Anda di halaman 1dari 12

Publis Health Sciene Session (PHSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A220028


**Pembimbing

Journal Reading 1
Helminth Transmission in Simple Pit Latrines

Elsa Futri Anggraini* dr. Ima Maria, M.K.M**

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN KELUARGA
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Journal Reading 1
Helminth Transmission in Simple Pit Latrines

Oleh :
Elsa Futri Anggraini, S.Ked
G1A220028

Sebagai salah satu tugas di Program Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga
2022

Jambi, Oktober 2022


Pembimbing
dr. Ima Maria, M.K.M
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
PHSS yang berjudul “Helminth Transmission In Simple Pit Latrines” sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ima Maria, M.K.M, yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing pembuatan
PHSS ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan PHSS ini, sehingga nantinya dapat bermanfaat
bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Oktober 2022

Penulis
HELMINTH TRANSMISSION IN SIMPLE PIT LATRINES

ABSTRACT
Jamban lubang sederhana sering kali digunakan oleh masyarakat miskin.
Namun, jamban lubang sederhana tidak memiliki pelat beton dan oleh karena itu
diklasifikasikan sebagai bentuk sanitasi yang tidak baik. Penelitian ini
mengumpulkan sampel tanah dari jamban lubang sederhana dan menganalisisnya
untuk melihat keberadaan telur cacing; 71% dari semua sampel yang dikumpulkan
memperoleh hasil positif telur cacing. Tidak adanya atap dari jamban adalah satu-
satunya faktor yang terkait dengan konsentrasi telur yang lebih rendah. Temuan
ini mendukung klasifikasi jamban lubang sederhana sebagai bentuk sanitasi yang
tidak baik.

PENDAHULUAN
Diperkirakan 2,6 miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses
terhadap sanitasi dasar, menempatkan mereka pada risiko penyakit diare dan
infeksi cacing. Karena akses ke sanitasi dasar secara signifikan dapat mengurangi
morbiditas dari infeksi cacing. Namun, masih tidak jelas standar sanitasi mana
paling minimum yang diperlukan untuk melindungi dari berbagai penyakit. 1
Jamban lubang sederhana adalah salah satu bentuk sanitasi yang paling murah,
Jamban tersebut terdiri dari lubang galian yang ditutupi dengan kayu dan tanah,
lalu terdapat lubang jongkok yang digunakan untuk pembuangan kotoran. Saat
menggunakan jamban lubang sederhana, pengguna harus berdiri di atas tanah
terbuka di sekitar lubang pembuangan. Manajemen yang buruk, dan kurangnya
pelat penutup yang dapat dibersihkan, dapat mengubah jamban ini menjadi
sumber infeksi, terutama penularan cacing tambang. Meskipun jamban lubang
sederhana sudah diklasifikasikan sebagai bentuk sanitasi yang tidak mencukupi
syarat oleh Program Pemantauan Bersama Penyediaan Air dan Sanitasi oleh
WHO/UNICEF (JMP), masih sangat sedikit bukti yang dipublikasikan untuk
mendukung klasifikasi ini.
METODE
Pada periode Juni hingga Juli 2010, tanah dari 72 jamban sederhana di
desa Sululu, Tanzania, dikumpulkan dan dianalisis untuk melihat keberedaan telur
cacing. Desa ini terletak di wilayah Morogoro di Tanzania, di mana diperkirakan
95% orang di wilayah tersebut bergantung pada jamban sederhana. Jamban yang
dipilih untuk pengambilan sampel secara purposive, faktor-faktor yang
mempengaruhi meliputi : jumlah pengguna, fasilitas bersama vs fasilitas rumah
tangga, ada atau tidaknya atap. Tiga sampel tanah masing-masing sekitar 10 g
dikumpulkan di setiap jamban, dan digabungkan menjadi satu sampel komposit.
Sampel dikumpulkan dari sekitar drop hole, terutama di mana kaki ditempatkan
saat buang air besar. Telur dan larva cacing diambil dari sampel tanah dengan
kombinasi sentrifugasi dan flotasi.2 Penilaian lingkungan digunakan untuk menilai
kemungkinan faktor risiko, seperti ada tidaknya atap di atas jamban, jumlah
pengguna, suhu tanah, pH dan kadar air. Penyebaran kuesioner di rumah tangga
dilakukan untuk menilai faktor risiko rumah tangga, seperti bahan yang digunakan
untuk membersihkan dubur dan jumlah orang yang menggunakan jamban.

HASIL
Sebuah jamban rata-rata digunakan oleh 5,1 orang, dan setengah dari 72
jamban (51%) memiliki atap. Suhu tanah di jamban berkisar antara 22,5 C sampai
40,8 C, dengan rata-rata 29,4 C. Semua rumah tangga menggunakan air untuk
membersihkan dubur, dan di 51 jamban (71%) tersedia air untuk membersihkan
dubur. Dari 72 sampel jamban, 51 (71%) ditemukan positif untuk setidaknya satu
spesies cacing. Cacing tambang ditemukan sebagai cacing yang paling umum,
ditemukan dalam 43 sampel (60%), diikuti oleh Ascaris spp. di tujuh sampel
(10%) dan Taenia spp. dalam lima sampel (7%). Jumlah rata-rata telur dan larva
yang ditemukan per gram tanah adalah 1,5 (95% CI=0,3-2,8). Konsentrasi cacing
adalah sebagai berikut: cacing tambang 0–38 ovum+larva/gr, Ascaris spp. 0-0.2
telur/gr dan Taenia spp. 0-0,3 telur/gr. Sampel tanah dari jamban tanpa atap
ditemukan memiliki konsentrasi telur yang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan jamban dengan atap (0,47 telur/g vs 2,52 telur/g, p=0,045). Tak satu pun
dari variabel lingkungan atau penggunaan lainnya menunjukkan hubungan yang
signifikan.

ULASAN DAN SARAN


Temuan penelitian ini mendukung klasifikasi JMP bahwa jamban lubang
sederhana adalah bentuk sanitasi dasar yang tidak baik, karena tampaknya tidak
dapat secara efektif memisahkan bahan feses dari kontak manusia. Hasil
penelitian kami juga menunjukkan bahwa tidak adanya atap mengurangi
konsentrasi telur cacing. Konsentrasi telur rata-rata pada jamban dalam penelitian
ini lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam penelitian serupa di Brasil (1,5 vs
0,6 telur/g).3 Tidak ada korelasi langsung yang dapat disimpulkan antara
konsentrasi telur cacing di tanah dan risiko infeksi; namun, konsentrasi telur yang
ditemukan di Sululu melebihi batas yang ditetapkan dalam pedoman WHO untuk
penggunaan kotoran yang aman di pertanian.4 Pedoman ini menyatakan bahwa
konsentrasi telur cacing maksimum yang diizinkan adalah <1 telur/g, sementara
studi tentang penggunaan air limbah di bidang pertanian menyarankan batas yang
lebih ketat 0,1 telur/g saat anak-anak terpapar.4 Dari 72 jamban yang dipilih
dalam penelitian ini, 12 (17%) melebihi pedoman <1 telur/g, sementara 36 (50%)
melebihi borderline. Konsentrasi telur rata-rata yang kami temukan di Sululu
mungkin merupakan perkiraan konservatif karena sampel dikumpulkan selama
musim kemarau, ketika kondisi kelangsungan hidup telur lebih sulit daripada
selama musim hujan. Penelitian ini tidak mengumpulkan sampel tanah dalam
bentuk sanitasi lain. Jamban lubang sederhana merupakan salah satu bentuk
sanitasi yang paling umum dan berada di urutan terendah di tangga sanitasi. Anak
tangga berikutnya adalah jamban dengan pelat beton, yang dianggap sebagai
bentuk sanitasi yang lebih baik oleh JMP. Telur cacing tidak dapat bertahan hidup
di atas lempengan beton, dan lempengan jauh lebih mudah dibersihkan daripada
lantai tanah. Temuan kami lebih lanjut menunjukkan bahwa jamban yang terpapar
sinar matahari cenderung tidak positif untuk telur cacing. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya, yang menunjukkan bahwa tanah yang dilindungi oleh
pohon dari sinar matahari memiliki konsentrasi telur cacing yang lebih tinggi
daripada tanah yang terkena sinar matahari. 3,5 Pembongkaran atap jamban tidak
mungkin dapat diterima oleh semua rumah tangga, karena jamban tanpa atap akan
memberikan lebih sedikit privasi dan perlindungan dari hujan dll, sementara
pembangunan pelat beton di jamban lubang sederhana akan secara signifikan
meningkatkan biaya jamban. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk terus mencari
alternatif murah yang dapat meningkatkan level sanitasi jamban lubang sederhana
atau meningkatkan status higienis jamban lubang sederhana.

PENDANAAN
Penelitian ini mendapat dukungan keuangan dari konsorsium Sanitation
and Hygiene Applied Research for Equity (SHARE) yang didanai oleh
Departemen Pembangunan Internasional Inggris (hibah no. P04990) dan dari Bill
and Melinda Gates Foundation. SMB menerima hibah perjalanan dari London
School of Hygiene dan Tropical Medicine Trust Fund. Penyandang dana tidak
memiliki peran dalam desain penelitian, pengumpulan data, analisis data,
keputusan untuk menerbitkan, ataupun persiapan naskah.

PERSETUJUAN ETIKA
Penelitian ini telah disetujui oleh London School of Hygiene and Tropical
Medicine (no. 009/361 dan no. 5659), dan Institut Kesehatan Ifakara (14-2010).
Pertemuan diadakan dengan kepala desa Sululu untuk perkenalan dan meminta
persetujuan untuk penelitian. Informed consent tertulis diperoleh dari kepala
rumah tangga.
Telaah Jurnal Metode PICO-VIA

Judul jurnal : Helminth Transmission In Simple Pit Latrines


Penulis : Sarah M. Baker, Jeroen H.J. Ensink
Publikasi : 5 April 2016, London School of Hygiene and Tropical Medicine.
Akses di Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene
106 (2012) 709–710.

Patient/Population of Problem
 Problem  Jamban lubang sederhana diklasifikasikan sebagai bentuk
sanitasi yang tidak mencukupi syarat oleh Program Pemantauan Bersama
Penyediaan Air dan Sanitasi oleh WHO/UNICEF (JMP), karena dapat
menjadi sumber infeksi, terutama penularan cacing tambang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendukung klasifikasi jamban lubang
sederhana sebagai bentuk sanitasi yang tidak baik.
 Population  Pada periode Juni hingga Juli 2010, tanah dari 72 jamban
sederhana di desa Sululu, Tanzania, dikumpulkan dan dianalisis untuk
melihat keberedaan telur cacing.

Intervention
 Pada penelitian ini tidak ada intervensi yang dilakukan terhadap variabel

Comparassion
 Tidak ada perbandingan pada tujuan utama penelitian ini
 Namun pada penilaian lingkungan dilakukan analisis dan didapatkan
perbandingan perbedaan kosentrasi telur cacing pada jamban yang tertutup
atap dan tidak tertutup atap, walaupun tidak menunjukan hubungan
signifikan. Yaitu sampel tanah dari jamban tanpa atap ditemukan memiliki
konsentrasi telur yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jamban
dengan atap (0,47 telur/g vs 2,52 telur/g, p=0,045).
Outcome
 Temuan penelitian ini mendukung klasifikasi JMP bahwa jamban
lubang sederhana adalah bentuk sanitasi dasar yang tidak baik, karena
tampaknya tidak dapat secara efektif memisahkan bahan feses dari
kontak manusia.
 Dari 72 sampel jamban, 51 (71%) ditemukan positif untuk setidaknya
satu spesies cacing. Cacing tambang ditemukan sebagai cacing yang
paling umum, ditemukan dalam 43 sampel (60%), diikuti oleh Ascaris
spp. di tujuh sampel (10%) dan Taenia spp. dalam lima sampel (7%).
 Jumlah rata-rata telur dan larva yang ditemukan per gram tanah adalah
1,5 (95% CI=0,3-2,8).
 Konsentrasi cacing adalah sebagai berikut: cacing tambang 0–38
ovum+larva/gr, Ascaris spp. 0-0.2 telur/gr dan Taenia spp. 0-0,3
telur/gr
 Sebuah jamban rata-rata digunakan oleh 5,1 orang
 Setengah dari 72 jamban (51%) memiliki atap
 Suhu tanah di jamban berkisar antara 22,5 C sd 40,8 C, dengan rata-
rata 29,4 C

Validity
 Desain penelitian, cara pengolahan data, serta uji validitas yang
digunakan tidak sebutkan oleh penulis.
 Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling.
 Subjek dan fokus penelitian ini sudah sesuai yaitu jamban yang dipilih
untuk penelitian berada di desa Sululu, Tanzania. Desa ini terletak di
wilayah Morogoro di Tanzania, di mana diperkirakan 95% orang di
wilayah tersebut bergantung pada jamban lubang sederhana.
 Data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
tiga sampel tanah masing-masing sekitar 10 g dikumpulkan di setiap
jamban, dan digabungkan menjadi satu sampel komposit. Sampel
dikumpulkan dari sekitar drop hole, terutama di mana kaki
ditempatkan saat buang air besar. Telur dan larva cacing diambil dari
sampel tanah dengan kombinasi sentrifugasi dan flotasi untuk
kemudian dilihat keberadaan telur cacing.
 Penilaian lingkungan digunakan untuk menilai kemungkinan faktor
risiko, seperti ada tidaknya atap di atas jamban, jumlah pengguna,
suhu tanah, pH dan kadar air.
 Penyebaran kuesioner di rumah tangga dilakukan untuk menilai faktor
risiko rumah tangga, seperti bahan yang digunakan untuk
membersihkan dubur dan jumlah orang yang menggunakan jamban.
 Penelitian ini valid

Importance
 Penelitian ini penting untuk mengingatkan penduduk yang masih
belum menggunakan jamban sehat serta pemerintah bahwa jamban
sederhana seperti ini dapat menjadi sumber infeksi.
 Di Indonesia sendiri angka kepemilikan jamban sehat masih belum
100%, terutama di daerah terpencil.
 Angka kesakitan akibat infeksi cacing di Indonesia juga masih
tinggi.

Applicable
 Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi tentang
konsentrasi angka telur cacing pada jamban lubang sederhana.
 Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh pemerintah
Indonesia untuk membuat program dengan fokus meningkatkan
kepemilikan jamban sehat yang mencakup seluruh penduduk
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ziegelbauer K, Speich B, Mäusezahl D, Bos R, Keiser J, Utzinger J. Effect


of sanitation on soil-transmitted helminth infection: systematic review and
meta-analysis. PLoS Med 2012;9:e1001162.
2. Muller M, Sanchez RM, Suswillo RR. Evaluation of a sanitation
programme using eggs of Ascaris lumbricoides in household yard soils as
indicators. J Trop Med Hyg 1989;92:10–6.
3. Schulz S, Kroeger A. Soil contamination with Ascaris lumbricoides eggs
as an indicator of environmental hygiene in urban areas of north-east
Brazil. J Trop Med Hyg 1992;95:95–103.
4. Blumenthal UJ, Mara DD, Peasey A, Ruiz-Palacios G, Stott R. Guidelines
for the microbiological quality of treated wastewater used in agriculture:
recommendations for revising WHO guidelines. Bull World Health Organ
2000;78:1104–16.
5. Brown H. Studies on the rate of development and viability of the eggs of
Ascaris lumbricoides and Trichuris trichuria under field conditions. J
Parasitol 1927;14:1–15

Anda mungkin juga menyukai