Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang saat ini menjadi perhatian
semua pihak. Sebagaimana diungkapkan oleh Boateng & Boateng (2015) bahwa
Perubahan iklim adalah masalah kebijakan publik terbesar di zaman ini. Mengenai
perubahan iklim, United States Global Climate Change Programme (dalam Okoli
& Ifeakor, 2014) perubahan iklim didefinisikan sebagai reaksi ekstrem fenomena
cuaca yang menciptakan dampak negatif pada sumber daya pertanian, sumber
daya air, kesehatan manusia, peni- pisan lapisan ozon, vegetasi dan tanah, yang
menyebabkan dua kali lipat dari konsentrasi karbon dioksida dalam ekosistem.
Sedang- kan Francis (2014) menyebutkan bahwa per- ubahan iklim adalah
perubahan sifat statistik dari sistem iklim.
Hal ini juga perubahan cuaca bumi termasuk perubahan suhu, angin.
Perubahan iklim secara langsung ber- dampak negatif kepada manusia dan ling-
kungan sekitarnya. Sehingga memang per- ubahan iklim menjadi fokus semua
pihak untuk mengatasinya. Salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim
adalah dengan pengelolaan lingkungan agar dapat mengurangi dampak dari
perubahan iklim tersebut. Pengelolaan lingkungan tersebut harus melibatkan se-
mua pihak. Atas dasar kerjasama tersebut tujuan mengurangi dampak perubahan
iklim akan tercapai.
Perubahan iklim dapat mengakibatkan gagal panen dari sektor padi, tebu,
sayur dan lainnya. Hal tersebut dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Perubahan iklim dapat mengganggu keseimbangan alam yang normal seperti
adanya badai karena perubahan curah hujan, kekeringan karena suhu meningkat
dan air yang semakin langka. The Royal Society dan US National Academi of
Science menggambarkan bahwa permasalahan iklim sudah terjadi dari tahun
1900-an (Nuraisah dan Kusumo, 2019). Intergovermental Panel on Climate
Change (IPCC) menyatakan perubahan iklim menjadikan naiknya suhu di bumi
yang memengaruhi manusia karena berdampak pada spesies dan keanekaragaman
hayati laut yang punah. Perubahan Iklim menunjukkan nyata terhadap bumi dan
isinya, dimana suhu rata-rata secara global mengalami kenaikan 1℃ dan
berpengaruh pada meningkatnya bencana alam (Nur dan Kurniawan, 2021).
Indikasi perubahan iklim ialah suhu udara naik, kekeringan, banjir, musim
hujan pendek (Aldrian, 2007). Selain itu meningkatnya permukaan air laut dan
iklim ekstrim (Ruminta dan Handoko, 2016a). Periode tahun 1899-2005 kenaikan
rata-rata suhu global mencapai 0,760℃, periode 1961-2003 kenaikan permukaan
air laut rata-rata global sebesar 1,8 mm pertahun, intensitas hujan dan banjir
meningkat, frekuensi kekeringan dan erosi meningkat, dan cuaca ekstrim (El
Nino, La Nina, puting beliung, hailstone dan siklon) juga meningkat (IPCC,
2007). Stasiun Klimatologi Indonesia di 13 tempat, terdapat peningkatan jumlah
curah hujan tahunan berkisar antara 490 mm per tahun (Sulawesi Selatan) hingga
1400 mm per tahun (Jawa Timur), suhu siang dan malam hari meningkat antara
0,5-1,1℃ dan 0,6-2,3℃ (Syahbuddin dkk., 2004). Bagian barat Indonesia terdapat
penurunan curah hujan tahunan sekitar 135 mm-860 mm per tahu, suhu siang dan
malam hari meningkat antara 0,2-0,4℃ dan 0,2-0,7℃. Semakin cepat periode El-
Nino di Indonesia yang awalnya 5-6 tahun sekali menjadi 2-3 tahun sekali
(Runtunuwu dan Kondoh, 2008).
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kapitsa (dalam Sohail, 2014)
pemberdayaan masyarakat ber- arti kekuatan untuk melakukan perubahan dalam
masyarakat dengan menggerakkan sumber daya yang ada serta pemanfaatan
peluang untuk perubahan dalam masyara- kat. Pelibatan untuk mengelola
lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh masyara- kat, sehingga tidak ada
tuntutan berdasar- kan gender dalam menjaga lingkungan. Peli- batan tersebut
juga dapat dimainkan oleh perempuan sebagai bagian dari masyarakat dan juga
memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan tersebut.
Keterlibatan atau partisipasi didefinisi- kan oleh Elhaq & Satria (2011)
bahwa Partisipasi adalah keikutsertaan setiap pihak yang terlibat dalam setiap
tahapan kegiatan pembangunan. Pandangan lain mengenai partisipasi seperti yang
diungkapkan oleh Chaesfa & Pandjaitan (2013) Partisipasi adalah pencurahan
aktifitas atau benda melalui suatu proses kegiatan bersama mencapai tujuan
bersama. Pengelolaan lingkungan berbasis ma- syarakat yang menempatkan
strategi pem- berdayaan masyarakat menjadikan partisi- pasi sebagai faktor yang
dominan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Keterlibat- an masyarakat yang
berarti melibatkan perempuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan
tersebut. Keterlibatan perempu- an menjadi hal yang penting, sebagaimana dilihat
peran perempuan yang juga men- dominasi dalam kehidupan berumah tangga.
Perempuan memiliki tugas mengelola segala sitem rumah tangga untuk dapat
berjalan lebih baik. Aktivitas perempuan dalam ru- mah tangga sangat dominan
dengan ling-kungan dan tidak bisa dipisahkan oleh lingkungan.
Perubahan suhu membawa dampak pada ukuran dan berat daun tanaman
tropis dan laju fotosintesis (Garruna dkk., 2014). Perubahan iklim membawa
dampak terhadap fisiologis tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan dan
prosuksi tanaman (Timotiwu dkk., 2021). Perubahan iklim yang terjadi juga
mengakibatkan hewan dan tumbuhan tidak dapat beradaptasi mati. Tanaman yang
mati mengakibatkan hewan herbivora dapat meti karena minimnya tanaman yang
digunakan untuk bertahan hidup (Fath, 2021). Jangka panjangnya mengakibatkan
hewan karnivora mengalami kematian karena berkurangnya hewan herbivora
(Hidayati dan Suryanto, 2015). Hewan ternak juga tidak dapat bertumbuh
kembang karena minimnya tumbuhan untuk makanan hewan ternak tersebut.
Beberapa tumbuhan yang ada menjadi tidak layak konsumsi hewan ternak karena
berbahnya genetik dan fisik tumbuhan. Tumbuhan yang tidak layak konsumsi
tersebut mengakibatkan hewan ternak mengalami kematian (Fath, 2021).
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kualitas tumbuhan dari pertanian
dan perkebunan. Beberapa tumbuhan mengalami penurunan kualitas karena
mempunyai daya tahan perubahan cuaca yang berbeda (Managi dan Kaneko,
2015). Akibatnya dapat mati dan yang masih bertahan hidup akan mengalami
penurunan kualitas dan fisik (Hetel dan De Lima, 2020). Perubahan iklim
mempengaruhi kelangsungan tanaman budidaya, dinamika populais hama dan
musuh alami, perlu adanya upaya untuk mengantisipasi dampak tersebut dengan
strategi mitigasi dan adaptasi. Strategi mitigasi sendiri bertujuan agar emisi gas
rumah kaca dari lahan pertanian berkurang (Setiawati dkk., 2013). Peningkatan
gas rumah kaca mempengaruhi produksi tanaman dan ketersediaan pangan
(Chakrabarti dkk., 2013). International Panel for Climate Change (IPCC)
memperoyeksikan kenaikan suhu 1,8-4℃ menjelang tahun 2100 (IPCC, 2007).
Konsentrasi karbondioksida (𝐶𝑂2) menyebabkan kenaikan suhu, aspek fungsi,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat terpengaruh sesuai jenis tanaman
dan geografis (Chakrabarti dkk., 2013).
Pandangan dari intelektual asal Iran ini, cukup beralasan. Oleh karena itu,
Kartanegara (2007) menyebutnya sebagai pandangan menarik yang benar-
benar membedakan manusia dari hewan dan makhluk yang lain. Allah swt.
tidak menciptakan manusia begitu saja kemudian membiarkannya tidak
bertempat tinggal, Dia memberikan kepada manusia suatu tempat yang dapat
dihuni untuk melestarikan diri dan berkembang biak. Maka dari itu, Allah
menjadikan bumi sebagai hunian dan tempat tinggal bagi makhluk hidup yang
satu ini. Lebih luas lagi, Allah menciptakan alam semesta ini semua tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk kepentingan manusia semata. Al-Quran telah
memberikan sinyalemen-sinyalemen melalui ayat-ayatnya tentang konsep
alam semesta ini. Begitu penting dan berpengaruhnya alam semesta, sampai
doktrin, agama, sistem sosial, mazhab pemikiran dan filsafat sosial senantiasa
didasarkan pada konsepsi tertentu tentang alam semesta.
Karena itu, sasaran dan metode yang digunakan untuk mencapai sasaran
tersebut tidak lain merupakan akibat wajar dari konsepsi mazhab tentang alam
semesta (Muthahhari, 2002). Jika dikaji lebih dalam lagi pesan-pesan al-
Quran, akan kita temukan relasi antara manusia dan alam raya. Kedua ciptaan
Allah swt. ini ternyata tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, meskipun pada
dasarnya merupakan dua konsep yang berbeda. Manusia membutuhkan alam
semesta untuk hidup dan melakukan aktifitas-aktifitasnya, dan alam pun
membutuhkan manusia untuk dirawat dan dilestarikan agar senantiasa tetap
dalam keadaan yang layak untuk dihuni. Sebenarnya, kajian terkait relasi
manusia dan alam semesta sudah banyak dilakukan. Selain Kartanegara
(2007) dan Muthahhari (2002); Izutsu (1997) pernah membahas relasi antara
Tuhan dan Manusia serta menyinggung kajiannya tentang alam. Dalam
mengkaji relasi ketiganya, Izutsu menggunakan pendekatan semantik
kebahasaan. Sahidah (2018) juga melakukan studi serupa dengan mengkaji
pemikiran Izutsu dengan perspektif semantik kebahasaan.
Selain itu, Dewi (2015) menguraikan bahwa kerusakan alam ini terjadi
akibat manusia telah memisahkan diri dari alam. Keterpisahan itulah yang
menyebabkan ekuilibrium alam menjadi terganggu. Raja (2018) dalam
studinya mengkrisi temuan Dewi (2015) yang menyatakan bahwa tesis yang
diajukan memiliki beberapa kelemahan. Pertama, term manusia yang
digunakan terlalu abstrak. Kedua, konsep alam yang ditawarkan tidak valid.
Ketiga, konsep disekuilibrium yang mengasumsikan keterpisahan manusia dan
alam juga tidak relevan dalam menghadapi problem aktual saat ini. Maka dari
itu, penulis menawarkan sebuah konsep epos Antroposen. Maksudnya, karena
bumi berubah secara fundamental, maka yang harus diajukan adalah cara
menghadapi perubahan, bukan mengembalikan ekuilibrium yang tidak pernah
ada. Studi ini menggunakan teori relasi (relation theory) yang merupakan
sebuah teori yang berusaha mencari titik temu hubungan antara dua objek
yang berbeda.
Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori ini akan digunakan untuk
menghubungkan antara konsep manusia dan konsep alam semesta dalam al-
Quran. Teori relasi ini, secara umum, dapat dibagi ke dalam tiga kategori.
Relasi afirmatif, relasi negasi dan relasi campuran antar keduanya.
Pembahasan tentang hubungan manusia dan alam semesta akan didudukkan ke
dalam salah satu dari tiga jenis hubungan tersebut. Meskipun demikian, tidak
menutup kemungkinan lahirnya jenis relasi baru setelah dilakukannya
penelitian.
Metafisik itu identik dengan “liar” atau “bebas” karena tidak mengenal
ruang dan waktu. Dengan sifat kemanusiaan itu, jelas sekali bahwa manusia
berbeda dengan jenis-jenis mahluk lain yang metafisis, asing, tidak
berkembang biak seperti kita dan tidak hidup dengan cara hidup kita (Syati,
1999). Sedangkan makna manusia yang diungkapkan al-Quran dengan
menggunakan kata insân, tidak terletak pada dimensi yang selalu dioposisikan
dengan jin. Risalah makna yang terkandung di dalam penggunaan kata insân
tersebut adalah ketinggian derajat manusia sehingga menjadikannya layak
untuk dijadikan khalifah dan mampu mengemban tugas-tugas (taklîf)
keagamaan dan memikul amanat (Syati, 1999). Maka dari itu, ia dianugerahi
dengan kelebihan-kelebihan yang tidak diberikan kepada mahluk selain
dirinya.
Kedua ayat di atas jelas sekali memberi gambaran bahwa manusia terdiri
dari unsur materi dan ruhani. Maka dari itu, dalam Islam tidak diajarkan
materialisme. Islam menggabungkan antara kehidupan materialis dan
spiritualis, mengakui adanya kehidupan yang material dan mengimani
kehidupan yang imaterial yang tercermin dalam kepercayaan akan adanya
Tuhan, malaikat, hari ahir dan lain sebagainya. Di samping itu, Islam
mengakui bahwa setelah kehidupan yang fana di dunia ini, masih ada
kehidupan yang lebih kekal dan abadi, yaitu kehidupan di alam akhirat kelak.
Di antara keunikan manusia dibanding mahluk-mahluk lain adalah bahwa
Allah telah memberikan kepada mereka kebebasan. Di antara kebebasan yang
diberikan Allah kepada manusia adalah kemerdekaan dari perbudakan. Hak
untuk bebas dan merdeka dari perbudakan merupakan nilai dasar sejak dahulu
kala. Hakikat agama-agama adalah pengabdian kepada Allah semata, tidak
boleh mempersekutukan seseorang pun dalam mengabdi atau beribadah
kepada-Nya (Syati, 1999). Dalam perspektif Hamka, konsep tauhid
merupakan pokok kepercayaan yang memberi kekuatan dan harga diri
manusia. Karena ia meniadakan seluruh penghambaan dan penyembahan
kepada selain Tuhan. Bahkan, tauhid lah yang membentuk karakter berpikir
seorang muslim (Rosowulan, 2015). Terkait konsep tauhid ini, Allah telah
berfirman:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-
Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah” (QS Ali-
Imrân [3] :79).
Ayat-ayat di atas dengan jelas dan tegas menolak adanya paksaan dalam
berakidah, bahkan dalam berakidah Islam. Islam tidak menghendaki adanya
umat yang masuk Islam karena adanya paksaan orang lain. Mereka yang tidak
mau masuk Islam dan berserah diri kepada Allah, tetap harus mendapatkan
perlakuan yang baik dalam hal muamalah dan berinteraksi di dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam hal itu, Rasulullah saw. adalah teladan pertama yang melaksanakan
prinsip tersebut tatkala berada di Madinah dan membuat Deklarasi atau
Piagam Madinah. Rasulullah tetap memberikan hak kepada mereka yang tidak
atau belum masuk Islam untuk melaksanakan ibadah sesuai kepercayaannya,
kaum muslimin dilarang mengganggu atau menghalangi mereka dalam
melaksanakan ibadah. Selain itu, di dalam peperangan Rasulullah saw. juga
melarang kaum muslimin merusak rumah ibadah musuh, agar mereka tetap
dapat melaksanakan ibadah sesuai keyakinan tanpa mendapatkan kesulitan.
Terkait hal ini, Hamka memiliki pendapat yang cukup menarik untuk dikaji.
Menurutnya, seluruh agama itu satu, yaitu Islam. Yang dia maksudkan dengan
Islam di sini adalah Islam dalam arti bahasanya yang luas, yaitu penyerahan
total kepada Tuhan.
Dalam koridor pemaknaan seperti ini, siapa pun orangnya, kalau dia
totalitas dalam berserah diri kepada Tuhan, berarti dia telah masuk Islam. Jadi,
Islam yang dimaksudkan Hamka di sini bukanlah Islam dalam pengertiannya
sebagai institusi, melainkan sebagai pandangan hidup tentang kebenaran
(Rosowulan, 2015). Selain kebebasan mendapatkan kemerdekaan dari
perbudakan dan kebebasan dalam berakidah, Islam juga memberikan
kebebasan kepada manusia untuk berpikir dan mengemukakan pendapat.
Islam sama sekali tidak pernah melarang umatnya untuk senantiasa berpikir
dan mengemukakan pendapat. Karena dengan berpikir dan mengemukakan
pendapat, manusia dapat berdialog sehingga mengetahui apa yang terbaik bagi
mereka, mengetahui kelebihan dan kekurangan pendapat yang dikemukakan
orang lain. Dan memang itulah kelebihan manusia dari mahluk-mahluk
lainnya, dia dianugerahi akal dan pikiran untuk digunakan berpikir dan
mengemukakan pendapatnya. Isyarat mengenai kebebasan berpikir dan
berpendapat terdapat di dalam al-Quran.
Istilah takwa ini sebenarnya hanya punya makna dalam lingkup yang lebih
luas, yaitu lingkup sosial kemasyarakatan (Rahman, 2017). Jika tugas sebagai
khalifah benar-benar dapat diemban dengan baik, akan tercipta sebuah
masyarakat yang baik pula. Pembentukan masyarakat madani yang baik itulah
sebenarnya misi utama yang diembankan kepada manusia, sehingga bisa
tercipta sebuah tatanan sosial yang maju dan menjadi umat yang terbaik yang
pernah ada di muka bumi ini, yang senantiasa menyeru kepada kebaikan dan
mencegah segala tindakan kemungkaran (Rahman, 2017). Secara alami,
manusia adalah makhluk Tuhan yang aktif dan berinisiatif. Kelak pada hari
perhitungan, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakan dan
perbuatannya selama berada di dunia. Karena, hanya dia--di antara makhluk
lain--yang dibekali potensi yang bisa memilih untuk patuh atau ingkar. Inilah
sifat dasar yang membedakan manusia dari ciptaan Tuhan yang lain.
Kata alam, yang dimaksudkan di sini adalah alam semesta, jagad raya
yang di dalam bahasa Inggris disebut dengan universe. Kata ini
dialihbahasakan ke dalam bahasa arab dengan istilah ‘âlam. Akan tetapi,
penggunaan kata ‘âlam ini di dalam al-Quran untuk menunjukkan jagad
raya atau alam semesta tidaklah tepat. Karena kata ‘âlam yang digunakan
di dalam al-Quran merujuk pada kumpulan yang sejenis dari mahluk
Tuhan yang berakal atau memiliki sifat-sifat yang mendekati mahluk yang
berakal (Zar, 1997).
Allah swt. menciptakan alam semesta selama enam hari. Ayat-ayat al-
Quran yang mengisyaratkan kepada kita mengenai keterangan tersebut
adalah surat al-A’raf [7] : 54, Yunus [10] : 3, Hud [11] : 7, al-Furqân [25] :
59, al-Sajdah [32] : 4, Qâf [50] : 38, al-Hadid [58] : 4. Akan tetapi, di
dalam ayat-ayat yang menerangkan itu tidak disebutkan secara detail
apakah enam hari penciptaan itu adalah enam hari dalam hitungan manusia
(satu minggu) ataukah enam hari dalam hitungan Allah swt (yang mana
sehari bagi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitungan manusia).
Dalam pandangan Rahman (2017), pembahasan al-Quran tentang
kosmologi sangat sedikit. Terkait dengan metafisika penciptaan, secara
sederhana al-Quran menyatakan bahwa alam semesta dan apa pun yang
dikehendaki Allah akan terwujud dengan perintah-Nya. Ini menunjukkan
bahwa Allah yang menjadi penggerak absolut untuk alam raya dan
pemberi perintah yang tak terbantahkan. Artinya, alam raya ini tunduk
kepada Allah secara otomatis, tidak ada potensi untuk memilih antara
patuh atau tidak. Secara ontologis, ini berbeda dari manusia yang
diberikan potensi dan kebebasan untuk memilih antara patuh atau ingkar.
Maka dari itu, secara holistik kelak di hari pembalasan, yang dituntut
untuk mempertanggungjawabkan segala tindakan hanya manusia, alam
raya tidak dituntut sama sekali karena sifatnya yang reseptif dan pasif.
Ekosistem perairan ini dibedakan menjadi dua ekosistem, antara lain, ekosistem
tawar dan ekosistem air laut sebagai berikut:
a) Ekosistem air tawar, merupakan ekosistem yang mempunyai variasi suhu yang
tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Tumbuhan yang banyak dijumpai pada ekosistem ini adalah tumbuhan jenis
ganggang dan tumbuhan biji, sedangkan hewan yang terdapat pada ekosistem air
tawar ini yaitu terdiri dari semua jenis filum pada hewan, dan organisme yang
hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Adaptasi pada organisme air
tawar yaitu: Adaptasi tumbuhan dan adaptasi hewan. Ekosistem air tawar juga
digolongkan menjadi dua, yaitu ekosistem air tawar tenang dan ekosistem air
tawar mengalir.
1) Ekosistem laut, merupakan ekosistem yang habitat nya di laut (oseanik) dan
berada pada kedalaman lebih dari 2000 m dari permukaan laut.
4) Ekosistem pantai, dikenal sebagai salah satu jenis ekosistem yang unik, karena
memilki beberapa unsur, yaitu tanah di daratan, air di lautan dan juga udara, letak
ekosistem pantai berbatasan dengan ekosistem darat, ekosistem laut, dan daerah
pasang surut, sehingga ekosistem pantai berada di tepi laut. Terdapat beberapa
satuan ekosistem yang termasuk kedalam ekosistem pantai, antara lain:
a) Ekosistem terumbu karang (Corall Ref) merupakan ekosistem bawah laut yang
terdiri dari sekelompok hewan karang yang memebentuk struktur kalsium
karbonat (batu kapur), ekosistem batu karang ini menjadi habitat bagi hewan laut,
sehingga terumbu karang dengan hutan mangrove dijadikan sebagai dua
ekosistem yang sangat penting terhadap keanekaragaman hayati laut.
a) Produsen, yang berarti penghasil. Dalam hal ini, produsen berarti organisme
yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri. Yang termasuk dalam kelompok
ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil.Di dalam
ekosistem perairan, komponen biotik yang berfungsi sebagai produsen adalah
berbagai jenis alga dan fitoplankton. Produsen merupakan organisme autotrof
yang mampu menghasilkan zat organik pembentuk tubuhnya dari zat-zat
anorganik seperti air dan mineral, yang termasuk ke dalam kelompok produsen ini
ailah semua tumbuhan hijau yang dapat melakukan proses fotosintesis dan
berkemampuan untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat merupakan zat
pembentuk dasar dari berbagai zat makanan, seperti protein dan lemak yang
terbentuk sebagai hasil kombinasi dengan nutrisi lainnya seperti nitrat, fosfor dan
potasium.
Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak memiliki nyawa atau tidak
hidup misalnya air, udara, tanah dan energi”. Dalam kehidupan sehari-hari
komponen abiotik menjadi bagian penting untuk minum dan tanah untuk media
bagi tumbuhan dan udara bagi pernapasan, terdiri dari:
a) Faktor Abiotik Air, Air memiliki karakteristik yang terdiri dari faktor fisika,
kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab
itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air
yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industri minuman.
1. Faktor Fisika, faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat
terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih
jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:
terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic
yang mungkin saja terjadi.
d) Solid (Zat padat) Kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat
meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi
penetrasi sinar matahari kedalam air.
e) Bau dan rasa, dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga
serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan
oleh adanya senyawa- senyawa organik tertentu.
a) Bakteri, dengan ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Bakteri yang menimbulkan penyakit disebut
disebut bakteri patogen.
b) Organisme Colliform Organisme colliform merupakan organisme yang tidak
berbahaya dari kelompok colliform yang akan hidup lebih lama didalam air
daripada organisme patogen. Akan tetapi secara umum untuk air yang dianggap
aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih dari 1 didalam 100ml air.
Peringatan di Al-Quran
هّٰللا
َسنِيْن ٌ صاَل ِح َها َوا ْدع ُْوهُ َخ ْوفًا َّوطَ َم ًع ۗا اِنَّ َر ْح َمتَ ِ قَ ِر ْي
ِ ب ِّمنَ ا ْل ُم ْح ِ َواَل تُ ْف
ِ سد ُْوا فِى ااْل َ ْر
ْ ِض بَ ْع َد ا
Artinya:
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di Bumi setelah (diciptakan) dengan baik.
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat
Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. Ayat tersebut melarang
berbuat kerusakan di Bumi karena berbuat kerusakan merupakan salah bentuk
pelampauan batas. Alam ini diciptakan Allah SWT dalam keadaan yang serasi,
harmonis, dan memenuhi kebutuhan makhluk yang hidup di dalamnya. Allah
SWT telah menjadikannya dalam keadaan baik, serta memerintahkan hamba-
hambaNya untuk memperbaikinya (Mustakim, 2017).
Para pemimpin muslim telah meminta 1,6 miliar muslim di dunia untuk berperan
aktif dalam memerangi perubahan iklim dan telah mendesak pemerintah untuk
membuat perjanjian universal perubahan iklim pada tahun 2015 di Istanbul. Hal
tersebut termaktub dalam Islamic Declaration on Global Climate
Change (IDGCC).
Ekspresi acuh tak acuh dan masa bodoh terkait perubahan alam dinilai
kontraproduktif terhadap eksistensi keimanan seseorang. Penilaian tersebut bisa
dipahami dari penegasan QS. al-Thur: 44
Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan “itu
adalah awan yang bertindih-tindih”. Sebagai orang yang beriman kepada hal-hal
ghaib (tak teramati oleh panca indera) seyogyanya berintrospeksi dan
menvisualkan perubahan alam sebagai sinyal Allah Swt agar setiap mu’min
segera sadar atas dosa dan perilaku salah dalam mengelola alam karunia-Nya serta
segera bertaubat.
Respon keimanan serupa itu dipercontohkan oleh Rasulullah Saw bertepatan
terjadi gerhana matahari yang bersamaan waktu dengan wafat putera beliau
bernama Ibrahim pada tahun kesepuluh hijriah. Selesai mengajak serta masyarakat
untuk berjama’ah shalat Kusuf, beliau berkhutbah yang antara lain menegaskan:
إن اﻟﺸـﻤﺲ واﻟـﻘﻤـﺮ آﻳـﺘﺎن ﻣﻦ آﻳـﺎت ﻪﻠﻟا ﻳﺨــﻮف ﻪﻠﻟا ﺑـﻬـﻤﺎ ﻋﺒﺎده ))أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎرى واﻟﻨﺴﺎﺋﻰ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮة
Sungguh matahari dan bulan keduanya merupakan tanda dari sekian banyak
tanda yang Allah fungsikan untuk membangun rasa takut (waspada) hamba
kepada Tuhan- nya.
…. dan Kami tidak memberi tanda-tanda kecuali untuk menakuti. (QS. al-Isra’:
59)
Dan andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu, pasti rusaklah langit dan
bumi ini berikut semua orang yang berada di dalamnya….”
Pola perimbangan antara perubahan iklim dengan pendekatan diri kepada Allah
bermediakan shalat, terbaca jelas dalam “istisqa’” berhubung kemarau panjang,
dan shalat “al-khauf” saat berlangsung perang terbuka.
Layak dipersepsikan bahwa pemanasan global, perubahan pola hidro-dinamika
kelautan yang ditandai oleh rabb, banjir, longsor, kepunahan hewan langka,
penyebaran hama tanaman, emisi udara oleh zat karbon SO2/NOx berkonsentrasi
tinggi, mutasi penyakit hewan ke manusia secara besar-besaran, penyusutan kadar
baku mutu air tanah/sungai/danau/rawa dan sejenisnya tersebab oleh perilaku
manusia yang termotivasi penyimpangan moral sebagai berikut:
ـ وﻟﻢـ ﻳﻤـﻨﻌـﻮا،ﻟـﻢـ ﻳﻨﻘﺺـ ﻗﻮمـ اﻟﻤﻜـﻴـﺎلـ واﻟﻤﻴﺰانـ إﻻـ أﺧـﺬواـ ﺑـﺎﻟﺴـﻨﻴﻦـ وﺷـﺪةـ اﻟﻤـﺆﻧﺔـ وﺟـﻮرـ اﻟﺴﻠﻄﺎنـ ﻋـﻠﻴﻬﻢ
] ]أﺧـﺮﺟﻪ إﺑﻦ ﻣﺎﺟـﻪ5 .زﻛﺎة أﻣـﻮاﻟﻬـﻢ إﻻ ﻣﻨـﻌﻮا اﻟﻘﻄـﺮ ﻣﻦ اﻟﺴـﻤﺎء
Bahkan Ka’ab al-Akbar mengutip informasi dari agama samawi yang pernah
] ]ﻗـﺪ ﺿﻴﻊ ﻓﻴﻬـﻢ7 إذا رأﻳـﺘﻢ اﻟﺴـﻴﻮف ﻗـﺪ أﻋـﺮﻳﺖ واﻟﺪﻣـﺎء ﻗـﺪ اﻫـﺮﺑـﻘﺖ ﻓﺎﻋـﻠﻤـﻮا ان ﺣـﻜﻢ ﻪﻠﻟا
Telah tampak kerusakan di bumi dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia (QS. al-Rum: 41)
(c) rumah berdaya melindungi, memberi rasa aman, sehat, jauh dari kebisingan
kontinyu, ditambah dengan kriteria kondusif untuk kegiatan ibadah dan peluang
mengembangkan syiar Islam. Kriteria terakhir bisa dipahami dari semangat ajaran
hadis Rasulullah Saw:
9] ] رواه اﻟﺜــﻼﺛﺔ. اﻧـﺎ ﺑـﺮيء ﻋـﻦ ﻛـﻞ ﻣﺴـﻠـﻢ ﻳـﻘــﻴﻢ ﺑـﻴﻦ اﻟﻤـﺸـﺮﻛــﻴﻦ.
Saya cuci tangan (tidak menjamin pangayoman) atas setiap orang Islam yang
tetap tinggal di tengah-tengah komunitas musyrik. (diriwayatkan oleh ketiga kitab
sunan).
Sekira terjadi penurunan baku mutu sedemikian ekstreem akibat perubahan iklim,
seperti badai salju diikuti pemadaman aliran listrik secara massal, tanah
peruntukan masjid mengalami longsor terkena erosi banjir, makanan yang tersedia
minus status kehalalan dan lain sebagainya, maka konsep hukum Islam membuka
kompensasi “kondisi darurat” atau “’umumu al-balwa” (penyebaran bencana
berskala luas), atau emergency menyeluruh.
Dalam kondisi darurat air peruntukan bersuci tersedia pengganti debu untuk
tayamum, benda padat menyerap air menjadi sarana istinjak. Jama’ah shalat
Jumu’ah di masjid (rumah ibadah) diganti dengan shalat zhuhur di rumah
kediaman masing-masing berhubung cuaca buruk. Status syubhat hukum bisa
menggantikan kehalalan yang sulit didapat.
Demikian naskah sumbang-saran bagi pemikiran lingkungan terkait
pergeseran/perubahan iklim untuk didiskusikan bersama.
Kedua, prinsip bahwa alam dan lingkungan adalah bagian dari tanda-
tanda (ayat) Allah di alam semesta. Oleh karena itu, Alquran memberikan nama
fenomena alam dengan istilah āyat [pl. āyāt] yang berarti “tanda”, yakni tanda
adanya Allah, tanda kebesaranNya atau tanda perjalanan menuju kebahagiaan
dunia (zahir) dan akhirat (batin).43 Baik manusia maupun alam (lingkungan)
adalah tanda-tanda Allah, yang saling berhubungan satu sama lain dan saling
tergantung.
Dalam perspektif Alquran, arti kekhalifahan memiliki tiga unsur, yaitu (1)
manusia (sendiri) yang dinamai khalifah, (2) alam raya, yang disebut dalam QS.
al-Baqarah: 21 sebagai bumi, dan (3) hubungan manusia dengan alam dan segala
isinya, termasuk dengan manusia (istikhlāf [tugas-tugas kekhalifahan]).
Selanjutnya hubungan manusia dengan alam adalah hubungan sebagai pemelihara
yang saling membutuhkan satu sama lain. Maka tugas manusia adalah memelihara
dan memakmurkan alam.
Ali, Yafie (1997). Islam dan Lingkungan Hidup, Jakarta: Yayasan Swama
Bhumy.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Barri, I: 186; al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim,
no. indeks 1599;
Ricki M. Mulia. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hal. 16;