Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri kuliner merupakan salah satu subsektor bisnis yang

memberikan kontribusi nyata yang cukup besar dari total pendapatan sektor

pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia. Kontribusi dan potensi besar

dari industri kuliner tersebut merupakan hasil dari aktivitas manusia yang

berusaha untuk memenuhi salah satu kebutuhan primernya, yaitu kebutuhan

akan pangan. Nada, Yuliniar & Pusporini (2020) menyebutkan bahwa 68

persen dari 8,2 juta unit industri kreatif merupakan unit industri yang

beroperasi pada bidang kuliner. Hal ini menjadikan industri kuliner

menempati posisi pertama dari 16 subsektor lain yang terdaftar di Badan

Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (BEKRAF RI) dalam kategori jumlah

kontribusi terbanyak.

Peluang dari sektor industri kreatif nampaknya memberikan dampak

yang besar terhadap perkembangan Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM)

di Indonesia. Nada, Yuliniar & Pusporini menyebutkan bahwa dari 60 juta

pelaku UMKM di Indonesia, produk makanan dan minuman memberikan

kontribusi yang paling dominan. Lebih lanjut, Krisnawati (2018) menemukan

bahwa pada tahun 2018, sebanyak 70% pelaku UMKM bergerak pada bidang

kuliner dan diproyeksikan tumbuh sebesar 10% setiap tahunnya.


Menggeliatnya UMKM berbasis kuliner di Indonesia didorong oleh

faktor hadirnya teknologi digital (Sulaksono, 2020). Sejalan dengan

Sulaksono, Fanreza & Shilvana (2021) menyebutkan bahwa bisnis berbasis

kuliner dewasa ini berkembang sangat pesat, sejalan dengan kemajuan

teknologi dan era industri 4.0 yang bergerak semakin dinamis. Setiap pelaku

usaha di sektor bisnis kuliner dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap

setiap perubahan yang terjadi serta beradaptasi dengan dinamika teknologi

yang kian kompleks. Lebih lanjut, Siregar & Nasustion (2020) menyebutkan

bahwa pelaku usaha kuliner yang tidak dapat memanfaatkan hadirnya

teknologi dengan maksimal maka akan tertinggal dari pesaingnya dan

perlahan akan mengalami kesulitan yang signifikan.

Usaha Menengah Kecil Mikro sub sektor kuliner sempat mengalami

penurunan dalam segi jumlah pelaku usaha akibat pandemi COVID-19.

Ezizwita & Sukma (2021) menyebutkan bahwa para pelaku UMKM sub

sektor kuliner tidak dapat bertahan dari dampak akibat pandemi COVID-19

karena menurunnya daya beli masyarakat. Namun, Pratiwi (2021) melihat

adanya dampak dari pandemi COVID-19 dari sudut pandang positif, yaitu

berubahnya kebiasaan masyarakat yang semula memiliki budaya makan

ditempat, kini menjadi terbiasa untuk melakukan pesan antar pada berbagai

platform digital. Hal ini tentunya dapat dilihat sebagai sebuah peluah bagi

pelaku UMKM untuk melakukan digitalisasi usahanya menuju platform

digital. Pelaku UMKM yang melakukan digitalisasi usahanya akan memiliki

jangkauan konsumen yang lebih luas (Taufik, Masjono, Kurniawan, & Karno,
2020) serta kemudahan berkomunikasi dengan konsumen (Indriyani &

Kempa, 2022).

Pengaruh globalisasi, disisi lain, saat ini menyebabkan persaingan antar

pelaku usaha baik secara umum maupun yang bergerak pada bidang kuliner

menjadi semakin ketat dan kompetitif. Perubahan budaya makan ditempat

menjadi pesan antar melalui platform digital juga memiliki tantangan bagi

pelaku UMKM dalam segi pesaing. Persaingan produk tidak lagi terbatas

pada keunggulan kualitas, tetapi juga mencakup kreativitas produsen untuk

menyediakan produk yang menarik bagi konsumen. Dalam menghadapi

persaingan produk yang semakin ketat, salah satu upaya yang dapat dilakukan

adalah melalui desain kemasan (Arifqi &Junaedi, 2021).

Pengemasan merupakan kegiatan merancang dan membuat wadah atau

bungkus sebagai suatu produk, kemasan yang unik menarik menjadi daya

tarik bagi konsumen (Kotler & Keller, 2009). Sedang menurut Makmun

(2020), kemasan (packaging) merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat

umum dan perencanaan barang yang melibatkan penentuan bentuk atau

desain pembuatan bungkus atau kemasan suatu barang. Kartajaya (2000),

seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah

membuat kemasan menjadi berubah peran, dahulu orang mengatakan

“Packaging protects what it sells” (Kemasan melindungi apa yang dijual).

Pada saat ini, “Packaging sells what it protects” (Kemasan menjual apa yang

dilindungi). Dengan kata lain, kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau

wadah tetapi harus dapat meningkatkan potensi jual dari suatu produk yang

dikemasnya (Dian & Sucipto, 2021). Adanya hubungan yang kuat diantara
desain kemasan dan keputusan pembelian dikarenakan untuk menarik

konsumennya perlu adanya kemasan yang menarik. Pelaku UMKM

menyadari bahwa kemasannya masih sangat sederhana sehingga kurang

menarik bagi konsumen, maka diperlukan pengembangan dan inovasi yang

berfokus terhadap keinginan pelanggan untuk dapat bersaing dengan produk

pesaing.

Value Engineering merupakan suatu tahapan proses yang bertujuan

untuk mencapai nilai terbaik (best value) dalam suatu proyek atau proses

dengan mendefinisikan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan

nilai (value) dan menyediakan fungsi-fungsi tersebut dengan biaya rendah,

konsisten dengan kualitas dan kinerja (Khesal, Saghaei, Khalilzadeh,

Galankhasi & Soltani, 2018). Value Engineering dapat digunakan sebagai

proses dalam merancang kemasan. Darmawati melakukan penelitian

mengenai pengembangan kemasan menggunakan metode Value Engineering

dengan tujuan untuk mendesain model purwarupa kemasan kopi specialty

yang tepat. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh kemasan dengan kinerja

yang paling tinggi menurut konsumen dan pelaku usaha produk kopi.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Anarghya, Kastaman & Mardawati (2021)

mengenai pengembangan kemasan yang dilakukan dengan metode Value

Engineering yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada produsen

dalam bentuk rancangan kemasan baru yang memiliki nilai tertinggi menurut

penilaian konsumen. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemasan terbaik

dapat diperoleh dari kinerja tertinggi namun dengan biaya terendah. Sejalan

dengan dua penelitian sebelumnya, penelitian Amalia & Zulkarnain (2022)


menemukan hasil bahwa pengembangan kemasan yang dilakukan dengan

menggunakan metode Value Engineering memiliki nilai terbaik dari penilaian

konsumen dengan biaya produksi kemasan yang rendah.

Value Engineering tidak hanya digunakan untuk melakukan

pengembangan pada kemasan suatu produk. Banyak fungsi lain yang dapat

dimanfaatkan dari proses atau penggunaan metode Value Engineering, antara

lain perancangan produk baru (Jiang, Kwong, Liu & Ip, 2015; Gotzamani,

Georgiou, Andronikidis & Kamvysi, 2018; Ocampo, Labrador, Jumao-as &

Rama, 2020) dan pengembangan produk (Tsolas & Charles, 2015;

McKendry, Whitfield & Duffy, 2022). Menurut Relich, Nielsen & Gola

(2022) penggunaan Value Engineering pada perancangan dan pengembangan

produk menjadi populer digunakan karena pendekatan tersebut mampu

mereduksi biaya pada tahap awal perancangan. Lebih lanjut, Mahsunah &

Maryati (2021) menemukan bahwa metode Value Engineering dapat

membantu UMKM dalam mengurangi biaya produksi sehingga pelaku

UMKM mendapatkan laba yang lebih tinggi.

Sate Taichan Senayan Yogyakarta merupakan salah satu UMKM yang

bergerak pada sub sektor kuliner. Sate Taichan Senayan Yogyakarta berada di

Jalan Kolonel Sugiyono Nomor 19C, Brontokusuman, Kecamatan

Mergangsan, Kota Yogyakarta dan memiliki cabang yang berada di Jalan

Babarsari Nomor 59, Kledokan, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten

Sleman. Produk utama dari UMKM ini adalah sate taichan yang merupakan

inovasi kuliner dari sate pada umumnya dan terkenal dikalangan mahasiswa

dan generasi muda karena dianggap sebagai makanan modern. Sate Taichan
adalah sebuah varian sate yang berisi daging ayam yang dibakar tanpa

baluran bumbu kacang atau kecap seperti sate pada umumnya (Hurdawaty &

Dewinda, 2017). Sate ini hanya disajikan dengan sambal dan perasan jeruk

nipis, sementara daging sate untuk sate taichan lazimnya berwarna putih

polos dan hanya dibumbui garam, jeruk nipis, dan sedikit cabai (Sania, 2022).

Sate Taichan Senayan Yogyakarta memiliki variasi kemasan dimana

untuk produk utamanya yaitu sate taichan menggunakan kemasan berbentuk

paper lunch, sedangkan pada menu lain menggunakan jenis kemasan ricebox

dan plastic cup kemasan minuman. Pemilihan jenis kemasan yang sesuai

dengan bentuk makanan dan minuman di Sate Taichan Senayan Yogyakarta

menarik dan sudah meningkatkan nilai jual dari produknya. Namun, terdapat

beberapa kelemahan pada kemasan Sate Taichan Senayan Yogyakarta yaitu

kurang efektif dan kurang menjaga makanan yang terdapat didalam kemasan

tersebut. Hasil preliminary study yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

terdapat celah yang relatif besar pada kemasan sehingga terdapat sejumlah

kecil makanan yang keluar dari kemasan Sate Taichan Senayan Yogyakarta

pada saat kurir pesan antar makanan sedang mengantarkan makanan kepada

konsumen. Hal ini tentunya dapat mengurangi minat pembelian konsumen,

mengurangi kepercayaan konsumen akan jaminan kualitas makanan serta

kesehatan konsumen akibat potensi kontaminasi makanan dari celah yang ada

pada kemasan.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan solusi untuk menyelesaikan

permasalahan kemasan pada Sate Taichan Senayan Yogyakarta. Salah satu

solusi yang dapat diimplementasikan adalah dengan melakukan


pengembangan pada kemasan yang sudah ada dengan mempertimbangkan

penilaian kemasan oleh konsumen dengan metode Value Engineering. Oleh

karena itu, dilakukan sebuah penelitian judul “Pengembangan Desain

Kemasan Produk pada Restoran Sate Taichan Senayan Yogyakarta dengan

Pendekatan Value Engineering”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat teridentifikasi masalah-

masalah yakni sebagai berikut:

1. Pandemi COVID-19 memberikan dampak negatif bagi pelaku UMKM

yang bergerak pada sub sektor kuliner baik berupa penurunan omzet

sehingga tidak dapat mempertahankan usahanya yang diakibatkan oleh

daya beli masyarakat yang menurun.

2. Pengaruh globalisasi dan pesatnya pertumbuhan teknologi memaksa

setiap pelaku UMKM di sub sektor bisnis kuliner untuk memiliki

kepekaan terhadap setiap perubahan yang terjadi serta beradaptasi

dengan dinamika teknologi yang kian kompleks.

3. Persaingan produk UMKM sub sektor kuliner tidak lagi terbatas pada

keunggulan kualitas makanan, tetapi juga mencakup kreativitas produsen

untuk menyediakan produk yang menarik bagi konsumen.

4. Budaya masyarakat yang semula terbiasa makan ditempat menjadi pesan

antar dengan platform digital membuat pelaku UMKM sub sektor kuliner

harus menyediakan kemasan yang menarik dan efektif untuk

meningkatkan minat dan keputusan beli konsumen.


5. Sate Taichan Senayan Yogyakarta memiliki kemasan yang menarik

namun kurang efektif, kurang menjaga makanan yang terdapat

didalamnya, serta terdapat celah yang relatif besar pada kemasan

sehingga terdapat sejumlah kecil makanan yang keluar dari kemasan

6. Kemasan Sate Taichan Senayan Yogyakarta yang kurang efektif dan

kurang menjaga makanan didalamnya dapat mengurangi minat

pembelian konsumen, mengurangi kepercayaan konsumen akan jaminan

kualitas makanan serta kesehatan konsumen akibat potensi kontaminasi

makanan dari celah yang ada pada kemasan.

C. Batasan dan Asumsi

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, terdapat

batasan dalam penelitian yaitu hanya berfokus pada penggunaan metode

value engineering dalam pengembangan desain kemasan di Sate Taichan

Senayan Yogyakarta. Terdapat pula asumsi pada penelitian yaitu biaya

produksi dalam pengembangan kemasan tidak mempengaruhi harga jual

produk Sate Taichan Senayan Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah serta batasan dan asumsi

permasalahan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana proses pengembangan desain kemasan produk Sate Taichan

Senayan Yogyakarta dengan pendekatan Value Engineering?


2. Bagaimana spesifikasi kemasan hasil pengembangan yang dilakukan

dengan pendekatan Value Engineering pada Sate Taichan Senayan

Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengembangan desain kemasan

produk Sate Taichan Senayan Yogyakarta dengan pendekatan Value

Engineering?

2. Untuk mengetahui bagaimana spesifikasi kemasan hasil pengembangan

yang dilakukan dengan pendekatan Value Engineering pada Sate Taichan

Senayan Yogyakarta?

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi

teoritis/akademis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu keteknikan dan ekonomi sebagai sumber referensi

yang dapat memberikan informasi teoritis dan empiris mengenai

pengembangan desain kemasan produk dengan pendekatan Value


Engineering atau bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai permasalahan serupa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Restoran Sate Taichan Senayan Yogyakarta dapat dijadikan

referensi dan rekomendasi dalam menentukan desain kemasan yang

menarik, praktis dan efektif berdasarkan nilai-nilai yang diinginkan

oleh konsumen guna meningkatkan keputusan pembelian konsumen

dan memberikan laba yang lebih besar dengan kemasan produk yang

lebih murah.

b. Bagi para akademisi penelitian ini diharapkan dapat menyajikan

informasi dan pengetahuan guna menciptakan pemahaman mengenai

proses metode Value Engineering dan desain kemasan produk.

Anda mungkin juga menyukai