Abdul Ghani dan istrinya. Tidak lama kemudian, terbitlah sertifikat tanah atas
nama Umar.

Kemudian dengan menggunakan sertifikat hak milik tanah atas toko Mayko tersebut,
Umar secara pribadi mengajukan kredit dari Bank BNI dengan jaminan tanah atas toko Mayko.
Jaminan kredit yang diberikan oleh Umar berupa Sertifikat tanah tersebut kemudian oleh Bank
BNI dibebani dengan hak hipotik no. 205 dan sertifikat tanah No. 59, Toko Mayko, Jalan
Andalas Bireuen, dipegang oleh Bank.

Pada tahun 1968, timbul sengketa dalam kongsi dagang antara Abdul Ghani dan istrinya
Aisyah dengan Umar tentang masalah pembagian hak atas toko Mayko tersebut. Mereka
berusaha menyelesaikan sengketa ini dengan jalan musyawarah, dan akhirnya pada tanggal 28
September 1968 tercapai perdamaian atas tanah dengan bangunan toko Mayko di Jalan Andalas
di Bireuen dengan kesepakatan sebagai berikut:

1. Abdul Ghani berhak 40%

2. Aisyah berhak 20%

3. Umar berhak 40%

Namun pada kenyataannya, perjanjian yang telah disepakati oleh tiga orang tersebut,
tidak ditaati oleh Umar, dalam arti Umar tetap memegang kekuasaan penuh atas toko Mayko.
Berangkat dari ketidaktaatan Umar terhadap perjanjian tersebut, maka terungkap pula
kecurangan Umar selama ini mengenai penyalahgunaan sertifikat tanah atas toko Mayko. Dan
pihak Abdul Ghani dan Aisyah baru menyadari bahwa selama ini mereka telah dirugikan oleh
Umar, kemudian Abdul Ghani dan Aisyah mengajukan gugatan terhadap Umar di Pengadilan
Negeri. Selama gugatan Abdul Ghani dan Aisyah diproses, pihak Bank BNI mengajukan
gugatan intervensi bahwa Umar terikat perjanjian kredit 19 Desember 1960 dengan
menyerahkan jaminan berupa bangunan toko, Sertifikat hak milik No. 59, dan telah diikat dan
dibebani hak hipotik dengan akta dan Sertifikat Hipotik No. 205.

8
Kemudian berdasarkan berbagai pertimbangan, maka Hakim memberi putusan bahwa
sertifikat yang dimiliki Umar adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga Umar
dihukum dengan ketentuan menyerahkan 40% bagian kepada Abdul Ghani dan 20% kepada
Aisyah. Kemudian terhadap gugatan intervensi yang diajukan oleh Bank, Hakim menyatakn
bahwa sesuai dengan apa yang seharusnya di berikan kepada pihak yang dirugikan, Pengadilan
menyatakan bahwa sertifikat yang telah dibebani hipotik hanya berlaku untuk 40% saja.

Mungkin putusan pengadilan telah dianggap adil, akan tetapi pihak Umar mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi untuk dapat memenangkan perkara ini. Kemudian hasil dari
banding itu sendiri adalah membatalkan putusan pengadilan Negeri Biruen dan menyatakan
bahwa setifikat yang dimilki oleh Umar adalah sah dan berharga. Putusan di tingkat banding
ini didasari dengan pertimbangan bahwa toko Mayko adalah sah milik Umar karena didasari
bukti Sertifikat Hak Milik atas Tanah dengan nama Umar, dan kongsi dagang seperti yang telah
disebut-sebut kini sudah tidak ada lagi karena sudah dibongkar dalam rangka peremajaan kota.

Setelah putusan banding ini, ternag saja pihak Abdul Ghani dan Aisyah merasa
dirugikan. Kemudian mereka mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, yang mana
Mahkamah Agung menyatakan bahwa putusan Pengadilan tinggi dianggap batal dan
memutuskan sendiri bahwa Umar hanya mempunyai hak 40% atas tanah dan dikenai hak
hipotik6.

6
https://diyya.wordpress.com/2008/03/04/kasushipotik/ diakses pada 17 november 2019

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberi dan penerima hipotek wajib mematuhi hak dan kewajiban yang ada yang
timbul dari adanya suatu perjanjian. Adapun hak dan kewajiban bagi subjek hipotek yaitu:
1. Hak pemberi hipotek kapal laut.
a. Hak untuk tetap menguasai bendanya.
b. Hak untuk mempergunakan bendanya atau memanfaatkannya.
c. Hak untuk melakukan tindakan penguasaan dengan tidak merugikan pemegang
hipotek kapal laut.
d. Hak untuk menerima uang pinjaman dari jaminan hipotek kapal laut.
2. Kewajiban pemberi hipotek kapal laut.
a. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari perjanjian hutang pihutang
dengan jaminan hipotek kapal laut.
b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan peembayaran pokok pinjaman dan
bunga.
3. Hak penerima hipotek kapal laut.
a. Hak memperoleh penggantian atau pelunasan pihutangnya jika debitur wanprestasi.
b. Hak untuk memindahkan pihutangnya, ketika debitur wanprestasi.
4. Kewajiban penerima hipotek kapal laut.
a. Wajib memberikan uang pinjaman sesuai dengan objek jaminan hipotek.
b. Wajib memberikan besaran cicilan pokok dan bunga.

Kemudian tentang hapusnya hipotek, menurut pasal 1209 kitab undang-undang


hukum perdata (KUH Per) hipotek dianggap terhapus oleh hukum karena tiga hal, yaitu:

1. Karena hapusnya perjanjian pokok

2. Karena pelepasan hipotek

3. Karena penetapan oleh Hakim

10
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Penerbit Erlangga

Rachamadi, Usman. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Raja Grafindo Perseda
Salim H.S. 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Indonesia
Subekti, Tjitrosudibio. 2014. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta Timur: PT.Balai
Pustaka.
Subekti, Tjitrosudibio. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang
Kepailitan. Jakarta: Pradnya Paramita.
Pemerintah Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 51 Tahun 2002 Tentang
Perkapalan. Lembaran Negara RI Tahun 1992 No.98. Sekretariat Negara. Jakarta.
Wardhani Indah Kusuma, PELAKSANAAN PEMBEBANAN HIPOTEK ATAS KAPAL PADA PT. BANK
NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk. CABANG PONTIANAK , Jurnal Constitutum, Vol. 12 No. 1, Oktober
2012,hal. 1

https://diyya.wordpress.com/2008/03/04/kasushipotik/ diakses pada 17 november 2019

11
12

Anda mungkin juga menyukai